Share

BAB 2 - KEGUGURAN

Author: Azled
last update Last Updated: 2022-01-28 11:23:23

Lizia mengabaikan sapaan dari setiap pegawainya. Dia hanya menatap lurus ke depan tanpa senyuman yang biasa ia umbar. 

Dia tidak dapat mengangkat ujung bibirnya 

sementara relung hatinya begitu pilu. 

Lizia menaruh tasnya di atas meja kerja dengan keras, membuat sekretaris perusahaan yang akan masuk ke ruangannya menjadi ragu.

"Masuklah," kata Lizia setelah menyadari keberadaan Sang sekretaris. 

"Maaf, Bu. Saya hanya ingin mengingatkan kalau kita ada rapat dua jam lagi," ucap si sekretaris.

Lizia mengangguk. Kemudian mengibaskan tangannya menyuruh wanita berhak tinggi di depannya itu keluar.

"Baik, Bu." Si sekretaris pun pergi setelah menutup pintu dengan hati-hati. 

Lizia memutar kursinya menghadap dinding kaca di belakangnya. Dia menghela, lalu menarik napas dalam-dalam. 

Untunglah pemandangan kota Jakarta dari bawah sini membuat suasana hatinya sedikit membaik. 

Lizia memijat kepalanya, pusing akibat ocehan wanita setengah abad itu yang tidak pernah cuti ketika datang ke rumahnya. 

Sebenarnya, dia memaklumi keinginan mertuanya. Ibu mana juga yang tak ingin menggendong cucu? Tetapi dia hanya ingin mertuanya bersabar, dia juga sedang berusaha. Alih-alih menyalahkan dirinya, kenapa mertuanya tidak bisa memberi semangat. 

Rahim pengganti? Emosi Lizia seketika naik. 

Dia tidak memerlukan rahim wanita lain untuk mengandung anaknya. Rahimnya sendiri sempurna dan subur. Dia hanya membutuhkan waktu dan kesabaran. 

Jam 1 siang. 

Lizia keluar dari ruang rapat dengan wajah lelah. 2 jam menjelaskan dan mendengar pendapat rekan kerjanya membuatnya sakit kepala. 

Waktunya makan siang, tetapi Lizia tidak ingin meninggalkan ruangannya. Jadi, dia meminta salah satu pegawai pergi membeli makan siang untuknya. 

Lizia mengernyit saat sebuah kotak makanan disodorkan di depan wajahnya. Tidak sopan. 

Namun, detik selanjutnya Lizia tersenyum tipis saat melihat Aziz yang ternyata membawakan makan siang yang dia pesan kepada orang lain. 

"Aku juga bawa ini." Aziz menaruh sekantung eskrim vanilla di atas meja, membuat senyum Lizia semakin lebar. 

"Terima kasih, sayang."

Aziz mengangguk. Dia memang selalu memberi sekantung eskrim ketika Lizia sedang dalam perasaan yang buruk. 

"Sayang." Aziz memutar kursi Lizia ke arahnya. "Maafkan ibu aku. Perasaan ibu untuk punya cucu memang tidak bisa dikendalikan. Kamu maklumi saja, ya," kata Aziz.

"Aku memang dari dulu sudah memaklumi ibu. Tapi kali ini sudah keterlaluan," cicit Lizia. 

Aziz menghela napas berat dan tersenyum, mengusap-usap cincin pernikahan di jari manis Lizia. "Aku akan bicara sama ibu, ya. Kamu jangan sedih lagi," katanya lembut. 

Lizia mengangguk lemah. Dia menatap wajah tampan Aziz dengan mata berkaca-kaca. Suaminya itu sangat pengertian dan selalu membelanya. Itu malah membuat kesedihannya makin dalam. Tujuh tahun telah membina rumah tangga, tapi belum juga memberi anak pada suaminya yang baik. 

"Jangan menangis. Maafkan ibu aku, ya." Aziz mengusap air mata di pipi Lizia.

"Bukan karena ibu. Aku menangis karena kasihan sama kamu. Kamu menikahi wanita yang tidak bisa hamil seperti aku. Kenapa? Kenapa kamu masih bertahan?" Air matanya jatuh lagi. 

"Aku cinta sama kamu. Apa itu cukup untuk menjawab alasan aku bertahan sampai sekarang?" 

"Tapi tanpa anak, rumah tangga kita seperti tidak ada apa-apanya---" 

"Bagi aku, berumah tangga sama kamu itu sudah lebih dari cukup. Hidup aku sempurna, Liz," potong Aziz. 

Lizia tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia menatap haru dan bangga pada Aziz. Setiap perkataan Aziz membuat hatinya tenang. Sungguh, dia berterima kasih kepada Allah telah memberi pria ini sebagai suaminya. 

Aziz kembali ke rumah sakit setelah sejam berada di kantor Lizia. Dia harus melakukan operasi. Sebelum benar-benar pergi, Lizia mengatakan akan memasak makan malam untuknya. Aziz hanya berharap Lizia tidak melupakan janjinya kali ini.

Malam hari. 

Lizia benar-benar memasak makan malam. Dia rela meninggalkan perusahaan lebih cepat agar dapat makan malam bersama Aziz. 

Jam 8 malam. Lizia menaruh semua makanan yang telah ia masak di meja makan. Menata letak    piring-piring itu dengan menarik. 

Dia tersenyum bangga.

Lizia mengambil ponselnya di atas meja, lalu menggeser layar ponselnya mencari kontak nama Aziz di sana. 

Dia menghembuskan napasnya kasar saat tidak ada jawaban dari Aziz. Beberapa kali dia menelepon, tapi tetap tidak diangkat. Mungkin sedang sibuk. 

"Aku menunggumu." Tulisnya setelah mengirim foto makanan di atas meja. Dia juga menyertakan stiker 5 hati di bawah pesannya.

Waktu terus berjalan hingga jam setengah 10. Lizia tidak beranjak dari meja makan. Dia memainkan ponselnya agar tidak bosan. Foto-foto pernikahannya kembali dilihat. Tersenyum, Lizia kembali mengenang saat pernikahan bersama Aziz tujuh tahun yang lalu. Dia tertawa kecil saat mengingat Aziz yang dulu salah mengucap namanya, dan malah menyebut nama ayahnya dalam akad. 

Tidak terasa terlewat dua jam. 

Lizia beranjak dari kursi makan dan berjalan ke pintu utama. Aziz belum juga pulang, pesannya juga belum dibaca. Lizia menjadi jenuh dan matanya hampir tertutup, dia mengantuk sekali. 

Lizia pergi ke kamarnya. Berbaring di atas tempat tidur dan perlahan menutup matanya. Menunggu Aziz membuat tubuhnya kelelahan. 

Tidak lama setelah Lizia tidur, suara mobil Aziz terdengar memasuki bagasi. Akhirnya dia pulang juga setelah membuat istrinya tidur karena lelah menunggu. 

Aziz langsung ke dapur setelah mengunci pintu dari dalam. Melihat banyaknya makanan di atas meja, dia langsung naik ke lantai dua mencari Lizia. 

Aziz membuka pintu kamar dengan pelan. Dia menghela napas lalu menutup kembali pintu setelah melihat istrinya yang terlelap dengan nyenyak. 

Rumah sakit kedatangan banyak pasien akibat kebakaran yang terjadi di salah satu pabrik makanan. Jadi, Aziz yang merupakan dokter otomatis menjadi sibuk bukan main. Bukan lagi operasi 4 jam yang menguras habis waktu dan tenaganya. 

Jadi, ketika dia melihat banyak panggilan dan pesan dari Lizia, dia langsung meminta diganti dokter lain dan segera pulang.

Aziz pun menyantap makanan yang sudah dingin sendirian dalam malam sunyi. 

Setelah menghabiskan makanannya, Aziz mematikan seluruh lampu ruangan dan pergi ke lantai atas di mana kamarnya berada.

Dia menaiki tempat tidur dengan pelan. Kemudian memeluk tubuh Lizia yang lebih kecil darinya dengan erat. 

Merasa dipeluk dari belakang, Lizia membuka matanya. "Kapan kamu pulang?" tanyanya dengan mata setengah tertutup memandang Aziz. 

"Barusan," jawab Aziz, "Aku juga sudah makan," katanya lagi. 

Lizia mengangguk lalu memeluk pinggang Aziz dan membenamkan kepalanya di dada bidang pria tampan itu. Tetapi tiba-tiba dia menjauhkan wajahnya. 

"Ada apa?" tanya Aziz bingung. 

"Kamu bau sekali. Antara bau terbakar dan bau anyir darah. Pergi mandi sana." Lizia mendorong dada Aziz pelan.

"Iya, iya!"

°°°

Setelah menunaikan ibadah sholat subuh, Lizia berdoa kepada Allah agar diberikan kesabaran, nikmat syukur, dan yang paling utama adalah disegerakan keturunan. Setelah itu, dia menyiapkan sarapan dan segelas susu untuk Aziz. 

Setelah menyiapkan sarapan, Lizia membersihkan diri dan bergegas ke kantor di jam 5 pagi. Ya, terlalu subuh, karena kemarin malam dia pulang lebih awal. Jadi, hari ini dia akan mengecek semua dokumen yang sempat tertunda kemarin.

Cup.

Lizia mengecup pipi Aziz. "Aku pergi duluan. Love you," katanya pelan ditelinga Aziz. 

Lizia pun pergi dengan menggunakan mobil yang biasa dia bawa. Sedangkan Aziz yang baru bangun menyadari bahwa sisi samping tempat tidur telah kosong. Dia beranjak dari tempat tidur dan turun ke lantai satu sambil mengucek matanya yang masih terasa berat. 

"Sayang, aku duluan. Jika susunya kurang, ambil saja di kulkas. Aku mencintaimu!" Lizia menambah banyak gambar hati di seluruh sudut kosong kertas kuning berbentuk segiempat yang dia tempel di kulkas. 

Aziz tersenyum membaca pesan Lizia. Dia tidak langsung makan. Pertama dia akan mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit. Setelah itu baru dia sarapan dan terakhir memanaskan mobil.

Tiba-tiba ponsel Aziz berbunyi ketika dia sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Halo, sayang---" 

"Syukurlah ternyata anda benar-benar suami Lizia Hermansyah."

Aziz mengernyit. Kenapa orang lain sedang menggunakan ponsel Lizia?

"Istri Anda mengalami kecelakaan mobil dan sekarang dalam perjalanan ke rumah sakit Medikal Harapan. Maaf juga karena harus mengatakan---"

Aziz memotong perkataan wanita di ponsel dengan cepat. Raut wajahnya ketakutan. "Istri saya masih hidup, kan? Cepat jawab!"

Terdengar helaan di seberang sana. Ketakutan Aziz semakin menjadi. 

"Istri Anda masih hidup, tapi ... Beliau mengalami keguruan."

Related chapters

  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 3 - TUHAN, BAGAIMANA INI?

    "Kandungannya sudah masuk minggu ketiga."Aziz meremas rambutnya frustasi. Kata-kata dokter terus berputar di kepalanya. Dia beranjak dari kursi tunggu, melihat Lizia yang belum siuman usai kecelakaan satu jam yang lalu.Aziz tidak ingin masuk ke dalam ruang rawat Lizia. Hanya menunggu di luar dengan dengan harapan Lizia cepat bangun.Aziz menghela napas panjang. Dia harus menyalahkan siapa atas kematian calon bayi yang dia tunggu selama tujuh tahun lamanya?Tuhan benar-benar tidak adil pada keluarganya. Mengambil apa yang mereka nanti-nanti dengan susah payah. Tuhan seperti membuat terbang lalu menjatuhkan mereka sampai hancur berkeping-keping.Ibarat kata nasi sudah menjadi bubur, semuanya telah terjadi. Calon bayinya juga sudah pergi. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk memutar kembali waktu. Saat ini bukan hanya dia saja yang terluka, ada Lizia

    Last Updated : 2022-01-28
  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 4 - KEPUTUSAN LIZIA

    Langkah kaki Lizia lemah saat memasuki rumahnya. Tubuhnya basah kuyup membuat lantai yang ia lewati menjadi basah. Dia langsung naik ke kamarnya untuk mengganti pakaian basahnya dengan pakaian yang kering.Setelah itu, dia naik ke atas ranjang. Tubuh dan pikirannya yang lelah membuat tak butuh waktu lama lagi bagi Lizia untuk terlelap di bawah selimut.Jam 8 malam.Lizia membuka matanya yang berat. Dia segera meninggalkan ranjang ketika melihat suasana di luar yang gelap dari jendela.Lizia menuruni setiap anak tangga dengan menopang tangannya di pegangan tangga. Kepalanya menjadi pusing setelah terkena hujan beberapa jam yang lalu. Dia langsung ke dapur dan meminum satu setengah gelas air putih.Lizia terduduk di kursi dapur. Dia kembali memikirkan kenyataan menyedihkan itu. Berharap hanya menjadi mimpi belaka saat bangun tidur.

    Last Updated : 2022-01-28
  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 5 - BERTEMU IBU PENGGANTI

    "Sayang, kita masih bisa berjuang sama-sama untuk punya anak. Kita masih muda, sehat."Sehat? Hahaha ... Lizia menertawai dirinya dalam hati."Tujuh tahun, Sayang. Tujuh tahun bukan waktu sebentar, selama itu kita berjuang sambil ikhtiar. Jangan menyerah karena musibah kemarin. Mana Lizia yang aku kenal?" kata Aziz. Dia menatap mata Lizia begitu lekat.Lizia menghela lalu berkata, "Seperti yang kamu bilang, tujuh tahun bukan waktu sebentar, kamu benar, tujuh tahun adalah waktu yang sangat-sangat lama. Saking lamanya membuat aku lelah sama takdir yang diberikan Allah.""Hey, jangan bilang begitu. Apa pun jalan yang dikasih Allah untuk kita berdua, yakin itu jalan paling terbaik di antara terbaik.""Dan ini sudah jadi jalan aku untuk menggunakan rahim orang lain.""Sayang, jangan berpikir karena musibah kemarin aku akan tinggalkan kamu, makany

    Last Updated : 2022-01-28
  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 6 - TAKUT

    Pertama, mereka menyewa rumah di dekat tempat tinggal Aziz dan Lizia untuk Dayana. Dayana harus tinggal berdekatan agar mereka dapat setiap waktu mengecek kondisinya selama kehamilan.Kedua, biaya pendidikan S2 ke Singapura ditanggung Aziz dan Lizia. Ini adalah salah satu cara membayar jasa Dayana.Ketiga, mereka akan berdonasi 500 juta ke panti asuhan tempat Dayana tinggal.Keempat, Dayana harus meninggalkan bayi yang dilahirkannya setelah 40 hari.Selesai.4 poin inti dalam perjanjian ibu pengganti.Lizia mencap namanya di atas kertas berukuran A4 di atas meja, lalu diikuti dengan tanda tangan Aziz di bawahnya."Besok kita bertiga ke rumah sakit untuk cek kesehatan dan konsultasi," kata Aziz.Dayana mengangguk setuju, tetapi Lizia tidak. "Kayaknya aku enggak bisa, sayang. Ak

    Last Updated : 2022-01-29
  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 7 - JANJI AZIZ

    Mata Lizia fokus pada Arum, tetapi sesungguhnya pikirannya hanya tertuju pada suaminya. Curhatan Arum barusan sukses membuat pikirannya kacau, hatinya bimbang, dan dia menjadi takut. Arum sama sepertinya menyewa ibu pengganti untuk mengandung anaknya. Tetapi dia tidak menyangka nasib dari pernikahan Arum akan berakhir tragis karena pilihan yang dibuat wanita itu. Lizia merinding. Mencoba berpikir kalau nasib setiap orang berbeda-beda dan dia mungkin tidak akan berakhir seperti Arum, sebab Aziz sangat mencintainya dan dia sangat percaya pada pria itu. Ya, Lizia menyadarkan semu harapannya pada cintanya dan Aziz. Lizia berpamitan kepada teman-temannya setelah melihat jam 15:43 di tangannya. Tetapi belum sempat meninggalkan gedung reuni, langkahnya terhenti saat suara seorang pria memanggil namanya. Lizia menoleh dan mendapati Rendy di meja bersama

    Last Updated : 2022-01-29
  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 8 - SAPU TANGAN

    "Terima kasih banyak," kata Dayana, lalu tersenyum saat 4 orang yang membantu kepindahannya hendak menaiki mobil dan pergi.Dayana berjalan memasuki rumah sementaranya. Rumah bercat kuning itu punya luas 34 meter dan panjang 36 meter. Bagian dalamnya didesain dengan gaya moderen, dan memiliki banyak jendela di setiap sisinya. Semua perabotan seperti kursi, ranjang, kulkas, AC, dan lain sebagainya sudah disiapkan Aziz dan Lizia. Rasanya menyenangkan sekali berada di rumah yang menjadi impian Dayana. Tetapi sayangnya dia harus pindah setelah 13 bulan tinggal di sana.Dayana memasuki ruangan yang menjadi kamarnya, di sana masih berantakan dan dia sendiri yang akan merapikannya. Itu kemauannya sendiri."Halo? Benar, saya Dayana Safitri." Dayana meninggalkan barang-barangnya di atas lantai saat ponselnya berbunyi."Kami dari pihak rumah sakit Sanjaya Permata. Apa benar atas nama ibu Fitr

    Last Updated : 2022-02-05
  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 9 - CEMBURU?

    Hari ini, Selasa 1 Februari 2022. Tepat satu minggu setelah terakhir kali mereka menemui dokter Vino. Lizia bersama Aziz dan juga Dayana kembali menemui Vino untuk menagih hasil pemeriksaan mengenai kesuburan mereka.Tidak ada basa-basi seperti pertama kali, Vino langsung memberi kertas berisi keterangan hasil pemeriksaan kepada mereka masing-masing. Setelah itu, dia duduk di kursi kebanggaannya dengan wibawa seorang dokter yang lebih terlihat daripada kemarin-kemarin."Nona Dayana, rahim ada sangat baik dan sehat. Tidak ada kecacatan sedikitpun. Bahkan, rahim Anda sudah benar-benar siap untuk pemindahan embrio," kata Dokter Vino.Dayana mengangguk paham. Dia senang dan sedikit gugup.Vino beralih pandangan pada Aziz, lalu mengatakan hal yang sama seperti yang dia katakan pada Dayana. Aziz sehat dan tidak ada kecacatan apa pun."Saya mau bicara empat mata

    Last Updated : 2022-02-05
  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 10 - 3 BULAN KEMUDIAN

    3 bulan kemudian.Lizia memasuki gedung rumah sakit Sanjaya Permata setelah ia memarkirkan mobilnya. Tubuh tinggi semampai dengan balutan gaun hitam berkerah sepanjang bawah lutut dengan lengan sambungan terlihat begitu elegan dan anggun.Seperti seorang model, pandangan orang-orang tak luput dari Lizia. Wanita cantik itu adalah istri dari dokter Pratama Aziz. Hampir seluruh orang-orang di kalangan dokter maupun perawat mengenalinya. Ya, siapa juga yang tidak mengenali Lizia Hermansyah. Wanita karier yang memimpin perusahaan terbesar kedua di Indonesia. Dia wanita hebat dan orang-orang menyebut Aziz sebagai pria dengan nasib beruntung karena memiliki Lizia sebagai istri.Tetapi dibalik latar kehidupannya yang menarik, orang-orang juga terkadang menjulukinya sebagai wanita yang tidak beruntung karena belum mempunyai anak.Lizia mengetok pintu berwarna putih krim itu beberapa kali dan tidak

    Last Updated : 2022-02-05

Latest chapter

  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 12 - TINGGALKAN MAKAN MALAM?

    "Di mana aku bisa terhubung dengan jaringan?" tanya Lizia kepada salah satu pekerja."Di sana, Bu. Di pertigaan pertama dari sini."Mata Lizia mengikuti arah di mana jari telunjuk pekerja tua itu. Dia kemudian mengangguk dan berterima kasih sebelum pergi dari lokasi yang akan dibangun cabang perusahaan.Lizia berdecak sebal, ia berjalan menghampiri asistennya yang tengah makan siang di salah satu pondok kayu sederhana."Nayla," panggil Lizia seiring dengan tangannya yang mengambil kunci mobil dari tasnya."Ibu mau ke mana?" tanya Nayla, asistennya yang dua tahun lebih muda darinya."Cari jaringan. Mau telepon suamiku dulu. Kamu tunggu di sini sebentar," kata Lizia. Kemudian, ia menyalakan mesin mobil, melaju dan membelah jalanan yang tidak terlalu luas di salah satu kota terpencil di Aceh.Sesampainya di sana, Lizia lang

  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 11 - HAMPIR TERLUPA

    Lizia berjalan ke kamar mandi, membersihkan tubuh dan menggosok gigi sebelum naik ke atas tempat tidur. Dia membuka ponselnya, mengetik nama Aziz di kontak pencarian.Namun, belum sempat mengetik tombol hijau di samping kanan layar ponsel, terdengar suara mobil memasuki bagasi.Lizia menyibakkan selimutnya. Dia menuruni tempat tidur dan langsung turun ke lantai satu.“Selamat malam,” kata Lizia setelah membuka pintu utama.“Selamat malam, istriku. Kenapa belum tidur?” tanya Aziz diiringi dengan tangannya yang merangkul pundak Lizia setelah menutup pintu.“Aku mana bisa tidur kalau kamu belum pulang. Kamu lupa kalau aku enggak bisa tidur sendirian?” kata Lizia.Lizia naik ke atas tempat tidur duluan, ia membaca beberapa halaman buku sembari menunggu Aziz yang tengah membersihkan diri di kamar mandi.Beberapa menit kemudian, Lizia dengan senyum lebarnya meletakkan bukunya

  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 10 - 3 BULAN KEMUDIAN

    3 bulan kemudian.Lizia memasuki gedung rumah sakit Sanjaya Permata setelah ia memarkirkan mobilnya. Tubuh tinggi semampai dengan balutan gaun hitam berkerah sepanjang bawah lutut dengan lengan sambungan terlihat begitu elegan dan anggun.Seperti seorang model, pandangan orang-orang tak luput dari Lizia. Wanita cantik itu adalah istri dari dokter Pratama Aziz. Hampir seluruh orang-orang di kalangan dokter maupun perawat mengenalinya. Ya, siapa juga yang tidak mengenali Lizia Hermansyah. Wanita karier yang memimpin perusahaan terbesar kedua di Indonesia. Dia wanita hebat dan orang-orang menyebut Aziz sebagai pria dengan nasib beruntung karena memiliki Lizia sebagai istri.Tetapi dibalik latar kehidupannya yang menarik, orang-orang juga terkadang menjulukinya sebagai wanita yang tidak beruntung karena belum mempunyai anak.Lizia mengetok pintu berwarna putih krim itu beberapa kali dan tidak

  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 9 - CEMBURU?

    Hari ini, Selasa 1 Februari 2022. Tepat satu minggu setelah terakhir kali mereka menemui dokter Vino. Lizia bersama Aziz dan juga Dayana kembali menemui Vino untuk menagih hasil pemeriksaan mengenai kesuburan mereka.Tidak ada basa-basi seperti pertama kali, Vino langsung memberi kertas berisi keterangan hasil pemeriksaan kepada mereka masing-masing. Setelah itu, dia duduk di kursi kebanggaannya dengan wibawa seorang dokter yang lebih terlihat daripada kemarin-kemarin."Nona Dayana, rahim ada sangat baik dan sehat. Tidak ada kecacatan sedikitpun. Bahkan, rahim Anda sudah benar-benar siap untuk pemindahan embrio," kata Dokter Vino.Dayana mengangguk paham. Dia senang dan sedikit gugup.Vino beralih pandangan pada Aziz, lalu mengatakan hal yang sama seperti yang dia katakan pada Dayana. Aziz sehat dan tidak ada kecacatan apa pun."Saya mau bicara empat mata

  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 8 - SAPU TANGAN

    "Terima kasih banyak," kata Dayana, lalu tersenyum saat 4 orang yang membantu kepindahannya hendak menaiki mobil dan pergi.Dayana berjalan memasuki rumah sementaranya. Rumah bercat kuning itu punya luas 34 meter dan panjang 36 meter. Bagian dalamnya didesain dengan gaya moderen, dan memiliki banyak jendela di setiap sisinya. Semua perabotan seperti kursi, ranjang, kulkas, AC, dan lain sebagainya sudah disiapkan Aziz dan Lizia. Rasanya menyenangkan sekali berada di rumah yang menjadi impian Dayana. Tetapi sayangnya dia harus pindah setelah 13 bulan tinggal di sana.Dayana memasuki ruangan yang menjadi kamarnya, di sana masih berantakan dan dia sendiri yang akan merapikannya. Itu kemauannya sendiri."Halo? Benar, saya Dayana Safitri." Dayana meninggalkan barang-barangnya di atas lantai saat ponselnya berbunyi."Kami dari pihak rumah sakit Sanjaya Permata. Apa benar atas nama ibu Fitr

  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 7 - JANJI AZIZ

    Mata Lizia fokus pada Arum, tetapi sesungguhnya pikirannya hanya tertuju pada suaminya. Curhatan Arum barusan sukses membuat pikirannya kacau, hatinya bimbang, dan dia menjadi takut. Arum sama sepertinya menyewa ibu pengganti untuk mengandung anaknya. Tetapi dia tidak menyangka nasib dari pernikahan Arum akan berakhir tragis karena pilihan yang dibuat wanita itu. Lizia merinding. Mencoba berpikir kalau nasib setiap orang berbeda-beda dan dia mungkin tidak akan berakhir seperti Arum, sebab Aziz sangat mencintainya dan dia sangat percaya pada pria itu. Ya, Lizia menyadarkan semu harapannya pada cintanya dan Aziz. Lizia berpamitan kepada teman-temannya setelah melihat jam 15:43 di tangannya. Tetapi belum sempat meninggalkan gedung reuni, langkahnya terhenti saat suara seorang pria memanggil namanya. Lizia menoleh dan mendapati Rendy di meja bersama

  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 6 - TAKUT

    Pertama, mereka menyewa rumah di dekat tempat tinggal Aziz dan Lizia untuk Dayana. Dayana harus tinggal berdekatan agar mereka dapat setiap waktu mengecek kondisinya selama kehamilan.Kedua, biaya pendidikan S2 ke Singapura ditanggung Aziz dan Lizia. Ini adalah salah satu cara membayar jasa Dayana.Ketiga, mereka akan berdonasi 500 juta ke panti asuhan tempat Dayana tinggal.Keempat, Dayana harus meninggalkan bayi yang dilahirkannya setelah 40 hari.Selesai.4 poin inti dalam perjanjian ibu pengganti.Lizia mencap namanya di atas kertas berukuran A4 di atas meja, lalu diikuti dengan tanda tangan Aziz di bawahnya."Besok kita bertiga ke rumah sakit untuk cek kesehatan dan konsultasi," kata Aziz.Dayana mengangguk setuju, tetapi Lizia tidak. "Kayaknya aku enggak bisa, sayang. Ak

  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 5 - BERTEMU IBU PENGGANTI

    "Sayang, kita masih bisa berjuang sama-sama untuk punya anak. Kita masih muda, sehat."Sehat? Hahaha ... Lizia menertawai dirinya dalam hati."Tujuh tahun, Sayang. Tujuh tahun bukan waktu sebentar, selama itu kita berjuang sambil ikhtiar. Jangan menyerah karena musibah kemarin. Mana Lizia yang aku kenal?" kata Aziz. Dia menatap mata Lizia begitu lekat.Lizia menghela lalu berkata, "Seperti yang kamu bilang, tujuh tahun bukan waktu sebentar, kamu benar, tujuh tahun adalah waktu yang sangat-sangat lama. Saking lamanya membuat aku lelah sama takdir yang diberikan Allah.""Hey, jangan bilang begitu. Apa pun jalan yang dikasih Allah untuk kita berdua, yakin itu jalan paling terbaik di antara terbaik.""Dan ini sudah jadi jalan aku untuk menggunakan rahim orang lain.""Sayang, jangan berpikir karena musibah kemarin aku akan tinggalkan kamu, makany

  • BUKAN RAHIM YANG SEMPURNA   BAB 4 - KEPUTUSAN LIZIA

    Langkah kaki Lizia lemah saat memasuki rumahnya. Tubuhnya basah kuyup membuat lantai yang ia lewati menjadi basah. Dia langsung naik ke kamarnya untuk mengganti pakaian basahnya dengan pakaian yang kering.Setelah itu, dia naik ke atas ranjang. Tubuh dan pikirannya yang lelah membuat tak butuh waktu lama lagi bagi Lizia untuk terlelap di bawah selimut.Jam 8 malam.Lizia membuka matanya yang berat. Dia segera meninggalkan ranjang ketika melihat suasana di luar yang gelap dari jendela.Lizia menuruni setiap anak tangga dengan menopang tangannya di pegangan tangga. Kepalanya menjadi pusing setelah terkena hujan beberapa jam yang lalu. Dia langsung ke dapur dan meminum satu setengah gelas air putih.Lizia terduduk di kursi dapur. Dia kembali memikirkan kenyataan menyedihkan itu. Berharap hanya menjadi mimpi belaka saat bangun tidur.

DMCA.com Protection Status