Aku merasa gamang untuk kembali ke apartemenku dan menambah liburanku di pantai Carita.
Trauma dengan ibu Betty dengan apartemenku yang bukan lagi tempat aman bagiku.
"Aku mau tiga hari disini," ujarku kepada Ronald.
"Menarik, kau mau lebih lama, aku senang , tapi kamu mengabaikan pekerjaan. Aku tidak jamin kamu sampai dipecat?"
"Aku sudah bosan bekerja?"
Ronald mungkin menduga duga ada sesuatu yang terjadi denganku.
Tapi dia tidak banyak bertanya, aku takut jika ia sampai bertanya apa aku sudah menikah.
Tapi tidak, lelaki itu masih menahan diri dengan pertanyaan.Namun sebuah pertanyaan dilontarkannya juga meski tidak memaksa.
"Kalau engkau punya masalah, mungkin aku bisa membantu.""Mungkin, kalau aku tidak bisa menyelesaikannya. "
"Ceritakan saja, aku selalu punya waktu mendengarkan," tambah Ronald.
"Aku ingin mencari apartemen'," kataku.
"Itu mudah, kredit atau sewa. It
Berlibur menghabiskan waktu di Pantai Carita adalah sesuatu yang tidak bisa kulupakan. Ronald yang telah mengajakku', ketempat asri dengan rerimbunan pepohonan. Biasanya kalau ke pantai itu panas. Tetapi di sini cukup sejuk dan aku menyukainya. Selain ada hutan yang tak jauh dari situ, pohon pohon besar di sekitar resort menambah kesegaran udara. "Lihat pohon Waru tua itu," kata Ronald menunjuk kesebuah pohon waru tua yang terlihat aneh. Ronald mengapit pinggangku menarik tanganku. Aku dan Ronald berpelukan. Aku melepaskan pandangan kesuatu arah. Aku memperhatikan dengan tepat.Sepasang pohon Waru tua berdampingan tumbuh kuat dan ada tulisan cinta abadi diantaranya. Pohon yang dikemas sebagai obyek wisata. "Bisakah kita seperti itu? " tanya Ronald ketika aku mengeja nama dipohon itu dengan mulut terbuka. "Cinta abadi?" Aku mengucapkan kata kata itu sambil tersenyum kecil dibibir.
Ini adalah hari yang jelek ketika aku dipanggil HRD. Pimpinan personalia itu menatap kepadaku. "Kinerja kamu menurun sekali," ujar HRD kepadaku sambil menatap mataku dengan tajam. Aku mendengarkan dengan diam, setelah pergi selama tiga hari bersama Ronald aku mulai bekerja kembali. Ketidakhadiranku selama tiga hari itu menjadi catatan tersendiri dikantor. Aku tahu aku bersalah. Jadi aku diam dan mencoba untuk bersikap tenang."Ada mungkin beberapa hal yang harus saya tanyakan," dèsak HRD pula. '"Apa yang mesti saya jelaskan?" Tanyaku dengan hati-hati."Ketidakhadiran kamu sèlama tiga hari dan tidak ada surat keterangan istirahat dokter. Perusahaan cuma mentolerir satu hari dan selebihnya harus keterangan dokter." Kata HRD." Saya tidak kedokter, saya membeli obat sendiri.""Karyawan yang sakit bisa berobat ke dokter yang ditunjuk perusahaan. Itu dibayar perusahaan. Apa kamu tidak mau memanfaatkannya?""Lain kali saya akan ke dokte
Pertemuanku dengan Ronald yang tampan sebagai pangeranku di cerita Cinderella juga telah mengubah hatiku. Aku perlu meyakinkan diri, apakah pangeran itu mau menerimaku dihatinya dan tidak mencampakkan diriku setelah tahu apa yang terjadi. Bagaimana aku harus berterus terang tentang diriku. Siapkah aku kehilangan pangeran tampanku? Seandainya aku kehilangan sang pangeran dan apa yang akan kulakukan nanti? Aku telah memberikan diriku kepada pangeran yang tampan yang seharusnya tidak boleh. Kenangan itu indah sekaligus juga buruk. Dalam Beberapa kesempatan Ronald sepertinya memberikan lampu hijau kepadaku. Apakah benar begitu, atau cuma kepura-puraan karena menghendaki kesenangan duniawi? Mungkin aku harus mencoba keberuntunganku. Tidak apa apa kehilangan Dato Rafki atau kehilangan keduanya dari pada aku dalam kebimbangan. Dalam hati aku ingin membatasi diri untuk bertemu dengan pangeran tampanku. Namun kenya
Kini aku punya banyak waktu di Apartemen sebelum kuliah mengambil master atau S2. Mungkin sebenarnya aku tidak perlu berhenti, tapi itu sudah kulakukan. Pikiran lain timbul ketika Ronald terus menelponku."Aku keluar daerah," ujarku mengelak."Apa kamu mengindariku?" Tanya Ronald dengan marah. "Mengapa mesti punya rahasia? Engkau bisa memberitahuku apa yang terjadi. ""Tidak terjadi apa apa," ujarku."Lalu kenapa engkau menghindariku?""Aku tidak menghindarimu, tapi mungkin aku merasa ada yang lebih cocok untukmu.""Apa maksudmu?""Entahlah, aku cuma bingung.""Ceritakan bingungmu ""Mungkin nanti," jawabku. Ronald terdengar makin marah dan kesal."Kemana kamu, kota mana yang kamu tuju?" Aku tidak memberitahunya. " Sekarang aku ingin sendiri," jawabku."Kamu aneh, terlalu aneh." Ronald begitu kesal dari suaranya." Kamu mengecewakan aku," teriaknya. Aku menutup telpon sebelum dia lebi
Barbara juga menyebut, lalu lintas di Jakarta agak kacau. Bunyi klakson dimana mana, ketika berjalan kaki, dia menjadi bingung takut ditabrak kendaraan. "Tapi penginapannya bagus, kamar modern dengan TV layar datar, kolam renang outdoor juga, " kata Barbara. "Juga Wi-Fi gratis, brankas pribadi dan nge-gym, itu cukup murah." tambah Robert. "Apalagi?" Kataku. Aku senang Barbara suka berbicara."Orang disini ramah," Barbara tertawa."'Mereka menyapa', tapi ketika saya ingin berbicara lagi, saya jadi bingung," ujarnya lagi."Kenapa?" Tanyaku."Hanya kalimat sepotong, karena mereka tidak bisa berbahasa Inggris." Barbara tertawa lagi karena ia kecewa tidak bisa berkenalan lebih jauh. "Jika anda terganggu, katakan kamu sibuk," ujarku. "Kami dipanggil bule, banyak yang ingin berkenalan dan berfoto," kata Barbara."Seperti selebriti," tambah Robert.Barbara wajahnya selalu berseri dan ceria. "Kamu cukup fasih berba
Dua kamar dan salah satunya ditempati Robert, sementara Barbara ingin tidur dikamarku."Apa Robert tidak marah?" Aku bertanya."Tidak apa apa," jawab Barbara kalm."Ayo, kita mandi. Badanku sudah gerah," kata Barbara."Dikolam atau di kamar mandi?" Tanyaku."Dikamar mandi saja," "Mandilah, aku akan memasak,"ujarku."Aku mau istirahat saja dan membaca," Robert masuk kamar disebelahku. Barbara mengambil handuk dan masuk kamar mandi. Aku memeriksa apa yang kubuat, bahan cukup tersedia untuk membuat nasi goreng dan makanan lain.Selesai semuanya, aku juga mau mandi dan mengajak mereka makan bersama. Barbara lebih sering bercerita dan dekat padaku dari pada dengan Robert.Robert juga mandi sebelum makan bersama. Aku sebenarnya merasa risi juga sekamar dengan Barbara, namun aku telah mengajaknya. Ia lebih suka tidur tidak pakai bra dan cuma celana dalam saja
Di Apartemen Dato Raf menelponku."Apa kabarmu Anna?" Tanyanya dengan sedikit tegang."Aku cuma jenuh, tanpa pekerjaan dan kesibukan."" Baiklah, bagaimana kamu ikut denganku ke Jepang?" Tanya Dato Raf."Seperti ke Sydney? Pergi sendiri dan ditinggal di hotel?" ujarku dengan suara sedikit menyesal."Apa salahnya jika kamu pergi sendiri," kata Dato Raf pelan."Ini menjadi pengalaman bagimu, agar juga kamu tidak jenuh." "Tokyo?" Tanyaku." ke Osaka juga," jawab Dato Raf. "Kamu menungguku di Tokyo saja ada sedikit urusan disana sebelum ke Osaka," berkata kata lagi Dato Raf. "Tapi mengertilah, aku ada sedikit bisnis dan kita tidak bisa menarik perhatian orang ""Mengapa ke Osaka?""Ada bisnis kontrak Batubara dan sawit."Dato kali ini menjelaskan bisnisnya."Ada beberapa pegawaiku disana mendampingi." Aku terdiam, masih berpikir untuk pergi dan mengingat pengalamanku di sydney . Itu
Aku mengambil tas kecilku dan melangkah keluar dari kamar dan mengunci pintu.Ketika melewati beberapa kamar, aku melihat Adipraba dan Ellysa Dewi keluar kamar berdua.Ia terkejut melihat dan aku menyapanya."Hi," sapaku.Ia tersenyum canggung dan Ellysa memisahkan diri."Kamu bersama siapa?" Tanyanya."Husband," jawabku."Kamu berpacaran dengan Ellysa," ujarku menyentilnya."Tidak," ujarnya"Jangan salah sangka." jawabnya."Ellysa sudah bersuami, aku tahu " ujarku.Senang dapat memojokan aktris tersebut. Tidak setiap kesempatan ada."Kau mengambil fotoku dengan ponsel" Tanyanya dengan kawatir."Hanya foto biasa, " sahutku."Tolong dihapus fotoku bersama Ellysa" ujarnya lagi dengan wajah memelas."Kenapa?"Tanyaku."Tidak bagus kalau dilihat orang lain."Dengan pembicaraan itu aku jadi tahu ada sesuatu terjadi pada aktor favoritku.Sebelumnya aku tidak menyangka, fot
Dokter berbicara denganku hal hal yang asing bagiku mungkin bahasa medis. Aku tidak dapat mengerti hal itu.Aku cuma bertanya."Apakah mungkin ada kesalahan?" Tanyaku."Maksud anda tidak akurat? Tidak mungkin," ujar dokter.Setelah panjang lebar penjelasan, dokter bertanya. "Apakah Anda punya alternatif?" Tanya dokter."Apa maksud dokter?" Tanyaku."Maaf, mohon jangan tersinggung. Mungkin ada lelaki lain yang bisa kita periksa. Untuk mencocokan DNA itu," kata dokter."Engkau bisa membawanya kesini." Aku tahu, dokter menyarankan agar aku membawa lelaki lain yang mungkin menjadi ayah anakku. Tentu saja ada. Lelaki itu mantan suamiku Dato' Raf. Ayah Brian yang sebenarnya. Tapi aku tidak bodoh untuk menghubungi dokter dan laboratorium itu lagi. Aku akan mulai dari awal. Aku tidak mau Dato' Raf curiga. Aku akan memberitahu Dato' Raf. Apapun yang terjadi.Dato' Raf tentu harus tahu, bahwa
Aku membawa permainan untuk Adiputra. Mungkin ayahnya sudah membelinya, karena dia seorang anak yang memiliki segalanya.Dia senang punya permainan mobil yang kubawa. "Sekarang kamu tidur, bermain besok saja,”kata ayahnya tegas. "'Iya, aku mau tidur," Adiputra melirik ayahnya.Aku meninggalkan anak itu dan sebelum pergi mengusap kepalanya. Bos Dewantara mengajakku ke Kafe terdekat. "Ayo kita minum di Kafe rumah sakit," ajak Bos Dewantara.Perutku memang sudah lapar. Mendapat makanan dan kopi cukup menyenangkan. Aku suka kopi. Dewantara juga.'"Mengapa Erika menggugat cerai?" Tanyaku."Mereka selalu tidak cocok kalau dirumah, anakku dan Erika bertentangan dan aku pusing. Adiputra tidak mau diatur, sementara Erika tidak peduli. ""Sulit juga menghadapi anak yang keras seperti Adiputra," kataku."Erika tidak menyembunyikan ketidak sukaannya, jadi hidupku jadi kacau," ujar Dewantara p
Namun aku tetap memaksa agar Ronald dan anakku memeriksa DNA, aku tidak mau ada kesalahan.Tetapi lelaki itu dan aku tampaknya cukup yakin, itu adalah anakku dan Ronald."Apakah kamu yakin pemeriksaan itu perlu?" Tanya Ronald."Aku sudah punya suami, meski dia mengatakan tidak lagi subur. ""Lelaki mungkin kesulitan kalau sudah berusia diatas 55 tahun," ujar Ronald. "Jadi kita akan memastikannya," ujarku menguatkan."Jangan ada kesalahan lagi.' "Baiklah jika itu mau kamu, aku akan menanyakan dan mencari waktu yang tepat. Aku dan anak kita akan menjalaninya." Ronald kini tertawa cerah. Seolah-olah tidak terjadi apa apa. Dia membesarkan hatiku."Aku akan menelpon kamu," ujarnya lagi. *** Ronald menelponku dua hari sesudahnya."Aku sudah konsultasi dengan dokter, kita dapat melaksanakannya. Aku dan anakku Brian,." Kata Ronald seperti dia sudah yakin itu putranya.
Aku mulai memikirkan Ronald dan kini masanya menuntaskan masalah ini. Aku menelponnya dengan telepon sebelumnya yang kucatat ketelpon baruku. Tak berapa lama telpon itu diangkat. Aku memerlukan menenangkan diri sebelum menjawab teleponnya."Hai, sapaku." Suara ditelpon menjawabnya dengan terkejut."Anna, kamukah itu?" Tanya Ronald seperti berteriak."Iya, " kataku."Aku cuma ingin mengucapkan selamat atas pernikahan kamu," ujarku dengan suara getir."Apa yang kamu katakan? Kamu memutuskan telepon dan sekarang berbicara tentang selamat, apa yang kamu ketahui tentang aku?" "Kamu mengatakan akan menikah dan akan memberikan undangan.""Jadi karena itu kamu memutuskan telpon dan tidak mau berhubungan denganku?""Iya." Jawabku."Aku yang salah," ujar Ronald pula."Kita perlu bicara, dimana kamu?""Apakah ini perlu?" Tanyaku."Tentu saja perlu, banyak yang aka
Adiputra dan Erika Sintya mulai bercakap cakap dan akrab. Aku membujuknya agar mencintai Erika Sintya. Anak itu tersenyum saja. Tapi ia mulai suka dengan Erika dan tidak menolak atau merajuk . Permainan ditempat wisata itu menggodanya. berdua, Erika dan aku membawa Adiputra ketempat permainan, tapi Adiputra lebih suka menempel padaku. Ayahnya Dewantara hanya melihat saja dari jauh. Sekali sekali dia ikut. Tertawa bersama ayah dan anak. Aku seperti pengasuh diantara mereka.Berjalan kemana saja, bos suka melihat tempat wisata dan perkemahan. Tapi Erika dan Adiputra tidak suka berkemah. Jadi berjalan jalan saja kearah bukit dan tempat tempat yang indah.Di siang itu kami pulang setelah berjalan dikaki bukit.Erika Sintya dan Bos Dewantara berjalan berdampingan. Aku dan Adiputra mengikuti berjalan di dekat sungai. Erika memisahkan diri dari Bos dan mendekatkan diri padaku dan Adiputra.
Adputra terbangun pagi hari dan aku membuatkan sarapan. Ayahnya menelpon dari Singapura pagi itu. Aku mengulurkan telepon ke anak itu dan mengedipkan mata memberi semangat. Dia mengambilnya dan menelponAku sengaja tidak mendengarkan percakapan mereka. Setelah memecahkan beberapa telur dalam wajan, dan menutupinya dengan penutup aku menemui Adiputra. Adiputra baru saja selesai menelpon dan menyerahkan ponsel kepadaku. "Ayah ingin berbicara," ujar Adiputra. "Ya," kataku, meletakkan telepon di telingaku. "Anna, apakah dia mengganggumu'? Pegawaiku akan datang ke sana untuk membawa Adiputra. ""Tidak apa apa, dia anak yang menyenangkan. " jawabku."Aku senang dia disini, tapi tempatku mungkin tidak bagus, aku minta maaf.""Adiputra senang disitu, aku berterima kasih. " Kata Dewantara pula."Syukurlah," ujarku tulus."Aku ingin bertemu, sepulang dari Singapura aku akan kesana." Berkata lagi
Aku mandi dan menyegarkan diri. Aku tertidur sampai pagi hari dan bangun dengan wajah lebih segar. Celakanya aku mengingat anak kecil yang sangat menarik hati itu yang bernama Adiputra. Tapi aku sama sekali tidak menyesal tidak menerima tawaran ayahnya untuk menjadi pengasuh. Jadi pengasuh bukan pekerjaan pavoritku. Antar jemput anak dan bertemu dengan lelaki tampan itu setiap hari. Dia pasti juga tidak suka untuk bertemu seorang janda. Sebelum terlambat, lebih baik aku menolaknya sekarang. Aku keluar dari kamar mandi, mengenakan handuk dengan rambut basah dan mengeringkannya serta pergi tidur. Tidur segera saja menguasai diriku karena aku sangat lelah. Untung ada Metty membantuku. Aku tertidur dan terbangun di pagi hari. Aku harus mencuci rambut lagi, karena kalau tidak rambutku menjadi kusut. Aku tidak mau tampil dengan rambut yang kusut. ***Beberapa saat setelah itu melodi yang b
Seorang anak laki-laki dan ayahnya, yang saya pikir tidak akan pernah saya temui lagi datang lagi. Tuan Dewantara dan anaknya Adiputra.Sebuah mobil segera tiba.Adiputra kecil ada dikursi belakang. Baru sekarang saya perhatikan bahwa Adiputra kecil adalah salinan mirip ayahnya.Bocah itu begitu percaya diri dan keras kepala."Karena semua upaya saya untuk berterima kasih telah gagal, maka izinkan saya mengantarkan anda pulang?"Aku melihat sekilas wajah tampan pria itu."Aku punya mobil terparkir dimall. Cukup sampai disana saja.""Kamu membawa mobil?" Tanyanya."Kamu baru saja mengalami kejadian berat, aku ingin memastikan kamu pulang dengan baik. Dimana kamu tinggal?"" Apartemen Nirwana "sahutku."Aku tahu, ayo ketempat mobil kamu dan saya akan mengiringi kamu pulang dari belakang.""Kami akan menonton film besok," Si kecil itu berbicara."Maukah
Aku mencapai kantor ayahnya dengan mobil online dan masuk ke sebuah kantor besar berupa Apartemen. Sebuah Nama perusahaan besar yang bergerak dalam perdagangan besar. "Apakah kamu sering kesini? "Aku bertanya kepada anak itu. Keindahan ubin marmer, kebersihan dan kilau di sekitarku memenuhi mataku. "Tidak, tetapi terkadang ayah membawaku ke tempat kerja. Aku tidak punya siapa-siapa di rumah." Aku dan anak itu berjalan melewati koridor panjang dan naik lift.Satpam dikantor itu terkejut dan menahanku. " Hai, Adiputra, semuanya mencari kamu. Apa kamu diculik wanita ini?" Satpam berteriak. Kemarahan segera saja muncul dalam diriku."Jangan sembarangan, temukan saja ayahnya. Aku mengantar anak ini." "Kami akan menelponnya dan kamu menunggu di kantor. Semua orang sedang sibuk mencari anak itu. Maaf kalau menuduh," satpam itu mulai ramah. Sekarang aku akan memberi tahu