Pagi hari ini begitu cerah untuk Saga. Hatinya berbunga-bunga sekali. Selama perjalanan tadi ia bahkan terus saja tersenyum. Aneh memang, tapi maklum saja ia baru saja merasakan cinta. Biasanya hanya napsu saja yang meledak-ledak khas anak-anak muda di masa pertumbuhan. Saat memasuki kantor tangan pria itu beberapa kali ingin menggenggam tangan Reres.Namun gadis itu selalu menolaknya. Bisa kacau kalau ada yang melihat Reres bergandengan dangan Saga. Reres tak ingin itu terjadi dan akan mengacaukan harinya dan Saga nanti.Keduanya kini memasuki lift. Saga bergerak mendekati Reres dan menempelkan tubuhnya. Ia tersenyum jahil. Apalagi hanya ada mereka berdua di sana. "Nanti kalau lewat di depan Haris, kita genggaman tangan ya?" tanya Saga.Reres menghela napas tak suka dengan niat yang ingin dilakukan Saga. Itu pasti akan menyakiti haris dan reres tak mau melakukan itu karena selama ini Haris sudah sangat baik terhadap dirinya. "Enggak," sahut Reres cepat, sambil melotot."Yaudah." De
Saat ini Saga tengah menikmati makan malam bersama Aira. Tentu saja ia mau menikmati makan malam hari ini karena Reres yang telah merayunya tadi pagi. Aira benar-benar diliputi rasa bahagia hari ini, seolah bunga-bunga bermekaran di dalam hatinya. Kini Saga menyantap makan malamnya dengan lahap. Bahkan sejak tadi pria itu menjawab setiap pertanyaannya.Aira sengaja memesan makanan di sebuah restoran yang cukup mewah malam ini. Karena ia ingin merasakan malam yang spesial bersama pria yang dijodohkan dengannya. Wanita itu sudah benar-benar jatuh hati pada Saga. Terlebih lagi keduanya sudah pernah melakukan malam panjang bersama. Aira merasa sudah tak ada lagi sekat di antara dirinya dan juga Saga. "Dari tadi aku ngeliatin kamu kayaknya lagi senang banget?" tanya Aira. Saga melirik sekilas ke arah Aira, pria berkulit putih itu kemudian mengangguk sambil tersenyum. "Iya lagi senang aja. Makan dulu." Meskipun Saga terlihat bahagia, tentu saja kebahagiaan itu ia tunjukkan bukan untuk Ai
Aira kini tengah berada di ruang makan bersama sang ibu dan sang ayah untuk menikmati santap pagi bersama. Beberapa hari ini terasa menyenangkan sekali baginya karena ia merasa hubungannya dengan Saga semakin dekat. Terlihat dari sikap Saga yang sejauh ini selalu bersikap baik dan sudah mau bercerita banyak hal. Lidia senang sekali melihat kebahagian yang terpancar dari wajah buah hatinya itu. "Gimana sama Saga? Lancar ya?"Aira coba tahan senyum. Hanya saja semua sudah terlihat jelas betapa kebahagian yang ia rasakan ini karena Saga. "Ya, lumayan Mi. Saga udah mau ngomong banyak ke aku. Tadinya kan dia cuek banget. Susah buat diajak ngomong."Tuan Har menatap ke arah sang istri. Di dalam hatinya merasa senang juga karena putri semata wayangnya yang terlihat begitu bahagia. "Bagus deh kalau gitu. jadi pernikahan kalian bisa dipercepat. Papi pingin gendong cucu."Mendengar ucapan sang suami membuat Lidia juga bersemangat karena ia ingin memiliki cucu juga. Hanya saja hal yang sebalikn
Malam hari Reres tengah merebahkan tubuhnya yang lelah. Sementara Saga kini sibuk dengan Aira, sejak sore tadi. Pulang daru kantor, ia masih menghabiskan waktu dengan Aira. Kali ini lebih lama, sesuai dengan perjanjiannya dengan Reres kalau ia akan menuruti permintaan Aira. Setiap harinya jadi semakin cepat lelah, seolah semua tenaganya terserap. Tak bisa terlalu aktif lagi, jadi sering mual. Kalau seperti ini terus, Saga sepertinya akan mengetahui kehamilannya. Reres kini tengah sibuk membaca artikel kehamilan, juga aneka tulisan mengenai kelahiran. Rasanya menyenangkan membayangkan ketika si kembar nanti lahir. Akan seperti apa? Seperti Saga atau dirinya? jadi senang sendiri dan gemas membayangkan itu.Saat itu pintu terbuka, Saga. "Hai,' sapanya.Reres terkejut karena Saga sudah mandi dan berganti pakaian. Pria itu kini menutup pintu dan menguncinya, lalu berjalan mendekati Reres dan duduk di tepian tempat tidur. Tepat di samping gadis itu. "Kok ditutup?" tanya Reres.Saga pinda
Sabtu pagi ini Reres sudah rapi. Hari ini akan menuju panti asuhan seperti biasanya. Sudah cukup lama beres tak datang ke sana. Belakangan hanya mengirimkan uang melalui rekening ke ibu panti dan itu jelas membuat ia rindu berbagi secara langsung. Setelah berpakaian rapi ia kemudian berniat membangunkan Saga seperti biasanya, pekerjaan yang memang telah menjadi kewajibannya. Membawa pakaian bersih dari lantai bawah, kemudian menatanya di lemari. Ia membiarkan sahabatnya itu tertidur setelah semalam Reres membuat Saga kebingungan setengah mati karena tiba-tiba saja menangis. Setelah selesai membereskan pakaian, Reres kemudian berjalan mendekati Saga, duduk di sisi tempat tidur dan membangunkan sahabatnya itu. Reres membuka selimut Saga, kemudian menepuk pelan pipi Saga. "Ga, bangun yuk." Suara Reres itu bagai alarm buat Saga. Mendengar sekali saja sudah pasti ia akan terbangun dan segera membuka matanya. "Bangun Yuk, udah pagi ini. Bentar lagi sarapan sama Ibu Nindi sama Eyang Ayu.
Sebelum ke panti asuhan seperti biasanya, Reres membeli aneka Snack di mini market, membeli beberapa hadiah di toko mainan, juga memesan aneka sembako yang berada tak jauh dari panti. Hari ini memberikan sembako untuk 3 panti asuhan dan seperti biasa Panti Asuhan Welas Asih, tempat ia biasa memberi dan berinteraksi langsung. Tentu saja selama semua kegiatan, Saga mengikuti, memerhatikan, mengamati. Reres jadi semakin menawan, bahkan tak masalah melihat ia bersama Haris dan memilih ini dan itu. Saga merasa tak ada hati untuk Haris. Semua yang Reres lakukan berdasarkan perasaan sebagai teman saja. Lihat Reres memilih mainan, mengamati sesuatu, berbicara dengan penjual, semua buat Saga terpesona. Karena kemarin-kemarin hanya bisa lihat Reres di rumah, mengurusnya. Kini lihat Reres seperti ini berbeda sekali. Ramah, terlihat perhatian, interaksi dengan orang lain tan yang luwes. Saga sengaja hanya mengamati. Suka melihat gadis kesayangannya seperti ini. Reres sesekali mengamati Saga, m
Haris masuk ke dalam rumah dengan gontai. Ia kemudian duduk dengan malas di sofa ruang depan. Lalu Ais berjalan mendekat melihat sang putra yang terlihat lesu. Ia menepuk punggung Haris seraya menatap ke arah putranya itu."Kenapa kamu lemes gitu?" tanya Ais.Haris menatap sang ibu sambil tersenyum. "Haris sepertinya gagal masuk ke dalam hati perempuan yang Haris sayang Bu."Ais menghela napas, kemudian tersenyum pada putranya itu. "Belum jodoh Ris. Namanya jodoh itu ada di tangan Tuhan. Dan kamu juga enggak bisa memaksakan perasaan kamu. Tapi, kalau memang dia jodoh kamu, kalian tetap akan bertemu, lalu bersama-sama. Tuhan sering kali punya rencana yang unik untuk setiap hambanya. tantu saja yang terbaik."Haris menganggukan kepalanya setuju dengan apa yang dikatakan oleh sang ibu. Masih sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Reres. Pria itu kemudian bersandar pada badan sofa, seraya memijat pangkal tulang hidungnya. Sementara saat ini Reres tengah berada di kamar Saga. Set
"Yey! Saga keren!" Reres bersorak saat mobil itu terhenti tepat di pinggir pantai. Sementara Saga merebahkan kepalanya ke kemudi mobil. Tangannya bergetar hebat, jantungnya berdetak cepat, bahkan keringat menetes dari keningnya. Takut, takut sekali kalau ada sesuatu yang buruk terjadi. Meski jelas ia kini telah berhasil membawa gadis yang ia sayangi dengan selamat. Reres menoleh, ia mendekati Saga lalu mengusap-usap punggung pria itu. napas saga terengah sejak perjalanan tadi ia coba mengendalikan kepanikannya. Takut kalau panik sesuatu yang tak ia inginkan terjadi. "Ga? Okay?"Saga menoleh ke arah Reres, kesal, menatap dengan marah. "Kalau sesuatu terjadi sama lo, gue enggak bakal maafin diri gue seumur hidup! Please jangan minta macem-macem gini. Lo enggak tau gimana dan apa yang gu--"Reres mencium bibir Saga, kemudian melepaskan dan memegangi wajah Saga. "Saga bisa kok. Lihat, kita sampai di sini dan baik-baik aja. Hmm?"Tubuh Saga yang tegang seketika meleyot saat Reres melepa
"Mas Haris?" Reres kemudian berjalan mendekat. "Katanya mau ke sini kemarin?""Masih ada beberapa yang harus diurus. Kamu tahu kan kalau semua itu nggak segampang itu." Haris berujar menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Reres.Kemudian reres mengajak Haris untuk berjalan-jalan di depan rumah. Lokasi yang dipilih Reres memang cukup asri. Keluar dari rumah itu langsung dihadapkan dengan sawah dan juga bangunan-bangunan rumah yang masih terkesan begitu tradisional. Nuansa etik begitu kental, namun di bagian belakang rumah yang menjadi toko brownies, memiliki penampilan yang lebih modern. Itulah alasan mengapa Reres memilih tinggal di lokasi itu.Keduanya berjalan keluar bersama si kembar. Haris mendorong stroller yang digunakan oleh Uca dan Una. Kebetulan juga keduanya begitu senang ketika diajak berjalan keluar rumah. Sejak tadi keduanya juga terlihat senang berinteraksi dengan Haris. Mereka sampai di sebuah taman, biasanya Reres memang suka duduk di sana bersama Brian menikmati sor
Reres dan juga Saga kini berada di dalam bioskop. Sengaja Reres memesan film horor karena tau Saga pasti akan merasa ketakutan. Saga sejak tadi sudah hela napasnya berkali-kali, padahal lampu dalam ruangan saja belum dimatikan. Reres melirik dan tersenyum jahil."Takut pasti kamu kan?" tanya Reres."Jangan aneh-aneh kamu, mana ada aku takut nonton ginian doang." Saga protes karena tak mau merasa diremehkan. "Kamu tuh enggak ada apa-apanya sama Mas Ha--" Ucapan reres terputus, belum sempat ia selesai mengatakan nama Haris, Saga udah membungkam bibir wanita itu dengan bibirnya. Saga menatap dengan serius, lalu menghapus bibir Reres yang basah karena ulahnya."Setiap kamu sebut nama Haris aku cium kamu." Saga mengancam. Lalu dengan cepat Reres menutup bibirnya dengan tangan sambil terus menyebutkan nama Haris. "Saga kalah sama Mas Haris, Saga cemen," ledek Reres sambil terus menutup mulutnya. Saga jadi kesal karena dia jelas tak bisa melwan dalam situasi seperti ini. Saga masih menat
Reres mendadak jadi pusing sekali karena kelakuan nenen Ayu dan Aira tadi. Bahkan Aira mengatakan akan membiarkan Reres kembali setelah memberikan salah satu buah hatinya dan jelas Reres tak akan melakukan itu. Baginya si kembar adalah hal yang paling ia sayangi melebihi dari dirinya sendiri. Dan tentu saja Reres tak akan memberikannya. Ia merebahkan diri dan merencanakan sesuatu. Harus bisa keluar dari rumah ini apapun caranya. Saat itu ponselnya berdering. Reres segera menerimanya. "Halo, Mbak Lauren?""Hai, Res, nomor kamu akhirnya aktif ya? Long time no see. Ketemuan yuk, mau lihat anaknya Saga aku. Saga bilang anaknya cantik-cantik. Mumpung lagi di Indo aku.""Loh memang Mbak Lauren di mana sekarang?""Sekarang di Indo, aku harus balik ke Singapore. Ikut kerja suami. BTW, apa kabar?""Sehat Mbak, Kamu gimana mbak?""Sehat juga, makanya mau ketemu sama kamu. Siapa tau ketularan terus aku punya baby juga. Gimana? Aku jemput deh.""Boleh Mbak,tapi aku ngajak temen ya, karena engg
Reres tengah menyuapi si kembar saat pagi ini Saga melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar gadis itu. Reres menatap tanpa senyum, sementara Saga berusaha tersenyum dan melupakan kekesalannya kemarin. Ia berjalam mendkeat lalu duduk di samping Rere. Yang ia lakukan adalah segera menyapa kedua putri kecilnya. Dan mencoba menyuapi Una sementara Uca dibiarkan makan sendiri karena lebih siap untuk metode itu. "Uca memang makan sendiri ya Love?" tanya Saga.Reres anggukan kepala, "Udah lebih siap dan lebih lahap kalau makan sendiri." Reres menjawab seraya memerhatikan Saga yang menyuapi Una. Keduanya benar-benar mirip dan memang acap kali menatap Una reres selalu teringat Saga. Bahkan sama-sama sulit tersenyum. Saga menoleh menatap Reres yang tak mengalihkan tatapannya. Saga mengusap wajah Reres, "Capek ya kamu?"Reres gelengkan kepala, lalu kembali menatap pada Uca. Saga tau Reres masih marah dan ia akan terima itu karena memang ia sudah memutuskan akan membatasi ruang temu Reres dan H
Reres berada di kamar bersama Brian, setelah tadi adu diam bersama Saga. Saga ada di kamar, tapi ia hanay sibuk dengan si kembar. Bermain bersama kedua buah hatinya itu. Saga memilih untuk mengacuhkan Reres. Karena merasa kesal, Reres memilih untuk keluar bersama dengan Haris. Keduanya sama -sama keras kepala, batu dan bat yang saking diadu kemudian akan hancur. Dan Reres sadar sekali hal itu, mereka terlalu keras kepala dengan keinginan masing-masing dan pada akhirnya akan menyakiti satu sama lain. Brian mengerti itu, melihat Reres selama ini sudah keras kepala sekali, kemudian ia bertemu dengan Saga yang ternyata sama saja. Meskipun ia menyayangi Reres dan bahkan sudah bersama Reres sejak lama sekali. Saga tetap tak bisa menekan rasa egoisnya. Intinya keduanya sama saja. Sama-sama keras dan buat orang -orang yang ada di sekitar mereka jadi pusing sendiri. "Gue capek di sini, sama semua tekanan yang Saga kasih Bri," ucap Reres.'Terus lo mau gimana?""Kita pindah, gue ada rencana s
Saga baru saja kembali dari rumah sakit. Yang menjadi tujuan utamanya adalah Reres dan si kembar. Dokter mengatakan kalau kondisinya sudah lebih baik. Dan dikatakan juga kalau ia sudah bisa melakukan rutinitas seperti biasanya. Hanya saja, masih belum bisa mengangkat benda-benda berat. Kehadiran wanita yang ia cintai dan juga kedua buah hatinya agaknya menjadi salah satu penyembuh bagi Saga.Si pucat melanggarkan kakinya masuk ke dalam rumah bersama Aira. Sementara akhirnya memilih berjalan menuju kamar karena ingin beristirahat pria itu memilih untuk segera menghampiri Reres dan juga kedua putrinya. Saga kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar Reres. Ia cukup terkejut, hanya menemukan Brian yang kini tengah merebahkan tubuhnya sambil membaca artikel dari ponsel. Saga kemudian berjalan mendekat dan duduk di samping Brian. "Reres sama si kembar?" Pria itu bertanya pada Brian."Tadi pergi sama Haris, mau ke rumahnya Haris ketemu sama ibunya." Brian menjawab dengan cuek. Ia tak terla
Pagi ini si kembar sudah berpakaian dengan tema rabbit. Keduanya berpakaian seperti itu karena Brian yang baru saja membeli pakaian itu untuk keponakan kembarnya. Saat pertemuan dengan teman-temannya kemarin sengaja mampir ke sebuah toko pakaian anak dan Brian membeli untuk si kembar.Hari ini akan datang ke rumah Haris seperti janji yang sudah Reres katakan kepada pria itu. Hari ini ia berdandan dengan rapi. Karena sudah cukup lama tidak bepergian, sedikit canggung saat kembali harus merias diri. Saat sedang memoleskan make up, Brian berjalan masuk ke dalam kamar. Pria itu menatap kepada Reres dan ia benar-benar baru kali ini melihat sahabatnya itu merias diri. Biasanya di Bali, sama sekali tak pernah memoles wajahnya. Ia biarkan dirinya natural mungkin dengan kata lain sebenarnya Reres malas untuk melakukan itu."Waduh, Ibu make up nih. Kalau di Bali, muka dibiarin kucel en dekil. Kalau di Jakarta bentar-bentar tancap bedak." Brian meledek reres. Kemudian Ia mendapatkan sebuah hadia
Reres malam ini bersama Brian di kamar menjaga si kembar. Seperti malam-malam biasanya mereka sering sekali bercerita dan bertukar pikiran. Reres ingin memberitahukan kepada Brian perihal tentang Haris yang mengajaknya untuk menemui sang ibu. Reres sebenarnya sedikit takut untuk besok bertemu dengan Ais. Sejujurnya dia bisa merasakan kalau Haris masih menyimpan perasaan padanya. Dan itu membuat Reres takut, dirinya takut kalau Haris masih berharap padanya. Reres tak ingin memberi harapan kepada Haris dan Ia juga tak bisa memberi harapan kepada Saga. Karena sejujurnya sampai saat ini belum ada seorangpun yang menempati hatinya lagi."Dan besok gua udah setuju untuk datang ke rumahnya Mas Haris bawa si kembar." Brian menganggukan kepalanya mengerti. Rasanya sulit juga bagi Reres untuk menolak, karena dulu ia sudah sempat berjanji untuk menemui Ibu dari Haris. "Kalau menurut gue sih, nggak ada salahnya Lo ketemu. Ya ketemu aja, anggap aja lagi silaturahmi sama keluarganya teman. Anggap
Aira melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. senyuman tersungging di bibirnya akibat merasa bahagia, arena pagi tadi Saga begitu baik padanya. Dan memperlakukannya dengan hangat. Meski dalam dirinya sadar betul kalau apa yang dilakukan Saga saat itu adalah karena kehadiran Reres, dan karena ia yang mau memanggilku Reres untuk bisa datang ke rumah. Di ruang tengah sang ayah kini tengah membaca artikel dari ponsel. Akhirnya berjalan mendekat kemudian duduk di samping Hartanto. Wanita itu kemudian memeluk dan mencium sang ayah."Kamu sehat kan di sana nak?" Hartanto bertanya tentang kondisi anaknya selama berada di rumah sang suami.Aira menganggukkan kepalan sambil tangannya merangkul leher sang ayah. Ia memang terkenal sangat manja pada Hartanto. Tentu saja itu karena Aira merupakan anak satu-satunya dari keluarga itu. Dan sang ayah juga selalu memanjakan putrinya. "Aku sehat, Saga juga perlahan pulih." Aira menjawab pertanyaan sang ayah. "Mami ke mana Pi?" "Ka