Aku pasti sedang berhalusinasi sekarang. Apa aku tadi tertidur di jalan dan kini sedang bermimpi? Bagaimana mungkin orang ini, masih hidup, ketika beberapa tembakan pernah mengenai batok kepalanya itu?"Kau, tidak perlu melotot seperti itu, Mala? Kau, tidak salah lihat, ini memang aku 'Suamimu' Pandu."Wajah itu terlihat menyeringai menatapku. Kemarahan serta raut kesenangan seperti bersatu dalam dirinya.Aku menggigil dengan dengan keringat dingin telah membanjiri tubuhku, nafasku terasa kian sesak ketika dua lelaki bertampang sangar dan bertubuh besar terus mencengkram lenganku dengan kasar."Ikat, dia. Jangan beri wanita ini sedikit pun kesempatan untuk melawan!"Pandu menatap sekilas kepadaku lalu, ia terdengar berbicara berbicara tidak jelas pada seseorang y
"Mr ... "Sayup-sayup pendengaranku dipenuhi oleh suara lembut mengandung tangis.Lalu mata terasa berat untuk membuka.Namun, suara itu, makin terdengar jelas."Mr ... maafkan aku ... Semua ini terjadi karena kesalahanku, kebodohanku. Seandainya aku bisa melihat sedikit saja kepedulianmu itu, tentu semua ini tidak terjadi padamu."Memangnya apa yang terjadi? Aku kembali memejamkan mata yang hampir terbuka sedikit karena terasa sangat silau dengan cahaya.Aku mencoba mengingat-ingat apa terjadi, mencari penyebab tubuh ini terasa kaku untuk digerakkan.Sementara suara lembut yang masih mengisak tangisan penyesalan masih mengalun di telinga."Aku sungguh b
Mata tua yang terlihat lelah itu, menatap kami bergantian. Sorot heran begitu nyata di wajah setengah bayanya."Ayah, ada sesuatu yang ingin, Mala sampaikan pada, Ayah..." Entah sudah kalimat sama keberapa itu, yang telah diucapkan wanita di sebelahku ini.Semakin ke sini, suaranya lirihnya telah mengandung tangis. Benar saja saat aku menoleh pipi putih bersinya sudah basah oleh air yang merembes dari ke dua bola matanya.Aku mengusap bahunya, lalu meraih tangannya. Dengan cepat ia menepisnya. Namun aku tidak melepaskan genggaman, tapi, ia bersikeras dan terjadilah tarik ulur beberapa saat di antara kami.Sedetik kemudian aku tersadar bahwa ada Ayah dan Ibunya yang duduk berhadapan dengan kami, hanya dipisahkan oleh sebuah meja."Mala ..." Nada he
Season 2 part 1Kediaman mewah yang berbasis di tanah seluas beberapa hektar dengan pohon-pohon besar serta bunga-bunga cantik yang menaungi setiap sudut perkarangannya yang dilapisi rumput taman yang menghijau.Rumah atau lebih tepatnya mansion megah bernuansa Victoria dengan pilar-pilar yang menggambarkan kejayaan sang pemilik. Jejak desain arsitek kelas atas terdapat di setiap sudut ruangan maupun setiap jengkal bangunannya.Seorang lelaki bertubuh tegap berdiri di balkon, menatap dengan penuh semangat ke arah perkarangan yang di sana terdapat tenda-tenda serta wahana permainan anak-anak. Matanya yang tajam tidak lepas mengitari kegiatan para sang buah hati yang sedang asyik bereksplorasi dengan segala syorga permainan yang di sediakan ayah mereka.Berkali-kali lelaki berusia matang dengan ketampanan yang semakin pari purna itu, menghela napas lega yang begitu lepas. Secarik senyum terkembang di bibir tipisnya, hatinya bergejolak bahagia. Ia merasa sekarang hidupnya telah begitu se
Season 2 part 2Nirmala Pov"Berhenti menggandeng tangan Daddyku, wanita jalang!"Mungkin seharusnya aku tidak perlu terkejut mendengar seruan gadis remaja tidak sopan itu, yang datang tiba-tiba ke kediamanku, berteriak dengan lantang, memanggil ayah dari anak-anakku dengan sebutan Daddy, mengacau di pesta syukuran tujuh bulan kehamilanku. Tetapi, entah kenapa hatiku seakan dicubit dengan sangat keras, perasaanku mengatakan kalau kedatangan gadis yang tengah berjalan menujuku membelah seenaknya keramaian para tamu, bukan pertanda baik untuk hidupku ke depan."Mr ..." Aku mendesis cemas dengan tubuh menegang, tangan memegang kuat lengan suamiku."Tenanglah ... kita lihat apa maunya gadis kecil ini." Mr. Giantara seperti biasa selalu bersikap tenang dalam situasi apapun. Sementara puluhan mata dengan mulut y
Season 2 part 3.Mr. Giantara POVOtakku tidak bisa berpikir ketika membaca kata demi kata yang tertera di kertas ini. sungguh ini sebuah pukulan telak di sudut hati terdalamku.Joanna ... wanita itu ...Aku menoleh ke arah gadis kecil yang menatap dengan penuh harap. Mata segera memindai wajahnya tanpa di perintah ...'Kau mungkin tidak akan percaya, G. Namun perhatikan saja, wajahnya denganmu bak pinang di belah dua'Aku tidak akan pernah mempercayai kalimat-kalimat yang di tulis itu, tapi sayangnya sepeninggal kata yang di tulis di sana memang benar.Gadis kecil ini, dengan rambut berantakan dan pakaian lusuh, rautnya memang sangat mirip denganku.Lalu apa yang aku harus lakukan
"Semuanya tidak seperti yang kau pikirkan sayang. Tidak ada yang akan berubah, kejadian tiba-tiba ini, tidak akan ada pengaruhnya bagi kita."Aku mengusap mata yang terasa masih basah. Sungguh, aku tidak ingin memperlihatkan ketidak inginan hati di depannya. Aku sudah berusaha sebisa mungkin, tapi tetap saja aku tidak bisa ber-akting dengan sempurna."Aku tidak berpikir apa-apa. Hanya saja aku sangat terkejut kalau suamiku ternyata mempunyai buah cinta dari wanita lain ..."Aku menggigit bibir agar tangis ini tidak pecah di ujung kalimat."Aku juga tidak menduga." Ia berucap pelan, sambil terus mendekapku."Tentu saja, entah berapa banyak wanita yang menjadi persinggahanmu di masa lalu. Itu bisa dimengerti, kau bukan lelaki biasa. Kau tampan dan punya banyak uang. Semuanya akan takhluk padamu." Sekarang aku benar-benar terisak."Tetapi sebagai seorang istri, hatiku hancur dengan kenyataan ini. Tiba-tiba kehidupan kita yang bahagia harus terusik oleh orang dari masa lalumu. Kau membawa
"Cukup, Mr... sekarang aku yang benar-benar tidak mengerti, apakah kau masih Giantara yang mencintaiku?"Aku terisak, tidak menyangka lelaki yang satu tahun ini yang telah memberikan memberikan seluruh hati, cinta dan perhatiannya untukku, kini seperti menarik segalanya kembali.Hampa perlahan menyusupi dada."Kalau kau masih bersikap kekanakan maka kau akan benar-benar melihat kemarahanku." Ia tidak peduli dengan air mataku, tetap saja melontarkan kata yang menikam hati.Ia masih menatap tajam tiada berkedip. Setelah beberapa saat terdengar hempasan nafas kesalnya, lantas ia kembali bergerak ke arah lemari melanjutkan berpakaiannya yang tertunda.Aku duduk di ranjang, mengawasinya dengan air mata yang masih menetes. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa dia seperti