"Kita mau makan dulu?" tanya Aira.Saat ini keduanya tengah dalam perjalanan pulang. Naik mobil Saga yang dikendarai oleh pak Ahyat. Sejak tadi Saga lebih banyak diam dan tal banyak bicara. Sesekali hela napas, karena dadanya yang masih saja masih merasa ngilu. Ia pikir akan semakin baik, padahal sudah seminggu ditinggal pergi, nyatanya masih sama saja. Setiap malam malah semakin sakit saja. Setiap di kamar, semua tentang Reres. Banyak hal yang mereka lakukan di sana setia hari sejak Saga masih kecil sekali. Ini dan itu semua mengingatkan dirinya dengan sahabat kecilnya yang kini buat ia jadi jatuh cinta setengah mati. "Boleh," jawab Saga singkat. Aira melirik pada Saga, seminggu ini a terlihat berbeda. Aira juga tau kalau Reres pergi, tapi tak menyangka kalau efeknya akan seperti ini? bukankah Bu Nindi mengatakan kalau Reres dan Saga hanya sekadar teman. Meskipun, ia sempat berpikir ada sesuatu diantara keduanya."Kamu mau makan apa? Sushi mau engga?" tanya Aira lagi."Yang lain aj
Saga mondar-mandir di ruangannya. hari ini ada rapat engan direksi tentang ulang tahun perusahaan, sementara ia belum membuat apapun, Tak bisa berpikir tentang acara dan kegiatan apa yang mungkin akan diadakan oleh perusahaan. Rapat ini udah ditunda beberapa kali dan tak mungkin ditunda lagi. Maih tak bisa menghadapai kecemasan yang ia rasakan. Padahal sudah melakukan kunjungan untuk memeriksakan diri. hanya saja dalam pikirannya merasa membutuhkan Reres saja, mau Reres. Selama ini hanya dengan dipeluk saja sudah buat ia merasa lebih baik. "Pak Saga?" sapaan haris dari luar ruangan."Masuk." sahut Saga,Haris berjalan masuk membawakan kopi untu Saga. Kemudian meletakkan di atas meja kerjanya. "Diminum dulu Pak," kata Haris mempersilahkan.Saga menatap pada kopi yang dibuat oleh Haris. "Thanks," ucap Saga.haris menggaruk kepalanya. "Hmm, Pak. Saya yakin bapak pasti bisa dalam raat kali ini." Haris kemudian mengangkat tangannya sambil mengepal memberikan semangat. "Semangat!" Haris b
Saga segera mempersilahkan masuk ketika mendengar suara pintu diketuk. Ia membayangkan kalau yang akan membuka pintu adalah Reres, mengingat kejadian terakhir kali saat ia merasakan serangan panik seperti ini. Namun jelas saja itu bukan Reres, itu adalah Aira yang berjalan masuk dengan cemas.Saga jadi malas sekali ia merebahkan kepalanya di meja kerja. Kenapa harus Aira? Kenapa bukan Reres saja? Harusnya Reres tahu kalau Saga takkan pernah mencari orang yang meninggalkan dirinya. Orang yang telah pergi jelas tak menginginkannya, maka sejak dulu Saga pantang mencari sesuatu yang hilang dari dirinya."Kamu oke kan?"bertanya dengan cemas kepada Saga yang segera dijawab anggukan kepala oleh pria itu."Ngapain kamu tiba-tiba datang ke sini?" Saya bertanya dengan nada yang ketus. Aira kemudian duduk tepat di depan Saga. Menata pria itu dengan tatapan iba. "Kamu itu bisa ngadepin semuanya Saga. Kamu itu kuat kalau kamu berbesar hati. Kamu harus percaya diri saga, karena kamu adalah pemilik
Saga kini telah berada di dalam klub bersama dengan Lauren. Keduanya menikmati malam itu bersama. Meski tadi sang nenek dan juga mami sempat melarangnya keluar, karena ia baru saja selesai melangsungkan pertunangan. Namun, jelas saja Saga tetap nekat keluar. Sudah malas di rumah. Lagipula, menurut Saga ia sudah menuruti permintaan sang ibu dan nenek untuk bertunangan dengan Aira. Jadi butuh apalagi?Saat sedang menikmati musik, Saga teringat sesuatu. "Kamu bilang mau bilang sesuatu?" tanyanya pada Lauren."Ah, iya.' lauren teringat. Ia lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkan sebuah cek. "Ini," kata gadis itu."Cek? Buat apa?" tanya Saga"Uang kamu," ucap Lauren. Saga menatap dengan penasaran. "Aku ikhlas kasih kamu selama kita jadian. Jangan kayak gini, kita temen kan?""Ini uang mami kamu. Mami kamu kasih ke aku setelah kita putus. Dia juga minta aku tanda tangan surat perjanjian." Lauren menjelaskan apa yang ingin ia katakan pada Saga. Sejak lama Lauren memang in
Pagi ini Haris sudah rapi dan bersiap untuk melakukan kegiatannya. Haris berniat untuk ke panti asuhan dan melakukan hal yang biasa ia lakukan bersama Reres. Saga dan Haris memiliki cara yang berbeda untuk menaklukan sakit hatinya. Haris ingin mengenang semua hal yang biasa ia dan Reres lakukan, sementara Saga berusaha melupakan dan menjauhkan semuanya. Setelah siap, ia segera berjalan keluar rumah dan menuju mobilnya. Segera melajukan mobil menuju minimarket untuk membeli snack, lalu menuju sebuah tiki sembako di dekat panti asuhan. Memesan bahan makanan juga sembako dengan jumlah yang sama seperti yang biasa Reres pesan. "Mbak Reres, pernah ke sini lagi Pak?" tanya Haris pada pemilik toko. Sang pemilik toko menggelengkan kepalanya. "Kayaknya, terakhir kali itu pas sama Mas beberapa bulan lalu. Tapi, masih telepon dan minta diantar buat panti. Nanti di transfer.""Boleh minta nomornya Pak?" tanya Haris."Maaf, Mbak Reres bilang nomernya rahasia Mas," sahut pemilik toko. Haris jad
Brian membuka pintu, ia mendapati salah seorang anak panti yang berdiri seraya memegang sepucuk surat. Tentu saja anak itu diperintahkan oleh Bu Ida. Ia diperintahkan untuk mengantarkan surat yang dituliskan Haris."Apa?" tanya Brian pada anak laki-laki itu."Surat untuk Kak Reres. Ini dari bu Ida, katanya surat dari Mas Haris." jawab anak laki-laki itu."Oke, terima kasih," ucap Brian kemudian ia menerima surat yang diberikan oleh anak laki-laki itu.Anak itu kemudian segera berlari meninggalkan Brian. Sementara setelah menutup pintu Bryan segera berjalan masuk, kemudian memberikan surat itu pada Reres yang kini tengah dipijat kakinya oleh mbok.Reres menerima kemudian menatap dengan bingung. "Surat apa nih?""Surat dari Bu Ida, katanya dari Haris," jawab Brian kemudian melangkahkan kakinya menuju ruang tamu depan. "Makasih,Bri." Reres mengucapkan."Kalau suratnya bikin sakit hati nggak usah dibaca neng," kata mbok pada Reres. Tentu saja ia khawatir karena keadaan saat ini. Takut ka
Direksi di kantor mulai meributkan mengenai Saga yang tak pernah lagi menghadiri dan memimpin rapat. semua digantikan oleh Nindi atau Ayu. Tentu saja itu aneh sekali, apalagi selalu saja alasannya adalah kesehatan Saga. Itu jelas menjadi desas-desus bahkan, direksi meminta untuk pemilihan CEO ulang karena Saga dianggap tak bisa memimpin perusahaan. Tentu saja itu tak bisa diterima oleh Nindi dan juga Ayu. hanya Saga yang boleh memimpin perusahaan. Dan tak mungkin ada yang lain karena Saga adalah keturunan satu-satunya dari keluarga Manendra. Mana bisa kursi kepemimpinan diberikan pada orang lain? Ayu dan Nindi jelas menolak itu mentah-mentah. "Kamu harus ikut terapi dong Ga," ucap Nindi.Mereka semua kini berada di ruang makan, menikmati santap malam yang seharusnya nikmat menjadi menyebalkan bagi Saga karena celotehan Nindi dan juga Ayu. Saga hanya diam saja, seperti biasa sejak kepergian Reres lebih banyak diam, tak bersuara. Aira menatap pada sang suami, tatapan saga dingin, terk
Aira menatap keluar jendela kamar sambil menatap mobil suaminya yang berlalu keluar melewati pagar rumah. Aira lalu mematikan panggilan tersebut. Selama ini, sejak Saga menyebutkan nama Reres, ia mulai membayar seseorang untuk mencari dan mengawasi pergerakan Reres. Sementara itu kini, Reres bersama bayi pertama yang keluar dari rahimnya, bayi cantik itu di gendong oleh salah seorang suster yang kini berdiri tepat di sampingnya. Rasa haru, bahagia dan syukur tak lepas ia ucapkan dari tadi. Buat air matanya terus saja menetes. Meski belum sadar sepenuhnya ia masih bisa merespon rasanya dengan baik. ""Bayinya Dok," suara suster terdengar cemas. Karena bayi itu mengalam henti napas. Dokter dan suster segera bergegas untuk melakukan penanganan. Reres menatap kembali pada lampu bisa melihat bayi itu tak bergerak, ataupun menangis. Berbeda saat bayi pertamanya keluar tadi, ia segera menggerakkan tangan dan kakinya sambil menangis keras sekali. Sampai kemudian suster dan dokter membawany
"Mas Haris?" Reres kemudian berjalan mendekat. "Katanya mau ke sini kemarin?""Masih ada beberapa yang harus diurus. Kamu tahu kan kalau semua itu nggak segampang itu." Haris berujar menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Reres.Kemudian reres mengajak Haris untuk berjalan-jalan di depan rumah. Lokasi yang dipilih Reres memang cukup asri. Keluar dari rumah itu langsung dihadapkan dengan sawah dan juga bangunan-bangunan rumah yang masih terkesan begitu tradisional. Nuansa etik begitu kental, namun di bagian belakang rumah yang menjadi toko brownies, memiliki penampilan yang lebih modern. Itulah alasan mengapa Reres memilih tinggal di lokasi itu.Keduanya berjalan keluar bersama si kembar. Haris mendorong stroller yang digunakan oleh Uca dan Una. Kebetulan juga keduanya begitu senang ketika diajak berjalan keluar rumah. Sejak tadi keduanya juga terlihat senang berinteraksi dengan Haris. Mereka sampai di sebuah taman, biasanya Reres memang suka duduk di sana bersama Brian menikmati sor
Reres dan juga Saga kini berada di dalam bioskop. Sengaja Reres memesan film horor karena tau Saga pasti akan merasa ketakutan. Saga sejak tadi sudah hela napasnya berkali-kali, padahal lampu dalam ruangan saja belum dimatikan. Reres melirik dan tersenyum jahil."Takut pasti kamu kan?" tanya Reres."Jangan aneh-aneh kamu, mana ada aku takut nonton ginian doang." Saga protes karena tak mau merasa diremehkan. "Kamu tuh enggak ada apa-apanya sama Mas Ha--" Ucapan reres terputus, belum sempat ia selesai mengatakan nama Haris, Saga udah membungkam bibir wanita itu dengan bibirnya. Saga menatap dengan serius, lalu menghapus bibir Reres yang basah karena ulahnya."Setiap kamu sebut nama Haris aku cium kamu." Saga mengancam. Lalu dengan cepat Reres menutup bibirnya dengan tangan sambil terus menyebutkan nama Haris. "Saga kalah sama Mas Haris, Saga cemen," ledek Reres sambil terus menutup mulutnya. Saga jadi kesal karena dia jelas tak bisa melwan dalam situasi seperti ini. Saga masih menat
Reres mendadak jadi pusing sekali karena kelakuan nenen Ayu dan Aira tadi. Bahkan Aira mengatakan akan membiarkan Reres kembali setelah memberikan salah satu buah hatinya dan jelas Reres tak akan melakukan itu. Baginya si kembar adalah hal yang paling ia sayangi melebihi dari dirinya sendiri. Dan tentu saja Reres tak akan memberikannya. Ia merebahkan diri dan merencanakan sesuatu. Harus bisa keluar dari rumah ini apapun caranya. Saat itu ponselnya berdering. Reres segera menerimanya. "Halo, Mbak Lauren?""Hai, Res, nomor kamu akhirnya aktif ya? Long time no see. Ketemuan yuk, mau lihat anaknya Saga aku. Saga bilang anaknya cantik-cantik. Mumpung lagi di Indo aku.""Loh memang Mbak Lauren di mana sekarang?""Sekarang di Indo, aku harus balik ke Singapore. Ikut kerja suami. BTW, apa kabar?""Sehat Mbak, Kamu gimana mbak?""Sehat juga, makanya mau ketemu sama kamu. Siapa tau ketularan terus aku punya baby juga. Gimana? Aku jemput deh.""Boleh Mbak,tapi aku ngajak temen ya, karena engg
Reres tengah menyuapi si kembar saat pagi ini Saga melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar gadis itu. Reres menatap tanpa senyum, sementara Saga berusaha tersenyum dan melupakan kekesalannya kemarin. Ia berjalam mendkeat lalu duduk di samping Rere. Yang ia lakukan adalah segera menyapa kedua putri kecilnya. Dan mencoba menyuapi Una sementara Uca dibiarkan makan sendiri karena lebih siap untuk metode itu. "Uca memang makan sendiri ya Love?" tanya Saga.Reres anggukan kepala, "Udah lebih siap dan lebih lahap kalau makan sendiri." Reres menjawab seraya memerhatikan Saga yang menyuapi Una. Keduanya benar-benar mirip dan memang acap kali menatap Una reres selalu teringat Saga. Bahkan sama-sama sulit tersenyum. Saga menoleh menatap Reres yang tak mengalihkan tatapannya. Saga mengusap wajah Reres, "Capek ya kamu?"Reres gelengkan kepala, lalu kembali menatap pada Uca. Saga tau Reres masih marah dan ia akan terima itu karena memang ia sudah memutuskan akan membatasi ruang temu Reres dan H
Reres berada di kamar bersama Brian, setelah tadi adu diam bersama Saga. Saga ada di kamar, tapi ia hanay sibuk dengan si kembar. Bermain bersama kedua buah hatinya itu. Saga memilih untuk mengacuhkan Reres. Karena merasa kesal, Reres memilih untuk keluar bersama dengan Haris. Keduanya sama -sama keras kepala, batu dan bat yang saking diadu kemudian akan hancur. Dan Reres sadar sekali hal itu, mereka terlalu keras kepala dengan keinginan masing-masing dan pada akhirnya akan menyakiti satu sama lain. Brian mengerti itu, melihat Reres selama ini sudah keras kepala sekali, kemudian ia bertemu dengan Saga yang ternyata sama saja. Meskipun ia menyayangi Reres dan bahkan sudah bersama Reres sejak lama sekali. Saga tetap tak bisa menekan rasa egoisnya. Intinya keduanya sama saja. Sama-sama keras dan buat orang -orang yang ada di sekitar mereka jadi pusing sendiri. "Gue capek di sini, sama semua tekanan yang Saga kasih Bri," ucap Reres.'Terus lo mau gimana?""Kita pindah, gue ada rencana s
Saga baru saja kembali dari rumah sakit. Yang menjadi tujuan utamanya adalah Reres dan si kembar. Dokter mengatakan kalau kondisinya sudah lebih baik. Dan dikatakan juga kalau ia sudah bisa melakukan rutinitas seperti biasanya. Hanya saja, masih belum bisa mengangkat benda-benda berat. Kehadiran wanita yang ia cintai dan juga kedua buah hatinya agaknya menjadi salah satu penyembuh bagi Saga.Si pucat melanggarkan kakinya masuk ke dalam rumah bersama Aira. Sementara akhirnya memilih berjalan menuju kamar karena ingin beristirahat pria itu memilih untuk segera menghampiri Reres dan juga kedua putrinya. Saga kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar Reres. Ia cukup terkejut, hanya menemukan Brian yang kini tengah merebahkan tubuhnya sambil membaca artikel dari ponsel. Saga kemudian berjalan mendekat dan duduk di samping Brian. "Reres sama si kembar?" Pria itu bertanya pada Brian."Tadi pergi sama Haris, mau ke rumahnya Haris ketemu sama ibunya." Brian menjawab dengan cuek. Ia tak terla
Pagi ini si kembar sudah berpakaian dengan tema rabbit. Keduanya berpakaian seperti itu karena Brian yang baru saja membeli pakaian itu untuk keponakan kembarnya. Saat pertemuan dengan teman-temannya kemarin sengaja mampir ke sebuah toko pakaian anak dan Brian membeli untuk si kembar.Hari ini akan datang ke rumah Haris seperti janji yang sudah Reres katakan kepada pria itu. Hari ini ia berdandan dengan rapi. Karena sudah cukup lama tidak bepergian, sedikit canggung saat kembali harus merias diri. Saat sedang memoleskan make up, Brian berjalan masuk ke dalam kamar. Pria itu menatap kepada Reres dan ia benar-benar baru kali ini melihat sahabatnya itu merias diri. Biasanya di Bali, sama sekali tak pernah memoles wajahnya. Ia biarkan dirinya natural mungkin dengan kata lain sebenarnya Reres malas untuk melakukan itu."Waduh, Ibu make up nih. Kalau di Bali, muka dibiarin kucel en dekil. Kalau di Jakarta bentar-bentar tancap bedak." Brian meledek reres. Kemudian Ia mendapatkan sebuah hadia
Reres malam ini bersama Brian di kamar menjaga si kembar. Seperti malam-malam biasanya mereka sering sekali bercerita dan bertukar pikiran. Reres ingin memberitahukan kepada Brian perihal tentang Haris yang mengajaknya untuk menemui sang ibu. Reres sebenarnya sedikit takut untuk besok bertemu dengan Ais. Sejujurnya dia bisa merasakan kalau Haris masih menyimpan perasaan padanya. Dan itu membuat Reres takut, dirinya takut kalau Haris masih berharap padanya. Reres tak ingin memberi harapan kepada Haris dan Ia juga tak bisa memberi harapan kepada Saga. Karena sejujurnya sampai saat ini belum ada seorangpun yang menempati hatinya lagi."Dan besok gua udah setuju untuk datang ke rumahnya Mas Haris bawa si kembar." Brian menganggukan kepalanya mengerti. Rasanya sulit juga bagi Reres untuk menolak, karena dulu ia sudah sempat berjanji untuk menemui Ibu dari Haris. "Kalau menurut gue sih, nggak ada salahnya Lo ketemu. Ya ketemu aja, anggap aja lagi silaturahmi sama keluarganya teman. Anggap
Aira melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. senyuman tersungging di bibirnya akibat merasa bahagia, arena pagi tadi Saga begitu baik padanya. Dan memperlakukannya dengan hangat. Meski dalam dirinya sadar betul kalau apa yang dilakukan Saga saat itu adalah karena kehadiran Reres, dan karena ia yang mau memanggilku Reres untuk bisa datang ke rumah. Di ruang tengah sang ayah kini tengah membaca artikel dari ponsel. Akhirnya berjalan mendekat kemudian duduk di samping Hartanto. Wanita itu kemudian memeluk dan mencium sang ayah."Kamu sehat kan di sana nak?" Hartanto bertanya tentang kondisi anaknya selama berada di rumah sang suami.Aira menganggukkan kepalan sambil tangannya merangkul leher sang ayah. Ia memang terkenal sangat manja pada Hartanto. Tentu saja itu karena Aira merupakan anak satu-satunya dari keluarga itu. Dan sang ayah juga selalu memanjakan putrinya. "Aku sehat, Saga juga perlahan pulih." Aira menjawab pertanyaan sang ayah. "Mami ke mana Pi?" "Ka