Beranda / Romansa / BENIH 2 MILIAR / 26. Kenangan Pilu

Share

26. Kenangan Pilu

Penulis: Dwrite
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Perutku tiba-tiba berbunyi saat tengah membasuh piring. Dari balik jendela dapur kulihat anak-anak tengah bermain dengan Pak Budi seraya menyantap Baso Malang yang biasa lewat tiap siang menjelang.

Aku hanya bisa menelan ludah, sembari menahan perih di ulu hati. Sejak seringkali melewatkan makan, penyakit magh menyerang. Rasanya kadang menyiksa bila harus menghadapi tanggung jawab yang menunggu ditunaikan.

Tiba-tiba terdengar suara derap langkah di belakang. Bunyinya seperti hak sepatu tinggi yang beradu dengan ubin.

Aku menoleh, dan mendapati Bu Siska berjalan mendekat sembari menenteng mangkuk di tangan. Dari mulutnya masih ada sisa baso yang kemudian dilepehnya lagi.

"Mau?" tanyanya sembari menyodorkan baso bekas yang bentuknya sudah tak layak konsumsi.

Namun, daripada magh-ku lebih parah bila dibiarkan lebih lama lagi, akhirnya aku mengiyakan.

"Nih!" Mangkuk tersebut ditelengkan hingga membuat kuahnya sedikit tumpah. Belum sempat aku meraih, seperti sengaja dia langsung menyiram s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • BENIH 2 MILIAR   Sasaran Dendam

    Aku terbangun di dalam kamar. Sebuah infusan terlihat di salah satu lengan. Pusing berkunang-kumang masih bisa dirasakan dengan mata perih dan mulut yang sedikit pahit. Hampir dua hari sejak kejadian yang kuanggap mimpi itu terjadi, besoknya aku langsung meriang dan demam, lalu dirawat selama sehari di rumah sakit. Yang paling menghawatirkan dari semua itu jelas adalah janin ini.Namun, beruntung dokter mengatakan bahwa dia baik-baik saja dan dalam keadaan sehat. Asupan nutrisi juga terpenuhi. Bu Sarah dan Pak Ali sempat datang untuk memastikan keadaan, begitu pula dengan Pak Budi dan Bu Siska.Tak ada sorot bersalah yang digambarkan ibu kandung Naya itu bahkan setelah apa yang dia lakukan selama ini. Sementara sang suami, Pak Budi, besar kemungkinan sampai detik ini lelaki paruh baya itu masih belum tahu tentang statusku setelah dua puluh lima tahu berlalu. Kalau pun tahu kuyakin semua tak akan berakhir seperti ini."Sudah, baring saja! Kamu masih sakit." Kurasakan tangan besar menah

  • BENIH 2 MILIAR   Membatasi Diri

    "Udah mendingan, kok. Jadi kamu bisa mulai kerja besok." Sekembalinya dari kamar mandi, kulihat Khalid melakukan kegiatan rutinnya sejak dua hari lalu. Yaitu mengantar makanan dan obat-obatan tiap pagi, siang, dan malam. "Kebetulan Neli juga sempet WA kalau dia udah di jalan." Kuabaikan dia yang masih berdiri di sisi ranjang, setelah meletakan nampan di atas nakas. Kemudian kuyalakan hairdryer untuk mengeringkan rambut. Segar rasanya setelah dua hari badan lengket dengan keringat."Siapa yang suruh kamu mandi? Kondisimu masih belum stabil, Nindi!" Aku memutar bola mata saat mendengarnya meributkan hal yang kurasa tak perlu."Tubuhku, terserah aku. Mau mandi, berendam, atau telanjang. Apa urusanmu?"Tampak dari pantulan kaca lemari, rahangnya mengatup rapat."Jangan coba membatasi diri! Saya tahu sebelum kejadian itu kamu nggak begini.""Maaf?" Aku berbalik. Siapa yang kamu bilang membatasi diri? Bukannya selama ini kamu yang bersikap naif dan punya aturan sendiri?" Melihatnya mulai

  • BENIH 2 MILIAR   Belajar Pelan-Pelan

    Sampai di ambang pintu, aku menimbang-nimbang lagi. Jujur, egoku terlalu tinggi bila harus memulai duluan. Tapi, kembali lagi. Bila perang dingin ini tak segera diakhiri, bisa-bisa aku dan Neli tidak lagi menjadi Bestie.Kuhela napas panjang sebelum menghampiri Khalid yang baru saja menutup kitab suci, dia beranjak bangkit dan tertegun saat mendapatiku berada di hadapannya saat ini."Sorry." Kukatakan itu dengan pandangan berpaling."Saya di sebelah sini, Nindi!" Aku berdecak, lalu terpaksa menatap langsung ke matanya."Maaf, kalau aku nyebelin akhir-akhir ini." Sedikit ketus, kalimat sakral itu akhirnya terucap.Khalid tersenyum kecil. "Iya, nggak apa-apa. Saya ngerti.""Ya udah, kita turun sekarang! Jam buka tinggal beberapa menit lagi."Dia mengangguk, masih dengan sarung dan kaus putih yang melekat, Khalid melepas kopiah yang semula bertengger manis di kepalanya."Sebentar!" Refleks aku menarik tangan kanan Khalid yang terdapat memar."Ini gara-gara mukul lemari tadi?" Aku bertan

  • BENIH 2 MILIAR   Saling Terbuka

    Aku kehilangan kata untuk menggambarkan sosok Khalid Prasetya. Dia nyaris tak ada celah, dan sulit sekali mencari kekurangannya.Bagaimana bisa dia membawaku ke acara besar seperti ini hanya beberapa jam sebelum dilaksanakan? Semua serba dadakan, tapi hasil yang didapatkan menurutku tak terlalu mengecewakan.Kami tampil layaknya pasangan pada umumnya. Pakaian couple berwarna senada, jas dan kaftan, bergandeng tangan menyalami kerumunan orang-orang yang sebagian besar menatapku penasaran. Tak heran memang. Meski pernikahan kami resmi, tapi acaranya tertutup untuk umum. Hanya saudara dan kerabat dekat saja yang datang."Kalau boleh saya tahu ini siapa, ya, Pak Khalid?" Sudah kuduga. Akhirnya pertanyaan sakral itu datang juga.Khalid menatapku sejenak, lalu mengetatkan genggaman tangan kami."Istri saya." Singkat, padat, jelas. Dan aku suka.Kedua lelaki paruh baya itu berpandangan."Maaf, sebelumnya. Bukannya istri Anda Bu Naya. Anu, yang berjilbab." Hati-hati salah satu dari mereka ber

  • BENIH 2 MILIAR   Butuh Waktu

    Aku duduk di tepi ranjang samping kiri. Memintal-mintal selimut yang menutup setengah tubuh ini. Kutatap Khalid yang baru kembali dari kamar mandi, jejak basah terlihat masih tertinggal di ujung rambut hingga menetesi kerah kaus."Kalau kamu keberatan saya bisa tidur di sofa atau ruang tam--""Nggak usah!" sentakku tanpa sadar. Kutahan tangannya yang hendak meraih selimut dan bantal. "Di sini aja, temenin." Kutepuk dahi sesaat setelah mengatakan, kalau begini jadinya aku seperti sangat menginginkan. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Ini bahkan bukan pengalaman pertamaku dengan lelaki. Aku bahkan sudah mengenal berbagai macam Kaum Adam.Tapi, kenapa sekarang seolah ada perasaan janggal yang tak pernah dirasakan?"O-oke." Tanpa menoleh aku bisa merasakan pergerakan ranjang di samping kanan. Dia menarik selimut yang semula hanya kugunakan.Napasku tercekat saat kaki kami bersentuhan. Sialan, apa-apa perasaan ini?Mencoba menepis berbagai macam perasaan yang berkecamuk menjadi satu, aku

  • BENIH 2 MILIAR   Terhubung

    Di dalam perjalanan menuju supermarket. Sesekali aku melirik Khalid yang tengah fokus menyetir. Teringat kata-katanya subuh tadi, juga dekapan hangatnya semalam. Aku mulai merasakan kecamuk perasaan yang sulit digambarkan."Semalam adalah tidur ternyenyak saya setelah beberapa waktu terakhir." Khalid memulai percakapan dan balik menatap."Iyakah? Kukira kamu pingsan karena rambutku bau.""Rambutmu wangi, Nindi," tuturnya penuh penekanan."Kalau badanku?" "Justru aroma tubuhmu yang membuat saya tenang hingga lelap semalam.""Belum aja kamu cium aroma ketekku yang kata orang memabukkan."Khalid menekan pelipis saat dirasa percakapan ini mulai melenceng jauh.Mencoba mengalihkan kegialaanku yang semakin menjadi-jadi. Akhirnya dia berinisiatif untuk menyalakan audio yang kebetulan tengah memutar lagu dari penyanyi wanita yang sedang hitz sekarang. Judulnya 'Kisah yang Sempurna'Tenggelam, jiwaku dalam anganTersesat, hilang, dan tak tahu arahKu terjebak masa lalu yang kelamTak kulihat

  • BENIH 2 MILIAR   Harapan

    Tujuh tahun lalu ....Di depan gundukan makam dengan nisan bertuliskan 'Lusi Anita bin Abdul Jafar, aku terpekur memeluk balita berumur satu tahun dalam gendongan, menenangkan lelaki yang bahunya berguncang meluapkan rasa kehilangan yang amat besar. Setelah tiga tahun berumah tangga, setahun diberi kepercayaan untuk menjadi orang tua. Maut akhirnya memisahkan mereka, karena penyakit magh kronis yang menggerogoti tubuh istrinya.Kak Lusi dan Kak Indra bisa dibilang orang yang berjasa saat aku tinggal di panti. Mereka juga yang setahun lalu menawariku pekerjaan di sebuah cafe menjadi seorang barista. Sejak saat itu aku meninggalkan panti serta semua kenangan manis dan pahit yang pernah tercipta di sana. Kemudian memutuskan menetap di sebuah kontrakan masih di daerah yang sama dengan mereka, yaitu Jakarta Selatan.Setelah resign dari Panti Tali Asih Kak Indra memang memutuskan untuk bekerja menjadi seorang butuh pabrik, sementara Kak Lusi fokus menjadi ibu rumah tangga. Tiga tahun pertam

  • BENIH 2 MILIAR   Pengkhianatan

    Sepeninggal Kak Indra, bergantian renternir datang. Menagih utang yang bahkan aku tak tahu. Ada yang bilang itu bekas pengobatan Kak Lusi, ada juga yang bilang utang yang ditinggalkan bapak Kak Indra sebelum meninggal. Lebih parahnya lagi, ada yang menagih utang judi.Semua barang-barang di rumah ludes di sita. Yang tersisa dari kami hanya diri. Sembari menunggu kabar dari satu-satunya tulang punggung keluarga, aku masih harus meyakinkan Nana bahwa semua akan baik-baik saja. Di tengah keputusasaan, dalam sisa harapan, tepat di hari ke tujuh Kak Indra pulang. Nyaris tak ada kata yang dia ucapkan setelah seminggu meninggalkan kami tanpa kepastian.Setelah memastikan Ibu dan Nana sudah lelap tertidur, kuhampiri dia yang duduk termangu di tepi ranjang. Memegangi kepala seolah menekan begitu banyak beban."Kak, aku tanya ke mana kakak selama ini?"Dia masih tak menjawab. Hanya menoleh dan menatapku dengan sorot yang sulit diartikan."Apa kamu mencintaiku, Nindi?"Aku mengernyitkan dahi."

Bab terbaru

  • BENIH 2 MILIAR   Kebahagiaan Sebenarnya

    "Silakan diminum dulu, Mas. Mumpung masih hangat." Mulut Khalid terbuka setengah, matanya nyaris tak berkedip saat mengitari seisi rumah mewah ini. Dia bahkan tak menanggapi seorang perempuan bercadar yang tengah hamil besar, sedang menyodorkan minum padanya.Di sebuah rak khusus dia melihat tumpukan brosur catering dan dekorasi, matanya juga tak berhenti menatap foto-foto pernikahan Roy yang terpajang di beberapa titik dalam ruangan. Saat melihatnya ternyata Khalid juga baru ingat kalau 'Berkah catering & decoration' adalah perusahaan WO yang sedang naik daun beberapa tahun belakangan. Jasanya banyak digunakan artis dan orang-orang penting, karena harga, rasa, kualitas, serta pelayanannya yang sama sekali tak mengecewakan."Kenalin, ini istri saya Ainun!" Ucapan Roy membuat Khalid kembali tersadar. Dia menatap pria yang tak percaya akan menyambutnya selayaknya tamu, setelah apa yang terjadi pada sahabat baiknya sewindu lalu.Namun, tak bisa dipungkiri. Tatapan Roy terlihat begitu taj

  • BENIH 2 MILIAR   Trauma dibayar Karma

    Roy berdiri terpaku di dekat brankar yang ditempati Nindi pasca persalinan yang perempuan itu jalani. Kedua tangannya terkepal, sementara air matanya terus mengalir memerhatikan perempuan yang berkaca-kaca menatap kedua bayi kembarnya dalam gendongan.Seolah masih lekat dalam ingatan Roy fakta demi fakta yang Nindi ungkapkan seiring dengan perutnya yang semakin membuncit"Setelah keguguran gue dan Bang Khalid pisah ranjang kurang lebih satu bulan, jadi sebelum sidang putusan cerai gue bisa dengan mudah mengidentifikasi dari mana benih yang mulai tumbuh di rahim gue berasal. Lucunya hidup ini ketika akhirnya gue sadar tengah mengandung anak dari keparat yang udah gue enyahkan. Kebetulan di hari yang sama saat tragedi itu terjadi, ternyata gue lagi ovulasi." Nindi menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Entah anugerah atau kutukan ketika Tuhan memberikan gue kesuburan, meski hanya dengan satu atau dua kali penetrasi ... benih-benih janin yang tak diinginkan tumbuh dengan mudah di r

  • BENIH 2 MILIAR   Memulai Hidup Baru

    Di sebuah desa kecil yang terselip di antara gemerlap hijaunya alam, anak-anak kecil berlarian di bawah langit senja, gembira dan bersemangat mengikuti tradisi yang telah diteruskan dari generasi ke generasi. Mereka melantunkan sholawat sembari menyusuri jalan berkerikil dengan langkah kecil yang penuh semangat menuju masjid terdekat.Di sela-sela ladang hijau yang melambai-lambai sejalan dengan angin, para petani yang menjadi mata pencaharian utama di desa, juga terlihat berbondong-bondong pulang dari ladang membawa hasil panen yang diangkut menggunakan kendaraan roda dua, roda empat, maupun gerobak melewati jalan utama. Peluh, lapar, serta dahaga tak lagi dirasa mengingat ada sebuah keluarga yang menunggu untuk disambung hidupnya."Mas Roy! Wes mandi langsung ke masjid ae, ya! Ditunggu karo Budhe Lala buat buka puasa bersama!"Salah satu petani yang mengangkut hasil panennya menggunakan mobil bak terbuka langsung menyenggol sang sopir untuk menghentikkan laju kendaraannya."Sek, sek!

  • BENIH 2 MILIAR   Harga Sebuah Pengorbanan

    Konflik rumah tangga antara Khalid dan Nindi berakhir di meja pengadilan agama. Setelah tiga bulan serangkaian proses berjalan, kedu belah pihak tetap tak menemukan titik terang. Mereka sudah sepakat berpisah. Hari ini, 15 Desember waktu setempat, sidang putusan perceraian mereka berlangsung di Pengadilan Agama Batam. Pengunjung yang menghadiri kebanyakan didominasi oleh pihak keluarga penggugat. Semua orang yang memenuhi ruang sidang seolah tak bisa memalingkan pandangan dari kedua pasangan yang duduk di depan meja hakim. Pasangan suami istri yang pernah saling memiliki itu terlihat menunjukkan ekspresi yang berlawanan.Nindi duduk dengan tenang di sisi kanan, wajahnya menunjukkan ekspresi datar yang sulit diartikan. Namun, mata bulatnya seolah memancarkan kepedihan mendalam yang dengan sempurna dia tutupi dalam kebungkaman.Sementara di sisi kiri, Khalid duduk dengan tegang, di tempatnya dia tampak gelisah, bahkan tak henti menoleh pada sosok di sebelahnya. Rahang kokoh itu mengeta

  • BENIH 2 MILIAR   Keputusan

    Sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami-istri dan dua anak itu tengah menatap api unggun yang berkobar di depan tenda mereka. Warnanya berubah-ubah dari merah, putih, hingga oranye dengan menyebarkan kehangatan untuk orang-orang di sekelilingnya. Mereka terlihat bersuka-cita menghabiskan waktu akhir pekannya, meski hanya berkemah di belakang rumah.Suara riang sepasang anak yang hanya selisih kurang dari setahun itu memecah keheningan malam. Keduanya tampak bercanda dan berlari kecil mengelilingi api unggun. Derai tawa menggelora, kebahagiaan sederhana itu dirasakan mereka saat mengejar api kecil yang melompat-lompat dari perapian."Sayang, ya si Neli nggak ada di sini." Nindi menyenggol lengan Khalid saat keduanya tengah memerhatikan anak-anak yang asik bermain, sembari menusuki marshmallow yang siap dibakar."Bukannya lebih bagus kalau nggak ada Neli? Jadi, kita bisa bebas ngapain aja tanpa perlu denger sindirannya yang kadang bikin risi?" Khalid terkekeh sembari melingkark

  • BENIH 2 MILIAR   Mediasi

    Langit mendung menyelimuti kota Batam. Sebuah pemakaman yang tak biasa digelar, dihadiri oleh banyak kolega, teman-teman, bahkan sampai awak media. Mereka semua berkumpul untuk mengucapkan selamat jalan pada Vincent Benedict Tjahjono, pengusaha juga anak konglomerat yang telah berpulang akibat sebuah tragedi.Di tengah kerumunan, Khalid hadir, meski dia harus menjaga jarak dari keluarga mendiang. Dia tahu bahwa kedatangannya di sini adalah sebuah tindakan yang berani, mengingat situasi yang tengah dihadapinya. Namun, mengingat hubungannya dengan keluarga Vincent selama ini telah berjalan cukup baik, dia merasa perlu memberikan penghormatan terakhir.Mrs. Diane yang menyadari kehadiran Khalid di tengah kerumunan, mencoba menutupi kesedihan dan berniat menghampirinya dengan hati-hati agar tak disadari oleh sang suami.Begitu wanita paruh baya itu sampai di hadapan, Khalid langsung meraih tangannya."Bu, saya sangat menyesal atas apa yang terjadi," ucapnya dengan suara lirih dan Bahasa In

  • BENIH 2 MILIAR   Fitnah

    Hampir sebulan berlalu, proses visum sudah Nindi jalani setelah dia berhasil memberi keterangan yang meyakinkan pada pihak penyidik. Kemungkinan akan diadakan mediasi bila Vincent berhasil sadarkan diri.Hari-hari yang Nindi lewati tak berjalan semestinya. Nasibnya tak pasti, dia seperti ada di tepi jurang yang siap dilompati bisa seseorang dengan sengaja mendorongnya dari belakang. Perempuan itu seolah sudah pasrah dengan keadaan. Untuk sekarang Nindi hanya merindukan anak-anaknya, teman-teman juga waktu kebersamaan yang tak yakin bisa kembali dia lalui."Mbak, liat, Mbak!" Neli menepuk bahu Nindi. Dari balik jendela dia melihat sebuah mobil memasuki pelataran.Seketika semangat Nindi kembali saat melihat Khalid pulang setelah hampir dua minggu suaminya nyaris tak ada kabar. Nindi tak tahu apa yang sudah lelaki itu lewati selama dua pekan terakhir ini.Nindi langsung memeluk Khalid begitu lelaki itu memasuki ruangan. Dia kesampingkan ego dan menelan bulat-bulat rasa kecewanya sendir

  • BENIH 2 MILIAR   Terguncang

    Perempuan dengan pakaian serampangan dan hanya kerudung yang disampirkan itu duduk di salah satu bangku ruang tunggu sebuah rumah sakit ternama di kota Batam. Satu setengah jam lalu ambulans mengantar lelaki yang terkapar tak sadar dengan luka serius di kepala. Ruangan itu dipenuhi dengan atmosfer tegang, dan perempuan berusia 31 tahun tersebut justru tenggelam dalam kecamuk pikirannya yang kacau.Beberapa kali dia meremas kedua tangan, tubuhnya gemetar. Ibu dua anak itu tertunduk dalam memerhatikan pijakkan, mencoba menenangkan diri dan perasaan yang sulit dideskripsikan.Dia berharap semua yang terjadi hanya mimpi. Mulai dari pertemuan kembali dengan sosok dari masa lalu yang membangkitkan kenangan kelam yang coba dia kubur dalam, lalu kontrak tak masuk akal yang terpaksa ditandatangani, hingga kesepakatan yang seharusnya tak pernah terjadi. Dia merasa seperti telah terjebak dalam perjanjian yang menjadi pemicu keretakan rumah tangganya dengan sang suami.Imbas dari semua yang terja

  • BENIH 2 MILIAR   Kesalahan Fatal

    Suara hujan yang lembut mengalir di luar jendela, seperti melodi kenangan yang berputar di kepala. Di ruang tengah aku duduk sendiri, menatap benda persegi yang membawa kembali ingatan akan momen-momen tak terlupakan dalam empat tahun kebersamaan kami di Lumajang. Kusaksikan kembali tubuh kembang Alid dari mulai tengkurap, merangkak, berjalan, sampai berlari. Begitu juga dengan proses hijrahku yang dibimbing oleh orang-orang ahli yang sukarela mengajari tanpa menghakimi.Seolah masih lekat dalam ingatan saat aku dengannya berbagi tawa dan tangis dalam setiap lembar cerita. Kala itu, hidupku terasa begitu ringan, meski beban yang kupikul sangatlah berat. Kami optimis mampu mewujudkan mimpi dan harapan di tengah terpaan cobaan.Namun, kini aku duduk di sini, dengan rasa berat di dada. Hidup telah membawaku ke dalam peran yang jauh dari apa yang kumimpikan. Pernikahan yang diawali dengan cinta, kini terasa seperti penjara yang mengekangku dalam dilema. Harapan-harapan yang dulu begitu ce

DMCA.com Protection Status