Rawa-rawa tempat Alif dan Kenanga terjebak, mulai bergerak diiringi kabut yang terus menipiskan jarak pandang. Untuk pertama kalinya gadis itu merasa ketakutan. Ia hanya berlatih untuk bertahan hidup di tanah yang keras dan masih bisa ia rasakan getarannya. Namun, tempatnya berpijak sekarang tak ubahnya seperti medan pembantaian baginya. Ia sampai berlindung di balik tubuh Alif. Siulan yang dipantulkan dari satu dahan ke dahan lain semakin menambah seram suasana di dalam rawa. Alif menarik pedang miliknya, ia juga sama tak paham situasi di tengah rawa harus bagaimana, sedangkan lelaki ulebalang itu tumbuh besar di wilayah pesisir pantai yang sinar mataharinya sangat menantang. Rawa itu mengeluarkan beban di dalamnya dengan cepat tanpa mereka berdua sadari, hingga dua buah kelewang nan tajam mengarah ke leher Alif, juga Kenanga. Saat itu juga mereka berdua sadar dua orang tinggi besar dengan tubuh berwarna hitam air rawa sedang mengancam hidup dua orang itu. Perlahan-lahan jumlah ma
Bagian 25Kerisauan Alif Teuku Iskandar Sayuti-- paman Alif dari kerajaan pesisir, duduk di dalam Masjid Aya (Hagia) Sophia. Lelaki itu tengah menunggu kedatangan Sultan Hamid II yang amat susah untuk ditemui. Teuku Iskandar membutuhkan bantuan untuk memukul mundur para penjajah yang berasal dari Eropa, musuh yang sama dengan Konstantinopel sekarang. “Aku mohon maaf, Tuan, tetapi aku tak bisa mengirim bantuan pasukan atau persenjataan, terlalu banyak pergerakan rahasia yang harus aku redam. Maaf, aku sangat menyesal. Aku harus memperkuat pertahanan agar warisan para pendahuluku tak musnah begitu saja.” Teuku Iskandar Sayuti menarik napas panjang, ia kecewa atas penolakan yang diberikan Sultan Mahmud II, tetapi ia pun tak menampik jika tempatnya berpijak sekarang juga tak kalah carut-marut seperti kerajaannya. “Baiklah, kalau begitu aku akan kembali ke kerajaanku secepatnya. Tak lama lagi keponakanku akan menikah dengan putri kerajaan yang bisa memperkuat pertahanan kerajaan pesisi
Rombongan perampok merah masih bermukim di tengah hutan tempat Cempaka ditemukan. Atas permintaan gadis itu, para lelaki membuat sebuah kereta kayu untuk tempat para wanita korban nafsu serdadu, sebab sebagian dari mereka mengeluh tubuhnya terasa sakit-sakitan. Para lelaki bergerak cepat termasuk Razi agar perjalanan mereka tak terlalu lama tertunda. Bisa saja mereka tertangkap oleh para marsose yang berkeliaran ke sana kemari. Cempaka, menjadi teman bicara para wanita putus harapan itu. Kakak Kenanga tersebut bahkan membimbing mereka mengucap kalimat syahadat satu per satu, hal yang tak pernah dipikirkan oleh Razi dan teman-temannya. Bagi gadis itu, cukup sudah penderitaan di dunia, jangan lagi menderita di akhirat sebab tak mengakui keberadaan Allah dan Rasul-Nya. Hal pertama yang diajarkan oleh gadis bermata tajam itu ialah mengenai ketauhidan. Hanya Allah satu-satunya yang layak disembah, tidak ada yang sanggup menyamai kekuatan-Nya, apalagi Ilah yang dibawa oleh para penjajah
Kenanga masih diam, Ia belum menjawab apa pun tanya Alif. Lelaki itu menanti dengan penuh harap. Jika gadis tersebut menolaknya ia harus angkat kaki dari tempat itu sekarang juga, sebab ia tak sanggup melihatnya bersanding dengan pria lain. Kenanga sendiri meragu, sebab selama ini ia merasa Alif berusaha menghindarinya. Ia juga tak yakin jika lelaki itu betul tulus dengannya, sebab kekurangan pada dirinya. Dengan berhati-hati ia berbicara memakai bahasa isyaratnya agar ulebalang itu mengerti. Sekali lagi Alif meyakinkannya, sebab lelaki itu tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini dan ia tak mau juga kehilangan lagi. Dua orang yang sama-sama sebatang kara akan saling menguatkan satu sama lain, begitu pikir Alif. Cukup lama gadis itu merenung, ia memikirkan tentang pencarian Cempaka yang belum menemukan titik terang sama sekali, hingga kembali lelaki itu meyakinkannya agar mencari kakaknya nanti bersama-sama. Diamnya Kenanga tak bisa menjadi jawaban, karena gadis itu memang tak bisa
Kotak kayu berisikan barang-barang penting milik Razi nyaris terjatuh jika tak ditahan oleh pijakan di dalam kereta. Cempaka mendahulukan menyelamatkan para wanita. Kaki kirinya berpijak pada tanah dan kaki kanannya berpijak pada kereta untuk menahan keseimbangan. “Berjalanlah, perlahan-lahan satu demi satu dengan tenang.” perintah Cempaka. Satu per satu dari mereka melangkah dengan pelan walau dengan hati luar biasa risau. Satu demi satu berhasil selamat dari terjalnya jurang yang merenggut nyawa Akbar, hingga kini hanya tersisa Cempaka dan kotak kayu penting itu saja. Razi baru saja tiba ketika gadis bermata tajam itu masih menimbang dua pilihan antara menyelamatkan diri atau mengambil benda yang dicuri dari para marsose. “Jeumpa, sudah, tinggalkan saja kereta dan isinya. Aku bisa mencari biji besi yang lain.” Razi mengulurkan tangannya ingin membantu Cempaka untuk keluar dari keadaan penuh bahaya. Gadis bermata tajam itu tak menjawab, matanya terus menuju pada kotak kayu yang
Alif tak tahu bagaimana caranya harus berbicara dengan Kenanga, istrinya. Dengan jelas tadi Meurah mengisyaratkan pada mereka agar tak meninggalkan atas bukit demi mencari kakaknya. Panglima pasukan kelewang itu ingin melatih Alif agar menjadi lebih hebat lagi sama seperti yang lain, sedangkan Kenanga diharapkan dapat mengajarkan ilmu pengobatannya pada wanita-wanita di atas bukit. “Aku juga melakukan ini untuk meredam emosi pasukanku. Kau pikir mereka suka melihatmu menikahi gadis itu begitu saja. Jika kau dan dia pergi meninggalkan tempat ini bukan tak mungkin tanpa sepengetahuanku kau akan dibunuh lalu istrimu akan diambil oleh yang lain. Maka dari itu tinggallah di sini, akan kulatih kau jadi lebih kuat dan cepat. Lagi pula di luar sana jika kalian tetap nekat mencari orang yang tak jelas di mana rimbanya, kalian bisa mati konyol sebelum sampai di tujuan.” Ucapan Meurah terulang di benak Alif. Besok pagi Alif ditunggu oleh panglima pasukan kelewang untuk berlatih bersama. Semen
“Menikah?” tanya Cempaka. “Iya, aku tak mau kehilangan kesempatan lagi untuk hidup bersamamu,” jawab Razi. Gadis bermata tajam itu berpikir sejenak, sebagai seorang pejuang ia juga hanya wanita biasa yang mendambakan kehidupan layaknya ayah dan ibunya dulu. Namun, pencarian Kenanga belumlah menjumpai titik akhir, meski selama tinggal di pemukiman itu Cempaka seperti merasakan adiknya yang dulu begitu usil mengganggunya. Bahkan di dalam mimpi ia serasa dikelilingi dengan aroma bunga kenanga yang sangat menenangkan. “Dengan dua persyaratan,” lanjut Jeumpa. “Katakan. Akan kupenuhi semampuku.” Netra Razi berbinar sebab gadis itu tak langsung menolaknya. “Kita tetap teruskan pencarian adikku apa pun yang terjadi. Lalu, aku ingin mahar terbaik darimu, sebagai bukti kalau kau tidak main-main seperti dulu.” “Baik aku setuju.” Razi kemudian menunjukkan sebuah gelas emas pada Cempaka sebagai tanda cinta darinya. Gadis itu menarik napas panjang, jika tahu lelaki itu memilikinya, tentu dia
Selama dilatih oleh Meurah, kemampuan Alif telah meningkat sangat jauh. Ia bisa melompat dari satu pohon ke pohon lain dengan tanpa menimbulkan suara, bahkan telah beberapa kali ia bisa mengecoh Kenanga yang telapak kakinya sangat peka dengan kehadiran orang lain. Tak hanya itu, lemparan kelewangnya juga sangat tepang memotong-motong batang bambu yang dijadikan tempat latihan dengan sangat tepat sasaran. Kini pemuda pesisir itu tak dipandang sebelah mata lagi oleh pasukan kelewang yang lain. Pagi itu, ia meninggalkan istrinya dengan hati waswas, sebab beberapa hari belakangan ia mendapati Kenanga terus saja menekan rongga dadanya dan tiba-tiba saja memuntahkan semua makanan. Bahkan wanita itu mulai tak suka mencium bau tubuh Alif yang selama bersama tak pernah ia permasalahkan. “Apa jangan-jangan?” pikir Alif dalam hati menerka-nerka, “Tapi tak mungkinkan kalau dia tak menyadari perubahannya, istriku, ‘kan, tabib.” Meurah datang membuyarkan lamunan Alif yang penuh harap, panglima