Davin sungguh menuruti Raka, membawa anak itu keluar dan membelikannya es krim sebanyak yang dia mau. Anak itu tampak senang dan kesenangan itu menular pada Davin."Raka suka?" tanya Davin sambil mengusap puncak kepala anaknya.Raka menganggukkan kepalanya sambil tersenyum menatap Davin. "Suka sekali. Raka juga senang karena Papa sekalian membeli kulkas es krimnya."Ah, ya. Tidak tanggung, Davin memang membeli isi sepaket dengan kulkas es krim tersebut. Membawanya pulang dan menaruhnya di bagian rumah yang mudah di jangkau semua orang.Lia yang baru saja selesai menyiapkan makan malam, terkejut dengan suara berisik dari ruang depan. Lalu cukup syok saat melihat saat memeriksanya."Apa yang kalian lakukan?!" tanya Lia dengan nada tak habis pikir. Berjalan menghampiri ayah dan anak itu lalu berkacak pinggang dan menatap tajam keduanya secara bergantian.Raka segera menunduk takut, sementara Davin malah tersenyum tanpa dosa."Kamu tidak seharusnya melakukan ini. Es krim sebanyak itu, apa
Raka sangat nakal dan tidak mau mendengarkan Lia. Anak itu persis Davin, kalau sudah menginginkan sesuatu pasti susah dibilangin. Seperti lemari pendingin khusus es krim contohnya. Sejak ada itu dan berisi penuh, Raka suka sekali memakannya, tak mau mendengarkan aturan ibunya."Cukup Raka. Mama bilang jangan makan lagi!" tegas Lia yang seperti angin lalu bagi si kecil.Memang pas ketahuan dia langsung berhenti, tapi begitu lepas dari perhatian ibunya anak itu langsung tancap gas makan lagi. Begitu terus tak ada bosannya.Hari pertama Raka mulai mengalami gejala sakit pada tenggorokannya, tapi karena es krim enak, anak itu tak terlalu memperdulikannya. Sementara Lia sebagai ibu tentu saja tak diam saja, dia bahkan sudah membagikan sebagian besar es krim di sana. Namun karena belum habis, Raka masih lanjut terus."Kamu bisa flu, Raka!""Mama jahat!!"Hachi!!Bukan Raka yang bersin, tapi ayahnya Davin. Ah, ya dia juga ikut mengonsumsi es krim, sama seperti Raka yang makan seperti tidak a
"Cih, mampus kamu perempuan jadi-jadian. Emangnya enak aku kerjain!" gerutu Lia setelah puas mengerjai Liona.Dia meletakkan ponsel Davin yang sudah tak terhubung lagi dengan Liona. Sungguh puas sekali perasaan Lia sekarang. Entah mengapa walaupun kedengaran kejam, tapi dia merasa lega. Akhirnya dia bisa membalas apa yang pernah Liona lakukan padanya lima tahun lalu."Pasti kebakaran jenggot tuh perempuan. Haha, asik juga giniin orang. Lain kali coba lagi ah!" seru Lia sambil beranjak dan mencoba bangkit dari tempat tidur.Namun tiba-tiba saja sesuatu bersarang di pinggangnya. Terasa berat sampai membuatnya tertahan tetap dalam posisi yang sama. Lia menoleh kebelakang dan menemukan Davin sudah terbangun, menatap dengan senyuman devil yang membuat bulu kuduk Lia merinding disko."Sejak kapan kamu bangun?!" tanya Lia sambil meneguk ludahnya kasar.Davin tak menjawab melainkan menarik Lia semakin dekat dan menyekapnya semakin erat, tapi kemudian satu tangannya yang lain yang bebas juga t
Davin mengeram kesal menatap kurir pengantar makanan mengirimkan makan siang untuk Lia. Pasalnya kurir itu memberitahu kalau makanannya berasal dari orang spesial tanpa menyebutkan nama. Davil kesal dengan hal itu, tak terima dan merasa sudah dikhianati lagi.Bugh!Davin meninju tembok sangking kesalnya. Dia memang tak langsung menunjukkan amarahnya saat itu, dan masih menahannya sampai Lia sampai di mejanya. Wanita itu langsung menaruh makanannya di atas meja dengan wajah biasa, lalu saat melihat isinya adalah semua makanan favoritnya, Lia tersenyum senang.Davin yang diam-diam memperhatikan itu semakin murka, dan marah saat berpikir siapa laki-laki yang tahu makanan favorit Lia sekarang. Apakah wanita itu sudah menemukan pria lain? Tidak, Davin tidak akan membiarkan itu. Lia miliknya hanya miliknya.Brukk!!Tanpa diduga, Davin meraih dan menghempaskan makanan Lia tanpa perasaan, tapi itu belum berhenti sampai di sana. "Kau tidak pantas memakan makanan itu. Jala*g sepertimu hanya pan
"Raka mau Mama sama Papa nikah! Pokoknya Papa-Mama hayus nikah. Hayus!!" ujar Raka merengek membuat Lia tertegun dan kepikiran.Anaknya itu, baru juga Lia pulang dan kelelahan, tapi malah disambut dengan tuntutan.Berjongkok menamai tinggi Raka, Lia kemudian meletakkan kedua telapak tangannya di atas bahu Raka. "Sayang, Mama sudah menikah dengan Papa. Itulah mengapa Raka bisa lahir di dunia ini."Raka menyimak dan memikirkannya, meski kapasitas otaknya masih tak bisa menjangkaunya. Anak itu kemudian geleng-geleng kepala, karena berakhir tak mengerti juga dengan ucapan ibunya."Tidak! Mama bohong! Pokoknya Raka mau Mama nikah sama Papa!!" ujar Raka yang teringat ucapan Davin dan menjadikan itu jawaban untuk ketidakmengertiannya."Mama hayus nikah!!" teriak Raka yang kali ini sudah jadi histeris.Lia bingung, tapi saat menatap ke depan tak jauh dari mereka ada Davin yang menatap sambil tersenyum mengejek. Lia jadi paham sekarang, dia mengerti itu semua pasti perbuatan Davin."Mama!!" te
Meskipun dipaksa dan memaksa, Lia dan Davin tetap pergi honeymoon ke Bali. Berdua tanpa Raka. Mereka menghabiskan waktu bersama yang sudah pasti diisi dengan pertengkaran dan hanya hinaan. Tak ada kemesraan ataupun keromantisan."Kau mau menjadi jala*g dengan hanya memakai itu?!" geram Davin tak suka dengan baju yang Lia kenakan."Aku sudah jadi jala*g di matamu, kenapa masih repot untuk memperingatkanku!" balas Lia dengan ketus.Sepertinya kesabaran Lia cuma selembar tisu, sejak bertemu kedua orang tuanya dan ditolak kembali. Sehingga dia terus saja mau meladeni adu bacot Davin yang kini kembali menjadi suaminya."Kau memang jala*g!" geram Davin sambil menarik pergelangan tangan Lia, membuat tubuh mungil wanita itu harus terhempas lalu menabrak dada bidang Davin. "Tapi kau hanya jala*gku!"Lia membuang muka, tak sudi menatap Davin. "Brengs*k, kau bajin*n!!""Tutup mulutmu, Lia! Jangan membuatku lebih marah atau murka!" peringat Davin sambil menekan Lia.Tak takut, Lia kembali menyera
Davin menggandeng Lia sepanjang pulang, dia tak melepaskannya meski hanya sekejap. Entahlah, apa yang sudah pria itu pikirkan, tapi satu hal dia sudah begitu saat melihat seorang pria tampan mengajak Lia bicara. Padahal pria itu hanya orang asing yang kebetulan lewat dan menanyakan sesuatu. Namun Davin malah memanas seperti tengah memergoki Lia berselingkuh."Cih, berani sekali kau tersenyum padanya, dasar wanita penggoda! Sadar Lia, sadar! Kau sudah punya suami!" geram Davin menggerutu sambil meremas telapak tangan Lia. Tak tahu saja jika yang dia lakukan lumayan membuat Lia kesakitan."Terus kamu mau aku cemberut, pasang muka ketus sama kayak kamu?" sarkas Lia kesal."Tidak sopan. Kamu masih pake kamu-kamu, dengar Lia aku lebih tua darimu, 7 tahun Lia!" dengus Davin memperparah masalah diantara mereka.Namun Lia malah tersenyum dengan senyuman yang jelas sangat dipaksakan. "Baiklah. Maafkan aku Pak Davin, aku hampir saja melupakan status diantara kita!""Dan sekarang pun kau melupak
Lia mengecup kening Raka lalu mengusap pipi gembulnya. Sudah seminggu lebih dia tak melihat anaknya itu dan Lia sangat merindukannya, tapi karena sekarang Raka sudah tertidur, Lia juga tak bisa mengganggunya. Dia tak mau membangun Raka. Masih ada hari esok dan Lia tak mau jadi ibu yang egois.Sehingga dia hanya menatap lama Raka, kemudian setelah merasa cukup dia kembali ke kamarnya, atau tepatnya kamar yang juga pernah ditempati lima tahun yang lalu.Clek!Lia menatap sekitar lalu menyadari tak ada yang berbeda. "Bagaimana tempat ini masih tertata dengan baik dan sama seperti dulu ...."Lia terus memperhatikan sekitarnya, lalu karena gerah dan juga lelah, Lia memutuskan untuk mandi. Berendam sekitar sepuluh menit lebih, lalu mengguyur tubuhnya dengan udara dingin di shower. Wanita itu berberes mengerikan tubuh dengan handuk dan serangkaian proses lainnya.Klek!!Lia membuka pintu kamar mandi dan menemukan suami yang jahat itu tengah menjulang tinggi, berdiri tepat dihadapannya."Kena