#BUKAN_MENANTU_BODOH
#PART_7
Aku ke kantor menggunakan taksi karena mobil sudah di bawa Mas Aksa terlebih dahulu ke kantor. Meskipun hidup berkecukupan orang tuaku selalu mengajarkan sebuah kesederhanaan.
"Semua orang pasti bisa hidup bergelimang harta tapi, tidak banyak orang bisa hidup dalam kesederhanaan jadi biasakan hidup sederhana supaya jika Allah mengambil semua titipannya dengan tiba-tiba, kamu sudah tak lagi merasa kaget."
Pesan dari ayahku yang selalu aku ingat. Dari situlah, aku memang tak pernah menunjukan kemewahan. Orang tuaku pun tak pernah bergaya layaknya orang berada.
Seringkali, ayah hanya dikira karyawan di perusahaannya sendiri. Namun, sudahlah semua harta yang ada hanya sebuah titipan. Tak perlu ada yang harus di sombongkan.
"Sudah sampai Bu," ucap sopir taksi.
Aku tersadar dari lamunan tentang orang tuaku. Perusahaan yang telah di rintis dengan susah payah oleh ayah, hingga bisa sebesar ini malah serahkan kepercayaan pada orang yang kini mengkhianatiku.
Usai membayar, aku segera memasuki gedung perkantoran yang menjadi perusahaan ayahku.
Aku temui Vira, sahabat dekatku yang sudah aku hubungi semalam untuk memberikan beberapa laporan data kantor agar bisa aku pelajari.
Beruntung, Mas Aksa memang belum mengalihkan apapun. Sepertinya ia memang tak berniat menceraikan aku, melainkan ia hanya ingin aku menjadi pembantu di rumahku sendiri.
"Baiklah, Vira, bisa minta tolong engga?" pintaku pada Vira.
"Apapun buat lo Ren," ucapnya.
"Make up in gue, sampe cantik!" usulku.
"Oo--ok!" jawab Vira tampak ragu.
Vira memang memiliki paras yang cantik dan anggun. Ia pandai sekali memoles wajahnya dengan berbagai macam make up. Namun, rasa trauma di tinggal sang kekasih membuat ia tak berani memulai sebuah hubungan lagi dengan pria manapun.
Vira memulai dengan membersihkan wajahku, aku yang memang tak pernah merias diri memang sedikit canggung dengan beberapa make up yang satu persatu mulai menempel di wajahku.
Hari ini, aku sengaja mengenakan baju yang pastinya akan cocok dengan riasanku nantinya.
Setelah tiga puluh menit berlalu, Vira berhasil menyelesaikan tugasnya.
"Waaaw!" ungkapku tak percaya.
"Ini bener gue Vir?" imbuhku lagi.
"Udah gue bilang, lu tuh cantik cuma lu emang kagak mau dandan, ngeyel lu!" ujar Vira kesal.
Memang beberapa bulan sebelum ayah meninggal dan memintaku mengurus perusahaan, sempat Vira menawarkan diri untuk membantuku mengubah penampilan. Namun, aku merasa nyaman dengan penampilanku. Ternyata, sebagai seorang istri dan pemilik perusahaan, aku memang tak boleh egois.
Aku tak boleh hanya mementingkan kenyamanan ku saja. Aku harus bisa mengutamakan suami dan klienku.
"Siap!" tanya Vira.
Aku mengangguk mantap. Vira segera membereskan semua peralatan make up nya, lalu menemani aku menuju ruang meeting. Tak sabar rasanya melihat ekspresi Mas Aksa dengan penampilan baruku.
Dinda, wanita yang selama ini ia banggakan sebagai mantan kekasih yang tak pernah sampai hati ia tinggalkan. Calon menantu Ibu yang selalu jadi idaman. Apakah hanya sebatas itu?.
Mereka lupa, bahwa pernikahan adalah janji yang suci. Namun, mereka sepertinya tidak menyadari hal tersebut. Dengan segampang itu mereka menghadirkan Dinda dalam kehidupanku.
Mereka tak perduli seberapa banyak air mata yang sudah jatuh dari kedua mataku hanya untuk menangisi kebodohan ku.
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_8"Selamat siang semua!" sapa ku pasa semua orang yang tengah duduk di ruang meeting."Reni?"Bahagia sekali aku melihat raut wajah Mas Aksa yang penuh dengan tanda tanya. Ia seolah tak percaya jika aku bisa kembali ke kantor."Silahkan duduk," perintahku."Baiklah, kita mulai rapat hari ini. Namun, sebelumnya izinkan saya untuk mengumumkan bahwa semua kegiatan kantor saya ambil alih! jadi, jika ada laporan atau keluhan bisa langsung hubungi saya atau sekretaris saya ,Vira!"Vira terlihat gugup, karena memang sebelumnya aku belum mengatakan jika aku akan mengangkatnya menjadi sekertaris pribadiku.Semua mata kemudian tertuju pada Mas Aksa. Sorot mata mereka seolah bertanya, "Ada apa? kenapa?".Aku benci harus menjelaskan semua keadaan tapi, setidaknya aku harus mem
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_9"Aku ga apa-apa kok," ucapku sembari mengusap air mata yang masih tersisa di ujung mataku."Sepertinya rumah tangga kamu sedang tidak baik-baik saja Ren?" Tanya Galih.Aku tak menoleh, bahkan tak menjawab apa yang di tanyakan Galih. Meski Mas Aksa mendua, bukan berarti aku harus membalasnya dengan cara yang sama. Bagiku, apa bedanya aku dengan Mas Aksa nantinya.Ting!Suara lift berbunyi, pintu terbuka dan aku keluar karena memang sudah sampai di lobby."Ren, tunggu!" cegah Galih."Kenapa Lih? apapun masalahku, aku merasa tidak bisa menceritakannya dengan kamu. Tolong hargai aku, aku wanita bersuami." tegasku.Galihpun hanya terdiam, ia menyerah memaksa aku menceritakan masalahku. Sudah banyak yang aku dengar tentang masalah rumah tangga berujung petaka hanya karena me
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_10"Untung Ibu nyuruh Aksa buat ceraikan kamu aja, bisa cepat mati ibu punya mantu kayak kamu!" ucapan pedas itu keluar lagi dari mulut seorang wanita yang seharusnya bisa menjadi panutan.Kata-kata itu selalu aku dengar sejak ibu bertemu dengan Dinda lagi setelah beberapa tahun mereka tidak bertemu. Aku tak pernah habis pikir, sebegitu ingin ibu menjadikan Dinda sebagai menantu.Bahkan, ibu tidak pernah tahu bagaimana sikap Dinda dan bagaimana nantinya. Iri, ya terkadang aku iri dengan Dinda. Mengapa ia bisa mendapatkan hati ibu sepenuhnya, sedangkan aku yang setiap hari berusaha melayani semuanya, mengorbankan segalanya, bahkan tak terlihat sedikitpun."Tunjukan ke Reni kalau kamu juga bisa beli rumah seperti ini Mas! toh kamu kan juga kerja di perusahaan kamu udah lama, kamu bisa pinjam uang perusahaan dulu," usul Dinda."Benar i
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_11"Hai ...!" sapa Galih yang sudah ada di ruang kerjaku.Vira memang sudah tahu tugasnya, jadi tanpa aku suruh ia sudah membereskan ruangan untuk tempat kerjaku."Ngapain kamu disini pagi-pagi?" tanyaku heran."Bos baru nih, proyek kita belum di tanda tangani dudul" ucap Galih santai.Ya, aku, Vira dan Galih memang berteman sejak duduk di bangku sekolah menengah atas. Sampai kami sama-sama kuliah di tempat yang sama, hanya saja keterbatasan biaya membuat Vira akhirnya berhenti dan meneruskan usaha ibunya.Aku yang memang sudah kenal dekat dengan keluarga Vira, langsung meminta ia bekerja di kantor milik ayahku saat aku tahu ia memutuskan untuk berhenti kuliah.Bagaimanapun, aku tahu Vira memiliki prestasi yang baik dan kreativitas nya yang selalu cemerlang."Heh,
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_12Setelah mendengar perdebatan Mas Aksa dan ibu semalam, aku memutuskan untuk tetap pergi ke kantor pagi ini.Sebenarnya, jabatan Mas Aksa belum resmi di turunkan karena aku berharap Mas Aksa keluar dari kantor tapi, ternyata ia memilih bertahan.Aku tahu penyebabnya, apalagi kalau bukan karena Mas Aksa bukanlah lulusan sarjana yang bisa dengan mudah melamar di sebuah perusahaan. Ia hanya beruntung berada di perusahaan milik keluargaku ini. Sayangnya, ia lupa diri dan memilih menduakan aku."Bosen ngeliat kamu pergi tapi, gak ada hasil Ren! gak capek apa kamu?" sindir Ibu."Usaha itu gak ada yang capek Bu, apalagi aku kan janda. Kalau engga usaha sendiri mau ngandelin siapa?" sindirku balik."Susah ngomong sama perempuan kampung kaya kamu!" sentak Ibu."Yuk Bu!" ajak Dinda.
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_13"Kenapa masih disini?" bentakku saat sampai di rumah.Aku lihat Mas Aksa dan Ibu masih duduk santai sembari menonton televisi. Ada Mas Aksa juga disana, mereka benar-benar tak tahu malu.Baru saja mereka menghina bahkan menampar aku di kantor tapi, mereka bisa dengan santainya duduk-duduk di rumahku tanpa merasa berdosa.Aku biarkan Vira dan Galih menunggu di luar, karena bagaimanapun ini adalah urusan keluarga. Meski begitu, aku meminta mereka bersiap jika memang keluarga Mas Aksa melawan dan membuat keributan.Wajah Ibu tampak panik saat melihatku datang, ia tak percaya aku bisa pulang secepat ini."Kasih waktu kami dua hari Ren untuk beres-beres!" pinta ibu."Gak bu, sudah cukup saya beri waktu!" ketusku.Aku melirik dan terus berusaha mencari keberadaan wanita murahan itu."Bu, saya mau pulang aja!" rengek Dinda yang tiba-tiba keluar dari kamar tamu."Lho, pulang kemana Nak
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_14Biarlah orang berbuat buruk terhadap kita. Namun, bersikap baiklah pada siapapun bahkan kepada orang yang menyakiti hati. Karena kebaikan tidak butuh pengakuan dari siapapun._____"Hari ini, sebaiknya kamu engga ke kantor dulu Ren," usul Vira."Gak Vir, aku malah kepikiran terus kalau tetep diem dirumah," jawabku.Aku memang bukan tipe orang yang bisa cepat move on jika sedang patah hati atau mengalami masa-masa sulit yang bersangkutan dengan perasaan.Namun, aku lebih suka menyibukan diri dari pada tetap diam dirumah dan menikmati rasa sakit. Seperti halnya hari ini, aku tetap bersiap menuju ke kantor setelah semua yang terjadi.Bagiku, sesakit apapun hati ini. Hidup akan terus berjalan, bumi akan terus berputar dan aku harus tetap menyapa dunia meski dalamnya luka di hatiku.
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_15#NASIB_AKSAKetika sebuah keinginan tak sepadan dengan apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab. Hanya penyesalan, yang tersisa.____"Kita mau kemana Sa?" tanya Ibuku saat aku baru saja keluar dari rumah megah milik Reni."Entahlah Bu, kita cari kontrakan yang sederhana dulu ya," usulku."Sederhana?" potong Dinda.Mataku melirik ke arahnya, sepertinya ia berusaha membuat kekacauan.Sementara aku membiarkan Ibu dan Dinda menginap di sebuah hotel, dan aku sendiri pergi mencari kontrakan untuk tempat tinggal kami.Rumah petak sederhana, bercat putih lusuh dengan biaya sewa satu juta perbulan. Akhirnya aku menjatuhkan pilihan.Aku tahu, Ibu tak akan menyukai tempat ini. Namun, setidaknya beliau harus menyadari sampai disinilah kemampuan putra semata wayang nya.Memberikan kebahagiaan pada orang tua, pastilah menjadi impian semua anak. Begitupula denganku.Dulu, aku m