Pagi hari, Lia bangun dengan terlambat lalu berberes sebentar, sebelum kemudian ke dapur untuk sarapan. Di rumah ibunya memang dia diperhatikan, akan tetapi karena mungkin sang ayah yang masih di rumah sakit, perhatian yang harusnya penuh itu terbagi.
"Mama kenapa masih di sini?" tanya Lia heran saat melewati ruang tengah, lalu terdiam di sana sambil menatap heran.
Biasanya pagi sekali ibunya pasti akan ke rumah sakit, atau bahkan sudah di sana sejak semalam, bergantian dengan Kiandra menjaga ayahnya. Namun ternyata ibunya masih di rumah, berbaur dengan beberapa tamu yang tak kalah mengejutkan bagi Lia. Dia sosok pria yang tak asing dan pernah hadir di masa lalu Lia.
"Seperti yang kamu lihat, kita kedatangan tamu sayang. Apa kamu masih mengingat Nak Alsen, Lia?" ujar Linda balas bertanya pada Lia.
Menganggukkan kepalanya, Lia setelahnya memperlihatkan wajah tak sukanya. "Dia laki-laki jahat yang suda
Kiandra pulang dengan wajah kusutnya, tapi sepertinya itu bukan karena kurang tidur atau karena harus menjaga ayahnya semalaman di rumah sakit. Hal itu bahkan tak pernah jadi masalah untuknya, meski letih dan lelahnya cukup menguras tenaganya."Kamu kenapa, Kiandra?" ujar Lia bertanya, karena merasakan perbedaan pada adiknya itu.Menghela nafasnya kasar, Kiandra menggelengkan kepalanya. Kemudian menghampiri rak gelas dan mengambil salah satu gelas, mengisinya dengan air minum kemudian meneguknya."Apa kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan padaku Kia. Aku kakakmu, siap berbagi masalah denganmu!" tegur Lia dengan serius.Wanita itu cukup peka akan sesuatu yang diperlihatkan oleh tatapan adiknya yang tidak bisa ditutupi."Jangan cemaskan aku dan menikah dengan Kak--" Kiandra terlihat meneguk ludahnya kasar sebelum kemudian dia melanjutkan ucapannya dengan segera. "Kak Alsen secepa
Davin terbangun lebih dahulu dan menemukan Lia pulas dalam pelukannya. Pria itu lantas tersenyum lalu mendaratkan kecupannya. Sayangnya hal itu malah membuat Lia istrinya terganggu dan bahkan terbangun."Mas ....""Iya, Sayang," jawab Davin dengan lembut sambil mengusap pipinya Lia, kemudian beralih pada perut istrinya yang lumayan buncit karena hamil itu."Kamu kok masih disini, nanti mama dan Kiandra tahu bagaimana?" tanya Lia sedikit khawatir sambil dirinya berupaya bangkit dibantu Davin yang sigap untuk duduk. Wanita itu memang agak kesulitan melakukan hal semacam itu sekarang, tapi bukan hal yang aneh, itu hal yang biasa yang dialami ibu hamil."Tidak akan kenapa-napa Sayang. Tidak akan ada yang tahu aku di sini dan lagipula semalam kamu juga tidak lupa mengunci pintunya bukan?" jawab Davin menenangkan Lia supaya tak panik."Aku tahu, tapi ... hm, Mas maafkan aku, maafkan ke
Lia masuk ke kamarnya saat Davin baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu tak mengenakan apapun selain selembar handuk yang melingkari pinggang sampai lututnya. Melihat itu Lia segera meneguk ludahnya kasar, sambil kemudian dengan cepat meletakkan nampan makanan di atas meja.Davin tersenyum menyeringai, gemas melihat aksi salah tingkah istrinya. "Kamu masih aja kayak anak perawan, masa kamu masih nggak biasa gitu sih ngeliatin aku yang seperti ini?""Ch, apaan sih Mas?!" Lia memelototi Davin dengan tajam."Padahal udah bulat gitu loh, perut kamu Sayang," ujar Davin melanjutkan dan menggoda istrinya."Udah! Jangan bicara lagi. Lebih baik pakai sana pakaian kamu Mas, atau mau masuk angin saja nanti?!" ujar Lia memperingatkan, sambil kemudian buang muka.Davin mengangguk patuh, tapi kemudian dia malah bicara dengan sesuatu yang membuat Lia jengkel. "Baju aku nggak ada, Sayang ..
"Maaf ... ak-aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu. Aku tidak ingin kamu salah paham," ujar Lia sedikit trauma lima tahun lalu di mana Davin meragukannya."Jangan mengatakan hal seperti itu lagi," jawab Davin serius, sambil kemudian mengangkat dagu istrinya, sebab wajah itu sempat menunduk dan terlihat takut.Jujur saja, perasaan Davin cukup tercubit melihat Lia demikian. Penyesalan datang, dan Davin sesak mengingat bagaimana dirinya sudah tidak mempercayai perempuan yang bahkan sudah seperti budak cintanya itu. Bahkan dirinya sampai hati menyakiti dan berulang kali menyiksanya.Namun apa yang didapatkan olehnya sekarang, itu semua seakan tak adil. Lia sungguh pemaaf atau mungkin keibuan wanita itu yang lebih mementingkan kebahagiaan anak-anaknya, sehingga tetap bertahan di sisi Davin. Entahlah, apapun itu yang pasti selanjutnya Davin hanya ingin membahagiakannya."Aku
Linda terlihat sangat marah, saat Lia baru saja pulang. Ibunya itu langsung menghadang dan menginterogasinya. "Dari mana saja kamu? Habis bersenang-senang dengan suamimu yang tidak punya hati itu?!""Ma, dia itu ayah dari anak-anakku. Lagipula sudah seharusnya kami bersama. Setelah papa pulang dari rumah sakit, aku juga akan kembali padanya!" jelas Lia dengan tegas."Apa kamu bilang? Jadi kamu tidak mau meninggalkan pria tak tahu diuntung itu? Dimana akal pikiran kamu Lia, mudah sekali kamu putuskan itu? Dia sudah menyakitimu!" tegas Linda tak habis pikir."Mama juga sudah menyakiti aku, Ma. Bukan hanya Mas Davin!" ujar Lia kelepasan. Dia sudah lelah meladeni ibunya, bukannya tidak hormat, tapi kehidupannya juga adalah miliknya. Dia berhak memutuskannya."Papa, Mama dan bahkan Kiandra. Kalian sama sekali tak mendengarkan aku, kalian membuangku tanpa belas kasih. Memangnya kenapa jika aku
"Selama ini aku sudah tahu Ares bukan cucuku. Aku tahu Liona berbohong dan memalsukan kelahirannya. Dia mendapatkan Ares dari panti asuhan. Namun Aku diam saja, dan terus saja egois berpikir mungkin dengan itu dia akan memberiku cucu yang nyata. Anaknya Davin sendiri.Namun, kemudian Aku mulai menyadari saat aku mulai menyayangi Ares. Selama ini aku memang membutuhkan cucu, pewaris keluargaku, tapi anak asing juga tak masalah. Bukan karena Aku tak mau cucu kandung sendiri, tapi untuk apa cucu kandung jika karena itu anakku tidak pernah tidur lagi dengan nyenyak, tidak pernah menikmati hidupnya lagi dan paling buruk harus dibayangi wanita benalu yang cuma ingin uangnya saja," jelas Amel dengan sangat serius sambil kemudian mengusap air matanya yang terus turun.Dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya. Meski selama ini, Lia tak melakukan apapun untuk membalasnya, tapi penyesalannya adalah rasa sakit yang mungkin tidak akan pe
Sejak hari di mana Amel bersujud di kaki besannya, kehidupan pernikahan anak dan menantunya mulai membaik. Hari ini tepat saat hasil tes DNA antara Davin dan Ares akan keluar, setelah dua minggu lalu mereka melakukan tes. Amel harap setelah ini semua masalah dan kesusahan anak juga menantunya akan berakhir.Hari yang sama di saat suaminya Linda keluar dari rumah sakit. Kesempatan yang tepat untuk memberitahu hasil tes dan meluruskan segalanya."Ares memang bukan anaknya Davin, syukurlah Mama senang mendengar hal ini. Setidaknya anakku tidak bersama orang yang pernah berani menghianatinya!" ujar Linda merasa senang, tapi tidak dengan suaminya yang terduduk di kursi roda. Meski tak mengatakan apapun, tapi Dia tak menunjukkan reaksi apapun.Davin merasa lega, begitu juga Lia dan Amel merasa senang karena merasa inilah akhir dari drama yang membuat anak juga menantunya terpisah. Sementara Kiandra tak ada di
“Apa yang Tante katakan, bukankah Kita sudah setuju dan setuju?!” Juga terlihat prajurit berkuda dan kecewa. Sementara ibu Linda Lia justru terlihat merasa bersalah."Maafkan Tante, Nak. Semua ini murni kesalahanku. Aku terlalu terpengaruh oleh balas dendam dan juga emosi. Sampai tidak berpikir panjang. Lia masih punya suami dan sekarang Dia sudah mempunyai dua orang anak. Sangat egois jika Aku memaksamu terus bersama dengan putriku. Terlebih lagi Kamu ini lajang dan pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Lia."Alsen mengusap rambut kasar.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perempuan itu sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam masalah. Dia menikah dengan salah satu CEO yang perusahaannya pernah bekerjasama sama dengan kita, Pak," jelas Kevin memberitahu.Davin menganggukkan kepala, lalu tanpa menyela. Dia menggunakan gesture tubuh yang meminta agar asistennya itu melanjutkan ucapannya."Pak Mahendra pebisnis di bidang properti yang istrinya itu sedang sakit parah, dan di rawat di rumah sakit Singapore. Dia dan saudaranya sengaja menjebak nona Liona, karena wanita itu merupakan saudara seayah dari istrinya.""Bagus. Aku suka kerjamu! Teruslah seperti itu dan dapatkan bonusmu. Hm, tapi mulai sekarang Kau bisa menghentikan pengawasan terhadap perempuan itu. Aku yakin seorang Mahendra tidak akan melepaskannya lagi, sehingga Dia tidak akan bisa lagi menjadi pengacau dalam keluargaku," jawab Davin puas, dan Kevin mengangguk senang.
“Apa yang Tante katakan, bukankah Kita sudah setuju dan setuju?!” Juga terlihat prajurit berkuda dan kecewa. Sementara ibu Linda Lia justru terlihat merasa bersalah."Maafkan Tante, Nak. Semua ini murni kesalahanku. Aku terlalu terpengaruh oleh balas dendam dan juga emosi. Sampai tidak berpikir panjang. Lia masih punya suami dan sekarang Dia sudah mempunyai dua orang anak. Sangat egois jika Aku memaksamu terus bersama dengan putriku. Terlebih lagi Kamu ini lajang dan pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Lia."Alsen mengusap rambut kasar.
Sejak hari di mana Amel bersujud di kaki besannya, kehidupan pernikahan anak dan menantunya mulai membaik. Hari ini tepat saat hasil tes DNA antara Davin dan Ares akan keluar, setelah dua minggu lalu mereka melakukan tes. Amel harap setelah ini semua masalah dan kesusahan anak juga menantunya akan berakhir.Hari yang sama di saat suaminya Linda keluar dari rumah sakit. Kesempatan yang tepat untuk memberitahu hasil tes dan meluruskan segalanya."Ares memang bukan anaknya Davin, syukurlah Mama senang mendengar hal ini. Setidaknya anakku tidak bersama orang yang pernah berani menghianatinya!" ujar Linda merasa senang, tapi tidak dengan suaminya yang terduduk di kursi roda. Meski tak mengatakan apapun, tapi Dia tak menunjukkan reaksi apapun.Davin merasa lega, begitu juga Lia dan Amel merasa senang karena merasa inilah akhir dari drama yang membuat anak juga menantunya terpisah. Sementara Kiandra tak ada di
"Selama ini aku sudah tahu Ares bukan cucuku. Aku tahu Liona berbohong dan memalsukan kelahirannya. Dia mendapatkan Ares dari panti asuhan. Namun Aku diam saja, dan terus saja egois berpikir mungkin dengan itu dia akan memberiku cucu yang nyata. Anaknya Davin sendiri.Namun, kemudian Aku mulai menyadari saat aku mulai menyayangi Ares. Selama ini aku memang membutuhkan cucu, pewaris keluargaku, tapi anak asing juga tak masalah. Bukan karena Aku tak mau cucu kandung sendiri, tapi untuk apa cucu kandung jika karena itu anakku tidak pernah tidur lagi dengan nyenyak, tidak pernah menikmati hidupnya lagi dan paling buruk harus dibayangi wanita benalu yang cuma ingin uangnya saja," jelas Amel dengan sangat serius sambil kemudian mengusap air matanya yang terus turun.Dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya. Meski selama ini, Lia tak melakukan apapun untuk membalasnya, tapi penyesalannya adalah rasa sakit yang mungkin tidak akan pe
Linda terlihat sangat marah, saat Lia baru saja pulang. Ibunya itu langsung menghadang dan menginterogasinya. "Dari mana saja kamu? Habis bersenang-senang dengan suamimu yang tidak punya hati itu?!""Ma, dia itu ayah dari anak-anakku. Lagipula sudah seharusnya kami bersama. Setelah papa pulang dari rumah sakit, aku juga akan kembali padanya!" jelas Lia dengan tegas."Apa kamu bilang? Jadi kamu tidak mau meninggalkan pria tak tahu diuntung itu? Dimana akal pikiran kamu Lia, mudah sekali kamu putuskan itu? Dia sudah menyakitimu!" tegas Linda tak habis pikir."Mama juga sudah menyakiti aku, Ma. Bukan hanya Mas Davin!" ujar Lia kelepasan. Dia sudah lelah meladeni ibunya, bukannya tidak hormat, tapi kehidupannya juga adalah miliknya. Dia berhak memutuskannya."Papa, Mama dan bahkan Kiandra. Kalian sama sekali tak mendengarkan aku, kalian membuangku tanpa belas kasih. Memangnya kenapa jika aku
"Maaf ... ak-aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu. Aku tidak ingin kamu salah paham," ujar Lia sedikit trauma lima tahun lalu di mana Davin meragukannya."Jangan mengatakan hal seperti itu lagi," jawab Davin serius, sambil kemudian mengangkat dagu istrinya, sebab wajah itu sempat menunduk dan terlihat takut.Jujur saja, perasaan Davin cukup tercubit melihat Lia demikian. Penyesalan datang, dan Davin sesak mengingat bagaimana dirinya sudah tidak mempercayai perempuan yang bahkan sudah seperti budak cintanya itu. Bahkan dirinya sampai hati menyakiti dan berulang kali menyiksanya.Namun apa yang didapatkan olehnya sekarang, itu semua seakan tak adil. Lia sungguh pemaaf atau mungkin keibuan wanita itu yang lebih mementingkan kebahagiaan anak-anaknya, sehingga tetap bertahan di sisi Davin. Entahlah, apapun itu yang pasti selanjutnya Davin hanya ingin membahagiakannya."Aku
Lia masuk ke kamarnya saat Davin baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu tak mengenakan apapun selain selembar handuk yang melingkari pinggang sampai lututnya. Melihat itu Lia segera meneguk ludahnya kasar, sambil kemudian dengan cepat meletakkan nampan makanan di atas meja.Davin tersenyum menyeringai, gemas melihat aksi salah tingkah istrinya. "Kamu masih aja kayak anak perawan, masa kamu masih nggak biasa gitu sih ngeliatin aku yang seperti ini?""Ch, apaan sih Mas?!" Lia memelototi Davin dengan tajam."Padahal udah bulat gitu loh, perut kamu Sayang," ujar Davin melanjutkan dan menggoda istrinya."Udah! Jangan bicara lagi. Lebih baik pakai sana pakaian kamu Mas, atau mau masuk angin saja nanti?!" ujar Lia memperingatkan, sambil kemudian buang muka.Davin mengangguk patuh, tapi kemudian dia malah bicara dengan sesuatu yang membuat Lia jengkel. "Baju aku nggak ada, Sayang ..
Davin terbangun lebih dahulu dan menemukan Lia pulas dalam pelukannya. Pria itu lantas tersenyum lalu mendaratkan kecupannya. Sayangnya hal itu malah membuat Lia istrinya terganggu dan bahkan terbangun."Mas ....""Iya, Sayang," jawab Davin dengan lembut sambil mengusap pipinya Lia, kemudian beralih pada perut istrinya yang lumayan buncit karena hamil itu."Kamu kok masih disini, nanti mama dan Kiandra tahu bagaimana?" tanya Lia sedikit khawatir sambil dirinya berupaya bangkit dibantu Davin yang sigap untuk duduk. Wanita itu memang agak kesulitan melakukan hal semacam itu sekarang, tapi bukan hal yang aneh, itu hal yang biasa yang dialami ibu hamil."Tidak akan kenapa-napa Sayang. Tidak akan ada yang tahu aku di sini dan lagipula semalam kamu juga tidak lupa mengunci pintunya bukan?" jawab Davin menenangkan Lia supaya tak panik."Aku tahu, tapi ... hm, Mas maafkan aku, maafkan ke
Kiandra pulang dengan wajah kusutnya, tapi sepertinya itu bukan karena kurang tidur atau karena harus menjaga ayahnya semalaman di rumah sakit. Hal itu bahkan tak pernah jadi masalah untuknya, meski letih dan lelahnya cukup menguras tenaganya."Kamu kenapa, Kiandra?" ujar Lia bertanya, karena merasakan perbedaan pada adiknya itu.Menghela nafasnya kasar, Kiandra menggelengkan kepalanya. Kemudian menghampiri rak gelas dan mengambil salah satu gelas, mengisinya dengan air minum kemudian meneguknya."Apa kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan padaku Kia. Aku kakakmu, siap berbagi masalah denganmu!" tegur Lia dengan serius.Wanita itu cukup peka akan sesuatu yang diperlihatkan oleh tatapan adiknya yang tidak bisa ditutupi."Jangan cemaskan aku dan menikah dengan Kak--" Kiandra terlihat meneguk ludahnya kasar sebelum kemudian dia melanjutkan ucapannya dengan segera. "Kak Alsen secepa