"Gak masuk aja, Tor?" tawar Maya pada Riantoro a.k.a Toro yang sedang duduk di kursi bambu depan kontrakan.
"Ngga usah Tan, gue disini aja" tolak Toro dengan halus.
"Kalo masuk ke--yang lain mah, hehe" jeda Toro diakhiri cengiran naughty-nya.
"Gue mau" lanjut Toro diakhiri jilatan sensual dibibirnya.
Maya menggerling sebal. Semua pria sama saja. Kalau gak buaya, ya... otaknya hanya berisi tentang selangkangan wanita.
Maya dan Toro baru saja pulang dari puskesmas. Luka di lengan Maya terusik kembali. Sehingga, mau tak mau Maya harus menjahit kembali lukanya ke tukang jahit yang merangkap jadi kang suntik juga.
Maya tidak bisa melakukannya sendiri. Jadi, dia meminta bantuan Toro untuk mengantarkannya ke Puskesmas yang paling jauh. Karena yang dekat tidak ada.
"Issh, otak lo... " Maya melengos masuk ke kontrakan meninggalkan Toro.
Wa
Maya berjalan sambil tertawa dengan Toro. Mereka memasuki cafe Brazillian untuk menemui Elang. Tanpa sengaja Maya melihat Elang sedang menatap mereka dari kejauhan, membuat Maya berbisik pada Toro."Lo duduk di meja sebelah aja ya" titah Maya.Toro mengacungkan jempolnya "Oke Tan!"Maya menghirup udara disekitarnya dengan rakus. Jantungnya kini berdebar tidak karuan saat Elang terus menatapnya.Kanget bat gue ma dia woy!"Ada apa?" tanya Maya bersamaan dengan pantatnya yang mendarat di kursi.Elang yang berada dihadapannya tidak mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Maya. Itu membuat Maya sangat gugup. Namun, Maya mencoba mengontrolnya."Leher lo kenapa?" Elang menyipitkan matanya saat melihat leher Maya yang melepuh."Ohh,. Ini.." Maya langsung menutupi lehernya dengan telapak tangannya."Tan
Kau rindukuJiwaku indah memanggil dirimuMataku terbangun untuk menantiMenantimuJangan pernah kau ragukan cinta yang sesungguhnyaItu bisa menghancurkan semuaBukan begituAku sungguh masih sayang padamuJangan sampai kau meninggalkan akuBegitu sangat berharga dirimuBagikuDan kupastikan saja dihatimuKan kukorbankan semuanya untukmuSungguh kuberharap kaupun begituPadaku🎶 🎶"Ngena banget ya menn" Elang menghentikan petikan gitarnya.Roney yang sedang sibuk menggambar bangunan pun hanya melirik sekilas. Nadya yang berada disamping Roney juga terkesan tidak peduli dengan alunan gitar yang baru saja dimainkan Elang.
"Re, kamu dimana?" Elang bertanya pada kekasihnya sambil mengendarai mobil Honda Jazz putihnya.Oh, Elang tidak berbicara dengan Rere secara langsung. Tidak ada Rere di dalam mobilnya. Hanya sambungan telepon yang menghubungkan mereka berdua.Tidak mungkin juga Elang menanyakan keberadaan Rere jika wanitanya ada disampingnya. Ada-ada saja."Hai, sayang. Tumben pagi-pagi udah nanyain aku aja" ucap Rere terdengar serak.Elang menebak pasti Rere baru bangun tidur."Kamu baru bangun?"Rere mengangguk tidak sadar dari seberang sambil menguap "Iya yang. Tenggorokanku juga lagi gak enak. Kayanya mau batuk deh" "Aku otewe kesitu Re. Jangan kemana-mana ya. Gak kerja kan?"Tidak sulit bagi Elang untuk mengendalikan setir mobil dengan satu tangan. Menyetir sambil menyantap bakwan, tahu pocong, tahu isi, pisang gor
"Re, bajunya pake" Rere pura-pura tuli. Ia dengan santai memakan ayam goreng berbalut tepung tanpa tergubris dengan ucapan Elang yang sejak tadi menyuruhnya tanpa henti. "Enak banget yang. Kamu mau aku suapin. Sini aaaaaa..." Rere sudah menyiapkan nasi dan ayam siap menyuapkannya pada Elang. Lagi-lagi Elang teringat dengan keromantisan mahluk berinisial Roney dan Nadya yang pernah melakukan adegan suap menyuap.Namun Elang tidak tergoda sama sekali untuk mengikuti jejak romantisnya master Roney. Walaupun wanitanya sepertinya akan lebih romantis. "Melorot nanti handuk kamu" ucap Elang sambil memakan nasi bagiannya. "Gapapa dong yang. Cuma ada kamu doang inih" Rere menjilati crispy yang menempel dijari-jarinya. "By the way, aku masih ngambek loh ya" Rere memicing kesal pada Elang. Walaupun Elang disambut baik namun
"Kalo mau indehoy jangan di sini. Mampu nyewa villa di Bali kan?" Maya menatap tajam Elang yang kini sedang terengah-engah sambil memangku Rere yang duduk di kedua pahanya.Maya melemparkan sebungkus rokok ke meja yang wadahnya berwarna putih bertuliskan L dan A.Maya menatap tajam mata Elang yang terkejut karena kehadiran dirinya. Terlihat dari pandangan Elang yang tersirat ingin menjelaskan.Sedangkan Rere tidak peduli dengan kehadiran Maya. Kedua tangan Rere melingkar mesra di leher Elang sambil menciumi rahang Elang.Maya merasakan hatinya seperti tertusuk sekaligus sesak secara bersamaan. Pemandangan yang sering Maya lihat oleh pelaku yang sama. Namun kali ini lawan mainnya berbeda.Dia Elang. Lelaki yang ia cintai bercumbu panas dengan sahabatnya. Tapi Maya bisa apa. Tidak ada hubungan apapun antara dirinya dan lelaki itu. Semua rasa sakitnya murni karena perasaannya s
Maaf yang aku lagi sibuk byk bgt pelanggan mlm iniElang mendesah kecewa setelah mengirimkan pesan pada Rere. Jawabannya sudah Elang duga. Kalau malam hari Rere pasti tidak akan bisa diajak untuk pergi keluar.Seperti sekarang ini, Elang hanya bisa menyimpan kedua telapak tangannya ke saku celana jeans pendeknya. Sementara yang lain bergandengan tangan dengan pasangannya sendiri.Elang berada di Mall Collexus bersama Nadya, Roney dan Melan. Jangan tanya lagi, mereka jalan berempat. Tapi bagi Roney, ia merasa sedang berjalan beriringan berdua saja dengan wanitanya-Nadya. Sedangakan Elang dan Melan dianggap cuma sekedar rumput bergoyang yang sekali injak bisa roboh."Woi, tangan kalian kenapa sih? Nempel mulu perasaan"Roney yang sedang berjalan di depan bersama Nadya terpaksa memutarkan kepalanya untuk menjawab protesan Elang."Kenapa? Iri ka
Untung saja Elang menggunakan kacamata minusnya. Sehingga dari jarak jauh pun Elang bisa melihat Melan yang sedang berdiri menghadapnya.Elang melambaikan tangannya agar Melan mengetahui keberadaan dirinya. Detik ini Elang sangat terburu-buru ingin mengejar Maya. Jadi Elang memutuskan untuk tidak menghampiri Melan.Dalam genggaman Elang terdapat kunci mobil yang siap ia luncurkan lewat lantai agar bisa tiba di hadapan Melan tanpa harus dilempar."Kunci" gumam Elang tanpa suara.Slurrr...Kunci mobil tersebut meluncur dengan sempurna.Setelah itu Elang kembali berbalik berlari dengan cepat. Elang harus bisa mengejar Maya. Dan Elang memastikan Maya akan segera pergi dari mall ini."Udah kek belut aja dia, licin bet susah dipegang" batin Elang seraya berlari.Elang berlari menuju toilet wanita yang mana tempat tersebut adalah temp
Maya tidak bisa memejamkan matanya sejak kejadian memeluk Elang. Bibirnya tidak berhenti tersenyum malu. Untung saja kini dia berada di dalam kamar yang dulu ia tempati. Jikalau tidak, entahlah seperti apa bentuk muka Maya saat ini. Bak tomat busuk mungkin.Ada rasa hangat yang berbeda. Bukan berasal dari teh panas yang baru saja diseduh. Ini sejenis hangat yang mampu membuncahkan rasa bahagia yang tidak Maya kira. Lebih dari yang Maya harapkan.Luar biasa."Gila sih! Gue cablak banget" gumam Maya pada langit-langit kamar.Untung saja Elang menganggap ungkapan Maya itu hanya candaan saja. Sehingga tidak membuat Maya merasa rendah sekali. Walaupun dalam hati Maya sedikit sedih karena Elang menganggapnya sedang mabuk komik gopek-an.Tringgg...Maya terperanjat."Siapa sih jam segini nelpon-nelpon segala. Kan gue udah close orderan" Maya mengumpat kesal karena dering ponselnya membuyarkan khayalannya.Maya kemudian mencebikkan bibirnya setelah melihat siapa yang menelponnya."Apa?" tanya