Sampan dikayuh perlahan hingga turun di tepi laut di hari yang amat berkabut. Bulan dan rombongan tentara Inggris yang lain melompat sampai basah kain celana mereka. Lalu semua berbaris dan mengikuti instruksi dari lelaki yang berpangkat paling tinggi. Bulan akan berada di depan karena berperan sebagai penunjuk jalan. “Ingat, waktu kita tidak banyak. Maksimal hanya satu purnama saja,” ucap wakilnya Smith. “Apa? Tidak mungkin, ini tidak masuk akal,” sahut Bulan yang memperhitungkan jarak menuju Bukit Gayo, belum lagi kemungkinan bertemu musuh sangat besar. “Well, Miss Bulan we call this is mission impossible. Actually we kill our selves.” Lelaki berambut pendek yang baru saja menghidupkan rokok itu menjelaskan. “Yes, I understand, but one month too early, Sir.” “Misi akan tetap dijalankan baik kita kembali hidup atau mati, inilah kita yang dibayar demi negara. Kalau kita kembali hidup-hidup tanpa keluarga bangsawan, kita bisa dipenggal oleh ratu. Bersiap semuanya! Miss Bulan silak
Medis memeriksa tentara yang lengannya dipatuk ular berbisa. Bulan memperhatikan dari kejauhan. Kalau dengan Kenanga akan diberi tumbukan daun setelah bisanya ditekan dan dikeluarkan menggunakan benda tajam serta panas. Namun, pengobatan modern yang dilakukan tenaga medis sekarang memang mengandalkan jarum serta obat-obatan minum saja. Datang seorang tentara merangkap medis ke hadapan Smith. Bulan mendengar dengan seksama percakapan mereka dan gadis itu memejamkan mata abu-abunya. “Well, kau tidak usah ikut berjalan lagi, istirahat saja sampai lukamu pulih di sini. Kami berjanji akan menjemputmu,” ucap Smith pada bawahannya. “Apakah kalian akan meninggalkanku mati di sini. Letnan, tolong berikan obat untukku, sakit sekali dan aku mulai tak bisa merasakan tanganku.” “Tenanglah, kau tidak akan mati, kau akan baik-baik saja. Tapi racun ular ini melemahkan semua tulang dan dagingmu. So, good bye.” Smith memberikan hormat pada anak buahnya. Dalam beberapa keadaan ia akan demikian seba
Dendam Akira pada Bulan masih belum tuntas. Sampai ia temukan sendiri jasad gadis yang membuatnya terluka atau ia bunuh langsung dengan kedua tangannya. Akira dan Osamu kini menduduki sebuah bangunan semi permanen yang dibangun Belanda dulunya. Berdua ninja itu dan kekasihnya melakukan eksekusi mati terhadap tentara Belanda atau pejuang Aceh yang tertangkap. “Akira, pemeriksaan akan segera dimulai, kau ikut atau tidak?” Osamu mengetuk pintu. “Iya.” Begitu saja jawaban dari Akira. Osamu kemudian meninggalkan kamar kekasihnya. Akira tidak akan secara terang benderang muncul di depan orang ramai. Melainkan ia akan mengendap-endap, entah memanjat dinding, kayu, atau besi dan tak akan dikenali siapa pun.“Keluarkan mereka semua dari penjara!” perintah Osamu pada tiga tentara di depannya. Satu demi satu lekaki mata sipit dan kulit putih membuka jeruji besi. Lalu sekitar tujuh orang pejuang bercampur tentara Belanda yang sudah disiksa habis-habisan diseret dan dilempar ke tanah. Osamu
“Easy, tetap luruskan pandangan.” Smith tahu Bulan ketakutan, sebab mereka baru saja melewati teror makhluk mengerikan. Bulan menenangkan debar di dadanya. Beberapa langkah lagi saja dan akhirnya mereka sampai di pinggir hutan di depan jalan setapak yang telah dilewati banyak orang. “Istirahat sebentar dan tenangkan pikiran kalian semua.” Smith duduk terlebih dahulu dan mengembuskan napas berat. Di antara semua perang, tanah Aceh letnan itu akui memiliki semua keunikan walau belum 24 jam di sana. Selama menjadi tentara ia selalu berhadapan dengan manusia biasa kalau tidak ya persenjataan modern. Bahkan Smith pernah terjun dari jet tempur ketika duduk di belakang karena mesin yang mati lalu ia jatuh di perairan. Di dalam laut ia memang takut ikan hiu, tetapi nasibnya masih beruntung karena ditemukan oleh tim penyelamat walau sempat terombang ambing. Di hutan tadi tidak ada belas kasihan sama sekali. “You okay?” Smith melirik Bulan yang memejamkan mata, gadis itu mengangguk saja.
Akira melompat dari dahan pohon. Matanya semakin sipit ketika melihat begitu banyak mayat bergelimpangan dan tertancap ratusan panah kecil-kecil. Cara kematian yang amat sangat sadis.Sadar dirinya ada dalam bahaya, ninja Jepang itu kemudian berlari dengan cepat tanpa menoleh ke belakang lagi. Selayaknya di Jepang ada hutan yang sangat menyeramkan maka baginya di Aceh pun ada. Akira tak mau menoleh ke belakang ketika ia mendengar suara-suara aneh. Harapannya hanya satu, tidak bertemu makhluk atau roh hutan yang bisa membuatnya ketakutan lalu mati menderita. Air mata ninja Jepang itu mengalir deras ketika terdengar suara kaki yang menginjak tanah hingga bergetar. Wanita berpakaain serba hitam itu terjatuh. Ia bangkit lagi dan tak mau terkurung di dalam sana. Beberapa kali Akira menabrak pohon, bahkan kepalanya menghantam dahan dan berdarah. Belum lagi bajunya tersangkut di duri tajam hingga kulitya terluka. “Agh!” ucap Akira ketika pipinya robek karena duri. Darah mengalir di pipi
Dua truk itu berhenti di pinggir desa tepat ketika tengah malam. Semuanya turun, termasuk Bulan, Smith, serta Angkasa dan kawan-kawan, kecuali Akira. “Aku akan membawa para gadis kembali ke kediaman orang tua mereka. Sir, kau tunggu saja di sini.” Bulan berjalan ke truk bagian belakang. Ia membantu para gadis turun. Angkasa mengikuti Bulab sebab ia tak ingin memberikan celah bagi Smith untuk lebih dekat dengannya. Pemuda berambut ikal itu mengawal para gadis diikuti Roni dan Anwar. “Kenapa ada bau hangus, ya?” Hidung Bulan seperti mengendus benda terbakar. “Tunggu! Saat kalian diculik, apakah tempat ini diserang tentara Jepang?” Angkasa mencegah para gadis beranjak. Mereka yang diculik hanya mengangguk saja. “Kenapa kalian tidak bilang dari tadi.” Bulan agak kesal. Tapi ia tetap melangkah perlahan dan menyaksikan desa yang dulu dibangun oleh Alif—kakeknya telah hangus menjadi abu. “Bulan, kita tidak bisa di sini lama-lama, cepat pergi!” Angkasa mendorong para gadis. Bukan bermak
Dor! Tembakan yang dilepas oleh Smith meleset tapi mampu membubarkan perkelahian Rembulan dan Akira. Kedua perempuan hebat itu sama-sama mundur ketika tembakan tak pernah henti diletuskan oleh tentara Jepang. Akira masuk ke dalam hutan. Bulan berlindung di balik truk yang sudah banyak kena tembakan. Smith datang menyusul gadis pemandu itu. “Akhirnya aku merasa kalau ratu benar-benar ingin membunuhku,” ucap Smith dengan napas tersengal-sengal. Dua tangannya agak gemetaran karena dari tadi tak henti mengokang senapan. “Kenapa kau berpikir begitu? Mungkin ratu kalian ingin menggunakan orang terbaik demi menyelamatkan keluarga kerajaan.” Bulan melihat dua tangannya, darah Akira tertinggal di sana. “Dia bisa menggunakan orang lain seharusnya. Yang aku dengar, ayahku dan ratu dulu tidak terlalu cocok, karena ayahku lebih cinta perdamaian.” “Lalu kalau kau tak dikirim kemari misalnya, Sir, apa yang akan kau lakukan?” tanya Bulan penasaran. Ia tahu situasi masih panas, dan obrolan ringa
Akira masuk ke dalam hutan yang sama dengan Bulan. Hanya saja ia berada di wilayah yang berbeda. Ninja Jepang itu berlarian karena semakin lama semain kuat saja bom yang meledak. Di dekat pohon besar, Akira beristirahat ketika tak ada lagi suara ledakan yang terdengar. Ia meringis berkali-kali ketika luka di pipinya terasa kian menyakitkan. Akira butuh pertolongan medis. Akira menutup luka dengan kain ala kadarnya. Ia memang kuat, tapi kalau kehabisan darah lama-lama juga Akira bisa lemas dan bisa saja mati. Bahkan sekarang ia telah pusing dan tak bisa berdiri. Kemudian bayangan orang-orang yang mati di tangannya tergambar lagi. Tangan Akira terlalu kotor dan harus dibersihkan. “Dari sekian banyak musuh dan korbanku, kau yang paling aku inginkan mati,” gumam Akira perlahan sebelum ia menutup mata. Ia bermimpi sejenak, berkelahi dengan Bulan dengan tangan kosong. Perlawanan mereka seimbang, betapa Bulan sulit sekali untuk dijatuhkan. Lalu Akira bermain curang dan gadis bermata abu