Di dalam rumah mewah dengan penjagaan ketat, Bella duduk di sofa menunduk dengan meremas tangannya. Di depannya, ada wanita paruh baya yang masih sangat cantik seperti gadis dan seorang pria paruh baya yang tampan berjalan mondar mandir di depannya. "Siapa namamu, sayang?" tanya Yoona lembut. "Bella, Nyonya." "Bella saja?" 'Nama belakangku Ahn Kyo Nyonya," jawab Bella pelan. "Dimana orangtuamu? Apa mereka tidak khawatir kamu hilang begitu lama?" tanya Bella lagi. "Dia yatim piatu, sayang," jawab Raydan yang kini sudah duduk di samping istrinya, Yoona. "Oh, maaf nak. Saya tidak tahu. Tapi wajahmu mengingatkanku dengan seseorang teman," ucap Yoona. "Memangnya kau punya teman?" ledek Raydan. "Ih, Raydan, temanku banyak. Bukan hanya Sora saja," kesal Yoona yang merajuk. "Ya, aku hanya bercanda, sayang." Raydan pun memeluk Yoona lalu mencium keningnya. "Sayang, malu ada Bella," ucap Yoona. Di saat itu, terdengar suara langkah kaki dari seorang pria yang d
Bella duduk di sebelah Rayno dengan penuh lelah, setelah mengikuti upacara pernikahan mereka yang begitu megah. Namun, senyuman di wajahnya kini tergantikan dengan raut sedih yang tak dapat disembunyikan. Baju pengantin yang begitu indah namun sesak membuatnya merasa tak nyaman. Rayno, yang duduk disampingnya seperti biasa, melemparkan sindiran pedas ke arahnya. "Kau puas sekarang, menjadi menantu orang terpandang dan kaya?" ucap Rayno dengan sinis. Bella menengadahkan wajahnya, menatap ke arah suaminya. "Rayno, aku tidak seperti itu," ucapnya pelan. "Jangan panggil namaku, walaupun kita sudah menikah. Kau hanyalah seorang pekerja rendahan," sindir Rayno tanpa perasaan. Bella tersenyum getir. "Ya, tuan Rayno, ucapnya dengan pelan. Setelah mengucapkan kata-kata yang menyakitkan, Rayno dengan santainya pergi menyapa tamu undangan yang hadir. Bella terdiam, merenungkan kata-kata suaminya yang begitu menusuk hatinya. Selama ini, ia selalu merasa Rayno adalah sosok yang baik
"Saya pun baru mengetahuinya setelah diberitahukan kepala pelayan beberapa hari yang lalu," ucap Park. Raydan tampak diam berpikir lalu berkata. "Pastikan Rayno tak melewati batas kalau sampai hal yang tidak di inginkan terjadi halangi apapun yang berhubungan dengan kekuasaannya." "Baik, Ketua Han saya mengerti," jawab Park yang sudah tahu arah kemana pembicaran ini. Inilah Raydan Han walaupun sudah lama pensiun dini menjadi hakim ketua. Tapi kekuasaan dan ucapannya sangat berpengaruh kepada para pemerintah dan para pengusaha-pengusaha yang berani macam-macam dengannya. *** Bella yang sedang duduk di taman memperhatikan tukang kebun yang sedang bekerja dengan penuh konsentrasi. Dia menyesap secangkir teh hangat sambil menikmati udara segar pagi yang menyegarkan. Tiba-tiba, Bella terkejut oleh suara seorang pria yang tidak dikenalnya. "Wah, kenapa setelah sekian lama rumah ini begitu berbeda? Apalagi ada penghuni cantik yang sedang melamun," kata pria tampan yang wajahnya agak
"Mungkin saja, bro. Tapi aku tidak seperti kamu, yang memperlakukan istri dengan kasar," ujar James dengan suara tegas. Rayno langsung memandang James dengan tatapan marah. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan nada tinggi. James tetap tenang meskipun melihat reaksi Rayno. "Aku melihat cara kamu berbicara dengan Bella. Kamu tidak mencintainya, kan?" tanyanya sambil menatap tajam ke arah Rayno. Rayno semakin meradang mendengar ucapan James. "Apa yang kamu ketahui tentang aku dan Bella?!" teriaknya sambil menatap James dengan penuh amarah. James mengangguk pelan. "Aku tahu. Kau hanya melampiaskan amarahmu kepada Bella karena cinta pertamamu, Maria, menikahi temanmu," ujarnya dengan mantap. Rayno terdiam sejenak, mencerna kata-kata James. Hanya James yang tahu tentang masa lalunya dengan Maria, cinta pertamanya. Tapi, James tahu dari mana tentang perlakuan kasarnya kepada Bella. "Apa salahnya jika aku masih menyimpan perasaan untuk Maria?" ujar Rayno dengan suara pelan James
Rayno masuk ke kamar Bella tanpa melepaskan tangan wanita itu dari genggamannya. Matanya terus memancarkan ketegasan, meskipun hatinya sebenarnya penuh dengan kekesalan. "Tidur dan jangan lagi keluar diam-diam. Kalau kau butuh sesuatu, panggilkan pelayan yang berjaga malam. Biar mereka yang menyiapkannya," ucap Rayno dengan suara dingin, tetapi tetap penuh perhatian. "Ya, Tuan," jawab Bella pelan sambil mengangkat kakinya ke atas kasur. Pergerakan tubuhnya terhenti sejenak, menyesuaikan posisi karena perutnya yang sudah semakin membesar, meskipun baru menginjak usia empat bulan kehamilan. Saat melihat Bella kesulitan mengangkat kakinya, refleks Rayno membantu wanita itu. Tanpa disadari, tangan Rayno menyentuh perut Bella saat menarik selimut untuk menutupinya lebih rapat. Bella menahan nafas secara tiba-tiba, merasa sedikit kaget dengan sentuhan tak terduga tersebut. Wanita itu tahu betul betapa sensitifnya Rayno tentang sentuhan pada perutnya. Sejak awal kehamilan, Rayno se
"Maksud anda?" "Lihat matamu kedepan bukannya pemandangan disana begitu menarik," ucap James yang melihat seorang wanita berambut panjang coklat, tinggi langsing berjalan ke arah mereka. Reza menatap datar wanita yang sedang berjalan ke arahnya. "Siang Reza, Raynonya sudah datang. Aku ingin ke ruangannya," ucap Maria. "Wah, ada apa ini Nyonya Maria jauh-jauh datang ke kantor kami?" tanya James. "Tentu saja ada keperluan penting. Dan kau sedang apa disini?" tanya Maria tak suka kepada James. "Aku manager perancangan baru disini. Kalau kau ingin ke ruangan Rayno, mari kesana. Aku juga akan kesana," ucap James. "Baiklah, ayo kita ke ruangan Rayno." Mereka berjalan menuju ruangan Rayno yang terletak di lantai atas. Begitu masuk, mereka disambut oleh Rayno yang tersenyum ramah kepada Maria. "Kau sudah datang. Ada yang bisa aku bantu, Maria?" tanya Rayno lembut. Maria menjelaskan keperluannya dengan jelas. Mereka berdiskusi panjang mengenai proyek baru yang akan mereka
"Tuan Rayno anda sudah pulang kantor?" tanya Bella saat melihat Rayno berdiri didepannya dengan wajah yang serius menatapnya. "Mom, meminta aku mengantarmu ke rumah sakit. Sudah waktunya kontrol kehamilan bukan?" jelas Rayno sambil tatapannya memandang ke perut Bella. Bella mengangguk dan tersenyum lembut. "Ya, Tuan. Terima kasih, mau mengantar. Kita bisa pergi sekarang," ujarnya sambil berdiri kesusahan dari sofa. Tiba-tiba Rayno memasukkan tangannya dan menahan punggung Bella dari belakang lalu tanpa aba-aba menggendong Bella. "Tuan apa yang anda lakukan turunkan saya," ucap Bella yang panik karena perlakuan Rayno yang tiba-tiba. "Diam, kau mau jatuh," jawab Rayno datar berjalan menuju mobilnya. Sedangkan kepala pelayan yang mengikuti dibelakangnya tersenyum simpul melihat sikap tuannya yang sedikit berubah karena kehadiran tuan muda James di rumah ini. Mereka berdua segera meluncur ke rumah sakit. Perjalanan mereka cukup tenang, meskipun Rayno masih sesekali terdiam d
Pagi harinya, saat Rayno pergi bekerja, Bella segera mengambil kesempatan untuk melarikan diri. Ia mengambil berlian dari laci tempatnya menyimpan dan menyelipkannya di dalam saku bajunya. Dengan hati-hati, Bella membuka pintu rumah dan melangkah keluar. Ia berjalan pelan-pelan menuju pintu gerbang keluar, berharap dapat lepas dari segala penjagaan yang ketat di rumahnya. Namun, tiba-tiba Bella merasa ada orang yang mengikuti dan memperhatikannya dari kejauhan. Ia merasa cemas dan mempercepat langkahnya. Ternyata, Rayno telah tahu bahwa Bella sedang berusaha melarikan diri. "Kau mau kabur dari sini, huh?!' teriak Rayno sambil berlari mendekati Bella. Bella panik dan berusaha sekuat tenaga melarikan diri. Ia berlari secepat yang ia bisa, tanpa memedulikan kehamilannya. Rayno terus mengejarnya dengan penuh kemarahan. Ketika Bella hampir kehabisan nafas, tiba-tiba Rayno mengangkat tubuhnya membawanya dalam gendongannya kembali kerumah. "Dasar wanita bodoh, apa yang kau lak
Boy menyaksikan polisi memborgol Chloe. Suasana kafe sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki polisi dan isakan Chloe yang teredam. Boy bergumam pada dirinya sendiri. "Selesai... akhirnya selesai." Ia menghela napas panjang, lega, namun terlihat kosong. "Aku... aku lega. Tapi..." Ia mengusap wajahnya, terlihat bingung. Rasanya aneh. Seperti kehilangan sesuatu. "Bukannya seharusnya aku merasa senang? Dia... dia adalah Chloe. Wanita yang pernah kucintai." Boy menyaksikan Chloe dibawa pergi, tatapannya dingin dan tenang. Tidak ada sedikitpun emosi yang terlihat di wajahnya. "Tersangka sudah diamankan, Tuan muda. Terima kasih atas kerjasamanya," ucap Yash. Boy dengan nada datar. "Bagus." Ia mengangguk pelan, tanpa ekspresi. "Semoga dia menda
Raydan Han, mantan seorang hakimketua yang snagat terkenal di korea. Pria sukses yang telah berusia lanjut, duduk di kepala meja makan bersama keluarga besarnya. Dia tersenyum bahagia melihat anak, menantu dan cucunya berbicara dan tertawa bersama. "Aku sangat bersyukur bisa memiliki keluarga yang bahagia dan sukses seperti ini. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku bisa mencapai usia seperti ini dan masih bisa beraktifitas memegang perusahaan." Yoona Ri, istri Han, tersenyum dan memegang tangan suaminya. "Kamu telah melakukan yang terbaik, Han. Kamu telah membangun perusahaan yang sukses dan memiliki keluarga yang bahagia. Aku sangat bangga dengan kamu." Mereka semua menikmati makan malam bersama, berbicara dan tertawa bersama. "Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah mendukung aku selama ini. Aku tidak bisa melakukan semua ini tanpa bantuan kalian semua." Semua orang di meja makan mengangguk dan tersenyum, menunjukkan rasa hormat dan penghargaan me
Perjalanan bulan madu mereka di Rusia sangatlah indah dan penuh kenangan. Mereka berdua menikmati setiap momen bersama, dari mengunjungi tempat-tempat wisata hingga menikmati keintiman mereka. Cinta mereka semakin kuat dan dalam setiap hari, dan mereka berdua tahu bahwa cinta mereka akan bertahan selamanya. Mereka berdua sangat bahagia dan puas dengan kehidupan mereka bersama. Sementara itu, Stevani dan Crush juga sangat bahagia bermain bersama. Mereka berdua seperti saudara yang terpisah, dan mereka sangat menyukai kebersamaan mereka. *** Stevani berlari ke arah Scot dan Preya dengan senyum lebar. "Ayah! Ibu! Selamat datang kembali!" Scot memeluk Stevani dengan h
Setelah tiba di Korea, Scot langsung melamar Preya dengan cincin yang indah dan lamaran yang romantis. Preya terkejut dan tersenyum, lalu menerima lamaran Scot. keluarga Preya pun menerima Scot dengan baik. Seminggu kemudian, mereka menikah dalam sebuah upacara yang indah dan romantis. Banyak tamu yang hadir, termasuk Maria dan Park, yang datang dari Dubai untuk merayakan hari bahagia Scot dan Preya. Raydan dan Yoona juga datang, mereka membawa hadiah yang indah dan menyampaikan ucapan selamat kepada pasangan baru itu. Rayno dan Bella juga datang bersama anaknya, Crush, yang gendut dan lucu. Crush yang berusia tiga tahun itu, langsung berlari ke arah Stevani dan memeluknya. "Kakak Stevani!" teriak Crush dengan suara yang kencang. Stevani tersenyum dan memeluk Crush. "Adik Crush! Aku
Pagi harinya, Stevani memanggil-manggil ayahnya dengan suara yang keras sambil mengetuk-ngetuk pintu. "Ayah! Ayah!" Scot yang masih berbaring di tempat tidur, berpelukan dengan Preya dan selimut yang masih menutupi tubuhnya, tersentak kaget karena kesiangan. Dia membuka mata dan melihat jam di atas meja, lalu dia terkejut karena sudah terlambat. "Ahh, kita kesiangan!" Scot berkata dengan suara yang panik, sambil melempar selimut ke samping dan berusaha untuk bangun dari tempat tidur. Preya juga terbangun dan memandang Scot dengan senyum. "Pagi, Scot. Kita hanya kesiangan?" Scot mengangguk dan berusaha untuk bangun dari tempat tidur. "Ya, jangan terlambat. Kita harus pergi sekarang dan menikmati hari bersama Stevani!" Stevani masih memanggil-manggil ayahnya dari luar kamar. "Ayah! Ayah! Ayo kita sarapan! Kita bisa telati ke taman nasional Hulhumale!"
Scot dan Preya berjalan di pantai, menikmati pemandangan laut yang indah dan angin yang sejuk. Stevani berlari di depan mereka, bermain dengan pasir dan air laut. Scot memandang Preya dengan senyum dan membalas. "Aku senang bisa membuat Stevani bahagia," katanya. Preya tersenyum dan membalas. "Aku juga senang, Scot. Stevani sangat menyenangkan dan aku senang bisa menjadi bagian dari hidup kalian." Scot memandang Preya dengan lebih serius dan berkata. "Aku juga senang kamu bisa menjadi bagian dari hidup Stevani, Preya. Kamu sangat baik dengan dia dan aku senang bisa melihatnya." Preya tersenyum menatap Scot. "Terima kasih, Scot. Aku senang bisa membantu dan menjadi bagian dari hidup Stevani." Scot memandang Preya dengan lebih dalam. "Aku rasa aku mulai menyukaimu, Preya. Kamu sangat berbeda dan aku senang bisa memiliki kamu di sampingku." Preya terkejut dan tidak siap untuk mendengar ungkapan cinta Scot. Dia memandang Scot dengan mata yang lebar dan tidak bisa mengucapkan ap
Maria tersenyum dan menutup teleponnya, merasa lega setelah berbicara dengan Stevani. Park, yang duduk di sebelahnya, memperhatikan ekspresi wajah Maria dan bertanya. "Bagaimana kabar Stevani?" tanya Park dengan senyum. Maria tersenyum dan membalas. "Dia baik, dia akan pergi ke Maladewa bersama Scot dan Aunty Preya katanya." Park mengangguk dan bertanya lagi. "Bagaimana dengan Scot dan Preya? Apakah mereka sudah...?" Maria memperhatikan pertanyaan Park dan tersenyum. "Aku tidak tahu, Park. Aku pikir mereka masih dalam proses mengenal satu sama lain. Tapi aku senang melihat mereka dekat dengan Stevani." Park mengangguk dan membalas. "Ya, aku juga senang melihat mereka dekat dengan Stevani. Tapi aku juga penasaran, apakah Scot sudah memiliki perasaan yang lebih dalam terhadap Preya?" Maria tersenyum dan berkata. "Aku tidak tahu, Park. Tapi aku pikir kita harus menunggu dan melihat bagaimana hubungan mereka berkembang." Park, suami Maria, tersenyum dan memandang ke arah jend
Scot mengajak Preya makan siang di sebuah restoran yang elegan. Mereka duduk di meja yang nyaman, menikmati pemandangan kota yang indah. Saat mereka makan, banyak orang yang melihat mereka dan berpikir bahwa mereka adalah pasangan suami istri. Mereka terlihat sangat nyaman dan akrab, seperti pasangan yang telah bersama selama bertahun-tahun. Scot dan Preya tidak memperhatikan orang-orang yang melihat mereka, mereka terlalu sibuk menikmati makan siang dan berbicara tentang berbagai hal. "Aku sangat senang kamu bisa mengajar Stevani tentang fotografi," kata Scot dengan senyum. "Dia sangat menyukainya." Preya tersenyum dan membalas. "Aku juga sangat senang bisa membantu Stevani. Dia sangat berbakat dan memiliki semangat yang besar." Mereka terus berbicara dan menikmati makan siang, tidak memperhatikan orang-orang yang melihat mereka dengan rasa penasaran. Preya memandang Scot dengan senyum dan berkata, "Scot, aku ingin berbagi sesuatu denganmu. Aku telah memutuskan untuk pergi
Scot terus berbicara dengan Maria, membicarakan tentang kabar Stevani dan rencana mereka untuk masa depan. Mereka berbicara dengan santai dan nyaman, seperti biasa. Setelah beberapa lama berbicara, Scot dan Maria memutuskan untuk mengakhiri panggilan telepon. Scot merasa lega karena bisa berbicara dengan Maria dan memastikan bahwa Stevani baik-baik saja. Scot kemudian berjalan ke kamar tidurnya, merasa lelah setelah hari yang panjang. Dia berbaring di tempat tidur dan memikirkan tentang rencana masa depannya dengan Preya dan Stevani. Dia merasa bahwa dia telah menemukan kebahagiaan lagi, dan dia ingin memastikan bahwa Preya dan Stevani juga merasa bahagia. Scot tersenyum dan memejamkan mata, merasa lega dan bahagia. Esoknya... Scot mengajak Stevani ke sekolah fotografi milik Preya. Stevani sangat bersemangat karena dia ingin belajar fotografi dari Preya. "Aku senang sekali, Ayah!" kata Stevani dengan mata yang berbinar. "Aku ingin belajar fotografi dari Aunty Preya!" Scot