Setiap orang tua pasti mendambakan seorang anak karena darah daging mereka sendiri.
“Aaaaakkkhhh.”
“Trus sayang, bertahanlah.”
“Aaaaakkhhh.”
“Jangan tutup mata bu, trus bu, kepalanya sudah keluar!.”
“Oeeeeek oeeekk oeekk.”
Suara bayi yang dinantikan telah terdengar, tapi entah kenapa semuanya terdiam. Suasanya mencekam. Ekspresi Rudi- seseorang yang baru saja sah menjadi ayah itu menunjukkan raut yang tak bisa diartikan. Ratih dan bu dokter pun terpaku melihat sosok bayi yang telah lahir tak seperti bayi yang lainya.
“Ahhhh!,”
“Bu ratih!, tolong bertahanlah,” ucap bu dokter saat melihat darah yang masih keluar setelah melahirkan lagi.
“Sayang bertahanlah, bu dokter!,” ucap Rudi dengan panik.
Alat-alat medis segera dipasang di tubuh Ratih, keadaan menjadi tegang setelah Ratih memejamkan mata. padahal saat seperti ini memjamkan mata adalah hal yang paling berbahaya.
“Oh tidak!, suster cepat pindah ke ruangan operasi”
“bu dokter, gimana istri saya?,” ucap rudi dengan tatapan khawatir.
“Sebentar, kami akan berusaha sekuat tenaga, bapak disini dulu,”
“Baik dok.”
Suasana malam di rumah sakit ini mendadak sangat dingin, ditambah lagi istri yang baru saja menjadi seorang ibu harus berjuang di penghujung maut. Dokter dan suster dari tadi berlalu lalang keluar masuk ruang operasi.
“Sus, bagaimana istri saya?,” dengan wajah pasrah, Rudi menghentikan langkah salah satu suster yang menangani istrinya.
“keadaanya masih kritis pak, mohon ditunggu,” ucap suster dan segera kembali ke ruang operasi.
“hahh!,” Rudi mengacak rambut frustasi. Ratih, istri yang dicintainya seperti ini karna melahirkan anak itu.
Rudi sepertinya tidak memperdulikan kelahiran anaknya. Setelah tau anak yang baru saya lahir itu jari tanganya bagian kanan cacat. Ia selama ini menginginkan sosok anak yang sempurna fisiknya, Karna akan ia jadikan penerus perusahaan. Tapi sepertinya hal itu hanyalah anganya. Ia merasa tiada gunanya menjadikan anak yang cacat menjadi penerus.
12 jam Rudi menunggu di depan ruang operasi dan tak ada rasa ingin menjenguk bayinya. Dan dokter yang telah mengoperasi istrinya keluar dari ruangan.
“Bu dokter, bagaimana keadaan istri saya?,” ucapnya dengan raut yang benar-benar kacau.
“maaf pak, saya sudah berusaha dengan sekuatnya, istri bapak berhasil diselamatkan tapi…”
“Tapi apa dok?!.”
“-Tapi istri anda mengalami koma,”
DEG
Seperti tersambar petir, Rudi menangis sejadi-jadinya. Istrinya koma, sedangkan anaknya masih bayi. Ia tak tau harus bagaimana merawat anak yang cacat baginya dia hanya anak yang membawa beban dan kesialan.
“Yang tabah ya pak.”
“Terimakasih dok, tapi kira-kira kapa istri saya sadar dari koma?” rudi bertanya sambil menyeka air mata yang terus jatuh.
“Saya belum tau pasti pak, karna kondisinya yang begitu kritis.” Setelah mengatakan itu, dokter pergi meninggalkan Rudi yang kalut dalam pikiranya. Seketika itu tanganya merogoh saku celana mengambil sebuah Hp dan menelpon seseorang. “Halo yah”
“Halo,” sahut orang di sebrang sana.
Seseorang itu bernama Ali yang tak lain adalah ayah dari Rudi. Rudi mencoba menghubungi kedua orang tuanya guna memberitahu keadaan Ratih.
“Ayah bisa ke rumah sakit pelita?”
“Siapa yang sakit rud?.”
Dengan nada bergetar dan tangan mengapal rudi menjawab, “Ratih melahirkan yah, dan dia sekarang koma.”
Air mata udi turun dari pipi lagi. Dan ia segera mengusapnya tak mau terlihat lemah. Ratih dan rudi memang dua sejoli yang menikah karena cinta dan rudi tak menyangka kekasih hatinya itu terbaring tak berdaya.
“Hah! Ratih melahirkan dan kamu baru mengabari ayah dan ibu?,” sahutnya dengan geram.
Rudi hanya menjelaskan tentang kondisi ratih tanpa memberitahu keadaan anaknya yang baru lahir itu.
“Ya sudah, ayah dan ibu akan kesana,” Ali menutup telpon dan membangunkan Lina dari tidurnya.
“Buk bangun,” ali menepuk bahu Lina – wanita paruh baya yang sudah menemaninya 30 tahun.
Lina mengerjapkan matanya perlahan. “ada apa mas?” Tanya Lina dengan ekspreksi kebingungan. “istrinya rudi melahirkan, ayo kita kesana.”
“oh ya sudah loh biarin saja” ucap lina dan kembali mencari posisi nyaman untuk tidur.
“Astagfirullah, buk dia itu menantu kita istri dari anakmu loh,” balas aLi. Ia mengerti kalau pasti reaksi istrinya akan seperti ini karna memang istrinya itu tidak menyukai ratih.
“Alah mas, paling dia Cuma melahirkan biasa! Ganggu orang tidur aja dia itu,” ucapnya dengan emosi yang sedikit naik.
“tapi kita harus kesana buk! Rudi butuh bantuan”
Lina mengernyit “ha? Maksud mas apa?”
“istrinya koma, kalau kamu tidak suka dengan Ratih setidaknya kamu kasihan dengan Rudi, cepat bergegas,” ucapan Ali membuat istrinya itu memutar bola mata bosan. Dia sebenarnya malas untuk pergi ke sana tapi di lain sisi ia kasihan dengan anak kesayanganya itu.
Kita boleh saja punya impian yang besar dan indah namun, jika impian kita beda jalan dengan takdir mau diapakan? Kita hanya bisa menerimanya bukan? Ali dan istrinya turun dari mobil dan langsung menuju meja resepsionis. Ayahnya berjalan gontai karna sangat khawatir dengan keadaan menantunya. Meskipun Lina tidak menyukai ratih tapi ali sangat senang mempunyai menantu yang baik seperti Ratih. “Rudi!” Ali memanggil Rudi dari kejauhan. Ali melihat Rudi yang benar-benar keadaanya menjadi kacau. “Ayah, ibu” air mata Rudi keluar lagi. “Bagaimana keadaannya?”
Sesuatu yang berharga meskipun terdapat kekurangan seharusnya dijaga dengan sepenuh hati, bukanya dibuang. Kecuali sesuatu itu memang dari awal tidak berharga. Sosok tegap yang memegang payung itu berjalan di dalam kegelapan malam dan terguyur hujan. Ia menggendong sesuatu di tangannya, dan mulai berjalan mengendap-ngendap sambil melirik kanan dan kiri seperti takut bahwa tindakanya akan diketahui oleh orang. “Untung saja anak sial ini tidak berisik, ” ucap Rudi, ia ingin membuang anaknya ke pembuangan sampah. sungguh tega sekali seorang ayah melakukan itu semua hanya karna anak itu cacat dan membuat istrinya koma. Bayi yang tak bersalah harus menanggung ini semua. Rudi menurunkan bayi yang di gendongnya itu dengan tetap melihat kanan dan
Ku kira semuanya tak sama, namun sepertinya aku salah. Pemandangan hari ini sangat cerah, langit yang sedikit berawan itu seperti lukisan, burung-burung berkicau ria dan bunga-bunga banyak yang bermekaran menemani langkah kecil dari sesosok gadis remaja yang sedang berjalan menuju sekolah. Hari ini adalah hari pertama dia masuk Sekolah Menengah Pertama. “Wah, aku nggak sabar ketemu teman baru” senyum ceria tercetak di wajah cantiknya. Bayi yang 16 tahun lalu ingin dimusnahkan oleh Ayahnya sendiri kini telah tumbuh remaja dengan cantik meskipun ada kekurangan dalam tubuhnya. Viola nama gadis cantik itu. nama itu adalah pemberian pembantu neneknya yaitu bi Inah. Viola tau siapa yang memberikan
Namamu cantik, tapi sayang takdirmu tak secantik namamu. Suasana MOS hari pertama ini ditemani terik matahari yang menyialaukan. Semua siswa baru digiring ke tengah lapangan oleh kakak-kakak Osis. Di lapangan mereka akan diajak untuk ice breaking yaitu sejenis permainan untuk meringankan pikiran. Terlihat anak Osis mendekat ke arah barisan para Siswa baru untuk memberikan intruksi tentang permainan ini. “Perhatian-perhatian, kali ini kita ke lapangan untuk melakukan permainan,” ucap salah satu kakak Osis perempuan berambut panjang. Semua murid tertuju pada kakak Osis tersebut dan mendengarkan dengan seksama intruksi dari dia. “Jadi permainan
Mungkin kamu dikirim Tuhan untuk membuatku tidak terlihat menyedihkan! Bel pertanda masuk jam ketiga telah berbunyi itu artinya setelah jam ketiga ini waktunya pulang. Semua siswa baru memperhatikan pemateri dan ternyata moderator dari materi kali ini adalah Vino. Ia duduk di sebelah pemateri dengan raut wajah tanpa ekspreksi. Sedangkan Viola mengetahui ternyata Vino menjadi moderator ia langsung menundukkan kepala. Entah kenapa dirinya tidak berani memandang Vino. Apakah ada benih suka tumbuh dihati Viola?. “Jadi kalian besok akan di tes untuk medapatkan kelas. Kalian cocok di kelas IPA atau IPS”. Tutur pak Robin- pemateri pada jam ketiga ini. Mendengar itu Viola bingung mau pilih kelas apa dan apakah tes nya nanti sesua
Tak mengapa aku tak mendapatkan hak sebagai Anak, yang penting hak Ayah sebagai Ayah sudah terpenuhi Sosok paruh baya yang semula sedang membaca Koran dengan suguhan secangkir kopi kini mengarahkan pandanganya ke arah Viola dengan tatapan mematikan. Viola yang ditatap pun merasa takut dan hanya menunduk sambil berdiam diri. Ia ingin sekali sepulang sekolah seperti ini bisa menyapa ayahnya seperti anak dan orang tua pada umumnya, namun apalah daya Viola, ia hanya bisa mematung jika di pandang ayahnya seprti ini. “Diantar siapa kamu?” setelah beberapa detik memandang Viola akhirnya ayahnya membuka suara. “Senior Viola di sekolah yah,” jawab Viola dengan takut. “Dasa
Ayah, Aku tidak ingin apa-apa, aku hanya ingin mendapatkan sedikit perhatianmu *** Pukul 06.00. pagi ini hujan turun dengan lebat, langit seakan menangis menuangkan segala beban yang dideritanya. Memang bulan ini waktunya musim hujan. Pagi ini Viola merasakan badanya kurang sehat, karena tadi malam ia menangis di kebun sampai tengah malam ditemani udara yang dingin. Ia menarik selimut guna menghangatkan tubuhnya yang kedinginan. “Uhuk uhuk” Viola batuk-batuk, ia benar-benar merasakan sakit disekujur badanya, rasanya ingin muntah juga. Sepertinya Viola terkena demam. “Ayah….. engghhhh” igau Viola. &
Ayah, Aku tidak ingin apa-apa, aku hanya ingin mendapatkan sedikit perhatianmu *** Pukul 06.00. pagi ini hujan turun dengan lebat, langit seakan menangis menuangkan segala beban yang dideritanya. Memang bulan ini waktunya musim hujan. Pagi ini Viola merasakan badanya kurang sehat, karena tadi malam ia menangis di kebun sampai tengah malam ditemani udara yang dingin. Ia menarik selimut guna menghangatkan tubuhnya yang kedinginan. “Uhuk uhuk” Viola batuk-batuk, ia benar-benar merasakan sakit disekujur badanya, rasanya ingin muntah juga. Sepertinya Viola terkena demam. “Ayah….. engghhhh” igau Viola. &
Tak mengapa aku tak mendapatkan hak sebagai Anak, yang penting hak Ayah sebagai Ayah sudah terpenuhi Sosok paruh baya yang semula sedang membaca Koran dengan suguhan secangkir kopi kini mengarahkan pandanganya ke arah Viola dengan tatapan mematikan. Viola yang ditatap pun merasa takut dan hanya menunduk sambil berdiam diri. Ia ingin sekali sepulang sekolah seperti ini bisa menyapa ayahnya seperti anak dan orang tua pada umumnya, namun apalah daya Viola, ia hanya bisa mematung jika di pandang ayahnya seprti ini. “Diantar siapa kamu?” setelah beberapa detik memandang Viola akhirnya ayahnya membuka suara. “Senior Viola di sekolah yah,” jawab Viola dengan takut. “Dasa
Mungkin kamu dikirim Tuhan untuk membuatku tidak terlihat menyedihkan! Bel pertanda masuk jam ketiga telah berbunyi itu artinya setelah jam ketiga ini waktunya pulang. Semua siswa baru memperhatikan pemateri dan ternyata moderator dari materi kali ini adalah Vino. Ia duduk di sebelah pemateri dengan raut wajah tanpa ekspreksi. Sedangkan Viola mengetahui ternyata Vino menjadi moderator ia langsung menundukkan kepala. Entah kenapa dirinya tidak berani memandang Vino. Apakah ada benih suka tumbuh dihati Viola?. “Jadi kalian besok akan di tes untuk medapatkan kelas. Kalian cocok di kelas IPA atau IPS”. Tutur pak Robin- pemateri pada jam ketiga ini. Mendengar itu Viola bingung mau pilih kelas apa dan apakah tes nya nanti sesua
Namamu cantik, tapi sayang takdirmu tak secantik namamu. Suasana MOS hari pertama ini ditemani terik matahari yang menyialaukan. Semua siswa baru digiring ke tengah lapangan oleh kakak-kakak Osis. Di lapangan mereka akan diajak untuk ice breaking yaitu sejenis permainan untuk meringankan pikiran. Terlihat anak Osis mendekat ke arah barisan para Siswa baru untuk memberikan intruksi tentang permainan ini. “Perhatian-perhatian, kali ini kita ke lapangan untuk melakukan permainan,” ucap salah satu kakak Osis perempuan berambut panjang. Semua murid tertuju pada kakak Osis tersebut dan mendengarkan dengan seksama intruksi dari dia. “Jadi permainan
Ku kira semuanya tak sama, namun sepertinya aku salah. Pemandangan hari ini sangat cerah, langit yang sedikit berawan itu seperti lukisan, burung-burung berkicau ria dan bunga-bunga banyak yang bermekaran menemani langkah kecil dari sesosok gadis remaja yang sedang berjalan menuju sekolah. Hari ini adalah hari pertama dia masuk Sekolah Menengah Pertama. “Wah, aku nggak sabar ketemu teman baru” senyum ceria tercetak di wajah cantiknya. Bayi yang 16 tahun lalu ingin dimusnahkan oleh Ayahnya sendiri kini telah tumbuh remaja dengan cantik meskipun ada kekurangan dalam tubuhnya. Viola nama gadis cantik itu. nama itu adalah pemberian pembantu neneknya yaitu bi Inah. Viola tau siapa yang memberikan
Sesuatu yang berharga meskipun terdapat kekurangan seharusnya dijaga dengan sepenuh hati, bukanya dibuang. Kecuali sesuatu itu memang dari awal tidak berharga. Sosok tegap yang memegang payung itu berjalan di dalam kegelapan malam dan terguyur hujan. Ia menggendong sesuatu di tangannya, dan mulai berjalan mengendap-ngendap sambil melirik kanan dan kiri seperti takut bahwa tindakanya akan diketahui oleh orang. “Untung saja anak sial ini tidak berisik, ” ucap Rudi, ia ingin membuang anaknya ke pembuangan sampah. sungguh tega sekali seorang ayah melakukan itu semua hanya karna anak itu cacat dan membuat istrinya koma. Bayi yang tak bersalah harus menanggung ini semua. Rudi menurunkan bayi yang di gendongnya itu dengan tetap melihat kanan dan
Kita boleh saja punya impian yang besar dan indah namun, jika impian kita beda jalan dengan takdir mau diapakan? Kita hanya bisa menerimanya bukan? Ali dan istrinya turun dari mobil dan langsung menuju meja resepsionis. Ayahnya berjalan gontai karna sangat khawatir dengan keadaan menantunya. Meskipun Lina tidak menyukai ratih tapi ali sangat senang mempunyai menantu yang baik seperti Ratih. “Rudi!” Ali memanggil Rudi dari kejauhan. Ali melihat Rudi yang benar-benar keadaanya menjadi kacau. “Ayah, ibu” air mata Rudi keluar lagi. “Bagaimana keadaannya?”
Setiap orang tua pasti mendambakan seorang anak karena darah daging mereka sendiri. “Aaaaakkkhhh.” “Trus sayang, bertahanlah.” “Aaaaakkhhh.” “Jangan tutup mata bu, trus bu, kepalanya sudah keluar!.” “Oeeeeek oeeekk oeekk.” Suara bayi yang dinantikan telah terdengar, tapi entah kenapa semuanya terdiam. Suasanya mencekam. Ekspresi Rudi- seseorang yang baru saja sah menjadi ayah itu menunjukkan raut yang tak bisa diartikan. Ratih d