(POV Shakira)Acara walimatul ursy di selenggarakan di gedung yang sama. Usai ijab qobul, para tamu dipersilahkan menikmati jamuan. Aldi dengan bangganya mengenalkan aku pada teman-teman artisnya.Sebenarnya Aldi inginkan resepsi digelar. Namun, aku dan ibu sepakat menolak. Karena kami memang menginginkan kesederhanaan saja. Yang penting ijab qobul dapat terselenggara dengan baik, lancar, dan sakral.Teman-teman Aldi kebanyakan artis FTV yang belum begitu terkenal. Maklum sampai kini Aldi juga masih kategori artis B. Namun, acara ini menarik perhatian dengan kehadiran pemeran Alderan.Ternyata seorang Aldi berteman akrab dengan seorang Arya Saloka. Otomatis suasana tenang berubah menjadi riuh rendah. Saat pemeran Mas Al itu menyalami aku dan Aldi, sudah banyak tamu yang mengantri ingin minta foto bareng.Salwa yang memang sangat mengidolakan Mas Al itu juga ikut-ikutan meminta foto bersama. Di sisi lain, Aldi masih berbincang dengan teman-temannya. Tiba-tiba mataku menangkap sesosok g
Semenjak menikah Aldi melarangku bekerja. Lelaki itu membelikan sebuah mesin jahit baru."Kembangkan hobimu!" suruhnya saat kutanyakan mengapa ia membelikan mesin jahit.Aku yang memang suka membuat kreasi kerajinan berupa tas, dompet, dan yang lainnya, tanpa ragu lagi menggunakan mesin tersebut untuk berkreasi. Lalu mulai mempromosikan karya sendiri ke media sosial.Lumayan. Walau belum banjir order, setidaknya setiap hari ada saja pelanggan yang memesan kreasiku.Suatu siang ketika tengah sibuk mengerjakan pesanan dompet, pintu rumah terdengar diketuk orang. Rumah sedang sepi. Salwa dan Kimie belum pulang dari belajarnya. Sementara Ibu sedang kondangan di blok sebelah."Nina?" sapaku begitu melihat siapa tamu yang bertandang. "Mari masuk!" ajakku ramah."Makasih," balas Sandrina sopan.Setelah mempersilahkan Sandrina duduk, aku menuju dapur. Membuat es teh manis. Kuhidangkan minuman tersebut bersama setoples kue nastar."Ada yang ingin kamu sampaikan?" tanyaku to the point usai Sand
(POV Shakira)"Bundaaa?"Suara cempreng milik Kimie melengking di pintu. Sontak aku dan Sandrina berpaling ke sumber suara."Kenapa Bunda tidak pernah bilang kalau Om Jamie itu ayah aku, Bun?" protes gadis kecil berseragam putih merah itu mendekat dengan wajah memerah."Kimie--""Aku memang menyayangi Om Aldi, tapi pasti tetap pilih Om Jamie jadi ayah kalo tahu yang sebenarnya," marah Kimie dengan air mata yang berurai."Kimie, Sayang ...." Kuraih tubuh mungil bocah berkuncir kuda itu. "Bunda gak bermaksud menyembunyikannya dari kamu. Bunda cuma--""Cuma apa?!" Kimie menyela cepat. Gadis kecil itu mengusap kasar kedua pipinya yang basah dengan air mata. "Ayah Jamie itu ganteng, kaya, dan baik hati. Lalu kenapa Bunda malu mengakuinya pada aku sebagai ayah?" cecarnya sedih. Bocah itu kini tergugu.Aku dan Sandrina hanya bisa saling berpandangan."Kimie ... biarkan Bunda bicara dulu, ya," pintaku bersuara sehalus mungkin."Aku pengen ketemu ayah!" bentak Kimie lantang."Kimie!" Di pintu
"Ayaaah."Dramatis sekali saat kini menghambur memeluk Ayah kandungnya. Bocah kecil itu tersentuh sedih pada pundak Jamie."Kimie kangen Ayah," tuturnya lirih dan mulai terisak."Ayah juga." Jamie membalas sambil mengetatkan dekapan."Jangan pernah tinggalkan Kimie lagi," mohon Kimie usai melepas pelukan."Tidak akan. Kita akan hidup bersama selamanya," janji Jamie kembali merengkuh putrinya.Aku sendiri hanya bisa menunduk. Menyembunyikan air mata yang jatuh tanpa bisa dicegah."Siapa, Jam?"Dari dalam suara merdu terdengar. Wanita angkuh itu mendekat. Seketika perempuan cantik berumur awal lima puluhan itu membeku melihat kedatanganku."Kiraaa?!" Matanya menatapku geram. "Mau apa kamu ke sini? Mau membuat Jamie kian terluka, HAH!" hardiknya sarkas. "Kamu lihat! Dia sampai sakit berhari-hari ditinggal kawin olehmu!" tunjuk Mama Jamie naik pitam."Saya ....""Kamu mau mencoba merayu Jamie lagi, iya?!" Wanita yang bernama Lia itu menyela sengit ucapanku."Ma! Kira ke sini mau nganterin
(POV Jamie)"Ayaaah!"Suara jernih nan merdu itu tulus menyapa.Kimie. Dia datang dan memanggilku dengan sebutan ayah. Panggilan yang begitu kudamba selama ini. Rasa hampa dan lemah seketika lenyap saat bocah itu memelukku erat."Kimie kangen Ayah," tuturnya lirih dan mulai terisak."Ayah juga." Aku membalas sambil mengetatkan dekapan.Betapa bisa memeluk Kimie sedekat ini ternyata mampu menyalakan kembali semangat hidup. Aku yang selama beberapa hari terakhir begitu merana kini terasa hidup kembali dengan kehadiran gadis kecil ini."Jangan pernah tinggalkan Kimie lagi," mohon gadis kecil itu dengan mata yang berkaca-kaca usai melepas pelukan."Tidak akan. Kita akan hidup bersama selamanya," janjiku sembari kembali merengkuhnya.Sayangnya kesyahduan pertemuan ini harus terganggu karena kehadiran Mama. Wanita itu terlihat amat kesal melihat Shakira di rumah ini. Mama meluapkan kekesalannya pada ibu dari Kimie itu.Menurut Mama, Shakira-lah penyebab kandasnya hubunganku dengan Sandrina.
"Ngomong apa kamu?" Papa menyahut asal. Pria itu menyeruput minuman Mama."Aku mau dia tinggal di sini sama kita," jelas Mama tenang. "Selamanya." Walau pun berbisik. Namun, bisa kudengar permintaan wanita itu."Kimie, renangnya udahan ya. Jangan lama-lama nanti masuk angin." Aku menyuruh sembari menarik lengan anak itu. Sengaja kujauhkan dia kedua orang tua ini, agar tidak mendengarkan omongan Mama yang sudah mulai melantur. "Sekarang mandi, abis itu kita jalan-jalan ke mal. Oke?" tawarku kemudian."Tapi, bukannya Ayah lagi sakit?" tanya Kimie perhatian."Melihat Kimie datang, sakit ayah langsung sembuh. Itu karena Kimie adalah obat paling mujarab untuk ayah," jawabku seraya mengusap pipinya pelan. "Udah gih sana mandi!" "Okey." Kimie menganguk patuh. Bocah itu bergegas membersihkan badan. Aku pun melakukan hal yang serupa. Hari ini aku ingin mengajaknya bersenang-senang.Anak itu mendekat ketika aku tengah menyisir baju. Kimie terlihat sudah rapi. Si Mbok sudah mendandaninya deng
(POV Jamie)"Lalu siapa yang udah tega ngejebak kita?" tanya Sandrina serius.Aku terdiam. Namun, bayangan Mama berkelindan di mata. Dan aku teringat Kimie. Di mana anak itu sekarang?"Mas Jamie?"Aku tersadar tatkala Sandrina menegur. Perempuan itu mendekat."Kenapa otakku tertuju pada orang tua kita ya? Eum ... terlebih Tante Lia." Ada mimik tidak enak hati saat Sandrina mengungkapkan kalimat tersebut.Bukan tanpa alasan Sandrina menuding Mama sebagai biang keladi dari konspirasi ini. Mama sangat mendambakan dia sebagai menantu. Mama begitu mendesak aku untuk lekas menikahi gadis itu. Mama bahkan sempat drop saat Sandrina memutuskan hubungan pertunangan kami."Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Sandrina bertanya lagi.Aku tidak langsung menjawab. Mata ini melirik ke jam digital di atas nakas. Sudah pukul sembilan pagi."Kita sarapan saja dulu yuk! Habis itu baru pulang.""Oke." Sandrina menyahut semangat.Kami berdua menuju pintu. Ketika kenop kuputar, pintu kamar ternyata tidak
"Kalo kamu gak percaya, kamu bisa tanyakan pada Nina."Merasa tidak sanggup menghadapi Aldi, kusodorkan gagang telepon ini pada Sandrina. Gadis itu sigap menerima. Bibirnya dengan mulus menceritakan tentang kejadian yang kami alami. Menuturkan bahwa kami bagai tawanan sekarang."Kami tunggu!" Sandrina mengakhiri sambungan telepon. Gadis itu menaruh kembali gagang telepon pada tempatnya. Setelah itu kami berdua duduk dalam kebisuan. Dalam hati berdoa agar Aldi secepatnya datang.DOG DOG DOG!"Jam! Ini aku Aldi." Akhirnya setelah sekitar satu jam menanti, suara itu terdengar juga. Aku dan Sandrina saling berpandangan. Sama-sama menghembus napas lega."Al! Cepat buka pintunya!" teriakku sudah berdiri tidak jauh dari pintu."Baik," sahut Aldi di balik pintu.Tidak lama, terdengar suara palu yang beradu pada sebuah besi. "Kalian menjauh dari pintu!"Aku dan Sandrina menuruti perintah Aldi. Kami bergerak mundur. Beberapa menit kemudian, pintu pun berhasil Aldi robohkan. Terlihat palu pad
Pov author"Alhamdulillah!"Shakira meraupkan kedua tangannya pada wajah. Air matanya merembes. Namun, ini air mata kebahagiaan dan haru. Anaknya baru saja lolos dari maut."Aku ingin ketemu bayiku, W*." Shakira merengek. Ia ingin sekali melihat rupa putrinya. Dalam mimpi wajah sang putri terlihat samar."Nanti kalo Mbak Kira pulih, kita lihat bareng, ya." Salwa membujuk lembut.Shakira mengangguk manut. Pengaruh anastesi sudah mulai menghilang. Wanita itu meringis menahan perih di perut bekas sayatan operasi. Untuk menyamarkan sakit, dirinya memilih memejam kembali.Sementara itu Ibu yang kepayahan dari tadi siang merasa amat lelah. Wanita itu merebahkan tubuh pada sofa kecil yang tersedia di ruang itu. Tidak sampai lima menit dirinya sudah menyelami alam mimpi.Di sisi lain Salwa merasakan lapar yang menghebat. Terakhir kali ia makan tujuh jam lalu di kampusnya. Dia ingin mengajak Ibu. Namun, melihat sang Ibu tertidur dengan lelapnya, Salwa memilih pergi sendiri. Gadis itu meninggalk
Pov Jamieidaaak!"Aku berseru takut. Sementara Ibu Siti dan Salwa pun sudah pecah tangisnya. Beruntung ada dokter didampingi perawat yang masuk untuk memeriksa bayi lain."Dokter, tolong bayi saya," mohonku dengan suara yang bergetar."Iya, Bapak mohon tenang dan tunggu di luar, ya." Pria berseragam itu mengangguk pelan."Tolong lakukan yang terbaik untuk anak saya, Dok. Berapa pun biayanya akan saya bayar," desakku saking ketakutannya."Iya, Bapak tunggu di luar, ya!"Perawat pendamping dokter pun mendorong tubuhku untuk ke luar ruangan. Salwa dan Ibu Siti cukup patuh untuk beranjak sebelum disuruh. Sementara beberapa tenaga medis masuk untuk ikut melakukan tindakan.Aku yang merasa tidak bertenaga bersandar pada dinding. "Kamu harus kuat putraku," kataku pada diri sendiri.Mata ini kembali menatap ruangan di depan. Rasanya tidak sanggup jika harus melihat putriku kecilku yang tengah mendapatkan penanganan.Tiba-tiba saja aku teringat Allah. Aku perlu menghadap Sang Pencipta. Akan k
Lampu di atas pintu kamar operasi telah padam. Pertanda jika operasi telah usai. Hati ini kian dag dig dug rasanya. Harap-harap cemas. Ketika pintu terbuka, aku, Aldi, dan Sandrina langsung bangkit berdiri. Aku sendiri lekas beranjak menemui dokter pria yang sedang membuka masker wajahnya. "Dok, bagaimana keadaan istri saya?" Aku bertanya dengan penasaran."Seperti yang sudah sangat saya jelaskan. Ibu dan anak sama-sama dalam keadaan bahaya," tutur Pak Dokter terdengar hati-hati. "Dan sesuai persetujuan jika kami harus memprioritaskan ibunya dulu--""Jadi anak saya gak selamat?" Aku menyambar karena takut. Rasanya tubuh ini terasa lemas. Dokter itu membetulkan letak kacamatanya. "Beruntungnya kami bisa menyelamatkan keduanya."Ucapan dokter tersebut laksana air es yang mengguyur kekeringan di hati ini. "Alhamdulillah!" Aku, Aldi dan Sandrina lagi-lagi kompak berseru karena lega. Tidak lupa aku langsung sujud syukur. "Terima kasih banyak ya Allah ...." Tangan ini meraup wajah deng
(Pov Jamie) "Shakira?!"Seseorang memanggil nama istriku. Shakira sendiri mengangkat wajah. Wajahnya yang pucat menjadi pertanda jika dia teramat kesakitan."Kamu gak papa, Kira?"Ternyata yang memanggil Shakira adalah Aldi. Pemuda itu datang bersama Sandrina. Keduanya gegas jongkok untuk menolong Shakira. Sedangkan aku masih membeku melihat darah merembes dari paha Shakira."Ini sakit banget, Nina," desis Shakira dengan tangan mencengkeram lengan Sandrina."Jamie, kok kamu cuma diam saja sih?" tegur Aldi tampak gemas, "cepetantolong selamatkan istri kamu!" desak Aldi sambil mengguncang lenganku.Aku tergagap. Syok membuat aku tidak mampu berpikir panjang. Dan sebenarnya diri ini sangat takut jika melihat darah. Namun, demi melihat wajah pucat Shakira aku harus kuat."Sa-kiiit ...." Shakirara merintih."Tolong jangan bicara lagi, Kira. Ini hanya akan membuatku semakin panik," pintaku kalut.Tanganku gemetar meraih pundak Shakira. Perlahan kuangkat tubuh wanita yang terus saja mendes
Malam minggu ini aku di rumah berdua saja sama Jamie. Kimie dari kemarin dibawa mama dan papanya Jamie untuk menginap di rumah mereka. "Jam, pergi nonton film di bioskop, yuk!" ajakku pada pria yang sedang asyik bermain game pada gadgetnya. Jamie menatapku dengan lekat. "Nonton film di bioskop?" Dia justru mengulangi perkataanku. "Iya nih, aku pengen banget nonton film KKN Di Desa Penari. Lagi sibuk banget nih di media sosial," jawabaku dengan wajah yang mupeng. "Jangan aneh-aneh deh, Kira." Mata Jamie kembali tertuju pada layar ipadnya. "Anehnya di mana? Orang istri pengen nonton film kok dibilang aneh," sahutku sedikit sewot. "Bukannya hari perkiraan lahir anak kita sebentar lagi?" tukas Jamie masih setia memainkan jarinya pada layar sentuh tersebut. "Lagian bukannya kamu paling anti sama film horor," imbuhnya sambil sedikit melirik padaku. "HPL anak kita masih dua minggu lagi kok." Aku mendekati pria yang malam ini begitu wangi itu. Padahal kemarin-kemarin aku justru membenc
(POV Jamie) Yesss!" Aku meninju udara. "Terima kasih ya Allah," ucapku tulus sembari meraup wajahnya. "Yeahhh!"Aku kembali berseru gembira usai menerima telepon dari Shakira. Istri tercintaku mengabarkan habis test pack dan hasilnya positif.Tanpa berpikir panjang, aku bangkit dari kursi bersandaran tinggi ini. Blazer yang menyampir pada sandaran kursi lekas kukenakan. Setelah rapi kuraih ponsel dan kunci mobil baru melangkah ke luar menuju meja Tia, sekretarisku."Saya izin pulang, ya. Mau temani Shakira ke dokter," pamitku pada perempuan berkaca mata itu."Memang Bu Kira sakit apa, Pak Jamie?" tanya Tia tampak serius.Aku tersenyum kecil. "Kami mau cek ke dokter kandungan."Mulut Tia terbuka. "Ibu Shakira hamil?"Aku mengangguk pelan. "Barusan dites sih positif, tapi kami butuh kejelasan dari dokter. Doakan semoga berita ini benar, ya.""Aamiin." Tia langsung meraup wajahnya dengan kedua tangan. "Sebelumnta selamat ya, Pak.""Sama-sama."Aku pun beranjak meninggalkan perempuan itu
Selain beribadah, Jamie juga membawaku jalan-jalan ke tempat yang romantis yaitu Jabal Rahmah atau bukit kasih sayang. Jabal Rahmah adalah bukit kecil dengan ketinggian sekitar tujuh puluh meter.Tempat itu diyakini sebagai tempat bertemunya kembali Adam dan Hawa setelah berpisah ratusan tahun. Usai mereka diturunkan ke bumi dari surga karena mereka memakan buah terlarang yakni buah khuldi. Padahal Allah SWT sudah melarang tetapi setan terus menggoda.Bagi umat Islam sendiri Jabal Rahmah memiliki nilai sejarah yang cukup penting. Sebab di tempat tersebutlah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu terakhir. Yakni pada saat beliau menunaikan Haji Wada atau Haji terakhir dan sedang melakukan wukuf.Tempat ini terletak persis di padang Arafah, pinggiran timur kota Makkah. Sengatan terik matahari yang tajam tidak menyurutkan niat kami untuk mendaki bukit tersebut. Di atas bukit pemerintah Arab Saudi sudah membangun sebuah Tugu. Tugu tersebut diyakini sebagai tempat bertemunya Nabi Adam dan Hawa.
Keesokan harinya aku dan Lutfi mengisi waktu masih untuk bersantai di dalam hotel. Tujuan kami datang ke tanah suci selain untuk umroh juga memang ingin berbulan madu. Apalagi kami masih merasakan lelah setelah perjalanan panjang kemarin.Pukul delapan pagi waktu setempat aku dan Jamie turun untuk sarapan. Kebetulan kami mendapatkan fasilitas breakfast buffet. Di mana restoran tersebut menyajikan aneka makanan dan minuman.Berbagai sajian mulai dari hidangan pembuka sampai hidangan penutup tepah disediakan, ditata, dan diatur di atas meja buffet atau meja panjang. Pengunjung bisa bebas memilih dan mengambil makanan sendiri sesuai dengan selera makan mereka.Kebetulan pagi itu menu sarapannya adalah English breakfast. Pilihan aku jatuh pada sepotong roti bakar dengan olesan cokelat, telor omelet, sosis bakar, segelas cokelat hangat, dan beberapa potong buah semangka dan melon. Sementara Jamie mengambil roti panggang dengan olesan butter, daging asap, kacang yang dimasak dengan saos tom
Setelah puas berlibur dan menenangkan diri di vila Jamie selama seminggu, kami pun kembali ke Jakarta. Jamie langsung membawaku dan Kimie ke rumahnya sendiri. Rumah yang ia tinggali beberapa bulan terakhir saat ia memutuskan untuk hidup mandiri.Hal itu tentu saja membuat Kimie senang. Karena akhirnya mempunyai kamar pribadi sendiri. Selama ini dia harus berbagi ranjang denganku atau Ibu. Anak itu berulang kali mengucap terima kasih pada ayahnya karena kamarnya dikonsep laksana kamar seorang putri raja.Tujuh hari kemudian, jadwal keberangkatan ke tanah suci pun tiba. Sempat terjadi drama. Kimie memaksa ikut. Bocah itu nangis diajak serta."Bunda jahat! Bunda gak sayang aku! Kenapa aku gak boleh ikut," rajuknya dengan bibir yang maju sepuluh centi."Bukannya gak boleh, Sayang, tapi ini perjalanan khusus," jawabku mencoba memberi pemahaman."Perjalanan khusus apa?" tukas Kimie masih manyun. "Banyak kok teman-teman Kimie yang ikutan umroh. Jadi haji kecil," tuturnya kian jadi."Kimie ..