Pov AdamAdam keluar dari ruang ICU setelah memeriksa kesadaran pasien pasca operasi transplantasi Liver. Berhubung dokter utamanya harus melakukan operasi kembali, ia menjadi penanggung jawab pasien. Ketika membuka nurse cupnya, ia memainkan ponsel sambil berjalan.“Adam?”Adam mengangkat wajahnya, “Papa?”“Apa kabar?”“Baik, pa.”Papa tersenyum dan mengangguk.“Eum, kita ngobrol aja di ruangan saya, pa.”Papa mengangguk.Saat papa duduk di sofa ruangan, Adam membawakan sebotol air mineral dan menaruhnya di meja, “Silakan, pa.”“Terima kasih.”“Papa apa kabar?”“Tiga bulan kemarin papa sempet kena Stroke ringan. Sebelah tangan papa gak gerak. Sekarang berangsur membaik.”Adam melongo, “Kenapa gak ada yang kabarin saya?”“Papa yang minta. Papa denger kamu sibuk dirumah sakit, kamu juga harus nemenin istri kamu yang kehamilannya sudah membesar, da
Adam melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar bisa cepat sampai ke rumah mama untuk melihat Alma. Setelah Virza mengatakan melihat pak Bowo berbincang dengan Mario di rumah sakit beberapa hari lalu, pikiran Adam menjadi tidak tenang. Untungnya ia masih memiliki kewarasan untuk melakukan visit pasien dengan baik. “Mbok Nah, Alma ada ‘kan di dalem?” tanya Adam pada mbok Nah yang sedang menyapu di halaman depan rumah.“Ada, den.”“Alma gak pergi kemana-mana ‘kan?”“Tadi sih sempet mau pergi sama ibu. Katanya mau makan diluar, tapi habis liat hape gak jadi pergi.”Adam membuang nafas lega, “Ya udah saya masuk dulu ke dalem, mbok.”“Monggo, den.”Adam berlari. Ia sangat tidak sabar untuk melihat istrinya. Saat masuk, di ruang tv hanya ada mama yang sedang menonton acara gosip, “Ma?”“Eh, nak Adam.” Mama berdiri, “Lagi istirahat jam makan siang ya?”“Iya, ma. Eum, Alma... mana, ma?”
Alma menutup matanya ketika Adam mencium keningnya, “Jam makan siang kamu pulang ‘kan, mas?” “Belum tahu. Aku ada dua operasi hari ini. Kalo sempet aku pasti pulang.” Alma mengangguk, “Ya udah aku masuk ya.” Adam menangguk, “I love you.” “Love you too.” Alma keluar dari mobil dan melambaikan tangan ketika ia sudah berdiri disamping mobil Adam yang langsung melesat ke rumah sakit. Ia langsung masuk ke dalam rumah yang pintunya terbuka. “Tuh mami udah pulang. Yeeee, mami pulang.” “Halo Belle. Gimana batuknya? Udah baikkan?” Suster Ruth memainkan tangan Belle yang sedang bermain boneka, “Udah baikkan, mami. Belle mau berenang.” “Berenang? Dimana, sus?” “Bapak kemaren beliin kolam yang dari karet. Tapi batuknya masih parah banget kemaren, jadi baru hari ini renangnya.” “Oh gitu. Eh, sus, jadi ‘kan ketemu keluarga dokter Virza hari ini?” Suster Ruth tersenyum, “Jadi.” “Ah, senengnya. Cepet jadiin dong, sus. Belle gak usah di pikirin. Maksudnya, kan ada suster Tiwi nanti.” Suste
Alma mencoba mengatur nafasnya sebaik mungkin.Sezan berdiri, ia merogoh sesuatu dari dalam tasnya dan memberikan sebuah amplop putih, “Ini hasil pemeriksaannya.”Alma enggan menerimanya. Tangannya tetap diam tak bergerak.Sezan memaksa Alma menerimanya, “Kamu harus liat, Ma.”Alma menerima amplop itu. Matanya yang siap menangis membuka amplop itu perlahan. Ia bisa melihat deretan tulisan yang ia terima delapan bulan lalu soal kehamilannya. Bedanya disini tertera nama Sezan Safira besar-besar. Ada hasil USG nya juga disana.“Aku gak mau ganggu kehamilan kamu, tapi aku pikir aku jahat kalo biarin kamu gak tahu.”Alma melipat kertas itu dan menaruhnya di meja. Sekuat tenaga, dengan keadaan jantung berdetak hebat ia menatap Sezan, “Gimana bisa lo sebut ini anak mas Adam?”“Karena aku tidur sama mas Adam.”Alma tertawa meledek, “Zan, mas Adam cuma cium bibir lo aja. Lo gak akan hamil karena itu.”“
Alma memunggungi Virza ketika suster baru selesai memasang selang infus. Saat di UGD tadi, Virza yang sedang menunduk bisa melihat tetesan darah yang keluar mengalir perlahan dari kaki Alma. Dengan sigap ia memanggil dokter yang berjaga untuk memeriksa keadaannya.“Ma, aku perlu telpon mama kamu gak buat nungguin kamu disini?”Alma menggeleng.“Dokter obgyn kamu bilang ‘kan kamu harus di rawat inap karena pendarahan.”Tak ada jawaban.“Mau aku telpon Audy?”Alma mengangguk.“Oke.”Alma membalikkan badannya, “Dok, Belle bakal baik-baik aja ‘kan?”Virza mengangguk, “Tadi hasil EKGnya bagus, Analisa Gas Darah dan fungsi Ginjalnya juga oke. Itu pasti karena kamu sigap gendong dia dari kolam.”“Mas Adam marah sama aku.”“Adam mungkin cuma lagi kalut. Dia ngadepin dua operasi hari ini. Gak papa kok. Nanti kalo udah tenang Adam pasti bisa kembali kayak biasanya.”Alma men
“Dam!” teriak Virza. Adam mendorong Sezan dan menatap Virza dan Audy yang melotot melihat adegan ciuman itu, “Za, Audy, ini gak seperti yang kalian kira." Audy berjalan cepat dan mendorong Sezan dengan kencang, “Gila lo ya, Zan! Si Alma pendarahan dan lagi terbaring lemes di ruangan rawat inap. Lo dengan sifat Ular lo malah deketin mas Adam!" “Aw, Zan, jangan dorong aku." “Kenapa jangan? Perempuan Ular kayak lo itu emang pantes gue dorong. Bahkan lo pantes dapet jambakkan gue!” dengan membabi buta Audy menjambbak rambut panjang Sezan. Virza yang melihat itu senang karena Audy bisa jadi teman yang baik untuk Alma dan membalaskan kekesalannya pada Sezan. Sedangkan Adam bingung harus berbuat apa. Ia hanya diam melihat pertengkaran itu. “Audy, lepas! Sakiiiit, Dy!” “Ini gak seberapa daripada yang lo lakuin ke Alma!” “Audy, tolong lepasin!” Virza tertawa di tengah pertempuran. Ia harap Audy melakuk
Alma melirik Audy yang hanya diam saja sedari ia datang kesini satu jam lalu. Sahabatnya yang selalu berisik itu berubah diam bak manekin. Tidak biasanya.“Lo sariawan?”Audy menatap Alma, “Enggak kok.”“Terus?”“Gak papa, gue cuma... lagi tiba-tiba bete aja. Mungkin karena periode gue mau dateng.”Alma mengangguk, “Padahal kalo lo gak enak badan lo gak perlu kesini.”“Terus lo mau ditungguin siapa?”“Kan banyak suster disini.”“Gak papa kok, Ma. Gak perlu ngerasa bersalah gitu.”Alma menatap pintu, “Mas Adam masih marah gak ya sama gue?”Mata Audy tiba-tiba panas. Mendengar nama Adam membuat darahnya mendidih, “Ma, lo gak usah peduliin suami gak berguna lo itu.”Alma menatap Audy bingung, “Lo kenapa?”“Dia tuh lagi—” tiba-tiba kalimatnya terhenti. Kalau Alma tahu ia bisa pendarahan lagi, pikirnya, “Dia tuh lagi ngurusin pasien kayaknya. Udah biarin aja. Dia gak berguna jadi suami lo.”“Resikonya punya suami dokter ya gini. Gue gak papa kok, gue cuma takut dia masih marah
“Sezan?” suster Ruth berdiri terpaku melihat keberadaan Sezan yang memegangi bantal di atas kepala Belle.Sezan melotot. Ia mengambil bantal itu dan menatap Adam dan suster Ruth silih berganti, “Hehe, aku tadi bersiin bantalnya Belle, takut ada debu.”Suster Ruth melirik Adam dan menatap Sezan, “Kamu kapan masuk kesini?”“Barusan. Aku pikir suster Ruth lagi keluar.”Suster Ruth menghampiri Sezan mengambil bantal Belle, “Aku gak mungkin ninggalin Belle sendiri.”“Hehe, iya, aku tahu suster Ruth gak mungkin begitu. Aku tadi cuma liat Belle sendiri, jadi aku masuk.”Suster Ruth sangat kesal dengan keberadaan Sezan disini. Sedari Sezan datang ke rumah tadi pagi, ia tahu akan terjadi hal yang tidak beres. Ketakutannya terbukti. Belle tenggelam di kolam karet, dan Alma mengalami pendarahan.“Belle belum bisa dijenguk, jadi sebaiknya kamu tunggu diluar. Kalo bisa mending kamu jengukkin Alma aja.”Ucapan p