(POV Shakira)"Sandrinaaa!"Aku menjerit takut ketika melihat tubuh Sandrina terkulai lemas. Sementara darah segar terus mengalir dari pelipis dan sikunya. Kemeja putih Jamie seketika berubah warna menjadi kemerahan."Nina, sadar, Nina!" seru Jamie dengan tangan yang terus menepuk-nepuk pipi mulus Sandrina. Namun, gadis itu tidak juga membuka mata. "Tolong carikan taksi!" pinta Jamie pada orang-orang yang mengelilinginya."Taksi-taksi. Cepat carikan taksi!" Orang-orang saling berteriak."Ini, Pak Jamie!" Sekitar lima meter dari kami, petugas keamanan tempatku bekerja menyahut.Jamie lekas membopong tubuh semampai Sandrina. Berjalan agak tertatih menuju mobil sedan berwarna biru itu. Sementara pengendara sepeda motor yang menabrak Sandrina pun tengah dipapah oleh seorang pria. Pengendara itu hendak dilarikan juga ke rumah sakit."Jamie, aku ikut," pintaku saat lelaki itu sudah duduk di jok belakang taksi. Sandrina ia baringkan pada pangkuan."Masuklah!" balas Jamie dengan menggerakk
(POV Shakira)Keputusanku untuk meminta dipercepat hari pernikahannya disambut suka cita oleh Aldi dan Ibu. Lelaki itu membawaku ke sebuah butik untuk memesan baju pengantin."Ibu bisa membuat baju pengantin kalian, Nak Aldi. Jangan hamburkan uang demi pesta yang hanya memakan waktu sehari saja," pesan Ibu ketika aku dan Aldi pamit hendak ke designer."Untuk Shakira aku ingin memberikan yang terbaik, Bu," balas Aldi dengan senyum manisnya. "Aku ingin pernikahan kami meriah. Agar Kira bahagia. Aku gak Kira bersedih seperti pernikahannya yang pertama dulu." Aldi bertutur dengan mata yang berbinar."Boleh saja, tapi jangan sampai kamu berhutang hanya demi gengsi yang cuma berakhir sehari." Ibu kembali memberi wejangan dengan bijak, "karena menikah itu bukan pestanya yang terpenting. Tetapi, bagaimana menjalani kehidupan bersama setelah pesta berakhir. Menyatukan dua perbedaan yang ada," tuturnya menatapku dan Aldi secara bergantian."Memahami kekurangan masing-masing pasangan, lalu berus
Surat pengunduran diri sudah kuajukan. Tidak ada tanggapan dari Jamie. Mungkin lelaki itu sudah legowo. Atau masih sibuk mengurusi Sandrina di rumah sakit. Entahlah ... aku tidak peduli. Yang kuinginkan sekarang adalah menjauh dari dia kembali. Menjalani hidup masing-masing.Hari itu pun tiba. Hari di mana aku dan Aldi akan mengikrarkan janji suci. Janji untuk sehidup sesurga.Aldi menyewa MUA kenalannya. Wanita ayu berumur sekitar awal empat puluhan itu sanggup menyulap wajah sederhanaku menjadi lebih berseri. Make-up yang ringan sesuai dengan permintaanku.Sanggul beronce bunga melati menghiasi kepala ini. Kebaya brokat putih dengan hiasan payet melekat di badan. Selendang benang sutra menutup kepala."Aduh cantiknya Mbak Kira ini," puji sang MUA mengamati penampilanku di cermin.Bibir ini melengkung ke atas. Namun, hatiku hampa. Pernak-pernik pernikahan ini sungguh berbeda saat aku menikah dengan Jamie dulu. Kali ini amat istimewa. Namun, aku tidak bahagia.Setelah merasa siap, san
(POV Shakira)Acara walimatul ursy di selenggarakan di gedung yang sama. Usai ijab qobul, para tamu dipersilahkan menikmati jamuan. Aldi dengan bangganya mengenalkan aku pada teman-teman artisnya.Sebenarnya Aldi inginkan resepsi digelar. Namun, aku dan ibu sepakat menolak. Karena kami memang menginginkan kesederhanaan saja. Yang penting ijab qobul dapat terselenggara dengan baik, lancar, dan sakral.Teman-teman Aldi kebanyakan artis FTV yang belum begitu terkenal. Maklum sampai kini Aldi juga masih kategori artis B. Namun, acara ini menarik perhatian dengan kehadiran pemeran Alderan.Ternyata seorang Aldi berteman akrab dengan seorang Arya Saloka. Otomatis suasana tenang berubah menjadi riuh rendah. Saat pemeran Mas Al itu menyalami aku dan Aldi, sudah banyak tamu yang mengantri ingin minta foto bareng.Salwa yang memang sangat mengidolakan Mas Al itu juga ikut-ikutan meminta foto bersama. Di sisi lain, Aldi masih berbincang dengan teman-temannya. Tiba-tiba mataku menangkap sesosok g
Semenjak menikah Aldi melarangku bekerja. Lelaki itu membelikan sebuah mesin jahit baru."Kembangkan hobimu!" suruhnya saat kutanyakan mengapa ia membelikan mesin jahit.Aku yang memang suka membuat kreasi kerajinan berupa tas, dompet, dan yang lainnya, tanpa ragu lagi menggunakan mesin tersebut untuk berkreasi. Lalu mulai mempromosikan karya sendiri ke media sosial.Lumayan. Walau belum banjir order, setidaknya setiap hari ada saja pelanggan yang memesan kreasiku.Suatu siang ketika tengah sibuk mengerjakan pesanan dompet, pintu rumah terdengar diketuk orang. Rumah sedang sepi. Salwa dan Kimie belum pulang dari belajarnya. Sementara Ibu sedang kondangan di blok sebelah."Nina?" sapaku begitu melihat siapa tamu yang bertandang. "Mari masuk!" ajakku ramah."Makasih," balas Sandrina sopan.Setelah mempersilahkan Sandrina duduk, aku menuju dapur. Membuat es teh manis. Kuhidangkan minuman tersebut bersama setoples kue nastar."Ada yang ingin kamu sampaikan?" tanyaku to the point usai Sand
(POV Shakira)"Bundaaa?"Suara cempreng milik Kimie melengking di pintu. Sontak aku dan Sandrina berpaling ke sumber suara."Kenapa Bunda tidak pernah bilang kalau Om Jamie itu ayah aku, Bun?" protes gadis kecil berseragam putih merah itu mendekat dengan wajah memerah."Kimie--""Aku memang menyayangi Om Aldi, tapi pasti tetap pilih Om Jamie jadi ayah kalo tahu yang sebenarnya," marah Kimie dengan air mata yang berurai."Kimie, Sayang ...." Kuraih tubuh mungil bocah berkuncir kuda itu. "Bunda gak bermaksud menyembunyikannya dari kamu. Bunda cuma--""Cuma apa?!" Kimie menyela cepat. Gadis kecil itu mengusap kasar kedua pipinya yang basah dengan air mata. "Ayah Jamie itu ganteng, kaya, dan baik hati. Lalu kenapa Bunda malu mengakuinya pada aku sebagai ayah?" cecarnya sedih. Bocah itu kini tergugu.Aku dan Sandrina hanya bisa saling berpandangan."Kimie ... biarkan Bunda bicara dulu, ya," pintaku bersuara sehalus mungkin."Aku pengen ketemu ayah!" bentak Kimie lantang."Kimie!" Di pintu
"Ayaaah."Dramatis sekali saat kini menghambur memeluk Ayah kandungnya. Bocah kecil itu tersentuh sedih pada pundak Jamie."Kimie kangen Ayah," tuturnya lirih dan mulai terisak."Ayah juga." Jamie membalas sambil mengetatkan dekapan."Jangan pernah tinggalkan Kimie lagi," mohon Kimie usai melepas pelukan."Tidak akan. Kita akan hidup bersama selamanya," janji Jamie kembali merengkuh putrinya.Aku sendiri hanya bisa menunduk. Menyembunyikan air mata yang jatuh tanpa bisa dicegah."Siapa, Jam?"Dari dalam suara merdu terdengar. Wanita angkuh itu mendekat. Seketika perempuan cantik berumur awal lima puluhan itu membeku melihat kedatanganku."Kiraaa?!" Matanya menatapku geram. "Mau apa kamu ke sini? Mau membuat Jamie kian terluka, HAH!" hardiknya sarkas. "Kamu lihat! Dia sampai sakit berhari-hari ditinggal kawin olehmu!" tunjuk Mama Jamie naik pitam."Saya ....""Kamu mau mencoba merayu Jamie lagi, iya?!" Wanita yang bernama Lia itu menyela sengit ucapanku."Ma! Kira ke sini mau nganterin
(POV Jamie)"Ayaaah!"Suara jernih nan merdu itu tulus menyapa.Kimie. Dia datang dan memanggilku dengan sebutan ayah. Panggilan yang begitu kudamba selama ini. Rasa hampa dan lemah seketika lenyap saat bocah itu memelukku erat."Kimie kangen Ayah," tuturnya lirih dan mulai terisak."Ayah juga." Aku membalas sambil mengetatkan dekapan.Betapa bisa memeluk Kimie sedekat ini ternyata mampu menyalakan kembali semangat hidup. Aku yang selama beberapa hari terakhir begitu merana kini terasa hidup kembali dengan kehadiran gadis kecil ini."Jangan pernah tinggalkan Kimie lagi," mohon gadis kecil itu dengan mata yang berkaca-kaca usai melepas pelukan."Tidak akan. Kita akan hidup bersama selamanya," janjiku sembari kembali merengkuhnya.Sayangnya kesyahduan pertemuan ini harus terganggu karena kehadiran Mama. Wanita itu terlihat amat kesal melihat Shakira di rumah ini. Mama meluapkan kekesalannya pada ibu dari Kimie itu.Menurut Mama, Shakira-lah penyebab kandasnya hubunganku dengan Sandrina.