Home / Romansa / BENIH 2 MILIAR / Butuh Waktu

Share

Butuh Waktu

Author: Dwrite
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aku duduk di tepi ranjang samping kiri. Memintal-mintal selimut yang menutup setengah tubuh ini. Kutatap Khalid yang baru kembali dari kamar mandi, jejak basah terlihat masih tertinggal di ujung rambut hingga menetesi kerah kaus.

"Kalau kamu keberatan saya bisa tidur di sofa atau ruang tam--"

"Nggak usah!" sentakku tanpa sadar. Kutahan tangannya yang hendak meraih selimut dan bantal. "Di sini aja, temenin." Kutepuk dahi sesaat setelah mengatakan, kalau begini jadinya aku seperti sangat menginginkan.

Entah apa yang sebenarnya terjadi. Ini bahkan bukan pengalaman pertamaku dengan lelaki. Aku bahkan sudah mengenal berbagai macam Kaum Adam.Tapi, kenapa sekarang seolah ada perasaan janggal yang tak pernah dirasakan?

"O-oke." Tanpa menoleh aku bisa merasakan pergerakan ranjang di samping kanan. Dia menarik selimut yang semula hanya kugunakan.

Napasku tercekat saat kaki kami bersentuhan. Sialan, apa-apa perasaan ini?

Mencoba menepis berbagai macam perasaan yang berkecamuk menjadi satu, aku
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
NURUL LAILI MUFIDA
kalo begini jadinya entahlah sy berada dipihak mana tp melihat sikap nindi dan kahlid sy jdi jengkel hanya krn seorang anak kesetian seorang suami dipertaruhkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • BENIH 2 MILIAR   Terhubung

    Di dalam perjalanan menuju supermarket. Sesekali aku melirik Khalid yang tengah fokus menyetir. Teringat kata-katanya subuh tadi, juga dekapan hangatnya semalam. Aku mulai merasakan kecamuk perasaan yang sulit digambarkan."Semalam adalah tidur ternyenyak saya setelah beberapa waktu terakhir." Khalid memulai percakapan dan balik menatap."Iyakah? Kukira kamu pingsan karena rambutku bau.""Rambutmu wangi, Nindi," tuturnya penuh penekanan."Kalau badanku?" "Justru aroma tubuhmu yang membuat saya tenang hingga lelap semalam.""Belum aja kamu cium aroma ketekku yang kata orang memabukkan."Khalid menekan pelipis saat dirasa percakapan ini mulai melenceng jauh.Mencoba mengalihkan kegialaanku yang semakin menjadi-jadi. Akhirnya dia berinisiatif untuk menyalakan audio yang kebetulan tengah memutar lagu dari penyanyi wanita yang sedang hitz sekarang. Judulnya 'Kisah yang Sempurna'Tenggelam, jiwaku dalam anganTersesat, hilang, dan tak tahu arahKu terjebak masa lalu yang kelamTak kulihat

  • BENIH 2 MILIAR   Harapan

    Tujuh tahun lalu ....Di depan gundukan makam dengan nisan bertuliskan 'Lusi Anita bin Abdul Jafar, aku terpekur memeluk balita berumur satu tahun dalam gendongan, menenangkan lelaki yang bahunya berguncang meluapkan rasa kehilangan yang amat besar. Setelah tiga tahun berumah tangga, setahun diberi kepercayaan untuk menjadi orang tua. Maut akhirnya memisahkan mereka, karena penyakit magh kronis yang menggerogoti tubuh istrinya.Kak Lusi dan Kak Indra bisa dibilang orang yang berjasa saat aku tinggal di panti. Mereka juga yang setahun lalu menawariku pekerjaan di sebuah cafe menjadi seorang barista. Sejak saat itu aku meninggalkan panti serta semua kenangan manis dan pahit yang pernah tercipta di sana. Kemudian memutuskan menetap di sebuah kontrakan masih di daerah yang sama dengan mereka, yaitu Jakarta Selatan.Setelah resign dari Panti Tali Asih Kak Indra memang memutuskan untuk bekerja menjadi seorang butuh pabrik, sementara Kak Lusi fokus menjadi ibu rumah tangga. Tiga tahun pertam

  • BENIH 2 MILIAR   Pengkhianatan

    Sepeninggal Kak Indra, bergantian renternir datang. Menagih utang yang bahkan aku tak tahu. Ada yang bilang itu bekas pengobatan Kak Lusi, ada juga yang bilang utang yang ditinggalkan bapak Kak Indra sebelum meninggal. Lebih parahnya lagi, ada yang menagih utang judi.Semua barang-barang di rumah ludes di sita. Yang tersisa dari kami hanya diri. Sembari menunggu kabar dari satu-satunya tulang punggung keluarga, aku masih harus meyakinkan Nana bahwa semua akan baik-baik saja. Di tengah keputusasaan, dalam sisa harapan, tepat di hari ke tujuh Kak Indra pulang. Nyaris tak ada kata yang dia ucapkan setelah seminggu meninggalkan kami tanpa kepastian.Setelah memastikan Ibu dan Nana sudah lelap tertidur, kuhampiri dia yang duduk termangu di tepi ranjang. Memegangi kepala seolah menekan begitu banyak beban."Kak, aku tanya ke mana kakak selama ini?"Dia masih tak menjawab. Hanya menoleh dan menatapku dengan sorot yang sulit diartikan."Apa kamu mencintaiku, Nindi?"Aku mengernyitkan dahi."

  • BENIH 2 MILIAR   Luapan Kekesalan

    "Nindi, lo inget saat gue pernah bilang kalau liat Si Indra digandeng Ibu-Ibu sosialita? Ternyata itu beneran istrinya. Akhirnya Si Bangsat pulang setelah lima tahun anjir!""Ah, yang bener? Lo, salah liat kali.""Sumpah. Gue liat dengan kedua biji mata, itu beneran mantan laki, lu. Dia pulang ke rumah! Nemuin Bu Nia sama Nana dengan wajah tanpa dosa!""Nindi!" Tarikan tangan Khalid berhasil membuyarkanku lamunan tentang percakapan dengan Roy beberapa waktu lalu. "Dia mantan kamu, kan?" Lelaki itu menahanku, begitu kami sampai di dalam.Aku terdiam sejenak, lalu berbalik menghadapnya."Iya, kenapa emang?""Nggak, saya cuma ....""Udah, nggak usah merasa tersaingi. Titidnya nggak seberapa, tapi nyakitinnya nggak kira-kira. Masih ganteng kamu ke mana-mana. Jauuuh dia mah.""Astagfirullah, Nindi. Bukan itu maksud saya. Masalahnya--""Dahlah, nggak usah bahas Si Kampret. Kita sama-sama cape, ditambah ketemu Demit Gunung Gede. Buruan mandi, takutnya ketempelan nanti!"Kutinggalkan Khalid y

  • BENIH 2 MILIAR   Waktu Bersama

    "Udah enakan?" tanyanya, begitu tangisku reda.Aku mengangguk, lalu menyeka tangis yang tersisa. Kutatap kaus putihnya yang basah oleh air mata."Basah." Aku memegang dadanya."Nggak apa-apa," ucap Khalid dengan senyumannya."Mau dibukain?" tawarku."Nindi ...." Dia memperingati."Nggak ada maksud lain, aku ada baju ganti biar kamu nggak perlu ke kamar nyari." Akhirnya dia mengangguk juga.Aku beranjak dari sofa, menuju lemari. Mencari pakaian yang saat itu kubeli langsung sepasang."Couple?" Dia mengernyitkan dahi saat menyadari baju yang kusodorkan sama dengan yang dikenakan."Keberatan?" Kunaikan sebelah alis.Khalid menggeleng pelan. Lalu mengambil-alih kaus Minion yang kusodorkan. Berjalan ke dekat balkon kamar, dia mulai melepas pakaian.Aku tertegun menatap tubuh itu dari samping. Sudah kuduga, petakan di perutnya memang nyata adanya."Mau keluar?""Apa yang keluar?"Khalid memejamkan mata sejenak."Jalan-jalan, menenangkan diri, kebetulan ada dua jam lagi sebelum waktu buka,"

  • BENIH 2 MILIAR   Sadar Diri

    "Makin cakep aja bumil satu ini." Dari pantulan kaca, kulihat kepala Neli menyembul dari balik pintu kamar.Mengalihkan pandangan dari cermin yang menunjukkan wanita berperut besar, aku mendengkus pelan."Bisa aja. Janji nggak minta tambah uang jajan?"Neli tertawa. "Haha. Nggak, kok. Beneran makin cantik Mbak Nindi, heran aja Si Bapak nggak khilaf-khilaf."Aku tersenyum getir, mengusap perut yang membuncit. Tak terasa, sudah tujuh bulan usia kandungan berjalan. Selama itu aku mulai berdamai dengan keadaan. Dengan segala kemungkinan-kemungkinan menyakitkan yang akan terjadi di depan. Sebaik apa pun chemistry yang coba Khalid bangun tujuh bulan terakhir, tetap tak bisa meruntuhkan benteng yang sudah sejak awal dia bangun tinggi.Aku hanya merasa semua yang dia lakukan tak lebih hanya sebagai bentuk penghormatan sebagai pasangan dalam kontrak yang tertulis, bukan sebagai kewajiban yang memang seharusnya dilakukan tiap suami.Semakin dia mendekat, semakin kurasakan jarak yang menyekat.

  • BENIH 2 MILIAR   Sadar Posisi

    Seperti biasa, bagai hari-hari sebelumnya. Saat perdebatan yang terjadi mulai tak bisa dikendalikan. Diam adalah satu-satunya jalan keluar. Bahkan saat tiba di unit apartemen, aku dan Khalid sama-sama tak saling bicara. Hanya tindakan yang biasa dia lakukan bila aku mulai ceroboh dalam mengambil langkah atau sengaja bersikap ketus sepanjang perjalanan."Assalamualaikum," salam diucapkan begitu kami sampai."Waalaikumsallam." Namun, kali ini ada yang berbeda. Bukan hanya Neli, kini suara wanita lain yang tak asing terdengar.Aku dan Khalid berpandangan."Suaranya kaya--""MasyaAllah anak ganteng sama menantu cantik mama baru pulang."Sudah kuduga, yang tadi ternyata memang suara Bu Sarah!Dia langsung memeluk kami bersamaan."Ngapain Mama di sini?""Ye, nih anak, Emaknya dateng bukan disambut, malah dipertanyakan.""Bukannya Mama temenin Papa Dinas ke Singapur selama seminggu ke depan?""Mama nggak jadi ikut. Mending di sini. Bantu kalian ngurusin persiapan tujuh bulanan." Wanita yan

  • BENIH 2 MILIAR   Karma

    "Mbak, kenapa nggak ikut ke rumah utama?" Neli berdiri di sampingku yang tengah menyiram bunga. "Katanya nggak enak badan, tapi malah nyiram tanaman. Bukannya istirahat aja di dalem, nanti biar saya pijitin." Tangannya melingkar di sebelah lenganku yang bebas. Neli memiringkan kepala dan menatap nanar.Aku hanya bisa tersenyum getir melihatnya langsung menghampiri ke kamar, begitu Khalid dan Bu Sarah pergi untuk memeriksa kondisi Naya pagi ini.Sebagai sesama perempuan, Neli jelas tahu kenapa aku beralasan tak enak badan padahal baik-baik saja kemarin. Karena menjadikan kondisi kesehatan sebagai alibi untuk menutupi perasaan, adalah tindakan yang tak jarang 'kami' lakukan.Dengan situsi dan posisi sekarang. Aku hanya takut tak bisa menahan gejolak perasaan ketika melihat lelaki itu memeluk dan mencumbu mesra wanita yang hampir dua tahun dia nantikan dengan penuh harapan.Perasaan yang sebenarnya tak pantas kurasakan, perasaan yang seharusnya tidak pernah datang dengan atau tanpa sadar

Latest chapter

  • BENIH 2 MILIAR   Kebahagiaan Sebenarnya

    "Silakan diminum dulu, Mas. Mumpung masih hangat." Mulut Khalid terbuka setengah, matanya nyaris tak berkedip saat mengitari seisi rumah mewah ini. Dia bahkan tak menanggapi seorang perempuan bercadar yang tengah hamil besar, sedang menyodorkan minum padanya.Di sebuah rak khusus dia melihat tumpukan brosur catering dan dekorasi, matanya juga tak berhenti menatap foto-foto pernikahan Roy yang terpajang di beberapa titik dalam ruangan. Saat melihatnya ternyata Khalid juga baru ingat kalau 'Berkah catering & decoration' adalah perusahaan WO yang sedang naik daun beberapa tahun belakangan. Jasanya banyak digunakan artis dan orang-orang penting, karena harga, rasa, kualitas, serta pelayanannya yang sama sekali tak mengecewakan."Kenalin, ini istri saya Ainun!" Ucapan Roy membuat Khalid kembali tersadar. Dia menatap pria yang tak percaya akan menyambutnya selayaknya tamu, setelah apa yang terjadi pada sahabat baiknya sewindu lalu.Namun, tak bisa dipungkiri. Tatapan Roy terlihat begitu taj

  • BENIH 2 MILIAR   Trauma dibayar Karma

    Roy berdiri terpaku di dekat brankar yang ditempati Nindi pasca persalinan yang perempuan itu jalani. Kedua tangannya terkepal, sementara air matanya terus mengalir memerhatikan perempuan yang berkaca-kaca menatap kedua bayi kembarnya dalam gendongan.Seolah masih lekat dalam ingatan Roy fakta demi fakta yang Nindi ungkapkan seiring dengan perutnya yang semakin membuncit"Setelah keguguran gue dan Bang Khalid pisah ranjang kurang lebih satu bulan, jadi sebelum sidang putusan cerai gue bisa dengan mudah mengidentifikasi dari mana benih yang mulai tumbuh di rahim gue berasal. Lucunya hidup ini ketika akhirnya gue sadar tengah mengandung anak dari keparat yang udah gue enyahkan. Kebetulan di hari yang sama saat tragedi itu terjadi, ternyata gue lagi ovulasi." Nindi menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Entah anugerah atau kutukan ketika Tuhan memberikan gue kesuburan, meski hanya dengan satu atau dua kali penetrasi ... benih-benih janin yang tak diinginkan tumbuh dengan mudah di r

  • BENIH 2 MILIAR   Memulai Hidup Baru

    Di sebuah desa kecil yang terselip di antara gemerlap hijaunya alam, anak-anak kecil berlarian di bawah langit senja, gembira dan bersemangat mengikuti tradisi yang telah diteruskan dari generasi ke generasi. Mereka melantunkan sholawat sembari menyusuri jalan berkerikil dengan langkah kecil yang penuh semangat menuju masjid terdekat.Di sela-sela ladang hijau yang melambai-lambai sejalan dengan angin, para petani yang menjadi mata pencaharian utama di desa, juga terlihat berbondong-bondong pulang dari ladang membawa hasil panen yang diangkut menggunakan kendaraan roda dua, roda empat, maupun gerobak melewati jalan utama. Peluh, lapar, serta dahaga tak lagi dirasa mengingat ada sebuah keluarga yang menunggu untuk disambung hidupnya."Mas Roy! Wes mandi langsung ke masjid ae, ya! Ditunggu karo Budhe Lala buat buka puasa bersama!"Salah satu petani yang mengangkut hasil panennya menggunakan mobil bak terbuka langsung menyenggol sang sopir untuk menghentikkan laju kendaraannya."Sek, sek!

  • BENIH 2 MILIAR   Harga Sebuah Pengorbanan

    Konflik rumah tangga antara Khalid dan Nindi berakhir di meja pengadilan agama. Setelah tiga bulan serangkaian proses berjalan, kedu belah pihak tetap tak menemukan titik terang. Mereka sudah sepakat berpisah. Hari ini, 15 Desember waktu setempat, sidang putusan perceraian mereka berlangsung di Pengadilan Agama Batam. Pengunjung yang menghadiri kebanyakan didominasi oleh pihak keluarga penggugat. Semua orang yang memenuhi ruang sidang seolah tak bisa memalingkan pandangan dari kedua pasangan yang duduk di depan meja hakim. Pasangan suami istri yang pernah saling memiliki itu terlihat menunjukkan ekspresi yang berlawanan.Nindi duduk dengan tenang di sisi kanan, wajahnya menunjukkan ekspresi datar yang sulit diartikan. Namun, mata bulatnya seolah memancarkan kepedihan mendalam yang dengan sempurna dia tutupi dalam kebungkaman.Sementara di sisi kiri, Khalid duduk dengan tegang, di tempatnya dia tampak gelisah, bahkan tak henti menoleh pada sosok di sebelahnya. Rahang kokoh itu mengeta

  • BENIH 2 MILIAR   Keputusan

    Sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami-istri dan dua anak itu tengah menatap api unggun yang berkobar di depan tenda mereka. Warnanya berubah-ubah dari merah, putih, hingga oranye dengan menyebarkan kehangatan untuk orang-orang di sekelilingnya. Mereka terlihat bersuka-cita menghabiskan waktu akhir pekannya, meski hanya berkemah di belakang rumah.Suara riang sepasang anak yang hanya selisih kurang dari setahun itu memecah keheningan malam. Keduanya tampak bercanda dan berlari kecil mengelilingi api unggun. Derai tawa menggelora, kebahagiaan sederhana itu dirasakan mereka saat mengejar api kecil yang melompat-lompat dari perapian."Sayang, ya si Neli nggak ada di sini." Nindi menyenggol lengan Khalid saat keduanya tengah memerhatikan anak-anak yang asik bermain, sembari menusuki marshmallow yang siap dibakar."Bukannya lebih bagus kalau nggak ada Neli? Jadi, kita bisa bebas ngapain aja tanpa perlu denger sindirannya yang kadang bikin risi?" Khalid terkekeh sembari melingkark

  • BENIH 2 MILIAR   Mediasi

    Langit mendung menyelimuti kota Batam. Sebuah pemakaman yang tak biasa digelar, dihadiri oleh banyak kolega, teman-teman, bahkan sampai awak media. Mereka semua berkumpul untuk mengucapkan selamat jalan pada Vincent Benedict Tjahjono, pengusaha juga anak konglomerat yang telah berpulang akibat sebuah tragedi.Di tengah kerumunan, Khalid hadir, meski dia harus menjaga jarak dari keluarga mendiang. Dia tahu bahwa kedatangannya di sini adalah sebuah tindakan yang berani, mengingat situasi yang tengah dihadapinya. Namun, mengingat hubungannya dengan keluarga Vincent selama ini telah berjalan cukup baik, dia merasa perlu memberikan penghormatan terakhir.Mrs. Diane yang menyadari kehadiran Khalid di tengah kerumunan, mencoba menutupi kesedihan dan berniat menghampirinya dengan hati-hati agar tak disadari oleh sang suami.Begitu wanita paruh baya itu sampai di hadapan, Khalid langsung meraih tangannya."Bu, saya sangat menyesal atas apa yang terjadi," ucapnya dengan suara lirih dan Bahasa In

  • BENIH 2 MILIAR   Fitnah

    Hampir sebulan berlalu, proses visum sudah Nindi jalani setelah dia berhasil memberi keterangan yang meyakinkan pada pihak penyidik. Kemungkinan akan diadakan mediasi bila Vincent berhasil sadarkan diri.Hari-hari yang Nindi lewati tak berjalan semestinya. Nasibnya tak pasti, dia seperti ada di tepi jurang yang siap dilompati bisa seseorang dengan sengaja mendorongnya dari belakang. Perempuan itu seolah sudah pasrah dengan keadaan. Untuk sekarang Nindi hanya merindukan anak-anaknya, teman-teman juga waktu kebersamaan yang tak yakin bisa kembali dia lalui."Mbak, liat, Mbak!" Neli menepuk bahu Nindi. Dari balik jendela dia melihat sebuah mobil memasuki pelataran.Seketika semangat Nindi kembali saat melihat Khalid pulang setelah hampir dua minggu suaminya nyaris tak ada kabar. Nindi tak tahu apa yang sudah lelaki itu lewati selama dua pekan terakhir ini.Nindi langsung memeluk Khalid begitu lelaki itu memasuki ruangan. Dia kesampingkan ego dan menelan bulat-bulat rasa kecewanya sendir

  • BENIH 2 MILIAR   Terguncang

    Perempuan dengan pakaian serampangan dan hanya kerudung yang disampirkan itu duduk di salah satu bangku ruang tunggu sebuah rumah sakit ternama di kota Batam. Satu setengah jam lalu ambulans mengantar lelaki yang terkapar tak sadar dengan luka serius di kepala. Ruangan itu dipenuhi dengan atmosfer tegang, dan perempuan berusia 31 tahun tersebut justru tenggelam dalam kecamuk pikirannya yang kacau.Beberapa kali dia meremas kedua tangan, tubuhnya gemetar. Ibu dua anak itu tertunduk dalam memerhatikan pijakkan, mencoba menenangkan diri dan perasaan yang sulit dideskripsikan.Dia berharap semua yang terjadi hanya mimpi. Mulai dari pertemuan kembali dengan sosok dari masa lalu yang membangkitkan kenangan kelam yang coba dia kubur dalam, lalu kontrak tak masuk akal yang terpaksa ditandatangani, hingga kesepakatan yang seharusnya tak pernah terjadi. Dia merasa seperti telah terjebak dalam perjanjian yang menjadi pemicu keretakan rumah tangganya dengan sang suami.Imbas dari semua yang terja

  • BENIH 2 MILIAR   Kesalahan Fatal

    Suara hujan yang lembut mengalir di luar jendela, seperti melodi kenangan yang berputar di kepala. Di ruang tengah aku duduk sendiri, menatap benda persegi yang membawa kembali ingatan akan momen-momen tak terlupakan dalam empat tahun kebersamaan kami di Lumajang. Kusaksikan kembali tubuh kembang Alid dari mulai tengkurap, merangkak, berjalan, sampai berlari. Begitu juga dengan proses hijrahku yang dibimbing oleh orang-orang ahli yang sukarela mengajari tanpa menghakimi.Seolah masih lekat dalam ingatan saat aku dengannya berbagi tawa dan tangis dalam setiap lembar cerita. Kala itu, hidupku terasa begitu ringan, meski beban yang kupikul sangatlah berat. Kami optimis mampu mewujudkan mimpi dan harapan di tengah terpaan cobaan.Namun, kini aku duduk di sini, dengan rasa berat di dada. Hidup telah membawaku ke dalam peran yang jauh dari apa yang kumimpikan. Pernikahan yang diawali dengan cinta, kini terasa seperti penjara yang mengekangku dalam dilema. Harapan-harapan yang dulu begitu ce

DMCA.com Protection Status