Alma menyimpan piring berisi ayam goreng ungkep, plecing kangkung, dan bakwan jagung di atas meja makan. Adam yang sudah duduk menunggunya hanya menatap istrinya tanpa bicara banyak.“Suster mana ya. Sus, ayo makan bareng.” teriak Alma.“Suster Ruth udah makan duluan tadi.” “Oh.” Alma membawa piring dan menuangkan nasi diatasnya, “Cukup, mas?”Adam mengangguk.“Aku ambilin ayamnya dua ya. Kangkungnya mau?”“Boleh.”Alma menyiukkan kangkung di atas piringnya. Tak lupa dua buah bakwan jagung juga ia taruh disana, “Makan, mas.”Adam mengangguk.Alma duduk dihadapannya menyiuk nasi, ayam, dan kangkung. Ia menunggu Adam memberikan komentar sebelum memakannya, “Gimana, mas?”Adam berhenti mengunyah dan menatap Alma, “Kamu coba aja.”Alma mencicipi masakannya. Ia mengernyit dan diam, “Mas, gak usah dimakan, rasanya aneh.”Adam tertawa, “Mubadzir kalo gak di makan. Kalo kamu gak suka, biar aku yang abisin.”Alma tersenyum malu bercampur haru, “Mas, maaf ya.”“Gak papa. Kamu pas
Adam membuka pintu kamar ketika Alma sedang memakai skincare di depan meja rias. Ia berdehem pelan ketika melihat Alma memakai lingeri kesukaannya. Dengan cepat ia membawa selimut dari lemari. “Selimut buat apa, mas?" Adam menoleh, “Buat...” ia juga mengambil bantal dari kasur, “Aku tidur di kamar lain." Alma menyimpan botol serum dan berdiri menghadap Adam, “Kenapa tidur di kamar lain?” “Gak papa." Alma menghampiri dan meraih lengan Adam, “Mas, aku minta maaf. Hal kayak kemaren sama Mario gak akan pernah terulang lagi, aku mohon maafin aku.” Adam melepaskan tangan Alma dari lengannya, “Aku udah maafin. Aku tidur dikamar lain karena besok harus bangun pagi.” Alma tak menjawab. Alasan macam apa itu. “Kalo tidur disini...” Adam melirik tubuh Alma, “Aku gak akan bisa tidur semaleman.” Adam langsung keluar dan menutup pintu dari luar. Alma duduk ditepian kasur sambil menangis. Ucapan Adam meski terdengar seperti pujian tapi ia tahu suaminya masih menghindarinya.*** Alma bangu
Virza keluar dari mobilnya. Ia datang kesini untuk menjemput Adam dan mengantarkannya kerja di rumah sakit tempat kerja barunya. Karena pintu utama terbuka, ia nyelonong masuk dan mendapati Alma sedang di kipas-kipas oleh suster Ruth dan pak Dani.“Sus?”“Dokter.”“Alma kenapa?”Suster Ruth yang sedang menangis, berdiri menghadapi Virza memberikan surat gugatan cerai Adam yang ia temukan dilantai dekat lokasi Alma pingsan. Dengan wajah super serius Virza membacanya.“Adam mana?”“Bapak udah berangkat, dok.”“Naek taksi?”“Kemaein lusa bapak beli mobil baru.”“Oh gitu.” Virza melipat kertas gugatan dan menghampiri Alma, “Udah lama pingsannya?”tanyanya sambil memeriksa kondisi Alma.“Sekitar sepuluh menit lalu.” jawab pak Dani.Virza melirik suster Ruth yang terus menangis. Setelah melihat pak Dani terus berusaha membangunkan Alma dengan memberikan minyak angin, Virza menghampiri suster Ruth dan mengajaknya ke belakang rumah.“Gimana ceritanya Alma ada disini?”“Kemaren Al
Alma menangis melihat hasil tespek. Ia tidak menyangka Tuhan mendengar doanya. Ia tidak tahu akan seperti apa jadinya jika harus bercerai dari Adam. Dengan cepat ia keluar dari kamar mandi dan mencari Virza.“Dok, dokter.”Virza yang sedang menyesap kopi di dapur berdiri, “Kenapa, Ma?”Suster Ruth yang baru selesai menceboki Belle menghampiri Alma, “Ada apa?”Alma menunjukkan hasil tespeknya pada Virza dan suster Ruth, “Aku hamil. Masih samar sih tapi ini garisnya dua.”Suster Ruth yang sedang memangku Belle menyerahkan Belle pada Virza dan memeluk Alma. Mereka loncat-loncat sama persis ketika dikehamilan pertamanya dengan Audy. Virza yang memangku Belle yang belum pakai celana meringis.“Hey, jangan lama-lama pelukannya, ini Belle gimana?”Suster Ruth melepaskan pelukkannya dan membawa Belle dari pangkuan Virza, “Maaf ya, sangking senengnya aku lupa Belle baru beres cebok.”Virza menggelengkan kepalanya dan mejauhkan tangannya. Ia berlari menuju wastafel untuk cuci tangan. Su
Jam dinding sudah menunjukkan pukul satu malam, tapi batang hidung Adam belum terlihat. Alma yang keukeuh ingin tidur setelah Adam pulang hanya berjalan lalu-lalang di ruang tamu. Sesekali ia melihat ke arah jendela, barangkali mobil suaminya itu masuk. Tapi tidak ada. Entah Adam sengaja atau tidak untuk tidak pulang malam ini.“Aduh laper lagi. Tapi gue udah makan.” Alma memainkan ponselnya sambil duduk santai di sofa untuk mengalihkan perasaan laparnya. Tapi semakin ditahan, perasaan ingin makan itu terus keluar.“Argh, bodo amat gue bakal gendut atau gimana. Gue laper banget.” Ia berlari ke dapur dan mencari daging untuk dibuat steik di lemari es, tak lupa sayur dan kentangnya juga. Sambil bersenandung Alma berhasil membuat steik sapi ala dirinya yang entah rasanya akan seperti apa. Ia membawa dua porsi steik ke ruang tamu.“Yang satu buat mas Adam. Kali aja dia belum makan.”Ia mulai memakan itu dengan lahap. Rasanya
Alma menggigit roti sandwich dengan malas. Ia tidak ingin makan setelah ucapan Adam mengenai kelanjutan gugatan cerai dan keraguan Adam soal anak siapa yang ada di dalam kandungannya. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk meyakinkan Adam kalau ini memang anaknya.“Mami?”Alma melirik suster Ruth yang baru selesai memandikan Belle, “Iya, sus?”Suster Ruth memberikan goodie bag berukuran sedang, “Aku nemu ini waktu beres-beres barang pindahan kemarin di tas Belle.”Alma menerimanya. Ia membuka goodie bag dan menemukan dalaman yang entah milik siapa, “Ini punya sus kali.”“Bukan, mami.”Alma melirik Belle yang sedang berjalan berkeliling meja makan, “Kan gak mungkin punya Belle.”Suster Ruth mendecek, “Ya bukan. Ini pasti punya... Sezan.”Alma buru-buru menutup goodie bag dan menjauhkannnya, “Ih, bakar aja, sus, biar gak menyeruak baunya.”“Hah? Daleman Sezan bau?”Alma melirik suster
“Kok kalian gak masuk?” tanya Amih lagi karena Alma dan Audy hanya berdiri diteras rumah.“Eum... itu, tante tadi aku benerin sepatu dulu.” kilah Audy. “Alma, Audy?” Sezan dan bang Armand berdiri menatap Alma dan Audy di teras rumah.“Kalian dari kapan disini?” bang Armand tampak takut dua sahabat adiknya mendengar percakapan mereka.“Baru aja, bang.” Alma menatap Audy, “Ya kan, Dy?”Audy mengangguk buru-buru.“Oyah, gue kesini cuma mau balikin ini. Barangkali lo cari ini kemana-mana.” Alma menyerahkan goodie bag pada Sezan.“Ini apa?”“Punya lo. Suster Ruth yang nemuin.”Sezan menerima goodie bag itu, “Makasih, ya, Ma. Padahal aku bisa ambil sendiri ke rumah. Kalo gini jadi nyusahin kamu.”Alma membuang mukanya. Kalau tidak ada Amih ia akan menjambak rambut Sezan, “Gak papa, gue juga lagi santai kok, jadinya bisa nganterin sendiri ke elo.”“Ayo masuk dulu, Ma, Dy, amih bi
Adam membuka kursi untuk Alma, “Silakan mami Belle.”Alma tertawa, “Terima kasih papa Belle.”Adam duduk dihadapan Alma dan tersenyum, “Akhirnya aku bisa tepatin janji aku untuk kita makan berdua.”“Padahal kalo sama Belle juga gak papa kok, mas.”“Aku udah janji ‘kan buat pergi cuma berdua sama kamu? Ya meskipun cuma makan gini sih.”“Gak papa kok, mas. Aku tahu karena kamu baru pindah ke rumah sakit baru, jadi kamu gak bisa cuti dulu.”“Nanti aku usahain untuk ambil cuti supaya kita bisa nginep di puncak berdua.”Alma mengangguk.Adam memanggil pramusaji untuk memesan menu spesial di resto ini. Alma memesan sate sapi.“Sayang,”“Hm?”“Selama kamu hamil kurangin makan yang dibakar ya. Kalo lagi pengen banget boleh, tapi jangan keseringan.”“Kenapa, mas?”“Kurang baik buat janin. Kamu pesen yang lain aja dulu.”“Oh, ya udah aku pesen Bistik Sapi aja. Kamu apa, mas?”Adam menatap pramusaji yang sedang mencatat pesanan mereka, “Samain aja. Bistik Sapi dua, minumnya jus