Haris masuk ke dalam rumah dengan gontai. Ia kemudian duduk dengan malas di sofa ruang depan. Lalu Ais berjalan mendekat melihat sang putra yang terlihat lesu. Ia menepuk punggung Haris seraya menatap ke arah putranya itu."Kenapa kamu lemes gitu?" tanya Ais.Haris menatap sang ibu sambil tersenyum. "Haris sepertinya gagal masuk ke dalam hati perempuan yang Haris sayang Bu."Ais menghela napas, kemudian tersenyum pada putranya itu. "Belum jodoh Ris. Namanya jodoh itu ada di tangan Tuhan. Dan kamu juga enggak bisa memaksakan perasaan kamu. Tapi, kalau memang dia jodoh kamu, kalian tetap akan bertemu, lalu bersama-sama. Tuhan sering kali punya rencana yang unik untuk setiap hambanya. tantu saja yang terbaik."Haris menganggukan kepalanya setuju dengan apa yang dikatakan oleh sang ibu. Masih sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Reres. Pria itu kemudian bersandar pada badan sofa, seraya memijat pangkal tulang hidungnya. Sementara saat ini Reres tengah berada di kamar Saga. Set
"Yey! Saga keren!" Reres bersorak saat mobil itu terhenti tepat di pinggir pantai. Sementara Saga merebahkan kepalanya ke kemudi mobil. Tangannya bergetar hebat, jantungnya berdetak cepat, bahkan keringat menetes dari keningnya. Takut, takut sekali kalau ada sesuatu yang buruk terjadi. Meski jelas ia kini telah berhasil membawa gadis yang ia sayangi dengan selamat. Reres menoleh, ia mendekati Saga lalu mengusap-usap punggung pria itu. napas saga terengah sejak perjalanan tadi ia coba mengendalikan kepanikannya. Takut kalau panik sesuatu yang tak ia inginkan terjadi. "Ga? Okay?"Saga menoleh ke arah Reres, kesal, menatap dengan marah. "Kalau sesuatu terjadi sama lo, gue enggak bakal maafin diri gue seumur hidup! Please jangan minta macem-macem gini. Lo enggak tau gimana dan apa yang gu--"Reres mencium bibir Saga, kemudian melepaskan dan memegangi wajah Saga. "Saga bisa kok. Lihat, kita sampai di sini dan baik-baik aja. Hmm?"Tubuh Saga yang tegang seketika meleyot saat Reres melepa
Terdengar suara Reres dari balik telepon. Gadis itu masih menyalakan ponselnya. Mendnegar suar wanita yang begitu ia sayangi membuat Saga merasa sedikit lega. "Res, oh God thanks. Kamu bakal balik 'kan?" tanya pria itu."Ga, aku pernah bilang 'kan? Kalau aku mau punya kehidupan sendiri." jawab Reres mencoba untuk membuat Saga bisa menerima keputusannya. Saga mengacak rambutnya, frustrasi. "Boleh pergi Love, silahkan. Kamu boleh kemanapun kamu mau. Tapi .., kembali ke aku ya? Hmm?"Saga masih berharap kalau Reres akan kembali. Tak peduli kapan dan entah berapa lama. Asalkan tujuan pulangnya adalah bersama dirinya, Saga tak masalah. Saga akan menunggu sampai gadis itu mau untuk kembali bersama dirinya. "Sorry Ga," sahut Reres meminta maaf karena tak mungkin baginya untuk kembali."Res, please, please, aku mohon. Hmm? Res, mau apa? Mau sama haris? Hmm? Enggak apa-apa kamu sama siapa. Enggak masalah kamu jatuh hati sama siapa. Asal tetap sama aku, ya? Aku enggak akan maksa perasaan aku
Haris tengah bersiap untuk berangkat bekerja. Kemarin ia tak memiliki bnayak pekerjaan karena Saga yang tak masuk kerja. Semalam juga coba terus menghubungi Reres, hanya saja nomer telepon gadis itu tak aktif. Haris cemas, takut sesuatu terjadi. Akhirnya semalam menghampiri rumah Saga dan terkejut setelah mendapatkan kabar kalau Reres ternyata tak lagi berada di sana.Haris tak mengetahui apapun tentang hubungan keduanya. Dan agaknya ia mulai sibuk memikirkan apa yang terjadi saat ini antara Reres dan Saga. Namun, sampai saat ini, pria itu tak pernah memikirkan sejauh apa hubungan di antara keduanya selain sebagai sahabat dekat yang sudah mengenal sejak kecil. Saat itu ponsel Haris berdering. Panggilan dari Reres, tentu saja dengan cepat ia menerima panggilan tersebut."Res? Kamu ada di mana?" Haris bertanya dengan cepat karena terlalu cemas."Mas, aku nggak bisa kasih tahu aku gimana. Aku titip Saga ya, aku mungkin nggak akan kembali. Atau mungkin akan kembali dengan bawa sebuah ke
"Kita mau makan dulu?" tanya Aira.Saat ini keduanya tengah dalam perjalanan pulang. Naik mobil Saga yang dikendarai oleh pak Ahyat. Sejak tadi Saga lebih banyak diam dan tal banyak bicara. Sesekali hela napas, karena dadanya yang masih saja masih merasa ngilu. Ia pikir akan semakin baik, padahal sudah seminggu ditinggal pergi, nyatanya masih sama saja. Setiap malam malah semakin sakit saja. Setiap di kamar, semua tentang Reres. Banyak hal yang mereka lakukan di sana setia hari sejak Saga masih kecil sekali. Ini dan itu semua mengingatkan dirinya dengan sahabat kecilnya yang kini buat ia jadi jatuh cinta setengah mati. "Boleh," jawab Saga singkat. Aira melirik pada Saga, seminggu ini a terlihat berbeda. Aira juga tau kalau Reres pergi, tapi tak menyangka kalau efeknya akan seperti ini? bukankah Bu Nindi mengatakan kalau Reres dan Saga hanya sekadar teman. Meskipun, ia sempat berpikir ada sesuatu diantara keduanya."Kamu mau makan apa? Sushi mau engga?" tanya Aira lagi."Yang lain aj
Saga mondar-mandir di ruangannya. hari ini ada rapat engan direksi tentang ulang tahun perusahaan, sementara ia belum membuat apapun, Tak bisa berpikir tentang acara dan kegiatan apa yang mungkin akan diadakan oleh perusahaan. Rapat ini udah ditunda beberapa kali dan tak mungkin ditunda lagi. Maih tak bisa menghadapai kecemasan yang ia rasakan. Padahal sudah melakukan kunjungan untuk memeriksakan diri. hanya saja dalam pikirannya merasa membutuhkan Reres saja, mau Reres. Selama ini hanya dengan dipeluk saja sudah buat ia merasa lebih baik. "Pak Saga?" sapaan haris dari luar ruangan."Masuk." sahut Saga,Haris berjalan masuk membawakan kopi untu Saga. Kemudian meletakkan di atas meja kerjanya. "Diminum dulu Pak," kata Haris mempersilahkan.Saga menatap pada kopi yang dibuat oleh Haris. "Thanks," ucap Saga.haris menggaruk kepalanya. "Hmm, Pak. Saya yakin bapak pasti bisa dalam raat kali ini." Haris kemudian mengangkat tangannya sambil mengepal memberikan semangat. "Semangat!" Haris b
Saga segera mempersilahkan masuk ketika mendengar suara pintu diketuk. Ia membayangkan kalau yang akan membuka pintu adalah Reres, mengingat kejadian terakhir kali saat ia merasakan serangan panik seperti ini. Namun jelas saja itu bukan Reres, itu adalah Aira yang berjalan masuk dengan cemas.Saga jadi malas sekali ia merebahkan kepalanya di meja kerja. Kenapa harus Aira? Kenapa bukan Reres saja? Harusnya Reres tahu kalau Saga takkan pernah mencari orang yang meninggalkan dirinya. Orang yang telah pergi jelas tak menginginkannya, maka sejak dulu Saga pantang mencari sesuatu yang hilang dari dirinya."Kamu oke kan?"bertanya dengan cemas kepada Saga yang segera dijawab anggukan kepala oleh pria itu."Ngapain kamu tiba-tiba datang ke sini?" Saya bertanya dengan nada yang ketus. Aira kemudian duduk tepat di depan Saga. Menata pria itu dengan tatapan iba. "Kamu itu bisa ngadepin semuanya Saga. Kamu itu kuat kalau kamu berbesar hati. Kamu harus percaya diri saga, karena kamu adalah pemilik
Saga kini telah berada di dalam klub bersama dengan Lauren. Keduanya menikmati malam itu bersama. Meski tadi sang nenek dan juga mami sempat melarangnya keluar, karena ia baru saja selesai melangsungkan pertunangan. Namun, jelas saja Saga tetap nekat keluar. Sudah malas di rumah. Lagipula, menurut Saga ia sudah menuruti permintaan sang ibu dan nenek untuk bertunangan dengan Aira. Jadi butuh apalagi?Saat sedang menikmati musik, Saga teringat sesuatu. "Kamu bilang mau bilang sesuatu?" tanyanya pada Lauren."Ah, iya.' lauren teringat. Ia lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkan sebuah cek. "Ini," kata gadis itu."Cek? Buat apa?" tanya Saga"Uang kamu," ucap Lauren. Saga menatap dengan penasaran. "Aku ikhlas kasih kamu selama kita jadian. Jangan kayak gini, kita temen kan?""Ini uang mami kamu. Mami kamu kasih ke aku setelah kita putus. Dia juga minta aku tanda tangan surat perjanjian." Lauren menjelaskan apa yang ingin ia katakan pada Saga. Sejak lama Lauren memang in
"Mas Haris?" Reres kemudian berjalan mendekat. "Katanya mau ke sini kemarin?""Masih ada beberapa yang harus diurus. Kamu tahu kan kalau semua itu nggak segampang itu." Haris berujar menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Reres.Kemudian reres mengajak Haris untuk berjalan-jalan di depan rumah. Lokasi yang dipilih Reres memang cukup asri. Keluar dari rumah itu langsung dihadapkan dengan sawah dan juga bangunan-bangunan rumah yang masih terkesan begitu tradisional. Nuansa etik begitu kental, namun di bagian belakang rumah yang menjadi toko brownies, memiliki penampilan yang lebih modern. Itulah alasan mengapa Reres memilih tinggal di lokasi itu.Keduanya berjalan keluar bersama si kembar. Haris mendorong stroller yang digunakan oleh Uca dan Una. Kebetulan juga keduanya begitu senang ketika diajak berjalan keluar rumah. Sejak tadi keduanya juga terlihat senang berinteraksi dengan Haris. Mereka sampai di sebuah taman, biasanya Reres memang suka duduk di sana bersama Brian menikmati sor
Reres dan juga Saga kini berada di dalam bioskop. Sengaja Reres memesan film horor karena tau Saga pasti akan merasa ketakutan. Saga sejak tadi sudah hela napasnya berkali-kali, padahal lampu dalam ruangan saja belum dimatikan. Reres melirik dan tersenyum jahil."Takut pasti kamu kan?" tanya Reres."Jangan aneh-aneh kamu, mana ada aku takut nonton ginian doang." Saga protes karena tak mau merasa diremehkan. "Kamu tuh enggak ada apa-apanya sama Mas Ha--" Ucapan reres terputus, belum sempat ia selesai mengatakan nama Haris, Saga udah membungkam bibir wanita itu dengan bibirnya. Saga menatap dengan serius, lalu menghapus bibir Reres yang basah karena ulahnya."Setiap kamu sebut nama Haris aku cium kamu." Saga mengancam. Lalu dengan cepat Reres menutup bibirnya dengan tangan sambil terus menyebutkan nama Haris. "Saga kalah sama Mas Haris, Saga cemen," ledek Reres sambil terus menutup mulutnya. Saga jadi kesal karena dia jelas tak bisa melwan dalam situasi seperti ini. Saga masih menat
Reres mendadak jadi pusing sekali karena kelakuan nenen Ayu dan Aira tadi. Bahkan Aira mengatakan akan membiarkan Reres kembali setelah memberikan salah satu buah hatinya dan jelas Reres tak akan melakukan itu. Baginya si kembar adalah hal yang paling ia sayangi melebihi dari dirinya sendiri. Dan tentu saja Reres tak akan memberikannya. Ia merebahkan diri dan merencanakan sesuatu. Harus bisa keluar dari rumah ini apapun caranya. Saat itu ponselnya berdering. Reres segera menerimanya. "Halo, Mbak Lauren?""Hai, Res, nomor kamu akhirnya aktif ya? Long time no see. Ketemuan yuk, mau lihat anaknya Saga aku. Saga bilang anaknya cantik-cantik. Mumpung lagi di Indo aku.""Loh memang Mbak Lauren di mana sekarang?""Sekarang di Indo, aku harus balik ke Singapore. Ikut kerja suami. BTW, apa kabar?""Sehat Mbak, Kamu gimana mbak?""Sehat juga, makanya mau ketemu sama kamu. Siapa tau ketularan terus aku punya baby juga. Gimana? Aku jemput deh.""Boleh Mbak,tapi aku ngajak temen ya, karena engg
Reres tengah menyuapi si kembar saat pagi ini Saga melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar gadis itu. Reres menatap tanpa senyum, sementara Saga berusaha tersenyum dan melupakan kekesalannya kemarin. Ia berjalam mendkeat lalu duduk di samping Rere. Yang ia lakukan adalah segera menyapa kedua putri kecilnya. Dan mencoba menyuapi Una sementara Uca dibiarkan makan sendiri karena lebih siap untuk metode itu. "Uca memang makan sendiri ya Love?" tanya Saga.Reres anggukan kepala, "Udah lebih siap dan lebih lahap kalau makan sendiri." Reres menjawab seraya memerhatikan Saga yang menyuapi Una. Keduanya benar-benar mirip dan memang acap kali menatap Una reres selalu teringat Saga. Bahkan sama-sama sulit tersenyum. Saga menoleh menatap Reres yang tak mengalihkan tatapannya. Saga mengusap wajah Reres, "Capek ya kamu?"Reres gelengkan kepala, lalu kembali menatap pada Uca. Saga tau Reres masih marah dan ia akan terima itu karena memang ia sudah memutuskan akan membatasi ruang temu Reres dan H
Reres berada di kamar bersama Brian, setelah tadi adu diam bersama Saga. Saga ada di kamar, tapi ia hanay sibuk dengan si kembar. Bermain bersama kedua buah hatinya itu. Saga memilih untuk mengacuhkan Reres. Karena merasa kesal, Reres memilih untuk keluar bersama dengan Haris. Keduanya sama -sama keras kepala, batu dan bat yang saking diadu kemudian akan hancur. Dan Reres sadar sekali hal itu, mereka terlalu keras kepala dengan keinginan masing-masing dan pada akhirnya akan menyakiti satu sama lain. Brian mengerti itu, melihat Reres selama ini sudah keras kepala sekali, kemudian ia bertemu dengan Saga yang ternyata sama saja. Meskipun ia menyayangi Reres dan bahkan sudah bersama Reres sejak lama sekali. Saga tetap tak bisa menekan rasa egoisnya. Intinya keduanya sama saja. Sama-sama keras dan buat orang -orang yang ada di sekitar mereka jadi pusing sendiri. "Gue capek di sini, sama semua tekanan yang Saga kasih Bri," ucap Reres.'Terus lo mau gimana?""Kita pindah, gue ada rencana s
Saga baru saja kembali dari rumah sakit. Yang menjadi tujuan utamanya adalah Reres dan si kembar. Dokter mengatakan kalau kondisinya sudah lebih baik. Dan dikatakan juga kalau ia sudah bisa melakukan rutinitas seperti biasanya. Hanya saja, masih belum bisa mengangkat benda-benda berat. Kehadiran wanita yang ia cintai dan juga kedua buah hatinya agaknya menjadi salah satu penyembuh bagi Saga.Si pucat melanggarkan kakinya masuk ke dalam rumah bersama Aira. Sementara akhirnya memilih berjalan menuju kamar karena ingin beristirahat pria itu memilih untuk segera menghampiri Reres dan juga kedua putrinya. Saga kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar Reres. Ia cukup terkejut, hanya menemukan Brian yang kini tengah merebahkan tubuhnya sambil membaca artikel dari ponsel. Saga kemudian berjalan mendekat dan duduk di samping Brian. "Reres sama si kembar?" Pria itu bertanya pada Brian."Tadi pergi sama Haris, mau ke rumahnya Haris ketemu sama ibunya." Brian menjawab dengan cuek. Ia tak terla
Pagi ini si kembar sudah berpakaian dengan tema rabbit. Keduanya berpakaian seperti itu karena Brian yang baru saja membeli pakaian itu untuk keponakan kembarnya. Saat pertemuan dengan teman-temannya kemarin sengaja mampir ke sebuah toko pakaian anak dan Brian membeli untuk si kembar.Hari ini akan datang ke rumah Haris seperti janji yang sudah Reres katakan kepada pria itu. Hari ini ia berdandan dengan rapi. Karena sudah cukup lama tidak bepergian, sedikit canggung saat kembali harus merias diri. Saat sedang memoleskan make up, Brian berjalan masuk ke dalam kamar. Pria itu menatap kepada Reres dan ia benar-benar baru kali ini melihat sahabatnya itu merias diri. Biasanya di Bali, sama sekali tak pernah memoles wajahnya. Ia biarkan dirinya natural mungkin dengan kata lain sebenarnya Reres malas untuk melakukan itu."Waduh, Ibu make up nih. Kalau di Bali, muka dibiarin kucel en dekil. Kalau di Jakarta bentar-bentar tancap bedak." Brian meledek reres. Kemudian Ia mendapatkan sebuah hadia
Reres malam ini bersama Brian di kamar menjaga si kembar. Seperti malam-malam biasanya mereka sering sekali bercerita dan bertukar pikiran. Reres ingin memberitahukan kepada Brian perihal tentang Haris yang mengajaknya untuk menemui sang ibu. Reres sebenarnya sedikit takut untuk besok bertemu dengan Ais. Sejujurnya dia bisa merasakan kalau Haris masih menyimpan perasaan padanya. Dan itu membuat Reres takut, dirinya takut kalau Haris masih berharap padanya. Reres tak ingin memberi harapan kepada Haris dan Ia juga tak bisa memberi harapan kepada Saga. Karena sejujurnya sampai saat ini belum ada seorangpun yang menempati hatinya lagi."Dan besok gua udah setuju untuk datang ke rumahnya Mas Haris bawa si kembar." Brian menganggukan kepalanya mengerti. Rasanya sulit juga bagi Reres untuk menolak, karena dulu ia sudah sempat berjanji untuk menemui Ibu dari Haris. "Kalau menurut gue sih, nggak ada salahnya Lo ketemu. Ya ketemu aja, anggap aja lagi silaturahmi sama keluarganya teman. Anggap
Aira melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. senyuman tersungging di bibirnya akibat merasa bahagia, arena pagi tadi Saga begitu baik padanya. Dan memperlakukannya dengan hangat. Meski dalam dirinya sadar betul kalau apa yang dilakukan Saga saat itu adalah karena kehadiran Reres, dan karena ia yang mau memanggilku Reres untuk bisa datang ke rumah. Di ruang tengah sang ayah kini tengah membaca artikel dari ponsel. Akhirnya berjalan mendekat kemudian duduk di samping Hartanto. Wanita itu kemudian memeluk dan mencium sang ayah."Kamu sehat kan di sana nak?" Hartanto bertanya tentang kondisi anaknya selama berada di rumah sang suami.Aira menganggukkan kepalan sambil tangannya merangkul leher sang ayah. Ia memang terkenal sangat manja pada Hartanto. Tentu saja itu karena Aira merupakan anak satu-satunya dari keluarga itu. Dan sang ayah juga selalu memanjakan putrinya. "Aku sehat, Saga juga perlahan pulih." Aira menjawab pertanyaan sang ayah. "Mami ke mana Pi?" "Ka