"Bagaimana denganmu?" tanya Bella yang menjawab pertanyaan Nicholas dengan pertanyaan.
"Tentu aku akan mengambil jurusan hukum! Aku ingin menjadi pengacara ternama!" ujar Nicholas sambil tersenyum lebar.
Lalu, mereka berdua berjalan ke arah halte bus dan duduk di sana sembari menunggu.
"Bagaimana denganmu?" tanya Nicholas kembali.
Bella menghela napas dan menatap kekasihnya itu, seraya berkata, "Aku akan kuliah tahun depan."
"Mengapa seperti itu? Pasti itu karena kakakmu, Crystal. Aku akan menegurnya!" ujar Nicholas kesal dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
"Hei .... Hentikan!" ujar Bella dan menahan Nicholas yang sudah hendak menghubungi nomor ponsel kakaknya itu.
Ponsel adalah barang mewah bagi keluarga Swan. Yang memiliki ponsel hanya Crystal dan Bella sendiri tidak yakin bagaimana kakaknya itu mampu membeli ponsel. Jadi, Bella menyimpan nomor ponsel kakaknya di ponsel milik Nicholas. Walaupun, tidak pernah sekalipun Bella menghubungi nomor itu.
"Tapi, bagaimana dengan beasiswa itu? Bukankah itu hanya berlaku untuk tahun ini?" tanya Nicholas kembali dengan kesal.
"Tidak masalah! Aku bisa kuliah di universitas lain yang lebih terjangkau tanpa beasiswa. Aku akan bekerja dulu selama 1 tahun dan setelah uang terkumpul baru akan memutuskan kuliah di universitas apa." Jelas Bella, sebenarnya dirinya sendiri ragu bagaimana mengumpulkan uang untuk kuliah. Tamatan SMA tidak memiliki pilihan pekerjaan yang baik, mungkin dirinya hanya akan berakhir menjadi penjaga toko atau swalayan. Namun, Bella selalu menyimpan kekhawatirannya dan menunjukkan sikap bahwa dirinya baik-baik saja.
Bus tiba dan mereka berdua naik ke dalam bus. Nicholas kesal dan tidak lagi berbicara, jadi Bella juga hanya diam sambil menatap keluar jendela.
***
Tidak terasa, sudah hampir 6 bulan dari tamat sekolah. Seperti perkiraannya, Bella berakhir bekerja di sebuah swalayan di dekat rumahnya. Jam kerja yang cukup panjang, tetapi sepadan dengan upah yang diterima.
Dengan memiliki pemasukan sendiri, Bella dapat membantu menutupi pengeluaran rumah dan hal itu membuat ibu tenang. Awalnya, Bella ingin ibu bekerja di satu tempat saja yaitu di pabrik pengalengan ikan dan dapat beristirahat di malam hari. Namun, hal itu tidak terwujud karena Crystal menghabiskan uang lebih dan lebih. Jika, ibu menolak permintaannya, maka Crystal akan mengancam dengan pergi meninggalkan rumah.
Ancaman itu berhasil, semua permintaannya terpenuhi. Apakah hal itu membuat Bella marah? Tentu saja. Namun, kembali lagi Bella selalu menyimpan rasa marah dan keberatannya, karena berpikir bahwa Crystal berhak memperoleh semua itu.
Crystal berubah drastis. Pakaian branded dan termasuk semua aksesorisnya dengan ponsel dan laptop keluaran terbaru. Saat marah, maka Crystal selalu berkata akan pergi dari rumah bobrok ini. Crystal juga mengatakan dirinya malu, mengapa terlahir di keluarga miskin seperti ini. Ibu hanya akan menangis saat Crystal bertingkah menjengkelkan seperti itu.
Bella lebih senang menghabiskan waktunya di luar rumah. Dirinya bekerja dengan giat dan tidak pernah keberatan saat harus lembur. Jika tidak memiliki jam lembur, maka Bella akan pergi ke rumah kekasihnya, Nicholas Hall dan dengan senang hati membantu pekerjaan rumah di sana.
Namun, belakang ini, perilaku kedua orang tua Nicholas, terutama Sang Ibu berubah total. Seperti saat ini.
"Bu, aku bantu melipat pakaian ini."
Ujar Bella, sambil duduk di samping Nyonya Hall, wanita paruh baya bertubuh gempal. Nyonya Hall mengabaikan perkataan Bella dengan wajah yang begitu cemberut dirinya berkata, "Apa yang kamu lakukan? Bukankah kamu seharusnya melakukan sesuatu yang lebih penting daripada melipat pakaian?"
Tangan Bella yang sedang melipat pakaian terhenti. Belakangan ini, perlakuan Nyonya Hall kepadanya sangat kasar dan selalu ingin Bella tidak berlama-lama di rumahnya.
"Ehm ..., aku menunggu Nicholas pulang," jawab Bella perlahan.
"Kamu lihat anak Nyonya Mai, tetangga kita. Anak gadis harus seperti itu, kuliah dan bekerja di kantoran! Bukan seperti dirimu, yang-"
Perkataan Nyonya Hall terpotong karena Nicholas yang baru tiba di rumah.
"Ibu! Tolonglah jangan mempersulit Bella! Bella akan kuliah tahun depan, aku yakin dirinya juga dapat bekerja di perusahaan bergengsi." Ujar Nicholas sambil buru-buru duduk di antara Bella dan ibunya.
"Putra kesayangan Ibu! Ibu hanya ingin, kamu memiliki pasangan yang dapat kamu banggakan!" ujar Nyonya Hall membela diri.
"Aku bangga dengan Bella, Bu!" ujar Nicholas jujur sambil memeluk pundak Bella.
Bella menatap Nicholas dan tersenyum penuh rasa syukur karena memiliki kekasih sebaik ini. Lalu, mereka makan malam bersama. Tuan dan Nyonya Hall beserta Bella dan Nicholas. Walaupun, Nyonya Hall lebih banyak diam, tetapi Bella dapat merasakan rasa tidak suka yang begitu besar dari Nyonya Hall terhadap dirinya. Bella berharap, semua akan kembali ke keadaan semula, setelah dirinya kuliah.
Nyonya Hall, meletakkan begitu banyak lauk di piring putra kesayangannya dan Nicholas membagikan sebagian lauk itu kepada Bella.
"Tidak! Kamu makan saja." Bella menolak, dirinya tidak lagi ingin mencari masalah dengan Nyonya Hall.
"Kamu harus makan yang banyak! Kamu begitu kurus." Nicholas mengabaikan keberatan Bella dan meletakkan sebagian lauk dari piringnya ke piring Bella.
"Jika dia tidak mau, maka jangan dipaksa!" Nyonya Hall mengambil lauk dari piring Bella dan meletakkannya di piring suaminya, Tuan Hall.
"Istriku ..." Tuan Hall ingin menasehati istrinya yang sudah kelewatan.
"Makan saja! Lauk hanya untuk mereka yang mengeluarkan uang untuk membeli semua yang ada di atas meja ini." Ujar Nyonya Hall ketus.
"Benar, makanlah Paman! Sebelum kemari, aku sudah makan di swalayan."
Bella berusaha agar Tuan dan Nyonya Hall tidak bertengkar karena dirinya. Entah mengapa, belakangan dirinya semakin merasa rendah diri jika berada di tengah-tengah Keluarga Hall. Akhirnya, mereka semua makan dalam diam dan Bella sama sekali tidak dapat menikmati makan malam ini. Selesai makan malam, biasanya Bella akan membantu mencuci peralatan makan, tetapi malam ini Nyonya Hall memintanya segera pulang, dengan alasan sudah larut malam.
'Ayo aku antar!" Ajak Nicholas.
"Rumahnya hanya berjarak satu blok dari sini! Biarkan dia pulang sendiri, sudah begitu malam kamu harus mandi dan beristirahat!"
"Ayolah, Bu! Ini hanya sebentar!"
Nicholas mengandeng tangan Bella dan berjalan ke arah pintu rumah itu, lalu keluar. Nicholas tidak memberi kesempatan bagi Bella untuk keberatan.
"Bukankah kamu seharusnya mendengarkan perkataan ibumu? Bukankah hal ini akan membuat ibumu marah?" tanya Ellena penuh cemas.
"Maafkan ibuku. Belakangan ini, dirinya sering mendengar perkataan para tetangga."
Nicholas meminta maaf untuk ibunya. Bella hanya mengangguk dan mereka tidak lagi berbicara.
Mereka tiba di depan pintu rumah Bella dan setelah memastikan Bella masuk ke dalam rumah, barulah Nicholas pergi. Bella bersandar di balik pintu, hatinya sedih karena perlakuan Nyonya Hall terhadap dirinya.
Setelah berhasil menenangkan diri, Bella berjalan ke dapur dan memanaskan sayur untuk ibunya. Ibu akan pulang sebentar lagi.
Klik!
Pintu depan rumah terbuka, Bella memaksakan seulas senyum dan berbalik menyambut ibunya. Namun, itu bukan ibu melainkan Crystal yang berjalan sempoyongan.
Brukkk!!!
Crystal tersandung, dan terjerembab di lantai.
"ARGH ...!!!"
Teriak Crystal mengamuk dan melempar tas tangannya dengan kasar.
Bella tidak yakin apa yang terjadi dengan kakaknya itu, dan datang menghampirinya.
"Crystal!"
Panggil Bella menghampiri Crystal, hendak membantunya berdiri. Namun, Crystal mendorong Bella menjauh.
"Pergi! Tinggalkan aku!"
Crystal berusaha keras untuk berdiri, tetapi karena mabuk, kakinya tidak mampu berdiri tegak.Bella kembali menghampiri kakaknya itu dan menangkap tubuh Crystal yang kembali limbung. Merasakan sentuhan tangan Bella di lengannya, membuat Crystal murka dan kembali mendorong tubuh adiknya itu dengan kuat.Brukkk!!!Bella terduduk di atas lantai, cukup keras. Hal itu membuat Bella meringis kesakitan dan menatap Crystal dengan rasa tidak percaya."APA?""Kamu tidak senang dengan perlakuanku? Semua yang terjadi padamu bukan salahku! Semua itu terjadi karena kamu terlalu baik dan menjadi bodoh!""BODOH!!!"Crystal bersandar di dinding rumah yang sudah lapuk dan menatapnya dengan penuh kebencian, kemudian lanjut berkata, "Aku hanya ingin menjadi kaya dan terlepas dari kedua orang tua bodoh itu!""Dan dirimu tentunya! Adik kecil yang selalu bertingkah layaknya seorang malaikat! Kau tahu, karena aku kakakmu, maka aku akan memberimu nasehat!"
Bella mengedarkan pandangannya, dan terlihat jelas dirinya berada di rumah sakit."ISABELLA SWAN!!!"Bella mendengar jelas, suara ibu yang meneriaki nama lengkapnya. Itu tanda, bahwa ibu benar-benar marah.Bella memalingkan kepalanya ke arah asal suara tadi. Dirinya melihat, ibu melihatnya dengan raut wajah begitu marah. Apa yang terjadi dengan wajah ibu? Wajah ibu hampir separuh tertutup lebam, bahkan salah satu mata ibu begitu merah."A-apa yang terjadi terhadap Ibu?"Tanya Bella, dirinya bahkan kesulitan mengenali suaranya sendiri. Suaranya saat ini, terdengar begitu lemah dan serak. Untuk mengucapkan satu kalimat tadi, membuat tubuhnya berkeringat dingin.Di samping ibu, Ellena melihat Crystal yang seperti biasa, selalu terlihat tidak peduli."Kau ...! Kau anak durhaka!"Cecar ibu kepada Bella, ini pertama kalinya Bella melihat ibu begitu marah."Sudahlah, Bu! Ayah pantas menerima hukuman itu. Lihat apa yang
Nnn"Nyonya Swan tidak bisa menjemput dirimu. Jadi, aku menyempatkan waktu untuk mengantarmu pulang."Inspektur David mencoba menjelaskan. Sebetulnya, dirinya hanya kebetulan lewat dan memastikan apakah gadis itu sudah pulang. Namun, informasi yang di dapat dari perawat, sama sekali tidak ada keluarga gadis itu yang datang hari ini. David sendiri tahu jelas, ibu gadis itu sangat marah karena keberaniannya melapor kepada polisi dan hal yang diucapkan Sang Ibu juga masuk di akal. Kedepannya Keluarga Swan akan sulit menghadapi para tetangga dan warga sekitar.Bella mengangguk dan berdiri, lalu berjalan mendekati Inspektur David."B-bagaimana dengan biaya rumah sakit?" tanya Bella. Dirinya memiliki tabungan, tetapi tidak banyak dan disimpan di rumah."Kantor sudah membayarnya!" jawab Inspektur David singkat. Dirinya pribadi membayar tagihan rumah sakit gadis itu, karena rasa iba.Bella tidak lagi berkata-kata, dirinya patuh mengikuti Inspektur David d
"Itu pantas! Ayah sudah mengkalkulasi, kami akan mengambil cicilan untuk 10 tahun. Jadi, uang muka tidak terlalu berat," ujar Tuan Hall tersenyum bahagia."Tapi-"Nicholas tidak memiliki kesempatan untuk mengutarakan keberatan, karena ibunya lanjut berkata, "Turuti perkataan orang tuamu! Itu akan membuat dirimu lebih dipandang tinggi!""Namun, kami masih kekurangan sedikit untuk pembayaran uang muka! Bella, apakah kamu mau membantu Nicholas? Aku yakin, kamu tidak akan keberatan!" ujar Nyonya Hall menatapnya tajam.Bella menelan ludah. Dirinya memiliki sedikit tabungan, tetapi itu untuk biaya kuliahnya tahun depan."Ayolah, Bu! Jangan merepotkan Bella, dirinya sendiri harus-"Kembali ucapan Nicholas terpotong, tetapi kali ini oleh Bella yang buru-buru berkata, "Tentu! Aku akan membantu Nicholas!"Seketika senyum merekah di wajah Tuan dan Nyonya Hall. Hal itu membuat Bella merasa sedikit tenang, walaupun itu artinya dirinya akan kehilang
"Kita akan melewati ini semua bersama," bisik Nicholas.Bella merasa matanya hangat, begitu juga dengan hatinya. Saat ini, Bella merasa sangat beruntung dengan keberadaan Nicholas di sisinya.Bella melangkah masuk melewati pagar rumah dan kembali berbalik menatap Nicholas yang masih menatap dirinya."Pulanglah!" ujar Bella sambil menggerakkan tangannya meminta pria itu segera pergi."Selamat malam," ujar Nicholas sambil melambai pada Bella.Bella menunggu sampai Nicholas menghilang baru membuka pintu rumah. Namun, tangannya yang diletakkan di kenop pintu terhenti, saat sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan rumah mereka.Bella berbalik dan melihat seorang pria berpakaian rapi keluar dari pintu pengemudi, berjalan ke arah pintu penumpang bagian belakang dan membuka pintu itu. Bella melihat sepertinya pria itu adalah seorang supir, jika dilihat dari pakaiannya yang terlihat seperti seragam.Crystal turun dari mobil da
Setidaknya, hari ini Bella dapat melihat ibunya tersenyum dan dirinya berterima kasih karena kedatangan Nicholas.Hari-hari berlalu dengan cepat, tidak terasa tiga tahun sudah berlalu. Saat ini, Bella berusia 20 tahun. Enam bulan lagi, ayahnya akan dibebaskan. Karena kelakuan ayah yang baik, beliau mendapatkan remisi.Bella tidak lagi kuliah. Keuangan keluarga mereka sangat buruk. Uang yang di dapat dari menjahit boneka tidak seberapa. Terlebih, Bella masih harus ikut membayar cicilan kendaraan Nicholas. Namun, Bella tidak keberatan. Nicholas tumbuh menjadi pemuda yang begitu memukau dengan otak brilian.Terkadang, Bella akan merasa berkecil hati saat bersama dengan Nicholas. Banyak hal yang tidak lagi dapat mereka bicarakan, bisa dikatakan jenjang sosial mereka sudah berbeda. Bahkan, Bella sudah jarang pergi ke rumah keluarga Hall. Orang tua Nicholas beberapa kali secara terang-terangan menolak kehadirannya, dengan mengabaikan deringan bel yang dibunyikan olehnya.
"Apa yang membawamu kemari sepagi ini?" tanya Bella yang segera menghampiri Nicholas.Nicholas tidak menjawab pertanyaan itu. Dirinya tahu, setiap hari Sabtu pagi Bella akan ditinggal sendirian oleh ibunya dan karena alasan itulah dirinya datang ke sini pagi-pagi sekali.Bella menatap lekat ke arah Nicholas. Setelah mengenal pria itu begitu lama, Bella tahu ada yang mengganggu pikiran pria itu."Ada apa?" tanya Bella cemas.Nicholas menyentuh wajah Bella dan berpikir, Bella begitu berbeda dengan saudarinya itu. Bella tidak memiliki kecantikan Crystal, tetapi senyum Bella dapat menerangi hatinya. Bahkan, pakaian yang dikenakan adalah pakaian itu-itu saja. Kaos dan celana jeans lusuh. Tidak ada riasan apapun di wajah manis Bella dan itu dulu yang disukainya, saat dirinya belum memiliki pergaulan seluas sekarang. Nicholas akan mulai membandingkan penampilan Bella dengan kenalan wanita lainnya dan itu membuat Nicholas merasa begitu buruk.
Bella meletakkan gagang telepon kembali ke tempatnya. Kecewa, benar dirinya merasa kecewa. Namun, itu hanya ditelannya sendiri dan tidak diutarakan kepada kekasihnya itu. Bella menghela napas dan kembali duduk di ruang tamu, kembali menjahit mata boneka. Perlahan, air mata mulai membasahi wajahnya. Di lubuk hatinya, Bella tahu Nicholas malu akan dirinya. Namun, ada rasa berhutang yang membuat pria itu tetap bertahan di sisinya.Seharusnya, waktu itu Bella tidak menyerahkan kesuciannya kepada Nicholas. Hal itu, malah akan membuat Nicholas terikat padanya. Namun, rasa takut ditinggalkan membuat Bella menyerahkannya.Impiannya yang tersisa, tinggal satu. Hanya satu, yaitu menjadi istri Nicholas Hall. Hanya pria itu yang dimilikinya. Jika, Nicholas meninggalkannya maka dirinya tidak lagi memiliki harapan dan impian. Jadi, karena alasan itulah Bella bersedia menyerahkan kesuciannya, pagi itu. Saat ini, dirinya hanya berharap mengandung dan Nicholas segera meminang
David bukanlah pria suci, walaupun memiliki impian yang mulia. David sudah begitu sulit mengendalikan diri, terhadap setiap rayuan yang dilancarkan oleh Bella. David tahu, dirinya hanya akan menjadi bagian dari rencana balas dendam wanita ini. Mirisnya, peran yang dipikul hanyalah sebatas teman kencan bagi Bella, tidak lebih.Apakah dirinya mampu menjalani hubungan seperti itu? Apakah dirinya mampu melanggar semua norma yang dijunjung tinggi selama ini? Yang terpenting adalah, bagaimana dirinya menjalani hidup pada saat Bella meninggalkannya?Bella mempererat pelukan dan memperdalam ciumannya. Bibir pria ini amat berbeda dengan bibir Ben. Bella menyukai rasa David, bahkan ingin rasa pria ini yang tertinggal pada dirinya.Pertahanan David luluh lantak. Ya, anggap saja ini bagian dari petualangan yang tidak berarti.Malam itu, Bella menerima David dengan penuh sukacita. Perlakuan David yang begitu lembut dan memuja dirinya, membuat B
Anehnya, kedua orang tuanya sama sekali tidak menghubungi. Namun, hal itu lebih membuat David merasa khawatir. Seakan, ada sesuatu yang direncanakan oleh kedua orang tuanya itu.TING TONG!Bel apartemennya berbunyi."Sial!" gerutu David dan bangkit dari sofa. Dirinya tahu, ayah dan ibu tidak akan tinggal diam. Mereka pasti datang untuk membicarakan apa yang terjadi tadi.Namun, David akan mengusir mereka pergi. Bagaimana mereka tidak mengerti, bahwa dirinya butuh waktu sendirian.Dengan kesal, David membuka pintu kasar."BUKANKAH SUDAH KUBILANG-"Teriakan David terhenti saat melihat siapa yang berada di depan pintu apartemennya.Bella langsung melangkah masuk dan memeluk pria itu. Seperti perkiraannya, memeluk pria ini terasa begitu tepat dan nyaman. Seakan apa yang menggerogoti jiwanya seketika sirna, ditelan kehangatan pria itu.David mengangkat kedua tangannya ke atas. M
Bella menundukkan wajahnya. Setidaknya dengan begitu, dirinya tidak perlu melihat wajah buruk pria itu. Lift berhenti dan pintu terbuka. Ben menarik kasar dirinya keluar dari lift. Sepanjang koridor, dapat dikatakan Bella diseret. Dengan sepatu setinggi ini, membuat Bella sulit menyamakan langkah kaki lebar pria itu.Beberapa kali, Bella hendak terjungkal. Namun itu tidak terjadi, sebab cengkeraman Ben begitu kuat.Bella tidak tahu ini lantai berapa, dirinya bahkan tidak peduli. Dirinya masih membutuhkan pria ini. Saat langkah ini diambil, Bella tahu jelas tidak ada jalan mundur. Kecuali, dirinya melepaskan rasa dendam dan kebenciannya. Namun, itu tidaklah mungkin.Ben memasukkan kartu dan mendorong pintu kamar hingga terbuka lebar. Lalu, dengan satu tarikan kuat, menarik Bella masuk ke dalam dan melepaskannya. Tubuh Bella limbung dan menabrak dinding kamar itu. Ben membanting pintu kuat hingga tertutup dan melangkah maju, menutup jarak di anta
Langkah kaki David terhenti. Tatapannya terkunci pada sosok yang berada di hadapannya. Sosok memukau yang melangkah pasti ke arahnya. Gaun merah itu ikut bergoyang mengikuti hentakan langkah kaki indah itu. Yang sesekali akan menyelinap keluar dari belahan gaun yang begitu tinggi.Semua itu dilihat David dalam gerakan lambat. Seketika suasana di sekitarnya menjadi hening. David hanya mampu mendengar suara detak jantungnya sendiri. Yang perlahan dan pasti, itu berdetak semakin kencang.Bella mengunci tatapannya, hanya kepada pria itu. Selain untuk menghindar dari Crystal, Bella juga ingin membuktikan perubahan dirinya. Apakah dirinya mampu mencium David di tengah ruangan yang ramai ini? Bahkan, di hadapan kedua orang tua pria itu? Bagaimana jika, David mendorongnya? Tidak, Bella tidak akan mengizinkan hal tersebut terjadi.Setelah menjadi seorang wanita dewasa, penuh percaya diri dan sadar akan kemolekannya, Bella yakin, dirinya tidak akan mampu
Mereka tiba di ballroom hotel mewah itu dan tempat itu dihias dengan begitu mewah, nuansa warna hitam dan emas. Penjagaan sangat ketat, hanya mereka yang memiliki undangan dipersilakan masuk.Bella menyerahkan undangan yang dikirimkan oleh Ben. Mereka diantar masuk ke dalam dengan penuh hormat dan menempati bangku di meja paling dekat dengan jalur catwalk.Suasana begitu meriah dan para tamu yang hadir terlihat spektakuler. Bella dan David duduk saling berhadapan, pelayan datang menawarkan sampanye. Bella juga mulai belajar minum minuman beralkohol dan siapa sangka, dirinya memliki daya tahan yang cukup tinggi. Bahkan, dirinya tidak pernah mabuk setelah minum bergelas-gelas. Jadi, Bella tanpa ragu mengambil satu gelas sampanye dan meneguknya.David melakukan hal yang sama, mengambil satu gelas sampanye dan meneguknya. Dirinya tidak lagi khawatir saat melihat wanita itu minum, karena David tahu jelas Bella tidak akan mabuk. Tidak seperti pertama
"Tidak! Itu tidak normal dan perlu ditemukan penyebabnya. Jika tidak, maka itu akan menjadi trauma!" tegas David, yang tidak lagi memiliki selera makan. Dirinya tidak suka membahas hal tersebut dengan Bella, tetapi profesionalitasnya diuji kali ini."Benar, aku yakin juga seperti itu. Itu salah satu alasan, mengapa aku ingin memiliki pengalaman lebih akan hal tersebut," ujar Bella yang sambil menyantap makanannya."Kamu tidak bisa menikmatinya dengan Ben, itu artinya juga akan sulit dengan pria lain. Ben, kamu mengenalnya dan kamu kesulitan. Apalagi dengan pria yang tidak kamu kenal," jelas David.Bella mengangguk dan kembali berkata, "Mungkin itu benar. Tetapi, alasan mengapa aku tidak dapat menikmati percintaan itu adalah saat kami bercinta, aku akan memikirkan bagaimana perlakuan Ben terhadap wanita lain. Itu yang menggangguku! Karena itu, aku ingin memiliki pria lain, seperti Ben!" jelas Bella."Apakah kamu mencintainya? Ada ke
Hari ini Bella sama sekali tidak melakukan apa-apa. Dirinya tidak mengikuti kursus apa pun, apalagi pergi ke kampus. Saat langit gelap, Bella turun dari ranjang, mandi dan berganti pakaian. Lalu, makan sedikit. Ya, seharian ini, Bella sama sekali tidak makan maupun minum.Suasana hatinya begitu buruk. Setelah berganti pakaian, Bella pun meninggalkan apartemennya. Menggunakan taksi, dirinya pergi ke klinik David Baker. Saat ini, waktu sudah menunjukkan hampir pukul 9 malam.Bella sampai dan melangkah masuk ke dalam klinik."Selamat malam, Nona Bella," sapa salah seorang perawat yang berada di klinik."Selamat malam," sapa Bella kembali."Bukankah hari ini Nona tidak memiliki jadwal temu dengan Dokter?" tanya sang perawat."Benar, aku memang tidak memiliki jadwal temu. Namun, aku ingin menemui David.""Baiklah, Nona. Akan aku sampaikan kepada Dokter. Namun, di dalam masih ada pasien. Bisakah Nona menu
Bella mandi dan keramas. Dirinya berusaha menghapus semua jejak pria itu di tubuhnya. Ini sulit, sangat sulit bagi Bella. Dirinya sama sekali tidak menikmati percintaan tadi. Namun, itu dilakukan karena kewajiban, jadi cukup menyiksa.Bella keluar dari kamar mandi, dengan rambut basah dan tubuh terbalut jubah mandi. Dirinya mendapati Ben masih berada di sana, duduk di sisi ranjang menatapnya."Mengapa kamu minum obat ini?" tanya Ben, sambil menatap botol obat yang ada digenggamannya.Bella melangkah maju dan melihat botol obat miliknya, sudah berada di genggaman pria itu."Bukankah itu harus?" tanya Bella."Bukankah, seharusnya kamu membahas masalah ini padaku terlebih dahulu?" tanya Ben kembali, tanpa menjawab pertanyaannya.Bella maju satu langkah dan menghela nafas berat, lalu menatap pria itu sambil berkata, "Kamu tahu jelas akan pengalamanku? Lagipula, di dalam kontrak tidak dikatakan aku harus mengandung anakmu! Jadi,
Uhuk Uhuk Uhuk!David tersedak ludahnya sendiri, saat mendengar permintaan Bella."Tunggu! Tunggu! Ada yang harus diluruskan!" sanggah David buru-buru."Tentu! Katakan saja," jawab Bella."Begini, aku akan mendampingimu. Kamu ingin melihat kehidupan malam, maka aku akan menemani dirimu. Aku akan membantumu menemukan pria yang tepat! Walau, itu tidak aku harapkan," jelas David."Apa?" pekik Bella, sambil memutar bola matanya kesal."Aku tidak butuh teori! Aku butuh praktek langsung!" jelas Bella tidak sabar."Ini tawaranku! Apakah kamu mau terima atau tidak, itu terserah padamu!" tegas David."Itu artinya tidak ada ciuman atau seks?" tanya Bella."Tidak! TIDAK!" tegas David kembali.Bella mengangguk dan bertanya, "Namun, tidak masalah jika aku merayu dirimu bukan?""Apakah kamu bisa?" tanya David dengan menaikkan sebelah alis matanya."