Liona mendesah kasar, setelah dari restoran dia menyeret kopernya ke tempat lain. Sial. Uangnya kini tinggal tiga juta. "Hahh, cukup untuk apa ini, sedikit sekali!"
Liona memijat kepalanya yang berdenyut nyeri. Tak ada yang bisa diandalkan olehnya sekarang, bahkan jika itu keluarganya. Mengangkat kartu debitnya, Liona menjadi lebih pusing lagi.
"Sepertinya aku akan menjadi gembel sebentar lagi!" ujarnya sambil meringis ngeri.
Namun di saat itu, dia masih tak berpikir untuk berhemat. Wanita itu bahkan saat akan ke ATM untuk mencairkan sisa uangnya, masih saja naik taksi dengan biaya pengantaran yang lebih mahal dari kendaraan lainnya.
Memang selain dalam ATM sisa tiga juta, dia masih mempunyai uang cash beberapa ratus ribu rupiah. Namun tentu saja nominal itu tidak bisa dijadikan penyelamat untuknya. Uang sekecil itu tak ada harganya bagi seorang Liona yang biasa hidup wah dan poya-poya.
Liona sedang bersantai di kamarnya ketika tamu istimewa dari orang tuanya tiba. Wanita itu segera dipanggil turun dan dia segera mengerutkan dahinya heran."Siapa mereka, Ma?" tanya Liona heran pada ibunya yang bernama Sarah."Calon suamimu," jelas Sarah ibunya dengan santai.Membuat Liona kaget, tapi saat dirinya akan bertanya lebih lanjut. Ibunya Sarah pamit sebentar dan menariknya ke dapur."Aku tidak mau menikah dengan pria lain jika itu bukan Davin, Ma. Apalagi tampangnya itu, lihatlah dia seperti monster!" protes Liona dengan tak terima.Sarah langsung geleng-geleng kepala dan berdecak. "Ckckck, Liona-Liona, mau sampai kapan kamu mengejar Davin yang tak jelas itu. Lebih baik Mahendra, setidaknya dengan menikahinya kamu bisa mendapatkan hartanya dan juga melunasi hutang judi papamu!" jelas Sarah memberitahu.Liona sedikit kaget mendengar fakta itu kemudi
Beberapa bulan kemudian tiba saatnya acara tujuh bulan kehamilan Lia. Awalnya berjalan dengan lancar dan juga baik-baik saja. Namun, setelah Amel memutuskan untuk jujur agar membuat hubungan menantunya dengan orang tuanya membaik, Amel pun jujur dan meminta maaf. Sayangnya hal itu malah menciptakan masalah yang besar."Mbak benar-benar keterlaluan!" ujar Linda marah dengan kedua bola mata yang berbinar bersiap akan membasahi pipinya. "Apa yang sudah anakku lakukan padamu, Mbak. Sehingga Mbak, sampai hati melakukan itu padanya!"Air mata Linda pun tumpah teringat bagaimana dia dengan kejam menghina dan bahkan sampai hati mengusir putri yang dilahirkannya."Aku minta maaf, Lin. Aku sangat menyesali itu, aku mohon tolong ampuni aku dan jangan pernah benci Lia lagi!" ungkap Amel dengan wajah yang sama, menyiratkan penyesalan dan juga kekecewaan pada dirinya sendiri. "Aku mengerti kalian tidak akan akan memaafkan aku dan juga
Sudah seminggu, Lia tinggal di rumah orang tuanya. Dia diperlakukan dengan baik, meski tidak dengan perhatian penuh. Maklum saja, sang kepala keluarga masih di rumah sakit, fokus semua orang terbagi.Ditengah keadaan yang ada, jujur saja meski sudah pernah hamil sendirian, tapi Lia sangat kesusahan saat itu. Selama tujuh bulan sejak Davin tahu soal anaknya, walaupun diawal masih berkata kasar, Lia sudah dimanjakan, dan hal itu membuatnya kesulitan sekarang."Kamu sudah minum susunya sayang?" tanya Linda Ibunya dengan perhatian.Lia belum minum, tapi saat dia melihat kecemasan di mata ibunya, wanita itu memilih untuk berbohong. Lia menganggukan kepalanya. Tak mau menambah beban sang ibu."Baguslah, Nak. Jaga baik-baik cucu Mama, dan jangan khawatirkan apapun," jelas Linda."Mama mau ke rumah sakit lagi pagi ini?" tanya Lia kemudian dan Linda pun menganggukkan kepalanya membenarkan
Lia, ibunya dan Kiandra bergantian menjaga sang ayah. Akan tetapi karena sedang hamil, giliran Lia lebih singkat, sebab keluarganya memikirkan kondisi juga tak mau dia terlalu lelah.Kini tiba saatnya giliran Lia. Dia datang ke rumah sakit di antar oleh Davin. Tak ada yang tahu akan hal itu karena Lia sudah berbohong pada Linda ibunya. Dia mengatakan akan pergi dengan naik taksi.Segera setelah sampai tujuan, Lia turun terlebih dahulu, lalu menyuruh adiknya pergi. "Kamu masih mempunyai jadwal untuk ke kantor. Pergilah, biar Papa sekarang aku yang jaga.""Oke, Kak. Aku tidak akan lama. Sore nanti aku akan kemari lagi, dan jika tak memungkinkan hubungi Mama. Jangan menyiksa diri dengan terlalu lama di rumah sakit," jawab Kiandra membuat Lia cukup kesal."Apa maksudmu mengatakan itu. Papa ini ayahku dan aku kemari untuk menjaganya. Bagaimana bisa kamu bilang, aku menyiksa diri?!" omel Lia tak terima.
"Mamaaaa!" teriak Raka cukup keras saat melihat Lia ibunya di depan pintu. Saat ini anak itu tengah bermain di ruang tengah bersama Ares. Saat Lia datang bersama Davin, Raka langsung berhenti bermain dan menghampiri keduanya.Dia menatap Raka dengan rindu dan haru, begitu juga pada Ares yang meski bukan anak yang dilahirkan olehnya. Lia mengulurkan tangan seolah memanggil anak itu supaya ikut mendekat juga. Sehingga keduanya, baik Raka dan Ares dengan sedikit berlarian menghampiri, lalu memeluknya.Davin tersenyum, perasaannya menghangat menatap ketiganya. Pria itu berharap semua masalah yang ada segera berakhir dan keluarganya bisa berkumpul kembali dengan bahagia."Mama!" panggil Raka sambil mendongak menatap ibunya.Saat ini dia masih memeluk Lia dengan tak leluasa karena perut besar ibunya dan juga keadaan Lia yang sudah sulit berjongkok untuk menyamai tinggi badannya."Iya,
Pagi hari, Lia bangun dengan terlambat lalu berberes sebentar, sebelum kemudian ke dapur untuk sarapan. Di rumah ibunya memang dia diperhatikan, akan tetapi karena mungkin sang ayah yang masih di rumah sakit, perhatian yang harusnya penuh itu terbagi."Mama kenapa masih di sini?" tanya Lia heran saat melewati ruang tengah, lalu terdiam di sana sambil menatap heran.Biasanya pagi sekali ibunya pasti akan ke rumah sakit, atau bahkan sudah di sana sejak semalam, bergantian dengan Kiandra menjaga ayahnya. Namun ternyata ibunya masih di rumah, berbaur dengan beberapa tamu yang tak kalah mengejutkan bagi Lia. Dia sosok pria yang tak asing dan pernah hadir di masa lalu Lia."Seperti yang kamu lihat, kita kedatangan tamu sayang. Apa kamu masih mengingat Nak Alsen, Lia?" ujar Linda balas bertanya pada Lia.Menganggukkan kepalanya, Lia setelahnya memperlihatkan wajah tak sukanya. "Dia laki-laki jahat yang suda
Kiandra pulang dengan wajah kusutnya, tapi sepertinya itu bukan karena kurang tidur atau karena harus menjaga ayahnya semalaman di rumah sakit. Hal itu bahkan tak pernah jadi masalah untuknya, meski letih dan lelahnya cukup menguras tenaganya."Kamu kenapa, Kiandra?" ujar Lia bertanya, karena merasakan perbedaan pada adiknya itu.Menghela nafasnya kasar, Kiandra menggelengkan kepalanya. Kemudian menghampiri rak gelas dan mengambil salah satu gelas, mengisinya dengan air minum kemudian meneguknya."Apa kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan padaku Kia. Aku kakakmu, siap berbagi masalah denganmu!" tegur Lia dengan serius.Wanita itu cukup peka akan sesuatu yang diperlihatkan oleh tatapan adiknya yang tidak bisa ditutupi."Jangan cemaskan aku dan menikah dengan Kak--" Kiandra terlihat meneguk ludahnya kasar sebelum kemudian dia melanjutkan ucapannya dengan segera. "Kak Alsen secepa
Davin terbangun lebih dahulu dan menemukan Lia pulas dalam pelukannya. Pria itu lantas tersenyum lalu mendaratkan kecupannya. Sayangnya hal itu malah membuat Lia istrinya terganggu dan bahkan terbangun."Mas ....""Iya, Sayang," jawab Davin dengan lembut sambil mengusap pipinya Lia, kemudian beralih pada perut istrinya yang lumayan buncit karena hamil itu."Kamu kok masih disini, nanti mama dan Kiandra tahu bagaimana?" tanya Lia sedikit khawatir sambil dirinya berupaya bangkit dibantu Davin yang sigap untuk duduk. Wanita itu memang agak kesulitan melakukan hal semacam itu sekarang, tapi bukan hal yang aneh, itu hal yang biasa yang dialami ibu hamil."Tidak akan kenapa-napa Sayang. Tidak akan ada yang tahu aku di sini dan lagipula semalam kamu juga tidak lupa mengunci pintunya bukan?" jawab Davin menenangkan Lia supaya tak panik."Aku tahu, tapi ... hm, Mas maafkan aku, maafkan ke