Reres tengah menyuapi si kembar saat pagi ini Saga melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar gadis itu. Reres menatap tanpa senyum, sementara Saga berusaha tersenyum dan melupakan kekesalannya kemarin. Ia berjalam mendkeat lalu duduk di samping Rere. Yang ia lakukan adalah segera menyapa kedua putri kecilnya. Dan mencoba menyuapi Una sementara Uca dibiarkan makan sendiri karena lebih siap untuk metode itu. "Uca memang makan sendiri ya Love?" tanya Saga.Reres anggukan kepala, "Udah lebih siap dan lebih lahap kalau makan sendiri." Reres menjawab seraya memerhatikan Saga yang menyuapi Una. Keduanya benar-benar mirip dan memang acap kali menatap Una reres selalu teringat Saga. Bahkan sama-sama sulit tersenyum. Saga menoleh menatap Reres yang tak mengalihkan tatapannya. Saga mengusap wajah Reres, "Capek ya kamu?"Reres gelengkan kepala, lalu kembali menatap pada Uca. Saga tau Reres masih marah dan ia akan terima itu karena memang ia sudah memutuskan akan membatasi ruang temu Reres dan H
Reres mendadak jadi pusing sekali karena kelakuan nenen Ayu dan Aira tadi. Bahkan Aira mengatakan akan membiarkan Reres kembali setelah memberikan salah satu buah hatinya dan jelas Reres tak akan melakukan itu. Baginya si kembar adalah hal yang paling ia sayangi melebihi dari dirinya sendiri. Dan tentu saja Reres tak akan memberikannya. Ia merebahkan diri dan merencanakan sesuatu. Harus bisa keluar dari rumah ini apapun caranya. Saat itu ponselnya berdering. Reres segera menerimanya. "Halo, Mbak Lauren?""Hai, Res, nomor kamu akhirnya aktif ya? Long time no see. Ketemuan yuk, mau lihat anaknya Saga aku. Saga bilang anaknya cantik-cantik. Mumpung lagi di Indo aku.""Loh memang Mbak Lauren di mana sekarang?""Sekarang di Indo, aku harus balik ke Singapore. Ikut kerja suami. BTW, apa kabar?""Sehat Mbak, Kamu gimana mbak?""Sehat juga, makanya mau ketemu sama kamu. Siapa tau ketularan terus aku punya baby juga. Gimana? Aku jemput deh.""Boleh Mbak,tapi aku ngajak temen ya, karena engg
Reres dan juga Saga kini berada di dalam bioskop. Sengaja Reres memesan film horor karena tau Saga pasti akan merasa ketakutan. Saga sejak tadi sudah hela napasnya berkali-kali, padahal lampu dalam ruangan saja belum dimatikan. Reres melirik dan tersenyum jahil."Takut pasti kamu kan?" tanya Reres."Jangan aneh-aneh kamu, mana ada aku takut nonton ginian doang." Saga protes karena tak mau merasa diremehkan. "Kamu tuh enggak ada apa-apanya sama Mas Ha--" Ucapan reres terputus, belum sempat ia selesai mengatakan nama Haris, Saga udah membungkam bibir wanita itu dengan bibirnya. Saga menatap dengan serius, lalu menghapus bibir Reres yang basah karena ulahnya."Setiap kamu sebut nama Haris aku cium kamu." Saga mengancam. Lalu dengan cepat Reres menutup bibirnya dengan tangan sambil terus menyebutkan nama Haris. "Saga kalah sama Mas Haris, Saga cemen," ledek Reres sambil terus menutup mulutnya. Saga jadi kesal karena dia jelas tak bisa melwan dalam situasi seperti ini. Saga masih menat
"Mas Haris?" Reres kemudian berjalan mendekat. "Katanya mau ke sini kemarin?""Masih ada beberapa yang harus diurus. Kamu tahu kan kalau semua itu nggak segampang itu." Haris berujar menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Reres.Kemudian reres mengajak Haris untuk berjalan-jalan di depan rumah. Lokasi yang dipilih Reres memang cukup asri. Keluar dari rumah itu langsung dihadapkan dengan sawah dan juga bangunan-bangunan rumah yang masih terkesan begitu tradisional. Nuansa etik begitu kental, namun di bagian belakang rumah yang menjadi toko brownies, memiliki penampilan yang lebih modern. Itulah alasan mengapa Reres memilih tinggal di lokasi itu.Keduanya berjalan keluar bersama si kembar. Haris mendorong stroller yang digunakan oleh Uca dan Una. Kebetulan juga keduanya begitu senang ketika diajak berjalan keluar rumah. Sejak tadi keduanya juga terlihat senang berinteraksi dengan Haris. Mereka sampai di sebuah taman, biasanya Reres memang suka duduk di sana bersama Brian menikmati sor
"Lo mau hamilin gue Ga?"Saga menoleh cepat, mendekatkan telinganya ke wajah Reres coba dengar kembali apa yang sahabatnya itu katakan. "Ulangin.""Hamilin gue Ga." Reres mengulangi dengan yakin buat Saga menatapnya. "Gue sih oke-oke aja masalah hamil mengha—" Saga terhenti saat Reres meletakkan telunjuknya ke bibir. Reres lalu berdiri ia mengajak Saga berjalan menuju kamarnya agar pembicaraan mereka lebih tenang. Keduanya berjalan seperti biasa menuju kamar Saga. Di rumah itu cukup banyak pengawal, penjaga juga pengawas yang mengawasi di ruang CCTV. Ada Saga dan Nindi ibu dari Saga yang tinggal di rumah itu. Hingga tak mungkin membicarakan hal ini di ruang terbuka seperti taman belakang. Reres takut jika ada yang mendengar karena tembok di rumah Saga pun punya telinga. Mereka sampai di kamar Saga, kamar yang besar dengan desain minimalis di dominasi warna putih dan abu-abu. Reres duduk di tempat tidur di sampingnya Saga merebahkan tubuhnya. "Lo serius mau gue hamilin?" tanya Saga
Saga pagi ini masih menyempatkan diri ke kantor bersama Reres yang seperti biasa duduk di sofa memerhatikannya. Tak ada yang Reres lakukan selain menemani Saga, sesekali memainkan ponsel dan membaca buku. Sejak SMA, Reres mengurus Saga di rumah bahkan sampai urusan makan siang. Saat kuliah, Reres sering datang untuk sekadar membawakan bekal atau membawakan benda-benda milik atasannya itu yang tertinggal di rumah. Hingga teman-teman kampus Saga memanggil gadis itu baby sitter-nya. Namun, seperti biasa Reres bukan orang yang terlalu mempedulikan apa kata orang. Ia cenderung cuek, hanya sesekali merasa tak percaya diri. Pagi tadi keduanya telah mempersiapkan pakaian yang akan mereka bawa sebagai persiapan seminggu di Bali. Siang nanti keduanya akan berangkat untuk memenuhi keinginan Reres. Saga masih sibuk dengan dokumen-dokumen yang masuk, menumpuk di meja kerjanya yang kini tengah ia tandatangani satu per satu. Ia terlihat berbeda ketika berada di perusahaan. Berwibawa, tegas dan di
Malam hari, Saga baru saja selesai mandi dan rebah dengan menggunakan handuk kimono. Keduanya baru saja selesai makan malam dan Saga meminta Reres mandi sebelum mereka memulai inti keberangkatan mereka ke Bali. Reres telah selesai mandi, ia juga hanya mengenakan handuk kimono. Gadis itu berjalan perlahan mendekati Saga, langkahnya terhenti saat Saga menunjuknya."Lo enggak pakai baju 'kan?"Reres mengangguk. "Kata lo jangan pakai baju.""Hehehe, good. Sini, sini, polos banget sih lo." Saga meminta Reres mendekat sambil menepuk-nepuk tempat tidur di sampingnya. Reres mendekat, lalu duduk di samping Saga. Saga segera mengambil tangan Reres dan menggenggamnya. Saga memang selama ini tak merasa menyukai Reres, baginya gadis itu hanya sahabat terbaik dan juga penolong untuknya. Dan kali ini anggap saja sebagai sebuah ungkapan terima kasih karena Reres telah banyak membantu meski ia juga menikmati hal ini. Saga duduk mendekat menyebabkan kedua kaki mereka saling menggesek. Kemudian pria i
Siang ini, hari terakhir di Bali, dihabiskan dengan pertarungan terakhir antara Reres dan Saga. Lenguhan dari Saga terdengar, kemudian CEO Candramawa itu rebah di atas tubuh sahabatnya yang kini memejamkan mata dengan napas tak beraturan. Selama di Bali, Saga mengatur dengan baik jadwal keduanya. Sehari mereka saling adu ranjang, sehari mereka habiskan dengan istirahat atau jalan-jalan.Malam nanti keduanya akan pulang dan ini akan jadi hari terakhir mereka di Bali. Dalam seminggu ini Reres bahkan telah menjadi pro karena didikan Saga dan teori yang mereka lihat dari video di ponsel Saga. Entah berapa banyak video yang ia simpan, bahkan video dirinya sendiri bersama Vinny, Lauren, Sarah, dan banyak lagi. Saga kemudian bergerak ke samping Reres, ia memeluk gadis itu. "Kalau gue pingin lagi, gimana?"Reres melirik kesal. "Ini udah dua kali, ya, Ga?!" "Nanti kalau kita balik maksudnya.""Enggak!""Hm, oke. Dalam dua bulan ini lo harus cek berkala, kalau enggak sukses kita ke Bunaken at
"Mas Haris?" Reres kemudian berjalan mendekat. "Katanya mau ke sini kemarin?""Masih ada beberapa yang harus diurus. Kamu tahu kan kalau semua itu nggak segampang itu." Haris berujar menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Reres.Kemudian reres mengajak Haris untuk berjalan-jalan di depan rumah. Lokasi yang dipilih Reres memang cukup asri. Keluar dari rumah itu langsung dihadapkan dengan sawah dan juga bangunan-bangunan rumah yang masih terkesan begitu tradisional. Nuansa etik begitu kental, namun di bagian belakang rumah yang menjadi toko brownies, memiliki penampilan yang lebih modern. Itulah alasan mengapa Reres memilih tinggal di lokasi itu.Keduanya berjalan keluar bersama si kembar. Haris mendorong stroller yang digunakan oleh Uca dan Una. Kebetulan juga keduanya begitu senang ketika diajak berjalan keluar rumah. Sejak tadi keduanya juga terlihat senang berinteraksi dengan Haris. Mereka sampai di sebuah taman, biasanya Reres memang suka duduk di sana bersama Brian menikmati sor
Reres dan juga Saga kini berada di dalam bioskop. Sengaja Reres memesan film horor karena tau Saga pasti akan merasa ketakutan. Saga sejak tadi sudah hela napasnya berkali-kali, padahal lampu dalam ruangan saja belum dimatikan. Reres melirik dan tersenyum jahil."Takut pasti kamu kan?" tanya Reres."Jangan aneh-aneh kamu, mana ada aku takut nonton ginian doang." Saga protes karena tak mau merasa diremehkan. "Kamu tuh enggak ada apa-apanya sama Mas Ha--" Ucapan reres terputus, belum sempat ia selesai mengatakan nama Haris, Saga udah membungkam bibir wanita itu dengan bibirnya. Saga menatap dengan serius, lalu menghapus bibir Reres yang basah karena ulahnya."Setiap kamu sebut nama Haris aku cium kamu." Saga mengancam. Lalu dengan cepat Reres menutup bibirnya dengan tangan sambil terus menyebutkan nama Haris. "Saga kalah sama Mas Haris, Saga cemen," ledek Reres sambil terus menutup mulutnya. Saga jadi kesal karena dia jelas tak bisa melwan dalam situasi seperti ini. Saga masih menat
Reres mendadak jadi pusing sekali karena kelakuan nenen Ayu dan Aira tadi. Bahkan Aira mengatakan akan membiarkan Reres kembali setelah memberikan salah satu buah hatinya dan jelas Reres tak akan melakukan itu. Baginya si kembar adalah hal yang paling ia sayangi melebihi dari dirinya sendiri. Dan tentu saja Reres tak akan memberikannya. Ia merebahkan diri dan merencanakan sesuatu. Harus bisa keluar dari rumah ini apapun caranya. Saat itu ponselnya berdering. Reres segera menerimanya. "Halo, Mbak Lauren?""Hai, Res, nomor kamu akhirnya aktif ya? Long time no see. Ketemuan yuk, mau lihat anaknya Saga aku. Saga bilang anaknya cantik-cantik. Mumpung lagi di Indo aku.""Loh memang Mbak Lauren di mana sekarang?""Sekarang di Indo, aku harus balik ke Singapore. Ikut kerja suami. BTW, apa kabar?""Sehat Mbak, Kamu gimana mbak?""Sehat juga, makanya mau ketemu sama kamu. Siapa tau ketularan terus aku punya baby juga. Gimana? Aku jemput deh.""Boleh Mbak,tapi aku ngajak temen ya, karena engg
Reres tengah menyuapi si kembar saat pagi ini Saga melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar gadis itu. Reres menatap tanpa senyum, sementara Saga berusaha tersenyum dan melupakan kekesalannya kemarin. Ia berjalam mendkeat lalu duduk di samping Rere. Yang ia lakukan adalah segera menyapa kedua putri kecilnya. Dan mencoba menyuapi Una sementara Uca dibiarkan makan sendiri karena lebih siap untuk metode itu. "Uca memang makan sendiri ya Love?" tanya Saga.Reres anggukan kepala, "Udah lebih siap dan lebih lahap kalau makan sendiri." Reres menjawab seraya memerhatikan Saga yang menyuapi Una. Keduanya benar-benar mirip dan memang acap kali menatap Una reres selalu teringat Saga. Bahkan sama-sama sulit tersenyum. Saga menoleh menatap Reres yang tak mengalihkan tatapannya. Saga mengusap wajah Reres, "Capek ya kamu?"Reres gelengkan kepala, lalu kembali menatap pada Uca. Saga tau Reres masih marah dan ia akan terima itu karena memang ia sudah memutuskan akan membatasi ruang temu Reres dan H
Reres berada di kamar bersama Brian, setelah tadi adu diam bersama Saga. Saga ada di kamar, tapi ia hanay sibuk dengan si kembar. Bermain bersama kedua buah hatinya itu. Saga memilih untuk mengacuhkan Reres. Karena merasa kesal, Reres memilih untuk keluar bersama dengan Haris. Keduanya sama -sama keras kepala, batu dan bat yang saking diadu kemudian akan hancur. Dan Reres sadar sekali hal itu, mereka terlalu keras kepala dengan keinginan masing-masing dan pada akhirnya akan menyakiti satu sama lain. Brian mengerti itu, melihat Reres selama ini sudah keras kepala sekali, kemudian ia bertemu dengan Saga yang ternyata sama saja. Meskipun ia menyayangi Reres dan bahkan sudah bersama Reres sejak lama sekali. Saga tetap tak bisa menekan rasa egoisnya. Intinya keduanya sama saja. Sama-sama keras dan buat orang -orang yang ada di sekitar mereka jadi pusing sendiri. "Gue capek di sini, sama semua tekanan yang Saga kasih Bri," ucap Reres.'Terus lo mau gimana?""Kita pindah, gue ada rencana s
Saga baru saja kembali dari rumah sakit. Yang menjadi tujuan utamanya adalah Reres dan si kembar. Dokter mengatakan kalau kondisinya sudah lebih baik. Dan dikatakan juga kalau ia sudah bisa melakukan rutinitas seperti biasanya. Hanya saja, masih belum bisa mengangkat benda-benda berat. Kehadiran wanita yang ia cintai dan juga kedua buah hatinya agaknya menjadi salah satu penyembuh bagi Saga.Si pucat melanggarkan kakinya masuk ke dalam rumah bersama Aira. Sementara akhirnya memilih berjalan menuju kamar karena ingin beristirahat pria itu memilih untuk segera menghampiri Reres dan juga kedua putrinya. Saga kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar Reres. Ia cukup terkejut, hanya menemukan Brian yang kini tengah merebahkan tubuhnya sambil membaca artikel dari ponsel. Saga kemudian berjalan mendekat dan duduk di samping Brian. "Reres sama si kembar?" Pria itu bertanya pada Brian."Tadi pergi sama Haris, mau ke rumahnya Haris ketemu sama ibunya." Brian menjawab dengan cuek. Ia tak terla
Pagi ini si kembar sudah berpakaian dengan tema rabbit. Keduanya berpakaian seperti itu karena Brian yang baru saja membeli pakaian itu untuk keponakan kembarnya. Saat pertemuan dengan teman-temannya kemarin sengaja mampir ke sebuah toko pakaian anak dan Brian membeli untuk si kembar.Hari ini akan datang ke rumah Haris seperti janji yang sudah Reres katakan kepada pria itu. Hari ini ia berdandan dengan rapi. Karena sudah cukup lama tidak bepergian, sedikit canggung saat kembali harus merias diri. Saat sedang memoleskan make up, Brian berjalan masuk ke dalam kamar. Pria itu menatap kepada Reres dan ia benar-benar baru kali ini melihat sahabatnya itu merias diri. Biasanya di Bali, sama sekali tak pernah memoles wajahnya. Ia biarkan dirinya natural mungkin dengan kata lain sebenarnya Reres malas untuk melakukan itu."Waduh, Ibu make up nih. Kalau di Bali, muka dibiarin kucel en dekil. Kalau di Jakarta bentar-bentar tancap bedak." Brian meledek reres. Kemudian Ia mendapatkan sebuah hadia
Reres malam ini bersama Brian di kamar menjaga si kembar. Seperti malam-malam biasanya mereka sering sekali bercerita dan bertukar pikiran. Reres ingin memberitahukan kepada Brian perihal tentang Haris yang mengajaknya untuk menemui sang ibu. Reres sebenarnya sedikit takut untuk besok bertemu dengan Ais. Sejujurnya dia bisa merasakan kalau Haris masih menyimpan perasaan padanya. Dan itu membuat Reres takut, dirinya takut kalau Haris masih berharap padanya. Reres tak ingin memberi harapan kepada Haris dan Ia juga tak bisa memberi harapan kepada Saga. Karena sejujurnya sampai saat ini belum ada seorangpun yang menempati hatinya lagi."Dan besok gua udah setuju untuk datang ke rumahnya Mas Haris bawa si kembar." Brian menganggukan kepalanya mengerti. Rasanya sulit juga bagi Reres untuk menolak, karena dulu ia sudah sempat berjanji untuk menemui Ibu dari Haris. "Kalau menurut gue sih, nggak ada salahnya Lo ketemu. Ya ketemu aja, anggap aja lagi silaturahmi sama keluarganya teman. Anggap
Aira melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. senyuman tersungging di bibirnya akibat merasa bahagia, arena pagi tadi Saga begitu baik padanya. Dan memperlakukannya dengan hangat. Meski dalam dirinya sadar betul kalau apa yang dilakukan Saga saat itu adalah karena kehadiran Reres, dan karena ia yang mau memanggilku Reres untuk bisa datang ke rumah. Di ruang tengah sang ayah kini tengah membaca artikel dari ponsel. Akhirnya berjalan mendekat kemudian duduk di samping Hartanto. Wanita itu kemudian memeluk dan mencium sang ayah."Kamu sehat kan di sana nak?" Hartanto bertanya tentang kondisi anaknya selama berada di rumah sang suami.Aira menganggukkan kepalan sambil tangannya merangkul leher sang ayah. Ia memang terkenal sangat manja pada Hartanto. Tentu saja itu karena Aira merupakan anak satu-satunya dari keluarga itu. Dan sang ayah juga selalu memanjakan putrinya. "Aku sehat, Saga juga perlahan pulih." Aira menjawab pertanyaan sang ayah. "Mami ke mana Pi?" "Ka