Dato menelponku dan mengatakan akan datang hari ini.
"Kini aku punya waktu sehari penuh, tunggu aku di Apartemen," ujarnya.
"Baiklah Dato, aku dirumah saja dan besok hari libur," jawabku diujumg telpon genggamku.
Aku merasa suprise Dato datang. Mungkin istrinya tidak dirumah dan dia dapat kebebasan.
Biasanya hanya 3 atau jam saja dan pergi.
Dato Raf muncul ketika siang itu turun hujan.
Cukup waktu untuk Dato Raf membersihkan diri sebelum mendatangiku di tempat tidur .
Dia memhyuruhku berdiri karena dia memginginkannya."Ayolah, kita bersenang senang sedikit," ujarnya.
Dato berdiri merapatkan dirinya ditubuhku dan mulai menciumku.
"Malam ini aku disini, aku lelah dan ingin bersamamu," ujarnya.
Ia mulai dengan ritual biasa, cium dibibir dan bermain dengan lidahku cukup lama. Aku membalasnya dengan hal yang sama. Dato mulai mendesah minta dipuaskan danAku selalu sangat hati hati kalau pulang. Aku tidak mau ada penguntit yang ingin tahu tempat tinggalku.Hidup dalam waswas cukup menyiksaku. Hidup dengan penuh kekawatiran.Jika bersama Ronald, aku khawatir di ikuti oleh Dato Rafki atau orang¹ suruhannya yang akan menemukanku.Pulang kerja, bisa jadi penguntit dari orang orang ibu Betty akan membayang bayangiku.Bisa juga Ronald yang penuh keinginan tahu tentangku.Kalau Ronald, aku tak perlu kawatir terlalu banyak. Mungkin bagus juga karena aku dapat berterus terang kepadanya.Aku akan menjelaskan apa yang terjadi.Tidak menjadi apa, meninggalkan atau ditinggalkan Ronald aku sudah pasrah.Tapi bagaimana kalau orang suruhan ibu Betty ? Betty memergokiku. Menemukan tempat tinggalku. Itu akan sangat gawat. Apalagi kalau bersama Dato Raf. Tak dapat kubayangkan.Dikantor , aku selalu kawatir kalau ibu Betty datang lagi menemuiku.
Seminggu setelah itu, Dato menelponku."Aku ingin bertemu kamu, tapi tidak ditempat kamu.""Dimana?"Dato Raf menyebutkan sebuah hotel bintang lima."Aku telah memboking hotel atas nama kamu," katanya dengan jelas. Tunjukan KTP kamu."Aku datang pada waktu check in lebih awal. Hotel mewah selalu menggodaku dengan pesonanya.Hotel yang berlokasi di kawasan strategis itu adalah hotel tertinggi yang pernah kulihat.Suasananya membuat aku lebih bergairah. Aku ingin menghabiskan waktuku dengan bersantai. Mandi di kolam renang lantai 50. Menyaksikan pemandangan kota diketinggian.Merawat diri dan memakai parfum kesenangan Dato Raf. Menunggu Dato Raf dengan hati berdebar di ranjang hotel mewah berbintang.Menunggu mungkin terasa lama dan ia muncul dengan senyum cerahnya. Dato Raf datang ketika hari beranjak malam."Aku sudah datang," ujar Dato Raf."Iya Dato, " jawabku. Ia menelponku dari dari parki
Sydney adalah kota terbesar di Australia. Aku tidak ingin berada dihotel saja. Aku ingin melihat Sydney lebih dahulu. Aku mulai memberanikan diri berjalan disepanjang jalan Sydney yang tidak terlalu ramai. Sapaan How Are You, menjadi hal yang favorit terdengar. Ketika aku membeli sesuatu, es krim atau apa saja orang orang tersenyum dengan sapaan khasnya. Cukup capek juga menyebut 'I am fine' dan mereka kembali tersenyum. Sesama pejalan kaki tidak salingmengenal bisa saja berhenti dan mengobrol menanyakan kabar ."How Are You." Kesadaran pengendara bermotor untuk mendahulukan penyeberang jalan, perlu sangat dihormati . Mereka memperlakukan se olah olah penyeberang itu jalan adalah raja. Mereka berhenti untuk memberi jalan. Tidak terasa aku sampai di Paddy’s Market, dam sekitar China Town sampai ke Darling Harbour tanpa terasa waktu kuhabiskan cukup banyak. Tujuan utamaku sendiri sebenarnya ha
Setelah Dato pergi, aku sendirian di Sydney .Udara yang lebih segar, angin sepoi-sepoi dan area yang luas dengan taman adalah pemandangan yang biasa di kota itu. Begitu banyak bunga dan pepohonan dan taman bermain dijalur pejalan kaki. Sydney secara keseluruhan aman untuk wanita sendirian. Orang Australia mempunyai sifat yang ramah dan suka membantu, Duduk di depan Opera House, pada hari itu dan mengingat kemarin, aku menghabiskan waktu di Taronga Zoo Sydney.Sekarang aku ingin melihat patung.lilin Madame Tusaud. "Hi, How are you," seorang lelaki tampan berkulit putih menyapaku."Apakah kamu sendirian?" Tanyanya .Aku tersenyum membalas sapaannya."Saya Robert," ujarnya lagi."Sekarang saya sendirian'," jawabku."Are you from?""Indonesia," tambahku lagi ketika ia bertanya asalku."Mungkin kita bisa berteman," ujarnya meramahkan diri. "Bolehkah aku duduk didekatmu?" Aku tersenyum meski
Ketika upaya pemerintah untuk memaksa penjualan pulau gagal, pemerintah Australia membuatnya bangkrut dengan menolak berbisnis atau mempersulit izin apa pun kepada perusahaan perkapalan dan segala usahanya di pulau Cocos yang berhubungan dengan Australia.Pada tahun 1978 pemerintah telah kehilangan kesabaran.John Clunies-Ross dipaksa menjual tanahnya ke Persemakmuran di bawah ancaman akuisisi wajib.Lima tahun kemudian, pemerintah Australia ingin dia keluar dari pulau itu sama sekali.Referendum 1984 menawarkan kepada penduduk pulau, termasuk juga anggota keluarga Clunies-Ross, dengan dua pilihan.Memilih integrasi dengan Australia, atau kemerdekaan.Sementara Clunies-Ross mencoba bertahan dengan berkampanye untuk kemerdekaan, hampir semua orang yang berhak , memilih integrasi penuh dengan Australia.Tindakan penentuan nasib sendiri negeri kami... itu masalah besar, untuk sekarang menjadi bagian dari
Selesai Cuti, aku melapor kekantor tempatku bekerja."Aku akan mulai bekerja," laporkan."Selamat bergabung kembali. Perusahaan ikut berduka dengan meninggalnya ibu kamu," ujar biro SDM kepadaku.Lalu dengan penuh simpati biro SDM mengucapkan beberapa nasehat.Terakhir ia mengucapkan ucapan,"Selamat bekerja dan datang kembali ke Perusahaan. Semoga sukses. ""Terima kasih," ujarku.Hari hari rutin kembali hadir dalam hidupku.Bekerja, pulang dan selalu hati hati ketika pulang kalau ada yang mengikutiku.Beberapa minggu itu berjalan,namun nasib kembali buruk, sesuatu hal yang tidak kuinginkan kembali terjadi.Bagaimanapun aku hati hati, ibu Betty akhirnya dapat mengetahui tempat tinggalku.Mungkin ada penguntit dengan sepeda motor, aku tidak waspada. Aku juga tidak waspada ketika ada yang mengetok pintu.Tiba tiba saja ibu Betty muncul diapartemenku.Pintu diketok, k
Ronald telah menungguku didekat kantornya.Mataku agak merah, Ronald melihatnya. Namun selalu ada alasan untuk membantahnya."Kamu kenapa?" Tanyanya."Masih berduka," jawabku."Dua minggu belum cukup'? Kau harus relakan dan berdoa untuk ibumu karena hidup harus berlanjut," garis tipis terlihat dari bibirnya yang terkatup.Ronald bercerita hal hal yang ringan. Setelah itu keseruan tempat yang akan mereka kunjungi ."Jika kemaren kita ke gunung, kini kita kepantai. Ini lebih indah," kata. Ronald."Kita naik banana boat atau surfing.""Aku cuma ingin melihat pantai,"kataku."Aku juga," kembali garis tipis dibibirnya dan senyum dari rahang yang kuat."Tidak sulit, kita akan beli pakaian renang disana."Cerita Ronald terdengar menyenangkan.Ronald ingin aku bercerita banyak. Namun itu tidak terjadi. Aku lebih banyak diam. Ronald menggodaku dengan tawanya yang
Aku merasa gamang untuk kembali ke apartemenku dan menambah liburanku di pantai Carita.Trauma dengan ibu Betty dengan apartemenku yang bukan lagi tempat aman bagiku."Aku mau tiga hari disini," ujarku kepada Ronald."Menarik, kau mau lebih lama, aku senang , tapi kamu mengabaikan pekerjaan. Aku tidak jamin kamu sampai dipecat?""Aku sudah bosan bekerja?"Ronald mungkin menduga duga ada sesuatu yang terjadi denganku.Tapi dia tidak banyak bertanya, aku takut jika ia sampai bertanya apa aku sudah menikah.Tapi tidak, lelaki itu masih menahan diri dengan pertanyaan.Namun sebuah pertanyaan dilontarkannya juga meski tidak memaksa."Kalau engkau punya masalah, mungkin aku bisa membantu.""Mungkin, kalau aku tidak bisa menyelesaikannya. ""Ceritakan saja, aku selalu punya waktu mendengarkan," tambah Ronald."Aku ingin mencari apartemen'," kataku."Itu mudah, kredit atau sewa. It
Dokter berbicara denganku hal hal yang asing bagiku mungkin bahasa medis. Aku tidak dapat mengerti hal itu.Aku cuma bertanya."Apakah mungkin ada kesalahan?" Tanyaku."Maksud anda tidak akurat? Tidak mungkin," ujar dokter.Setelah panjang lebar penjelasan, dokter bertanya. "Apakah Anda punya alternatif?" Tanya dokter."Apa maksud dokter?" Tanyaku."Maaf, mohon jangan tersinggung. Mungkin ada lelaki lain yang bisa kita periksa. Untuk mencocokan DNA itu," kata dokter."Engkau bisa membawanya kesini." Aku tahu, dokter menyarankan agar aku membawa lelaki lain yang mungkin menjadi ayah anakku. Tentu saja ada. Lelaki itu mantan suamiku Dato' Raf. Ayah Brian yang sebenarnya. Tapi aku tidak bodoh untuk menghubungi dokter dan laboratorium itu lagi. Aku akan mulai dari awal. Aku tidak mau Dato' Raf curiga. Aku akan memberitahu Dato' Raf. Apapun yang terjadi.Dato' Raf tentu harus tahu, bahwa
Aku membawa permainan untuk Adiputra. Mungkin ayahnya sudah membelinya, karena dia seorang anak yang memiliki segalanya.Dia senang punya permainan mobil yang kubawa. "Sekarang kamu tidur, bermain besok saja,”kata ayahnya tegas. "'Iya, aku mau tidur," Adiputra melirik ayahnya.Aku meninggalkan anak itu dan sebelum pergi mengusap kepalanya. Bos Dewantara mengajakku ke Kafe terdekat. "Ayo kita minum di Kafe rumah sakit," ajak Bos Dewantara.Perutku memang sudah lapar. Mendapat makanan dan kopi cukup menyenangkan. Aku suka kopi. Dewantara juga.'"Mengapa Erika menggugat cerai?" Tanyaku."Mereka selalu tidak cocok kalau dirumah, anakku dan Erika bertentangan dan aku pusing. Adiputra tidak mau diatur, sementara Erika tidak peduli. ""Sulit juga menghadapi anak yang keras seperti Adiputra," kataku."Erika tidak menyembunyikan ketidak sukaannya, jadi hidupku jadi kacau," ujar Dewantara p
Namun aku tetap memaksa agar Ronald dan anakku memeriksa DNA, aku tidak mau ada kesalahan.Tetapi lelaki itu dan aku tampaknya cukup yakin, itu adalah anakku dan Ronald."Apakah kamu yakin pemeriksaan itu perlu?" Tanya Ronald."Aku sudah punya suami, meski dia mengatakan tidak lagi subur. ""Lelaki mungkin kesulitan kalau sudah berusia diatas 55 tahun," ujar Ronald. "Jadi kita akan memastikannya," ujarku menguatkan."Jangan ada kesalahan lagi.' "Baiklah jika itu mau kamu, aku akan menanyakan dan mencari waktu yang tepat. Aku dan anak kita akan menjalaninya." Ronald kini tertawa cerah. Seolah-olah tidak terjadi apa apa. Dia membesarkan hatiku."Aku akan menelpon kamu," ujarnya lagi. *** Ronald menelponku dua hari sesudahnya."Aku sudah konsultasi dengan dokter, kita dapat melaksanakannya. Aku dan anakku Brian,." Kata Ronald seperti dia sudah yakin itu putranya.
Aku mulai memikirkan Ronald dan kini masanya menuntaskan masalah ini. Aku menelponnya dengan telepon sebelumnya yang kucatat ketelpon baruku. Tak berapa lama telpon itu diangkat. Aku memerlukan menenangkan diri sebelum menjawab teleponnya."Hai, sapaku." Suara ditelpon menjawabnya dengan terkejut."Anna, kamukah itu?" Tanya Ronald seperti berteriak."Iya, " kataku."Aku cuma ingin mengucapkan selamat atas pernikahan kamu," ujarku dengan suara getir."Apa yang kamu katakan? Kamu memutuskan telepon dan sekarang berbicara tentang selamat, apa yang kamu ketahui tentang aku?" "Kamu mengatakan akan menikah dan akan memberikan undangan.""Jadi karena itu kamu memutuskan telpon dan tidak mau berhubungan denganku?""Iya." Jawabku."Aku yang salah," ujar Ronald pula."Kita perlu bicara, dimana kamu?""Apakah ini perlu?" Tanyaku."Tentu saja perlu, banyak yang aka
Adiputra dan Erika Sintya mulai bercakap cakap dan akrab. Aku membujuknya agar mencintai Erika Sintya. Anak itu tersenyum saja. Tapi ia mulai suka dengan Erika dan tidak menolak atau merajuk . Permainan ditempat wisata itu menggodanya. berdua, Erika dan aku membawa Adiputra ketempat permainan, tapi Adiputra lebih suka menempel padaku. Ayahnya Dewantara hanya melihat saja dari jauh. Sekali sekali dia ikut. Tertawa bersama ayah dan anak. Aku seperti pengasuh diantara mereka.Berjalan kemana saja, bos suka melihat tempat wisata dan perkemahan. Tapi Erika dan Adiputra tidak suka berkemah. Jadi berjalan jalan saja kearah bukit dan tempat tempat yang indah.Di siang itu kami pulang setelah berjalan dikaki bukit.Erika Sintya dan Bos Dewantara berjalan berdampingan. Aku dan Adiputra mengikuti berjalan di dekat sungai. Erika memisahkan diri dari Bos dan mendekatkan diri padaku dan Adiputra.
Adputra terbangun pagi hari dan aku membuatkan sarapan. Ayahnya menelpon dari Singapura pagi itu. Aku mengulurkan telepon ke anak itu dan mengedipkan mata memberi semangat. Dia mengambilnya dan menelponAku sengaja tidak mendengarkan percakapan mereka. Setelah memecahkan beberapa telur dalam wajan, dan menutupinya dengan penutup aku menemui Adiputra. Adiputra baru saja selesai menelpon dan menyerahkan ponsel kepadaku. "Ayah ingin berbicara," ujar Adiputra. "Ya," kataku, meletakkan telepon di telingaku. "Anna, apakah dia mengganggumu'? Pegawaiku akan datang ke sana untuk membawa Adiputra. ""Tidak apa apa, dia anak yang menyenangkan. " jawabku."Aku senang dia disini, tapi tempatku mungkin tidak bagus, aku minta maaf.""Adiputra senang disitu, aku berterima kasih. " Kata Dewantara pula."Syukurlah," ujarku tulus."Aku ingin bertemu, sepulang dari Singapura aku akan kesana." Berkata lagi
Aku mandi dan menyegarkan diri. Aku tertidur sampai pagi hari dan bangun dengan wajah lebih segar. Celakanya aku mengingat anak kecil yang sangat menarik hati itu yang bernama Adiputra. Tapi aku sama sekali tidak menyesal tidak menerima tawaran ayahnya untuk menjadi pengasuh. Jadi pengasuh bukan pekerjaan pavoritku. Antar jemput anak dan bertemu dengan lelaki tampan itu setiap hari. Dia pasti juga tidak suka untuk bertemu seorang janda. Sebelum terlambat, lebih baik aku menolaknya sekarang. Aku keluar dari kamar mandi, mengenakan handuk dengan rambut basah dan mengeringkannya serta pergi tidur. Tidur segera saja menguasai diriku karena aku sangat lelah. Untung ada Metty membantuku. Aku tertidur dan terbangun di pagi hari. Aku harus mencuci rambut lagi, karena kalau tidak rambutku menjadi kusut. Aku tidak mau tampil dengan rambut yang kusut. ***Beberapa saat setelah itu melodi yang b
Seorang anak laki-laki dan ayahnya, yang saya pikir tidak akan pernah saya temui lagi datang lagi. Tuan Dewantara dan anaknya Adiputra.Sebuah mobil segera tiba.Adiputra kecil ada dikursi belakang. Baru sekarang saya perhatikan bahwa Adiputra kecil adalah salinan mirip ayahnya.Bocah itu begitu percaya diri dan keras kepala."Karena semua upaya saya untuk berterima kasih telah gagal, maka izinkan saya mengantarkan anda pulang?"Aku melihat sekilas wajah tampan pria itu."Aku punya mobil terparkir dimall. Cukup sampai disana saja.""Kamu membawa mobil?" Tanyanya."Kamu baru saja mengalami kejadian berat, aku ingin memastikan kamu pulang dengan baik. Dimana kamu tinggal?"" Apartemen Nirwana "sahutku."Aku tahu, ayo ketempat mobil kamu dan saya akan mengiringi kamu pulang dari belakang.""Kami akan menonton film besok," Si kecil itu berbicara."Maukah
Aku mencapai kantor ayahnya dengan mobil online dan masuk ke sebuah kantor besar berupa Apartemen. Sebuah Nama perusahaan besar yang bergerak dalam perdagangan besar. "Apakah kamu sering kesini? "Aku bertanya kepada anak itu. Keindahan ubin marmer, kebersihan dan kilau di sekitarku memenuhi mataku. "Tidak, tetapi terkadang ayah membawaku ke tempat kerja. Aku tidak punya siapa-siapa di rumah." Aku dan anak itu berjalan melewati koridor panjang dan naik lift.Satpam dikantor itu terkejut dan menahanku. " Hai, Adiputra, semuanya mencari kamu. Apa kamu diculik wanita ini?" Satpam berteriak. Kemarahan segera saja muncul dalam diriku."Jangan sembarangan, temukan saja ayahnya. Aku mengantar anak ini." "Kami akan menelponnya dan kamu menunggu di kantor. Semua orang sedang sibuk mencari anak itu. Maaf kalau menuduh," satpam itu mulai ramah. Sekarang aku akan memberi tahu