Keheningan membentang akibat keterkejutan yang menyelimuti. Edeline membeku di tempatnya. Dia menganggap bahwa apa yang dia dengar ini adalah sebuah kesalahan, tapi itu tidaklah mungkin. Apa yang dia dengar ini sangatlah jelas. Tidak mungkin salah.“A-anda dan Dokter Elvis pernah hampir menikah?” ulang Edeline memastikan.Rebecca mengangguk. “Ya, dulu Elvis adalah tunanganku. Dia pernah menjadi pria yang aku cintai di masa lalu. Tapi pernikahanku dan Elvis batal karena ulah saudari tiriku yang sangat menyukai Elvis.” Dia membuka lembaran kelam yang tidak diketahui oleh banyak orang.Edeline tampak bijak menyikapi lewat dirinya yang tidak mengeluarkan pernyataan yag menjurus pada sikap tak sopan. Dia menunggu sampai Rebecca menyelesaikan sendiri ceritanya.“Singkatnya saudari tiriku melakukan tindakan keji, hingga pernikahanku dan Elvis batal. Pernikahan yang harusnya aku dan Elvis digantikan saudari tiriku. Desakan orang tua dan kepentingan bisnis, Elvis akhirnya mau menikahi saudari
Suasana tegang yang menyelimuti perlahan telah mengendur ketika kondisi Shopia dinyatakan stabil. Gadis kecil itu telah membuka mata, tapi belum bisa berinteraksi aktif lewat lisan.Elvis sepenuhnya memahami kondisi Shopia, sehingga dia tidak banyak melakukan pembicaraan yang memaksa. Namun, dia tetap menunjukkan rasa sayangnya pada Shopia.Bibir Elvis terjaga membentuk senyuman manis pada Shopia. Pria itu juga tidak lelah menghujani punggung dari telapak kanan Shopia dengan sebuah ciuman penuh sayang.Tontonan yang penuh rasa haru itu disaksikan oleh Rebecca beserta suaminya—yang langsung menjenguk Sopia ke ruangan ICU. Dokter yang bertanggung jawab atas Shopia pun ikut menjadi saksi kehangatan Elvis memperlakukan Shopia.Mereka pun sadar diri dan memutuskan untuk meninggalkan Elvis bersama Shopia di ICU. Hal itu karena mereka tak ingin merusak apalagi mengganggu Elvis yang sedang menebus rasa bersalah pada Shopia.“Shopia ...” Elvis menegur lembut.Shopia tidak bersuara. Dia hanya
“Ayah mertuaku yang menolong Edeline dari percobaan bunuh diri.”Wajah Elvis setengah memucat mendengarkan Rebecca yang bercerita. Jiwanya juga sudah kacau oleh rasa bersalah yang menyerang. Sepasang iris mata Elvis menunjukkan keterkejutan itu. Lidahnya masih kelu, belum mampu merangkai kata.“Malam itu Edeline begitu putus asa setelah hampir diperkosa oleh ayah tirinya. Ibunya juga mengusir karena tidak percaya pada Edeline. Jika saja malam itu ayah mertuaku tidak melihat Edeline—yang sudah bersiap terjun di sebuah jembatan, maka detik ini kita tidak akan mengenal gadis baik itu.”Penjelasan Rebecca itu membuat pandangan Elvis menunduk, memandangan kedua tangan yang terjalin gelisah. Hatinya yang berkecamuk berusaha tenang untuk menyikapi fakta mengenai Edeline. Sayangnya, rasa bersalah telah menyebar ke seluruh pikiran dan relung hati pria itu.“Tidak mudah bagi Edeline untuk menjadi kuat di tengah serangan trauma. Dari luar dia memang terlihat baik-baik saja, tapi di dalam diri Ed
Handuk putih yang dipakai untuk mengeringkan rambut sengaja diletakkan ke atas ranjang. Alex—si pelakunya itu memposisikan duduk di tepian ranjang ketika tangan kanannya meraih handphone di meja nakas.Di layar handphone-nya waktu telah menunjukkan hampir tengah malam. Alex menghela napas mengeluh yang panjang. Dia menyadari perputaran waktu yang monoton dan selalu berlalu dengan cara yang sama. Tidak ada perubahan yang menghiasi kehidupan Alex sejak menjadi sekretaris pribadi Elvis.Alex selalu terbangun pagi dan bersiap-siap untuk pergi bekerja. Sejak pagi bahkan hingga larut malam, kegiatannya terisi oleh pekerjaan yang menguras pikiran dan emosional. Setelahnya, Alex pulang ke apartemen untuk beristirahat. Tak jarang juga dia membawa pekerjaan untuk bisa diselesaikan.Hal itu terus berulang hingga bertahun-tahun. Tidak ada kegiatan khusus apalagi sekadar menghibur diri. Alex juga kerap absen dari segala pertemuan dan reuni teman-temannya. Hidup yang membosankan, bukan? Alex menyad
Pukul tiga pagi, Elvis masih belum bisa memejam mata. Dia masih terjaga dikarenakan pikirannya yang kusut. Pria itu masih terus memikirkan sosok Edeline setelah mengetahui hal yang tersembunyi. Elvis frustrasi seorang diri yang merasa bersalah terhadap Edeline. Batinnya masih terus memaki diri yang tega bersikap kejam, melukai Edeline dari berbagai sudut.Akan tetapi, Elvis merasa bingung untuk menebus rasa bersalah. Masih ada sedikit yang terselip di perasaan, bawah dia masih cukup gengsi untuk mengemukakan rasa bersalah. Elvis meraup kasar wajah tampannya. Pria itu merasa tidak tenang berdiam diri di sofa panjang yang empuk—yang dijadikan ranjang tidurnya. Dan secara impulsif Elvis memutuskan beranjak keluar guna mencari penyegaran.Keheningan mendominasi seluruh ruangan yang Elvis jejaki. Terutama daerah lobby rumah sakit, sudut itu terasa dingin dan sepi tidak seperti waktu operasional berlangsung. Ada sesuatu yang terbersit di pikiran ketika Elvis bingung menentukan tujuan. Matan
Sarah berusaha keluar dari keterkejutan yang tak mengenakkan jantung di pagi hari. Dia berusaha menyadarkan, mulai mencubit-cubit tangannya untuk menunjukkan semua itu hanya mimpi. Sayangnya, rasa sakit yang didapatkan sangat nyata dirasakan. Wanita itu bahkan mengerang lemah oleh nyeri sakit hasil dari cubitan.“Yang kau lakukan itu begitu menghina harga diriku.”Kesadaran Sarah tersentak oleh kehadiran Alex yang tanpa disadari telah berdiri di dekat ranjang. Spontanitas Sarah langsung mendongak, menatap Alex yang melayangkan tatapan dingin penuh rasa kecewa.“Caramu bicara padaku yang tidak sopan itu juga menghina harga diriku!” Sarah memprotes Alex yang dengan mudah berbicara tak formal seperti biasa.Wajah Alex langsung berubah kesal pada Sarah yang menatap sinis. Alex mengakui dirinya khilaf memanggil Sarah tanpa embel-embel ‘Nona’ di momen awal Sarah menggoyahkan iman Alex. Akan tetapi, pria itu hanya menuruti Sarah yang sepanjang percintaan nikmat kemarin telah merengek pada Al
Tepat di depan pintu ruangan Elvis yang tertutup rapat, Edeline menenangkan jantungnya yang berdebar-debar. Situasi sunyi di mana tidak ada seorang pun di sana memudahkan Edeline untuk menenangkan diri sejenak.Edeline melepaskan napas kasar yang panjang sembari menyingkirkan segala gugup di jiwa. Perasaan gadis cantik itu sedikit goyah setelah mengetahui Elvis yang diam-diam memperhatikan dirinya.Apa yang terjadi dengan pria itu?Entahlah! Tidak ada waktu untuk serius memikirkan hal itu. Lebih baik Edeline segera masuk ke dalam ruangan dengan menyembunyikan perasaannya yang berkecamuk tak keruan.Selain menghindari mulut Nicho yang nantinya akan memprotes keterlambatannya, Edeline tertarik pada topik operasi transplantasi hati yang diucapkan Nicho. Itu artinya Edeline diberi lampu hijau bergabung ke dalam tim?!Udara sejuk yang mendominasi di ruangan telah menyapa Edeline yang masuk setelah mengetuk pintu. Gadis itu mengulas senyuman manis, berusaha ramah menyapa Elvis—selaku pemili
Edeline tenggelam dalam perasaan terkejut, sementara matanya tak berkedip menatap Elvis. Jiwa gadis cantik itu dipenuhi oleh segala pertanyaan. Dari mana Elvis mengetahui luka memar di lengannya? Apa Rebecca sudah menceritakan semua hal yang meluruskan pada Elvis?Batin Edeline mengomel sendirian, sibuk mencari kebenaran yang sama sekali tidak diketahui. Instingnya telah menerka-nerka, sudah pasti Rebecca yang memberitahu. Mengingat hanya wanita baik itu yang mengetahui segala hal kebenaran Edeline.Edeline sangat yakin, instingnya tidak akan keliru. Keputusan itu didukung kuat oleh perubahan sikap Elvis. Sudah pasti Rebecca memenuhi janji untuk turun tangan memperbaiki keadaaan antara Edeline dan Elvis.“Kenapa kau diam saja?” seru Elvis menegur Edeline dari lamunan.“Hah?!” Edeline tersentak gugup.“Di dalam bungkusan itu ada salep yang bisa ampuh menghilangkan memar. Mau aku bantu?”Tiba-tiba saja Elvis mengambil bungkusan putih itu dari tangan Edeline. Gerakan itu mengejutkan Edel