Yoona merintih kesakitan saat merasakan tamparan keras yang dilakukan oleh Mia. Wajahnya terlihat lebam dan luka di bibirnya, namun dia tetap berusaha bertahan dalam keadaan lemas dan terikat di bangku yang dingin.
Suasana ruangan gelap terasa semakin menakutkan saat pintu terbuka dan Mia masuk bersama temannya Daniel. Mata Mia bersinar penuh kekejaman saat melihat Yoona yang terkulai lemah di depannya. “Wah… wah, kau itu kuat sekali ternyata masih hidup,” goda Mia dengan nada sinis. “Tapi tenang saja, sepertinya Raydan tidak akan menyelamatkanmu. Sampai sekarang dia tak menolongmu. Itu bukti bahwa dia tidak perduli dengan hilangnya kamu. Menyedihkan sekali, bukan?” Yoona hanya bisa menatap Mia dengan tatapan tajam meski wajahnya terlihat memerah akibat rasa malu dan marah yang bergelora di dalam hatinya. Dia tahu bahwa Raydan bukan orang seperti itu.Berita menggemparkan tentang penculikan istri dari Hakim Ketua Han menjadi sorotan utama di jagat maya. Yang membuatnya semakin menarik adalah identitas penculik yang ternyata adalah anak dari seorang perdana menteri. Berita ini menjadi topik yang hangat diperbincangkan oleh netizen di media sosial. Perdana Menteri, yang merasa malu dan marah atas perilaku anaknya, memutuskan untuk menangani masalah ini dengan serius. Dia segera menuju kantor polisi setempat untuk membicarakan masalah ini bersama asistennya. Di sana, dia bertemu dengan kepala polisi. Dia meminta untuk membantunya dalam menyelesaikan masalah ini. Dia juga meminta agar seorang pengacara hadir untuk memberikan perlindungan hukum. "Kelakuan anak itu sudah kelewat batas karena obsesinya. Anak bodoh itu sudah mencoreng nama baikku," ucap Perdana Menteri dengan suara penuh emosi. Kepala Polisi Kwang mencoba menenangkan Perdana Menteri. "Bagaimana kalau anda menghubungi Hakim Ketua Han agar menarik kembali tuntutannya
Yoona tersenyum manis ketika melihat Raydan berdiri di tepi danau dengan bunga mawar merah yang indah. Dia tidak menyangka bahwa Raydan akan merencanakan makan malam romantis untuk mereka berdua. Matahari mulai terbenam di balik gunung, menciptakan pemandangan yang sangat indah di sekitar mereka. "Apa ini semua, Raydan? Aku tidak pernah membayangkan kau bisa sangat romantis," ucap Yoona sambil tersenyum bahagia. "Semenjak menikah kita tidak melakukan sesuatu seperti ini, Ya. Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu denganmu, kau tahu," kata Raydan sambil menyematkan tatapan yang lembut pada Yoona. Yoona tersenyum dan merasa begitu bahagia. Dia juga merasa bahwa hubungan mereka semakin kuat setiap harinya. Raydan begitu perhatian dan romantis, membuat Yoona merasa seperti ratu di dunia ini. Tiba-tiba, Raydan mengeluarkan sebuah kotak perhiasan dari dalam saku bajunya. Yoona te
Yoona menatap Raydan dengan pandangan gairah yang membara di matanya. Tanpa mereka sadari mereka berdua sudah lama mengidamkan momen seperti ini, di mana mereka bisa bersatu tanpa ada yang menghalangi. "Raydan"... desah Yoona dengan suara yang penuh keinginan. Raydan tersenyum penuh nafsu dan meraih wajah Yoona dengan lembut, menariknya untuk mencium bibirnya begitu dalam dan rakus. Yoona merespon dengan liar, membalas ciumannya dengan penuh gairah. Tak lama kemudian, tangan Raydan tak sabar membuka satu persatu kancing piyama Yoona dengan gerakan yang kasar. Setelah berhasil membuka semua pakaian yang mereka pakai, kini mereka berdua dengan tubuh polos saling memandang dengan gairah yang tak terbendung. Sebuah tatapan penuh hasrat terjali
Yoona merasa lelah dan tidak enak badan dalam beberapa minggu terakhir. Dia sering merasa mual dan pusing tanpa sebab yang jelas. Yoona mulai curiga bahwa mungkin saja dia hamil, meskipun mereka belum berencana untuk memiliki anak dalam waktu dekat. Setelah berpikir panjang, Yoona memutuskan untuk melakukan tes kehamilan. Pagi-pagi Yoona bangun dan segera mencari tes kehamilan di lemari obatnya. Dengan gemetar, Yoona mengikuti petunjuk yang tertera di kemasan tes kehamilan tersebut. Setelah beberapa menit menunggu, hasilnya pun keluar. Yoona mendapatkan dua garis merah yang menunjukkan bahwa dia benar-benar hamil. Dengan hati yang berdebar, Yoona segera membangunkan Raydan untuk memberitahunya kabar gembira tersebut. "Raydan, aku hamil!" seru Yoona dengan gembira. Raydan terkejut, lalu tersenyum lebar. "Kita akan menjadi orang tua!" Mereka berdua merayakan kabar baik tersebut dengan pelukan hangat. Yoona dan Raydan mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua. Mereka memba
Sebagai anak dari ketua hakim yang terkenal dan pewaris Aiden Associate Travel Group Rayno tidak pernah memanfaatkan ketenaran orangtuanya. Rayno pergi kuliah ke Universitas Cambridge, Inggris. Raydan dan Yoona sebagai orang tua selalu mendukungnya. Rayno tiba di Bandara Internasional Heathrow setelah perjalanan panjang dari Korea. Setelah tiba di kampus Universitas Cambridge, Rayno langsung disambut oleh mahasiswa-mahasiswa senior yang akan menjadi mentornya selama tinggal di sana. Mereka membantu Rayno beradaptasi dengan lingkungan baru dan memberinya tips-tips untuk sukses dalam studi. "Pertama-tama, kamu harus rajin belajar dan jangan malas-malasan ya, Rayno," ujar salah satu mahasiswa senior dengan ramah. "Oke, aku akan berusaha sebaik mungkin," jawab Rayno sambil tersenyum. Selama beberapa bulan pertama di Cambridge, Rayno membiasakan diri dengan gaya belajar yang berbeda dan materi kuliah yang lebih kompleks. Namun, berkat kerja keras dan dedikasinya, Rayno mampu me
"Astaga, Pak Rayno lagi-lagi Anda," ucap Bella dengan nafas terengah-engah, hatinya berdegup kencang. Dia tidak bisa menahan rasa takutnya saat melihat sosok atasannya itu muncul di hadapannya. "Ck, naiklah. Saya akan antarkan Anda pulang," kata Rayno tanpa terkejut melihat reaksi Bella. Dia seakan sudah terbiasa dengan reaksi dari orang-orang yang bertemu dengannya. "Tapi... tapi..." Bella ragu, ketika dia melihat ekspresi dingin di wajah atasannya itu. "Jangan takut, Nona Bella. Kami akan mengantar Anda sampai rumah. Sekarang, masuklah ke dalam," ucap Yohan, asisten Rayno yang turut mendampingi mereka. "Baik, Pak Yohan. Terima kasih," jawab Bella sambil mengikuti Yohan untuk masuk ke dalam mobil mereka. Mobil itu melaju dengan cepat di malam yang sunyi dan gelap. Bella duduk di depan dia merasa cemas namun juga tenang karena sudah diantarkan pulang oleh atasannya. Bella pun memberitahukan alamat rumahnya. "Sudah dekat rumahmu, Nona Bella. Kami akan berhenti di sana,"
Jesika mengancam karyawan-karyawan lainnya jika tidak patuh padanya. Bahkan kabarnya, Jesika memiliki hubungan khusus dengan salah satu asisten kepala keuangan perusahaan tersebut. Rayno semakin yakin bahwa Jesika adalah seseorang yang tidak pantas untuk bekerja di perusahaannya. Namun, sebagai seorang pemimpin, dia harus berpikir dua kali sebelum mengambil tindakan. Dia tidak bisa memecat seseorang hanya berdasarkan gosip semata. Hari berganti hari, sikap Jesika semakin meresahkan para karyawan. Banyak dari mereka yang merasa tidak nyaman dan takut dengan tingkah laku Jesika. Rayno pun semakin tidak sabar untuk meng menangani masalah ini. Suatu pagi, saat sedang berkumpul dalam rapat tim, Jesika kembali melontarkan kritik pedas kepada Bella yang membuatnya marah. Kali ini, Rayno tidak bisa diam lagi. Dia memutuskan untuk mengambil tindakan tegas terhadap Jesika. Di dalam ruangan Rayno kini Jesika dan Bella sedang berdiri menunggu apa yang akan dibacarakan. ''Jesika, sud
Bella merasa gemetar, tapi ia mencoba untuk tetap tenang. "Ada apa, Pak?" tanyanya pelan. Bella merasa ada keanehan dalam tatapan Rayno, namun ia memilih untuk mengabaikan perasaannya. Sedangkan Rayno terlihat gelisah. Tiba-tiba pintu lift terbuka Bella tersenyum saat beberapa pria pengusaha masuk ke dalam lift. Ia pun menjauh sedikit ke belakang, berusaha untuk tidak terlalu dekat dengan mereka. Namun, tiba-tiba saja Rayno atasan Bella menarik pinggangnya dengan sangat erat, bahkan terlalu dekat, membuat Bella tersentak kaget. "Wah, ada tuan Rayno rupanya. Apa Anda akan pulang?" ucap salah satu pria pengusaha itu, mencoba untuk mengobrol dengan Rayno. "Ya, besok kami akan kembali ke Korea," jawab Rayno dengan nada dingin. "Bukannya dia sekretaris Anda, tuan Rayno?" tanya salah satu pria lainnya. "Bukan," jawab Rayno dengan tegas, membuat suasana di dalam lift hening. Namun, suasana seketika berubah ketika Rayno menambahkan. "Dia wanita ku." Kata-kata itu membuat
Raydan Han, mantan seorang hakimketua yang snagat terkenal di korea. Pria sukses yang telah berusia lanjut, duduk di kepala meja makan bersama keluarga besarnya. Dia tersenyum bahagia melihat anak, menantu dan cucunya berbicara dan tertawa bersama. "Aku sangat bersyukur bisa memiliki keluarga yang bahagia dan sukses seperti ini. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku bisa mencapai usia seperti ini dan masih bisa beraktifitas memegang perusahaan." Yoona Ri, istri Han, tersenyum dan memegang tangan suaminya. "Kamu telah melakukan yang terbaik, Han. Kamu telah membangun perusahaan yang sukses dan memiliki keluarga yang bahagia. Aku sangat bangga dengan kamu." Mereka semua menikmati makan malam bersama, berbicara dan tertawa bersama. "Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah mendukung aku selama ini. Aku tidak bisa melakukan semua ini tanpa bantuan kalian semua." Semua orang di meja makan mengangguk dan tersenyum, menunjukkan rasa hormat dan penghargaan me
Perjalanan bulan madu mereka di Rusia sangatlah indah dan penuh kenangan. Mereka berdua menikmati setiap momen bersama, dari mengunjungi tempat-tempat wisata hingga menikmati keintiman mereka. Cinta mereka semakin kuat dan dalam setiap hari, dan mereka berdua tahu bahwa cinta mereka akan bertahan selamanya. Mereka berdua sangat bahagia dan puas dengan kehidupan mereka bersama. Sementara itu, Stevani dan Crush juga sangat bahagia bermain bersama. Mereka berdua seperti saudara yang terpisah, dan mereka sangat menyukai kebersamaan mereka. *** Stevani berlari ke arah Scot dan Preya dengan senyum lebar. "Ayah! Ibu! Selamat datang kembali!" Scot memeluk Stevani dengan h
Setelah tiba di Korea, Scot langsung melamar Preya dengan cincin yang indah dan lamaran yang romantis. Preya terkejut dan tersenyum, lalu menerima lamaran Scot. keluarga Preya pun menerima Scot dengan baik. Seminggu kemudian, mereka menikah dalam sebuah upacara yang indah dan romantis. Banyak tamu yang hadir, termasuk Maria dan Park, yang datang dari Dubai untuk merayakan hari bahagia Scot dan Preya. Raydan dan Yoona juga datang, mereka membawa hadiah yang indah dan menyampaikan ucapan selamat kepada pasangan baru itu. Rayno dan Bella juga datang bersama anaknya, Crush, yang gendut dan lucu. Crush yang berusia tiga tahun itu, langsung berlari ke arah Stevani dan memeluknya. "Kakak Stevani!" teriak Crush dengan suara yang kencang. Stevani tersenyum dan memeluk Crush. "Adik Crush! Aku
Pagi harinya, Stevani memanggil-manggil ayahnya dengan suara yang keras sambil mengetuk-ngetuk pintu. "Ayah! Ayah!" Scot yang masih berbaring di tempat tidur, berpelukan dengan Preya dan selimut yang masih menutupi tubuhnya, tersentak kaget karena kesiangan. Dia membuka mata dan melihat jam di atas meja, lalu dia terkejut karena sudah terlambat. "Ahh, kita kesiangan!" Scot berkata dengan suara yang panik, sambil melempar selimut ke samping dan berusaha untuk bangun dari tempat tidur. Preya juga terbangun dan memandang Scot dengan senyum. "Pagi, Scot. Kita hanya kesiangan?" Scot mengangguk dan berusaha untuk bangun dari tempat tidur. "Ya, jangan terlambat. Kita harus pergi sekarang dan menikmati hari bersama Stevani!" Stevani masih memanggil-manggil ayahnya dari luar kamar. "Ayah! Ayah! Ayo kita sarapan! Kita bisa telati ke taman nasional Hulhumale!"
Scot dan Preya berjalan di pantai, menikmati pemandangan laut yang indah dan angin yang sejuk. Stevani berlari di depan mereka, bermain dengan pasir dan air laut. Scot memandang Preya dengan senyum dan membalas. "Aku senang bisa membuat Stevani bahagia," katanya. Preya tersenyum dan membalas. "Aku juga senang, Scot. Stevani sangat menyenangkan dan aku senang bisa menjadi bagian dari hidup kalian." Scot memandang Preya dengan lebih serius dan berkata. "Aku juga senang kamu bisa menjadi bagian dari hidup Stevani, Preya. Kamu sangat baik dengan dia dan aku senang bisa melihatnya." Preya tersenyum menatap Scot. "Terima kasih, Scot. Aku senang bisa membantu dan menjadi bagian dari hidup Stevani." Scot memandang Preya dengan lebih dalam. "Aku rasa aku mulai menyukaimu, Preya. Kamu sangat berbeda dan aku senang bisa memiliki kamu di sampingku." Preya terkejut dan tidak siap untuk mendengar ungkapan cinta Scot. Dia memandang Scot dengan mata yang lebar dan tidak bisa mengucapkan ap
Maria tersenyum dan menutup teleponnya, merasa lega setelah berbicara dengan Stevani. Park, yang duduk di sebelahnya, memperhatikan ekspresi wajah Maria dan bertanya. "Bagaimana kabar Stevani?" tanya Park dengan senyum. Maria tersenyum dan membalas. "Dia baik, dia akan pergi ke Maladewa bersama Scot dan Aunty Preya katanya." Park mengangguk dan bertanya lagi. "Bagaimana dengan Scot dan Preya? Apakah mereka sudah...?" Maria memperhatikan pertanyaan Park dan tersenyum. "Aku tidak tahu, Park. Aku pikir mereka masih dalam proses mengenal satu sama lain. Tapi aku senang melihat mereka dekat dengan Stevani." Park mengangguk dan membalas. "Ya, aku juga senang melihat mereka dekat dengan Stevani. Tapi aku juga penasaran, apakah Scot sudah memiliki perasaan yang lebih dalam terhadap Preya?" Maria tersenyum dan berkata. "Aku tidak tahu, Park. Tapi aku pikir kita harus menunggu dan melihat bagaimana hubungan mereka berkembang." Park, suami Maria, tersenyum dan memandang ke arah jend
Scot mengajak Preya makan siang di sebuah restoran yang elegan. Mereka duduk di meja yang nyaman, menikmati pemandangan kota yang indah. Saat mereka makan, banyak orang yang melihat mereka dan berpikir bahwa mereka adalah pasangan suami istri. Mereka terlihat sangat nyaman dan akrab, seperti pasangan yang telah bersama selama bertahun-tahun. Scot dan Preya tidak memperhatikan orang-orang yang melihat mereka, mereka terlalu sibuk menikmati makan siang dan berbicara tentang berbagai hal. "Aku sangat senang kamu bisa mengajar Stevani tentang fotografi," kata Scot dengan senyum. "Dia sangat menyukainya." Preya tersenyum dan membalas. "Aku juga sangat senang bisa membantu Stevani. Dia sangat berbakat dan memiliki semangat yang besar." Mereka terus berbicara dan menikmati makan siang, tidak memperhatikan orang-orang yang melihat mereka dengan rasa penasaran. Preya memandang Scot dengan senyum dan berkata, "Scot, aku ingin berbagi sesuatu denganmu. Aku telah memutuskan untuk pergi
Scot terus berbicara dengan Maria, membicarakan tentang kabar Stevani dan rencana mereka untuk masa depan. Mereka berbicara dengan santai dan nyaman, seperti biasa. Setelah beberapa lama berbicara, Scot dan Maria memutuskan untuk mengakhiri panggilan telepon. Scot merasa lega karena bisa berbicara dengan Maria dan memastikan bahwa Stevani baik-baik saja. Scot kemudian berjalan ke kamar tidurnya, merasa lelah setelah hari yang panjang. Dia berbaring di tempat tidur dan memikirkan tentang rencana masa depannya dengan Preya dan Stevani. Dia merasa bahwa dia telah menemukan kebahagiaan lagi, dan dia ingin memastikan bahwa Preya dan Stevani juga merasa bahagia. Scot tersenyum dan memejamkan mata, merasa lega dan bahagia. Esoknya... Scot mengajak Stevani ke sekolah fotografi milik Preya. Stevani sangat bersemangat karena dia ingin belajar fotografi dari Preya. "Aku senang sekali, Ayah!" kata Stevani dengan mata yang berbinar. "Aku ingin belajar fotografi dari Aunty Preya!" Scot
Dariell berjalan menuju ruang makan, ingin melaporkan hasil meetingnya dengan Aiden Group kepada Scot. Namun, saat dia melihat ke dalam ruang makan, dia tertahan sejenak. Scot sedang tertawa bersama Preya, dan suasana di ruang makan terlihat sangat hangat dan nyaman. Dariell tidak bisa tidak merasa senang melihat tuannya tidak kesepian lagi. "Ah, Tuan Scot terlihat sangat bahagia," pikir Dariell, dengan senyum di wajahnya. Dariell memutuskan untuk tidak mengganggu Scot dan Preya, dan memilih untuk menunggu sampai mereka selesai makan malam. Dia berharap bahwa Scot akan lebih bahagia dan santai setelah bertemu dengan Preya. Setelah selesai makan malam mereka kembali ke ruang keluarga. Preya bertanya kepada Scot dengan penasaran, "Scot, aku ingin bertanya, kenapa Stevani tidak belajar saja di sekolah ku? Aku memiliki sekolah anak-anak khusus fotografer, dan aku pikir Stevani akan sangat menyukainya." Scot terlihat terkejut dengan pertanyaan Preya, tapi kemudian dia tersenyum. "