"Kau mau kemana?"
"Aku akan ikut denganmu" Sicheng mengikuti langkah Reyna di tengah riuhnya keadaan kota setelah tornado yang bahkan tidak diprediksi sama sekali oleh badan pengamat cuaca Jerman sekalipun. Aneh. Sangat aneh.
"Bagaimana dengan tokomu?" Tanya gadis itu lagi.
"Aku akan menutupnya, tugasku sekarang adalah menjagamu dari bahaya"
"Tidak. Kau tidak perlu ikut denganku. Aku tinggal sendiri di flatku" tolaknya masih dengan langkah cepat agar ia bisa sampai ke stasiun bawah tanah tepat waktu. Sungguh, hari ini sangat melelahkan.
"Lalu?"
"Kau tidak mengerti, hah? Apa yang akan dikatakan oleh tetanggaku jika aku membawa pria ke flatku? Dan lagi, kau orang asing. Bagaimana aku mengizinkan orang lain masuk sembarangan ke tempat tinggalku" Tidak tau berapa lama lagi Reyna kuat menahan emosinya menghadapi pria yang terus mengikutinya ini.
"Kau bisa mengatakan kalau aku pacar atau bahkan suamimu kepada tetanggamu, aku yakin mereka akan menyukaiku. Aku bukan orang asing Reyna. Kau tau, kau akan aman bersamaku. Juga, aku tidak mempunyai hasrat seksual Jadi kujamin tidak akan terjadi sesuatu yang merugikanmu"
"Terserah! aku lelah. Mungkin aku sedang halusinasi karena terlalu lelah seharian bekerja kemarin" dengus Reyna pasrah.
Reyna menempelkan kartunya sebagai tanda ia akan menumpangi kereta yang akan datang 5 menit lagi, begitu juga yang dilakukan Sicheng.
"Flatmu berada di lantai 3, aku benar?" Tanya Sicheng yang sekarang duduk di sebelah Reyna. Hari ini penumpang kereta terlihat agak sepi. Mungkin mereka masih sibuk mengurusi kekacauan yang terjadi di kota.
"Yap, Benar. Kau pasti tau. Kau mengikuti selama 3 hari terakhir ini"
"Hei, kujelaskan. Aku tidak mengikutimu. dia adalah bayanganku. Aku sama sekali tidak berniat mengikutimu. Itu salahmu yang terus memikirkan pria tua ini sehing--"
"Bisakah kau diam saja? Aku sangat lelah"
---"Kuberi tahu satu hal Reyna, flatmu ini sangat jauh dari standar flat gadis pada umumnya" Sicheng mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah flat milik Reyna."Dan sekarang kau membuatnya semakin kotor dengan membawa masuk sepatu jelekmu itu" gerutu Reyna ketika melihat pria itu dengan santainya masuk dan duduk di sofa miliknya tanpa membuka sepatu.
"Wah, Reyna Xu ini memang tipikal orang Asia sekali. Aku tidak heran" sekali lagi Reyna terkejut karena Sicheng menyebut namanya lengkap dengan nama keluarganya.
"Kau benar-benar penguntit atau apa? Jelaskan padaku secara rasional tanpa membawa makhluk-makhluk mitologi sialanmu itu. Itu sama sekali tidak masuk akal"
"Aku sudah jelaskan. Memang begitu adanya. Apalagi yang harus kujelaskan?"
"Baiklah. Aku percaya. Terserah padamu, mungkin memang bisa saja. Tapi apakah kau benar-benar akan tinggal di tempatku? Maksudku-- ah, atau mungkin kau seorang gelandangan karena toko kuemu bangkrut? Lagi pula tadi kau bilang kau berada di sana selama 3 hari, berarti kau memang tidak punya rumah, dan kau sedang memanfaatkanku sekarang dengan menceritakan cerita bodoh sialan itu" cecar Reyna panjang lebar yang bahkan mungkin orang lain juga tidak akan mengerti apa yang ia katakan.
"Sicheng sayang.. Sicheng. Tidak baik berkata kasar kepada orang tua" nada suaranya tetap tenang. "Atau mungkin kau mau memanggilku Mike? itu adalah nama baratku, orang-orang biasa memanggilku dengan nama itu"
Reyna melemparkan pandangan jijik kepada pria itu. Selain aneh pria itu juga ternyata bisa mengatakan hal-hal menggelikan seperti itu.
"Reyna Xu, 24 tahun. Berasal dari keluarga berpenghasilan menengah di Nanchong, China. Masuk ke Universitas Freie dengan beasiswa penuh karena kecerdasannya yang mengalahkan 543 peserta lain calon penerima beasiswa tersebut, lulus tahun lalu dengan nilai akhir yang cukup memuaskan. Sekarang bekerja sebagai pengajar di salah satu taman kanak-kanak di kota ini" Sicheng membacakan isi sebuah kertas lusuh yang entah dari mana ia dapatkan.
"Baiklah Mike, sekarang aku percaya. Jadi biarkan aku mandi dan mengistirahatkan tubuhku" Reyna berjalan ke arah kamarnya.
"Woah, kau akan memanggilku dengan nama itu? Tidak kusangka. Tadinya kupikir kau akan memanggilku dengan nama Asiaku, tapi diluar dugaanku kau malah memanggilku Mike. Baiklah, Paling tidak kau tidak memanggilku sialan lagi" Sicheng membuka sepatunya lalu meletakkannya di rak sepatu persis di samping sepatu yang Reyna gunakan tadi.
Reyna lagi-lagi tidak menggubris ocehan Sicheng. Ia masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri dan menenangkan pikirannya.
---"Hei, kau lapar? Aku bisa memasak untukmu" ini sudah hampir malam, tapi sejak tadi Reyna belum keluar dari kamarnya."Reyna, buka pintunya. Aku bisa saja masuk tanpa membuka pintu ini, tapi itu tidak sopan" Sicheng masih mengetuk pintu kamar Reyna.
"Tidak baik makan makanan instan dan junkfood setiap hari. Kau akan menyesalinya nanti saat kau tua" Reyna akhirnya membukakan pintu karena merasa terganggu dengan omelan pria itu dan tepat ia menemukan Sicheng berdiri di depan pintu kamarnya.
"Lalu sekarang kau mau apa?" Wajah Reyna sudah tidak sekusut tadi siang, tapi masih terlihat jelas kalau ia belum mempercayai Sicheng seratus persen.
"Aku akan memasak untukmu" Sicheng berjalan ke arah kulkas milik Reyna.
"kau punya apa di sini?" Sicheng hanya menemukan Red velvet miliknya, sosis, kentang, beberapa buah bawang bombai serta 6 botol susu di dalam kulkas.
"Kalau kau lupa, aku adalah seorang pâtissier* Reyna. Jadi kau tak perlu ragu dengan masakanku" Sicheng mulai mengiris bawang bombai dan memanaskan butter di atas wajan. Reyna hanya duduk diam di kursi yang berada di dekat microwave.
"Reyna"
"Apa?"
"Kau tau, seratus tahun lalu wujudku tidak seperti sekarang ini. Waktu itu aku adalah seorang pria kulit hitam dengan tinggi 194 cm" jelas Sicheng asal sambil menunggu sosis yang digorengnya di atas butter panas itu.
"Lalu kenapa sekarang kau bisa seperti ini?" Tanya Reyna sedikit penasaran.
"Aku hanya bosan dengan wajahku yang itu, dan juga orang-orang akan mengenaliku dan keheranan jika mereka melihatku tidak bertambah tua" Sicheng meletakkan Bratwurst* yang telah selesai ia buat di piring milik Reyna.
"Dan lucunya aku malah bertemu dengan gadis yang menambah masalah hidupku"
"Apa apaan kau! Kau yang membuat hidupku bermasalah. Aku tidak mengenalmu, dan hanya gara gara Red Velvet sialan itu kau membuat cerita konyol dan menyebut dirimu imp, itu jauh lebih tidak masuk akal"
"Okay, baik. Memang salahku tidak mengatakan kalau kue itu berbahaya. Tapi kau memaksaku, aku sudah menyarankan kau untuk mengganti kue itu dengan kue lain, tapi kau tetap keras kepala" entah berapa kali lagi mereka harus berdebat seperti ini. Sebenarnya Sicheng agak lelah.
"Lebih baik kau makan dulu. Kau akan cepat tua jika kau terus marah-marah" Sicheng memberikan Bratwurst hasil karyanya kepada Reyna yang sekarang sudah berada di sofa ruang tengah setelah tadi meninggalkannya di dapur.
Reyna, tipikal gadis pekerja keras yang bisa hidup mandiri dengan uang hasil kerjanya. Tadinya ia akan bekerja di kantor, tapi ia memutuskan untuk menjadi pengajar di taman kanak-kanak hanya karena ia tidak pernah mempunyai adik. Ya, dia anak tunggal di keluarganya. Mungkin tahun depan ia akan mencoba melamar di perusahaan yang pernah temannya rekomendasikan.
"Ambil kue milikmu itu, aku bahkan tidak menyentuhnya sedikitpun. Kau bisa memakannya kembali dan pergi dari rumahku"
"Kita bisa memakannya berdua, aku akan membaginya denganmu"
"Tidak, terimakasih. Habiskan saja sendiri dan pergi dari rumahku"
Sicheng masih tidak habis pikir mengapa wanita ini sangat keras kepala dan juga temperamen. Kalau begini bagaimana ia bisa melakukan tugasnya sebagai imp.Sicheng mulai memakan kue miliknya, karena sesungguhnya kue itu hanya bisa dimakan olehnya. Ia tau bahwa kue itu tidak akan sampai ke perut siapapun kecuali dirinya. Ia juga tidak memakan makanan manusia karena mau bagaimanapun mereka berbeda jenis kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu. Bahkan Bratwurst yang baru saja ia buat ataupun kue kue yang ia pajang di tokonya sangat jarang sekali dicicipinya, terakhir ia mencicipi makanan manusia mungkin sekitar 100 tahun lalu, saat bersama Elena. Iya, Sicheng bisa memakan makakan manusia selama ia terikat dengan seseorang. Selama ini, ia belajar menjadi seorang pâtissier agar bisa hidup normal seperti manusia pada umumnya dan bisa menghasilkan uang yang bahkan tidak ia butuhkan.
"Kau akan pergi tidur?" Tanya Sicheng ketika melihat Reyna beranjak dari sofa.
"Iya. Kau pergi saja" jawabnya ketus.
"Tidak Reyna, aku akan di sini menunggumu sampai kau bangun lagi"
"Kau tidak tidur?"
"Aku tidak butuh"
"Bagus kalau begitu" Reyna menutup pintu kamarnya dan meninggalkan Sicheng yang kelihatannya masih betah duduk di sofa.
Sicheng mengamati seisi flat milik Reyna. Tidak ada yang spesial, hanya flat biasa dengan ruang tamu, kamar serta kamar mandi dan dapur. Tidak terlalu rapi juga, bahkan tong sampah di dekat pintu yang berisi bungkus makanan cepat saji juga belum dibuang.
"Ini, aku hanya punya dua bantal, biasanya aku tidur menggunakan keduanya. Tapi karena rasa kemanusiaanku masih ada aku meminjamkan satu untukmu walaupun kau bilang kau bukan manusia" Untungnya Sicheng mampu menangkap bantal yang Reyna lempar ke arahnya. Jika tidak, pasti bantal itu akan tepat mengarah ke wajahnya.
"Terimakasih sayang" senyum itu lagi, sial. Reyna merasa ngeri melihat senyum dan mendengar kata-kata itu.
"Sialan!" Reyna menutup keras pintu kamarnya.
Sicheng merebahkan tubuhnya di sofa. Ia tidak tidur, karena ia tidak butuh. Ia hanya mengistirahatkan sejenak organ tubuhnya agar tetap bisa berfungsi sebagaimana milik manusia biasa.
----------*pâtissier: pastry chef, orang yang mengkhususkan diri membuat kue-kue khas Eropa seperti kue tar, mousse, kue kering, dan sebagainya.*Bratwurst: salah satu sosis khas Jerman yang terkenal kelezatannya, karena hanya menggunakan daging untuk bahan isinya. Pada umumnya jenis sosis ini menggunakan daging sapi muda tapi lebih sering digunakan daging babi oleh sebagian orang khususnya di Amerika Utara.
"Mau kubuatkan sarapan?" Entah tidak mengerti keadaan atau karena terlalu peduli pada Reyna, bisa-bisanya Sicheng menanyakan pertanyaan seperti itu kepada gadis yang bahkan tidak sempat memakai kaus kaki karena ia kesiangan dan tidak sampai sepuluh menit lagi kereta tujuannya akan berangkat."Kau ini bodoh atau apa? Kau tidak lihat aku sedang buru-buru?" Seperti dugaan, respon Reyna akan seperti ini.Gadis itu buru-buru keluar dari flatnya mengambil langkah secepat mungkin agar ia sampai di stasiun, Reyna harus di sana sebelum kereta berangkat. Gadis jtu akan merasa rugi jika ia harus merelakan uangnya untuk membayar taxi yang biayanya bisa berlipat kali lebih besar.----"Aku membawakan sarapan untukmu" Reyna tidak tahu bagaimana ceritanya, tapi sekarang Sicheng sudah berdiri di sebelahnya. Pagi ini Reyna harus rela berd
Inilah yang paling Reyna suka dari anak kecil, mereka terlihat sangat menggemaskan saat tertidur. Wajah polos tanpa dosa itu selalu membuat Reyna merasa nyaman melihatnya. Reyna fokus memperhatikan wajah Felix yang terlelap di bahu milik Sicheng. Setelah sampai di stasiun terdekat ke rumah Felix, mereka harus berjalan kaki terlebih dahulu sekitar 8 menit untuk sampai ke rumah Felix dan Sicheng dengan senang hati menawarkan diri untuk menggendong Felix agar anak itu tetap dapat tertidur tanpa terganggu. Benar saja, Felix terlihat sangat nyaman menyenderkan kepalanya di bahu Sicheng. "Yang mana rumah Felix?" Tanya Sicheng yang masih setia berjalan mengikuti Reyna sambil menggendong Felix di pelukannya. "Di pertigaan itu, yang atapnya berwarna merah tua" Reyna menunjuk pertigaan yang jaraknya hanya 7 meter dari tempat mereka berdiri sekarang. ------
"Selamat pagi ibu guru cantik --oh bukan, ini weekend ternyata. Selamat pagi Reyna Xu" Sicheng menyapa Reyna yang baru keluar dari kamar dengan nyawa yang belum terkumpul sepertinya. Gadis itu melewati Sicheng begitu saja sambil mengucek matanya lalu masuk ke kamar mandi yang berada persis di sebelah kamarnya dengan rambut yang masih berantakan. Mungkin Reyna lupa kalau di tempatnya ada makhluk lain selain dirinya.Sicheng hanya tertawa pelan melihat tingkah Reyna. Ini sudah pukul setengah 9 pagi dan Reyna baru bangun, padahal semalam ia tidur sangat awal dengan alasan terlalu lelah menghadapi kehidupan. Bahkan, semalam Reyna menolak ajakan Sicheng pergi keluar untuk sekedar mencari angin sambil berjalan-jalan di pinggiran sungai spree* atau mungkin menonton film di bioskop.Sicheng meletakkan Speckpfannkuchen* yang barusan ia buat sekaligus menyiapkan peralatan makan untuk mereka sarapan pagi ini. Sejak kemarin sore Sicheng sudah bisa kembali memakan semua
"Setelah ini kau ingin kemana lagi?" Tanya Sicheng ke Reyna yang baru saja menghabiskan vanilla milkshake yang dipesannya tadi. Ini sudah hampir sore dan mereka berdua memutuskan untuk makan di salah satu restoran kecil yang tidak jauh dari Tiergarten."Pulang" jawab Reyna singkat."Baik, kalau begitu kita akan belanja terlebih dahulu setelah itu kita pulang" entah kenapa hari ini Sicheng sangat senang. Mungkin karena ini hari pertama ia bisa menikmati vanilla latte setelah 1 abad atau mungkin karena hal lain yang ia juga masih bingung."Kalau kau sudah menentukan mau kemana selanjutnya, lalu kenapa kau harus repot-repot menanyaiku terlebih dahulu?" Protes Reyna."Bisa saja
Malam ini masih sama dengan malam kemarin dan malam-malam sebelumnya selama hampir dua minggu terakhir ini. Aku berbaring di tempat tidurku dan memikirkan semua yang terjadi akhir-akhir ini. Mulai dari Janeth yang tiba-tiba menikah di luar negeri, red velvet sialan itu, tornado yang terjadi tiba-tiba di kota, bahkan munculnya pria asing nan aneh yang sekarang sedang kubiarkan menginap di rumahku. Jujur saja, semenjak dia tinggal di flatku aku merasa lebih aman saat tidur di malam hari, tidak ada yang mengetuk pintuku di tengah malam, atau benda jatuh yang membuatku terbangun dari tidur lelapku.Pria aneh bernama Sicheng yang mengaku seorang imp yang sudah hidup dari abad 15 itu selalu membuatku sakit kepala setiap hari. Ada saja tingkah, kata-kata, atau kebiasaannya yang membuatku hanya bisa geleng-geleng kepala pa
Pagi ini Reyna memulai harinya seperti biasa. Pukul 07.40 Reyna sudah berada di yayasan tempat ia mengajar karena pembelajaran dimulai pukul 8. Lingkungan sekolah sudah mulai ramai oleh anak-anak yang sebagian datang diantar oleh orang tua mereka dan ada juga dijemput oleh bus sekolah. Reyna menyukai pemandangan ini. Ia akan ikut tersenyum saat melihat anak-anak tersebut tersenyum sambil melambaikan tangan atau saling bertukar pelukan hangat dengan orang tuanya. Reyna juga akan menyambut dengan ceria anak-anak yang turun dari bus sekolah kemudian berlari ke arahnya kemudian menyapanya dengan senyum secerah mentari di awal musim panas. Reyna menyukai itu.Senyum Reyna semakin merekah saat melihat Felix yang baru saja turun dari mobil ibunya lalu berlari ke arahnya. Adeline yang tidak sempat turun karena harus ke restoran hanya melambaikan tangan sambil tersenyum manis ke arah Reyna seakan berkata 'Aku
“kita akan ke Trier” ujar Sicheng tiba-tiba saat Reyna sedang fokus memakai sepatunya.“Trier? Sekarang? Kau lupa atau bagaimana kalau Trier itu jauh dari sini dan untuk sampai kesana paling tidak kita harus di pesawat selama satu setengah jam. Yang benar saja? Lagian kau ada perlu apa ke sana sampai harus mengajakku?” Reyna selalu tidak pernah mengerti bagaimana sebenarnya cara kerja otak pria itu, kenapa ia selalu mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal.“dengarkan dulu. Kita akan kesana dengan cara yang mungkin sangat asing bagimu, tapi bagaimanapun kita harus ke sana malam ini karena aku ingin memberitahu sesuatu padamu”
“Ayo buka kembali toko rotimu” ujar Reyna tiba-tiba ke Sicheng yang masih sibuk dengan kompor dan wajan yang sekarang sudah seperti berpindah kepemilikan ke tangan pria dengan pupil coklat gelap itu. “Dalam rangka?” tanya Sicheng sambil memindahkan nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi yang baru saja selesai ia buat ke piring. Reyna harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli beras demi membuat nasi goreng ini, karena harga beras di sini jauh lebih mahal daripada di tempat asal Reyna. “Sayang sekali kalau toko itu hanya dibiarkan seperti itu padahal kau bisa saja menghasilkan uang dari sana” “Begitukah? Jadi bagaimana dengan tugasku sebagai pelindungmu? Aku harus memastikanmu aman dan tidak terkena bahaya selama aku masih ingin tinggal di bumi milik tuhan ini” tanya Sicheng lagi setelah memikirkan saran dari Reyna untuk membuka kembali toko kue nya. “Kita bisa membukanya mulai dari jam makan siang sampai malam. Aku akan membantumu. Lagi pula aku
"Aku bosan Mike" Ini sudah ketiga kalinya Reyna bolak-balik di ruang tamu. Sicheng yang bermalas-malasan di sofa berpura-pura memejamkan matanya seakan ia sedang tidur. "Aku tahu kau tidak butuh tidur, tidak usah berpura-pura" Gadis itu berjalan ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan. Rasanya waktu berputar sangat lambat sampai Reyna sudah tidak tertarik melanjutkan menonton drama yang selalu ia tunggu setiap minggu itu."Lalu aku harus apa Reyna?" Mike bahkan sampai heran melihat tingkah Reyna, bukankah ini yang diinginkan gadis itu? Bersantai seharian di kasurnya sambil menikmati serial drama. "Kau mau makan apa? Akan kumasakkan untukmu""Aku tidak lapar, aku bosan" akhirnya Reyna mengambil posisi duduk di sebelah Sicheng yang membuat pria itu mau tidak mau harus menggeser sedikit tubuhnya agar Reyna bisa duduk deng
"Sekolah diliburkan" ujar Reyna singkat saat keluar dari kamar mandi. Setelah kejadian semalam, seluruh akomodasi dan jaringan pusat kota dilumpuhkan untuk mencegah terjadinya aksi lain yang serupa. Bahkan jalur keluar masuk bandara juga diperiksa ketat oleh pihak berwajib dalam rangka mencari dan mewaspadai komplotan teroris yang mungkin masih berada di sekitar kota."Benarkah?" Sicheng tidak habis pikir mengapa para pemberontak itu bertindak sejauh ini padahal tidak ada gunanya untuk mereka. Belum tentu juga apa yang mereka inginkan tercapai, malah nyawa mereka yang menjadi taruhannya. Dengar-dengar dua anggota dari komplotan itu sudah tewas tepat setelah mereka melancarkan aksinya semalam, salah satu dari mereka adalah pria yang Sicheng dan Reyna lihat saat dievakuasi dan diangkat ke ambulans kemarin dalam kondisi tidak bernyawa karena terpaksa harus ditewaskan segera saat ia mengarahkan s
“Hari ini aku ingin membuat Mousse cake, kita belum pernah membuatnya di toko kan?” Sicheng mengikuti Reyna yang berjalan di depannya, gerbang yayasan tempat Reyna mengajar setelah mereka berjalan sekitar 350 meter dari stasiun.“Iya, belum pernah” Reyna menoleh sebentar ke arah Sicheng di belakangnya lalu kembali berjalan. “Kau tidak ke toko saja duluan? aku benar-benar tidak apa-apa tanpa harus kau tunggu seperti ini. Kau sudah lihat kan selama ini tidak pernah terjadi hal buruk apapun kepadaku” lanjut Reyna lagi sambil melambatkan langkahnya agar sejajar dengan Sicheng.“Aku hanya melakukan tugasku, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi saat aku tidak ada” jawab Sicheng sembari memberikan kotak bekal yang sejak tadi dibawanya. “Pizza sayur, tadi pagi kita tidak sempat sarapan” pasalnya pagi ini mereka hampir saja ketinggalan kereta karena Reyna yang lupa memasang alarmnya dan Sicheng yang menyangka bahw
Tidak Butuh waktu lama untuk membuat Felix da Jeff akrab, bahkan Gabrielle pun ikut tersenyum senang melihat interaksi kekasihnya dengan anak manis yang sampai sekarang belum dijemput ibunya padahal hari sudah mulai gelap. Reyna sempat menelpon Adeline lima belas menit lalu, tetapi tidak ada jawaban dari wanita itu. Karena khawatir terjadi apa-apa kepada Adeline, Reyna berinisiatif menelpon Karl, salah satu pegawai Adeline di restoran. Setelah mendapat info dari karl bahwa hari ini Restoran sedang sangat ramai ditambah lagi salah satu pegawai mereka sedang cuti membuat Adeline mau tidak mau harus turut sibuk melayani para pengunjung yang datang sehingga membuat ibu anak satu itu tidak sempat memeriksa ponselnya. Gelak tawa Felix terdengar saat Jeff menceritakan dongeng lucu yang mengundang tawa sehingga membuat anak itu hampir menangis karena terlalu lama tertawa. Sicheng bahkan tidak menduga kalau bayi kecil yang dulu ia temui sedang menangis di sebuah kamar apartemen
Setelah hampir 3 jam bergelut dengan adonan kue juga membersihkan seluruh sudut toko akhirnya toko roti milik Sicheng yang diberi nama Nachthimmel itu sudah terlihat seperti sebulan lalu, hanya saja hari ini tidak terlalu banyak kue juga roti yang dibuat oleh Sicheng. Pria itu hanya membuat beberapa kue berukuran sedang dan belasan roti kecil dengan berbagai rasa. selesai menyusun kue-kue tersebut dengan kue keju pilihan Felix sebagai kue utama hari ini yang dipajang indah di etalase kaca tepat di bagian tengahnya, Reyna membalik papan penanda dengan tulisan ‘OPEN’ yang digantungkan di pintu toko menandakan bahwa toko itu siap menerima pembeli setelah sebulan lamanya.“Lalu apa yang akan kita lakukan paman?” Felix menjatuhkan tubuhnya di sofa coklat yang berada di sudut kanan toko itu.“Kita akan menunggu pembeli” jawab Sicheng ikut duduk di sebelah Felix.“Kalau tidak ada yang datang bagaimana?”“Past
Pagi ini juga sama, suasana gerbong kereta cukup ramai. Sebagai pengguna transportasi umum sejak tinggal di kota metropolitan yang merupakan ibu kota Jerman, hal seperti ini sudah biasa untuk Reyna. Sicheng sendiri hanya mengikuti langkah gadis itu kemanapun ia pergi. Setelah mendapatkan tempat duduk Reyna mengeluarkan ponsel pintarnya untuk mengecek jadwalnya hari ini. "Aku bisa pulang cepat hari ini" ujar Reyna kepada Sicheng yang sedang mengedarkan pandangannya ke seluruh gerbong kereta untuk memastikan bahwa tidak ada orang-orang yang mampu melihatnya dengan wujud lain. "Benarkah? Jam berapa?" Tanya Sicheng antusias. "Mungkin pukul 10 atau setengah 11" "Kalau begitu kita bisa ke toko lebih cepat" Sicheng terlihat sangat senang sekarang, entah apa yang membuat pria itu sangat bersemangat untuk membuka toko nya kembali padahal kemarin saat Reyna menyarankannya Sicheng tidak terlihat berminat untuk membukanya. "Kenapa kau sangat bersema
“Ayo buka kembali toko rotimu” ujar Reyna tiba-tiba ke Sicheng yang masih sibuk dengan kompor dan wajan yang sekarang sudah seperti berpindah kepemilikan ke tangan pria dengan pupil coklat gelap itu. “Dalam rangka?” tanya Sicheng sambil memindahkan nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi yang baru saja selesai ia buat ke piring. Reyna harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli beras demi membuat nasi goreng ini, karena harga beras di sini jauh lebih mahal daripada di tempat asal Reyna. “Sayang sekali kalau toko itu hanya dibiarkan seperti itu padahal kau bisa saja menghasilkan uang dari sana” “Begitukah? Jadi bagaimana dengan tugasku sebagai pelindungmu? Aku harus memastikanmu aman dan tidak terkena bahaya selama aku masih ingin tinggal di bumi milik tuhan ini” tanya Sicheng lagi setelah memikirkan saran dari Reyna untuk membuka kembali toko kue nya. “Kita bisa membukanya mulai dari jam makan siang sampai malam. Aku akan membantumu. Lagi pula aku
“kita akan ke Trier” ujar Sicheng tiba-tiba saat Reyna sedang fokus memakai sepatunya.“Trier? Sekarang? Kau lupa atau bagaimana kalau Trier itu jauh dari sini dan untuk sampai kesana paling tidak kita harus di pesawat selama satu setengah jam. Yang benar saja? Lagian kau ada perlu apa ke sana sampai harus mengajakku?” Reyna selalu tidak pernah mengerti bagaimana sebenarnya cara kerja otak pria itu, kenapa ia selalu mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal.“dengarkan dulu. Kita akan kesana dengan cara yang mungkin sangat asing bagimu, tapi bagaimanapun kita harus ke sana malam ini karena aku ingin memberitahu sesuatu padamu”
Pagi ini Reyna memulai harinya seperti biasa. Pukul 07.40 Reyna sudah berada di yayasan tempat ia mengajar karena pembelajaran dimulai pukul 8. Lingkungan sekolah sudah mulai ramai oleh anak-anak yang sebagian datang diantar oleh orang tua mereka dan ada juga dijemput oleh bus sekolah. Reyna menyukai pemandangan ini. Ia akan ikut tersenyum saat melihat anak-anak tersebut tersenyum sambil melambaikan tangan atau saling bertukar pelukan hangat dengan orang tuanya. Reyna juga akan menyambut dengan ceria anak-anak yang turun dari bus sekolah kemudian berlari ke arahnya kemudian menyapanya dengan senyum secerah mentari di awal musim panas. Reyna menyukai itu.Senyum Reyna semakin merekah saat melihat Felix yang baru saja turun dari mobil ibunya lalu berlari ke arahnya. Adeline yang tidak sempat turun karena harus ke restoran hanya melambaikan tangan sambil tersenyum manis ke arah Reyna seakan berkata 'Aku