Rachel terus menenangkan dirinya setelah ia berpamitan dengan ibunya dan akhirnya keluar dari ruangan itu. Rachel sempat berbicara dengan suster. Dan menurut suster belum ada perkembangan yang berarti dari kondisi ibunya dan Rachel pun hanya bisa mendesah pasrah. "Eh, itu Aunty sudah selesai!" seru Elang saat melihat Rachel keluar dari ruang ICU. Rachel pun tersenyum menatap Elang dan Talita. "Apa permennya sudah habis, Sayang?" "Sudah, Aunty! Apa Aunty sudah selesai? Sekarang kita akan pergi ke mana?" tanya Talita yang mendadak antusias. Entah apa yang Elang lakukan sejak tadi untuk mengambil hati anak itu, yang jelas senyum sumringah terpancar di wajah Talita. "Aunty senang sekali kalau kau tersenyum seperti ini, Talita! Cantik sekali!" Rachel membelai ringan kepala Talita hingga anak itu terkekeh. "Baiklah, Aunty akan mengajakmu ke satu tempat dan memperkenalkanmu dengan seseorang!" kata Rachel lagi. "Eh, siapa, Aunty?" "Ikut saja, Sayang!" Rachel dan Elang pun akhirnya p
"Aunty... Uncle..."Rachel langsung menoleh ke arah Leo dan merentangkan tangannya bersiap menyambut Leo."Hai, ada apa, Sayang? Mana Talita?""Itu Talita masih berjalan sangat pelan di belakang sana! Bukankah Aunty bilang mau mengajak Leo makan siang di mall?"Rachel tersenyum kecil mendengarnya."Hmm, baiklah, Aunty juga akan berpamitan dulu pada Ibu panti sebelum kita pergi ya!"Leo mengangguk mendengarnya dan langsung mengajak Talita untuk menunggu bersamanya.Rachel dan Elang langsung menemui ibu panti yang notabene masih sepupu dari Nyonya Marisa. Dia tersenyum saat melihat Elang dan Rachel bersama.“Rasanya sudah lama sekali tidak melihatmu, Sayang. Semenjak kamu menikah dengan Alex,” keluh Rosana.“Rachel sekarang sedang hamil, Aunty,” kata Elang dengan datar. Dan entah mengapa Rachel merasa jika Elang mengatakannya dengan nada suara yang berbeda.Rosana menghela napas panjang. Sudah sejak lama dia mengetahui jika keponakannya itu mencintai adik kecilnya.“Semoga janinnya seha
"Apa kamu suka makanannya, Leo?" tanya Elang saat mereka sudah keluar dari restoran siang itu."Suka, Uncle! Aku makan banyak sekali!""Haha, coba Uncle rasakan sudah seberapa berat tubuhmu!"Dengan cepat Elang menggendong tubuh Leo dan bocah itu pun terkekeh. Leo dulu ditemukan di depan panti oleh Rosana. Dan Elang begitu menyayangi anak itu sehingga dia tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk mengadopsinya.Kesibukan kedua orang tua Elang dan juga Elang sendiri membuat Leo lebih betah berada di panti ketimbang di rumah besar Elang."Aku sudah berat kan, Uncle?""Ah, kamu berat sekali! Tapi Uncle masih kuat menggendongmu!""Hehe, aku tidak suka digendong tapi karena Bu Rosana tidak pernah menggendongku jadi Uncle boleh menggendongku!" Lagi-lagi Leo terkekeh.Leo selalu sangat menyukai Elang yang begitu sabar dan ramah."Haha, baiklah, Uncle akan menggendongmu! Jadi kita akan ke mana sekarang?"Elang nampak berjalan dengan santai sambil menggendong Leo dengan satu tangannya sementar
“Kamu berani sekali keluar tanpa pamit kepadaku. Apa kamu sadar jika kamu itu istri siapa?”“Aku tau, tapi bukankah kamu juga tidak pernah peduli dengan perasaanku? Kamu selalu sibuk dengan istri pertama kamu. Padahal aku juga sedang hamil anakmu.”Alex terdiam, kali ini dia tidak bisa menjawab. Memang selama ini dia selalu berbuat tidak adil kepada Rachel.“Kamu jangan khawatir. Aku bersama dengan Elang dan juga keponakanmu. Dan aku tidak akan berbuat aneh-aneh. Kamu bekerja saja dengan baik dan habiskanlah waktu bersama Sheila saja. Tidak perlu pedulikan aku.”Rachel memang sengaja berbuat seperti itu kepada Alex karena dia merasa tidak ada artinya bagi Alex. Selama ini toh Alex lebih peduli kepada Sheila. Dirinya di mata Alex hanya sebagai perempuan yang bisa hamil dan melahirkan keturunannya saja.“Ini es krimnya, Bu.” Terdengar suara penjual es krim memanggil Rachel membuat wanita cantik itu menoleh."Baiklah, maafkan aku, Alex Tapi sekarang aku benar-benar ingin menikmati me tim
Sementara Alex masih merasa kesal kepada Rachel, di tempat lain istri pertama lelaki itu malahan tengah bermain gila dengan kekasih gelapnya. Pinggul Hans terus bergerak liar di atas tubuh Sheila yang telentang tepat di bawahnya. Erangan halus mendominasi ruangan yang tidak seberapa besar itu akibat permainan mereka. Sheila tiada hentinya mendesah saat Hans terus menerus menghantamnya dengan berbagai jurus. Ternyata, permainan Hans tidak ada bedanya dengan Alex. Sama-sama membuatnya candu untuk terus menaikkan ritme gerakan. Walaupun Hans masih belum sepenuhnya sadar, tapi dia melakukannya dengan baik meski penuh nafsu.Kuku panjang Sheila menancap di punggung Hans ketika pria itu menghantamnya lagi dan lagi. Beruntung Sheila sudah terbiasa dengan hal tersebut, karena dia sering melakukannya dengan Alex. Baik itu malam, ataupun pagi saat mereka bangun tidur. Ya, secandu itu Sheila pada permainan lembut suaminya."More faster, Hans ..."Hans menerbitkan senyumnya ketika melihat Sheila
"Tunggu, ini apa?"'Mati aku.'Sheila tergagap sambil memegang lehernya yang dicacap dalam oleh Hans tadi siang. Dia lupa memakai concealer untuk menutupinya.Rachel menautkan kedua alisnya, penasaran dengan apa yang terjadi. Meskipun obrolan mereka menjurus pada hal yang tidak ingin Rachel dengar, tapi jika pelakunya bukan Alex, Rachel akan dengan senang hati mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ya, cukup dengan menjadi pendengar yang baik.Alex memicingkan mata dengan tajam saat Sheila tak kunjung menjawab pertanyaannya. Alex ingat jika dia tidak pernah meninggalkan bekas di leher. Jika dia meninggalkan tanda pun selalu pada bagian tertutup."Y-ya ... mana mungkin bekas orang lain. Pasti kamu yang sudah nakal meninggalkan tanda ini," jawab Sheila gugup"Hmm ... sejak kapan aku meninggalkan bekas di tempat terlihat seperti ini," ujar Alex tak percaya.Dia melanjutkan, "Lagi pula, sepertinya ini masih baru."Sheila semakin tak bisa berpikir untuk mencari alasan yang pas dan tidak
Sheila memeluk tubuh Alex dari belakang, suaminya itu baru saja selesai mandi dan mengganti pakaian formalnya dengan piyama. Malam ini, Alex akan tidur di kamar Rachel karena kemarin dia terpaksa harus mengingkari janjinya demi Sheila.Dan kejadian hari ini juga membuat Alex menyadari satu hal. Dia tidak suka melihat Rachel bersama dengan orang lain dan dia tidak mau kehilangan Rachel."Sayang, kamu mau tidur di kamar Rachel?" tanya Sheila, bibirnya mengerucut kesal karena lagi-lagi harus pisah kamar dengan Alex."Sayang, aku memutuskan untuk adil. Dan malam ini aku harus bersama Rachel," ujar Alex sambil mengusap tangan Sheila yang tengah memeluk tubuhnya."Bagaimana jika kita satu kamar bertiga?" usul Sheila membuat Alex tak tahan untuk tidak tertawa. Usulan Sheila benar-benar konyol."Tidak mungkin itu, Sayang. Sudahlah, jangan aneh-aneh," ujar Alex tak habis pikir.Sheila berdecak pelan mendengarnya, dia benar-benar kesepian tidur sendiri di kamar yang luas itu. Alex berbalik bada
“Sampai kapan kamu mau tarik ulur seperti ini? Semakin lama kandungan Rachel akan semakin besar dan kamu akan tersingkir. Lebih tepatnya kita!” kata Maharani kepada Sheila.“Kamu pikir aku senang menjadi menantumu?”“Jangan pernah bicara seperti itu kepadaku!Atau kamu mau aku membeberkan rahasia kamu kepada Alex? Aku yakin Alex akan langsung menceraikan kamu jika tahu kamu selingkuh dengan mantan kekasihmu.”Sheila tersentak kaget. Ia menatap Maharani penuh kebencian. Bagaimana mungkin perempuan itu bisa tahu. Sepertinya Sheila memang harus secepatnya bergerak.**Rachel masuk ke dalam kamarnya, menyernyit heran saat menyadari bahwa pintu kamarnya tidak terkunci. Padahal, jelas sekali Rachel ingat jika dia selalu mengunci pintunya ke mana pun dia pergi. Bahkan saat hendak sarapan tadi pagi. Heningnya rumah megah itu membuat Rachel terdiam sejenak tak habis pikir. Rumah sebesar itu tampak seperti tidak berpenghuni.Setelah cukup lama hanya berdiri di balik pintu, Rachel mengempaskan t
Rachel masih membelalak lebar mendengar ucapan Alex. "Dasar kurang ajar! Berani sekali kamu memintaku menggantikan wanitamu! Lepaskan aku, Brengsek!"Namun alih-alih melepaskan, Alex malah menyatukan kedua tangan Rachel di atas kepala wanita itu dan menahannya. "Berhenti bersikap seperti ini. Lagipula aku sangat yakin kamu pasti cemburu karena aku mengajak perempuan lain ke rumah ini, kan? Kamu tidak bisa mengelak kalau kamu masih sangat mencintaiku.""Kamu sangat tidak sopan, Alex! Lepaskan aku atau aku akan berteriak agar semua orang tau kalau kamu sedang berusaha melecehkan istrimu sendiri!""Oh, aku takut sekali mendengarnya, Rachel!"Mereka pun masih saling bertatapan dengan tajam saat suara pintu kamar mendadak dibuka dengan kasar.Brak!"Kudengar kalian ribut lagi, hah? Dan apa yang sedang kalian coba lakukan?" pekik seorang pria tua yang nampak membelalak kaget.Alex dan Rachel pun langsung menoleh bersamaan menatap pria tua itu.Rachel langsung terdiam menatap Mahendra, ia m
“Kalau Daddy mau tau perasaan mama kepada Daddy, buat saja Mama cemburu,” kata Alexa kepada Alex.Lelaki itu baru saja bercerita kepada sang anak jika dia ingin sekali kembali membuat Rachel mencintainya seperti dulu. Dan diluar dugaan Alexa malah mengusulkan saran seperti itu.“Apa kamu yakin?”“Coba saja kalau tidak percaya.”Maka, malam ini Alex merencanakan semuanya dengan matang. Ia sengaja bersandiwara dengan seorang gadis yang bekerja di sebuah club malam."Shit! Ayo, cepatlah! Aku sudah hampir sampai!" kata Alex dengan keras."Ah, Alex..." desah wanita di bawahnya makin keras.Brak!Dan wanita muda dengan segala keangkuhannya itu masuk ke sana."Apa kamu pikir rumah ini tempat maksiat? Berhenti sekarang juga!" geram wanita itu dengan tatapan tajam yang berapi-api.Rachel tidak bisa menahan dirinya mengetahui kalau Alex sudah mulai berulah dengan membawa para wanita nakal ke rumahnya.Apalagi karena ada anak-anak di rumah itu.“Kamu memintaku dan anak-anak tinggal di sini hanya
Mahendra merasa sangat senang karena ia baru saja menerima pesan jika saat ini Alex sedang bersama dengan anak istrinya di rumah sakit. Meski merasa khawatir kepada Alexa, tetapi Mahendra senang pada akhirnya Alex mengetahui keberadaan Alexa dan Rachel.“Papi berharap jika kamu dan anak-anakmu mau tinggal bersama lagi di rumah papi,” kata Mahendra kepada Rachel.“Kamu tidak harus tidur dalam satu kamar bersamaku. Tapi, yang paling penting kita bisa satu atap demi anak-anak,” kata Alex kepada Rachel.Rachel menarik napas panjang. Sungguh rasanya sangat berat untuk mengiyakan permintaan Mahendra. Tetapi, ayah mertuanya itu tampak begitu berharap. Mungkin karena ia juga ingin berkumpul dengan cucunya.“Dalam hal ini aku tidak bisa menjawab. Semuanya terserah kepada Alexa,” jawab Rachel lirih.Rachel berharap jika Alexa akan menolak, tetapi ternyata gadis itu menerima permintaan Alex dan Mahendra.“Aku mau tinggal bersama Daddy dan Grandpa,”jawab gadis kecil itu dengan tegas.Dan akhirny
Entah berapa lama Alexa kehilangan kesadaran karena matanya terasa begitu berat. Saat ia terbangun, tubuhnya terasa basah. Hal itu disebabkan karena keringat yang keluar. Ia menoleh ke sampingnya, tampak Rachel memegang tangannya. Sementara kepalanya berada di atas ranjang. Ibunya tertidur dalam posisi duduk. Dan ketika ia melihat ke arah sofa ... ternyata Alex sedang duduk di sana sambil menatap layar laptopnya.“Mama ....”Alex yang mendengar suara Alexa segera menyingkirkan laptopnya dan menghampiri gadis kecil itu.“Kamu sudah bangun, Sayang? Mau minum?”Mendengar suara Alex yang terasa dekat, Rachel membuka matanya. Dan wanita itu tersenyum saat melihat Alexa sudah terbangun. "Kamu mau apa? Bajumu basah, Sayang. Mau mama bantu untuk menggantinya?" tanya Rachel. Alexa duduk di tempat tidurnya, memandangi ibunya dengan tatapan penuh kesedihan. Rachel, mencoba meyakinkan Alexa untuk mengganti pakaian yang kotor dengan yang segar. Namun, gadis kecil itu menolak dengan tegas."Ma
Mendengar suara Celine, Rachel pun bergegas masuk ke dalam. Dan saking paniknya ia sampai tidak menyadari jika Alex pun ikut masuk dan berjalan di belakangnya. Saat mereka masuk, tubuh Alexa sudah ada di atas lantai yang dingin. Sementara Celine duduk bersimpuh di dekat Alexa sambil menangis."Ya ampun, Alexa!” Rachel membantu Alexa bangun, lalu terkejut dengan betapa panasnya tubuh putrinya itu. “Suhu tubuhmu semakin parah!"“Ayo, kita bawa saja dia ke rumah sakit!” kata Alex dengan tegas.Pandangan Alexa buram, kepalanya menjadi pusing tapi suara panik Rachel terdengar jelas. Samar ia juga melihat kehadiran Alex bersama sang ibu. Apa lelaki yang mengaku ayahnya ini juga tengah mengkhawatirkannya?Entah berapa lama Rachel dan Alex membawa tubuh Alexa ke mobil. Akan tetapi, semakin lama Alexa semakin kesulitan membandingkan antara mimpi dan bukan.Gadis kecil itu merasa tubuhnya seperti melayang. Dan semuanya pun menja
Setelah mengantarkan Leo ke sekolah, Rachel pun segera menuju ke butik dan memberikan pesan ini dan itu kepada Jane- asistennya.“Tolong kamu tangani dulu semua pekerjaan hari ini. Terutama awasi pembuatan baju seragam pengiring pengantin yang dipesan ibu walikota. Besok sore semua sudah harus siap. Alexa sakit dan aku harus menemaninya di rumah,” kata Rachel kepada Jane.“Nyonya, sebaiknya Anda fokus dulu dengan kesehatan Alexa. Masalah butik dan pesanan untuk besok percayakan saja kepada saya,” kata Jane sambil tersenyum.“Baiklah kalau begitu. Aku pulang dulu,” ujar Rachel.Wanita itu pun bergegas pulang, dan tepat 30 menit setelah Rachel pulang, Alex tiba di butik itu.“Nyonya Rachel sedang tidak di sini, Tuan. Anaknya sakit,” kata Jane saat melihat Alex masuk.Alex memicingkan mata dan menatap asisten pribadi Rachel itu.“Anaknya yang mana?”“Alexa.”Tanpa berpikir panjang lagi, Alex pun segera keluar dari butik itu dan langsung masuk ke dalam mobilnya menuju ke rumah Rachel.Saa
Hari sudah menunjukkan pukul delapan tapi Alexa belum juga keluar dari kamar. Biasanya gadis kecil itu akan keluar dan menikmati sarapan sebelum Rachel berangkat ke kantor sambil mengantarkan Leo sekolah. Tapi tidak biasanya Alexa terlambat bangun."Ma, di mana Alexa dan Celine?" tanya Leo karena memang saat Leo bangun, kedua adiknya sudah duduk menghadap segelas susu hangat di meja makan."Leo makan dulu ya, Mama akan melihat apa yang kedua adikmu lakukan." ucapnya, Leo mengangguk.Rachel melepaskan apron sebelum menuju kamar Alexa dan Celine. Tidak biasanya Alexa masih tidur jam segini. Dan benar saja gadis kecil itu masih tidur menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal. Sementara Celine tampak berdiri di dekat ranjang Alexa dengan wajah pucat.“Aku baru saja mau keluar dan memberitahu Mama kalau Lexa sakit,” cicit Celine ketakutan.Rachel menganggukkan kepala lalu mengusap rambut Celine.“Tidak apa-apa. Kamu pergilah sarapan bersama Leo. Biar Alexa mama saja yang urus,” kata R
“Siapa, Leo? Kenapa kamu bilang mama mengenalnya?” tanya Rachel.“Dia paman Alex,” jawab Leo.Rachel mengembuskan napas dengan keras. Sebenarnya apa mau Alex dengan mendekati anak angkatnya? Rachel sangat yakin jika Alex pasti sengaja datang ke sekolah Leo untuk bertemu dengan anak itu.“Apa dia mengatakan sesuatu kepadamu?” tanya Rachel.Leo menggelengkan kepalanya,”Baiklah, kalau begitu kita pulang sekarang. Lukamu harus dirawat.”Rachel pun segera berpamitam untul membawa Leo pulang kepada kepala sekolah. Dan setelah dia mengantar anaknya itu pulang, ia memastikan jika Leo baik-baik saja. Kemudian ia pun segera pergi lagi. Kali ini untuk menemui Alex.BRAK!Alex baru saja selesai dengan meeting jarak jauhnya saat Rachel dengan kasar membuka pintu ruangannya.“Katakan apa maksudmu mendekati anak-anakku? Apa yang kamu inginkan sebenarnya? Aku yakin jika kamu sengaja datang ke sekolah Leo bukan? Kamu mau mengorek keterangan apa dari anakku?”“Wah ... wah, memangnya salah kalau aku ber
"Jadi begitu saja! Apa ada yang mau ditanyakan?" tanya Rachel saat menyudahi rapatnya. Rachel masih menatap para peserta rapat saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. Saat ini butik miliknya sudah sangat maju dan beberapa kliennya tentu saja berasal dari kalangan artis dan juga istri pejabat. Rachel pun melirik nama di ponselnya dan sedikit membelalak melihat nama kepala sekolah di sana. "Ah, maaf, kalau ada pertanyaan, silahkan ke Jane dulu, aku permisi untuk mengangkat teleponku!" Dengan jantung yang berdebar kencang, Rachel pun keluar untuk mengangkat teleponnya. Kepala sekolah hampir tidak pernah meneleponnya kalau semuanya baik-baik saja, wanita itu baru akan menelepon kalau Leo mengalami sesuatu di sekolah atau telat dijemput oleh supir. "Halo, Bu, ada apa?" tanya Rachel segera setelah ia mengangkat teleponnya. "Bu Rachel, maaf, aku mengganggumu, ini tentang Leo!" "Ada apa dengan Leo, Bu? Dia baik-baik saja kan?" Rachel sudah mulai cemas. "Dia baik-baik saja, hanya saja dia t