Benalu part 78POV DEWIKarena penasaran aku segera menyambar gawai Mita yang sedang di baca Mas Romi. Mas Romi masih melongo melihatku menyambar gawai Mita. Dengan cepat dan nggak sabar aku ingin membaca isi gawai itu. Seperti inilah isi gawai pesan singkat gawai Mita.[Hai, Mit! Besok bisa datang nggak di acara ultah Tata?] pesan masuk pertama dari nomor yang Mita kasih nama. Hilda.[Hai juga, Da! Datanglah, nggak enak sama Tata kalau nggak datang, kamu sendiri datang nggak?] balas Mita.[Datang, dong! Sekalian mau ngenalin pacar ke teman-teman,] begitulah jawaban dari Hilda.[Ok. sampai ketemu besok, ya!] balas Mita. [Sipp] balas Hilda lagi.“Nggak ada yang mencurigakan, Mas,” ucapku. Mas Romi mendesah. Karena itu chat terakhir yang ada di gawai Mita. Lainnya biasa-biasa. Hanya menanyakan kabar dan hal remeh temeh lainya.“Iya, memang nggak ada yang aneh, tapi itu chat terakhir yang mengajak Mita keluar,” sahut Mas Romi. Aku masih terus memeriksa gawai Mita. Berharap ada chat lain
Benalu part 79POV RAMA“Dek, kamu ini kenapa?” tanyaku kepada Rizka yang nadanya meninggi saat aku menelpon Dewi. Seketika aku matikan saja telponnya. Karena aku nggak mau Dewi dan Romi mendengar keributan kami.“Mila itu anakku, Mas,” sahut Rizka. Mila sudah di ajak ke belakang sama Bi Yuli. Karena aku lihat Mila ketakutan melihat Rizka. “Semua orang tahu kalau Mila itu anak kamu,” sahutku pelan. Aku harus bisa mengontrol emosi. Jangan sampai aku ikut membentaknya. Dia lagi hamil, mungkin hormonnya lagi naik turun. ‘Sabar Rama, Sabar! Istrimu lagi hamil,’ lirihku dalam hati.“Aku nggak suka Mila dekat-dekat dengan Mbak Dewi,” sungut Rizka. aku hanya bisa mendesah. Untuk pertama kalinya Rizka ngomong kasar kayak gini. Untuk pertama kalinya juga Rizka membahas keberatan Mila dekat sama Dewi. Biasanya dia aman-aman saja. Tenang-tenang saja. Entahlah.“Kenapa, Dek? Kenapa baru sekarang kamu mempermasalahkannya?” tanyaku. Rizka membuang muka. Mungkin dia nggak terima dengan ucapanku. ‘T
Benalu part 80POV MARTINAPak Hadi segera menuntunku masuk ke dalam mobil. Perut ini terasa sangat nyeri. Ngilu, karena Berlin lumayan kuat juga tadi mendorongku. Dengan menahan perutku yang masih ngilu, aku masih berusaha memainkan gawai. Menekan nomor Mas Angga. Tapi, masih saja tidak tersambung.“Kamu di mana sih, Mas?” lirihku. Air mata ini keluar lagi, selain merasakan sakit di perut juga merasakan cemas di hati.“Mbak, tadi harusnya jangan langsung menyerang perempuan tadi. Dari wajahnya saja saya menilai dia bukan orang baik,” celetuk Pak Hadi, yang berkali-kali melihatku ke arah spion depan.“Sayan tadi udah nggak sabar, Pak! Sudah memuncak emosi saya,” sahutku. Pak Hadi terlihat mendesah.“Iya, tapi kalau kayak gini kita nggak dapat info apa-apa tentang Mas Angga, Mbak. Terus ini gimana? Apa kita pulang? saya nggak tega lihat Mbak Tina kesakitan kayak gitu,” ucap Pak Hadi masih sering memperhatikanku di spion depan.“Jangan, Pak. Kita jangan pulang. Aku masih ingin terus men
Benalu part 81POV DEWIHari ini aku kembali menjenguk Mita di Rumah Sakit. Keadaan masih sama saja. Masih di infus. Cuma bedanya dia udah nggak teriak-teriak. Dia udah bisa di ajak bicara.“Om bisa kita bicara sebentar?” tanyaku lirih di telinga Om Heru. Om Heru mengangguk. Tanpa menjawab. Kemudian aku dan Om Heru keluar dari ruangan Mita di rawat. Aku mengkode Mas Romi dengan tatapan mata. Untung saja dia mengerti. Akhirnya ikut membuntutiku dengan Om Heru. Tante Tika masih di dalam. Menunggu Mita. Mata Tante Tika masih sembab. Pasti dia masih menangis terus karena nasib buruk yang menimpa anaknya.“Ada apa, Wi?” tanya Om Heru setelah sudah sampai di luar ruangan Mita di rawat. Aku membahas Mita nggak mungkin di dekat Mita bahasnya.“Om, Dewi nemuin hape Mita! dia terakhir chat sama Gio ngajak ketemuan, Om kenal dengan yang namanya Gio?” tanyaku. Om Heru terlihat mengerutkan kening.“Gio, Gio, Gio,” Om Heru menyebut nama itu berkali-kali. Seakan lagi mengingat-ingat. Aku dan Mas Ro
Benalu part 82POV DEWI[Kenapa kamu nggak datang lagi waktu itu? aku nunggunya sampai lumutan] seperti itulah chat baru dari Gio. Padahal kami belum ada balas.“Astaga! lihat chat Gio, kayaknya dia nggak tahu apa-apa, ya?” ucapku dengan mata masih fokus membaca pesan chat itu.“Iya, berarti Mita nggak datang di lokasi janjian?” sahut Om Heru.“Coba, Dek, balesin lagi!” perintah Mas Romi.“Di balesin gimana?” tanyaku, karena kalau aku menilai chat Gio yang kayak gini, berarti Gio nggak tahu apa-apa. Tapi, entahlah. Bingung rasanya membongkar teka-teki ini.“Bilang aja, aku terkena musibah,” ucap Mas Romi. Aku mendesah dan masih memikirkan balasan yang tepat untuk Gio ini.“Kalau dia tanya musibah apa?” tanyaku balik. Karena aku yakin Gio pasti akan bertanya kayak gitu. Itu udah otomatis. Karena aku sendiri kalau dapat balasan dapat musibah jelas jiwa kepo langsung meronta.“Udahlah, pokoknya ikuti aja dulu saran, Mas,” ucap Mas Romi.“Iya, Wi, nggak ada salahnya. Balas gitu saja dulu,
Benalu part 83POV DEWI“Sus, kamar Mita Faradiba di mana, ya?” tanya laki-laki yang di tunjuk Mas Romi. Berarti betullah dia itu Gio.“Owh, kamar 151 Pak sebelah sana,” jawab suster cantik itu. Laki-laki itu langsung memandang ke arah yang di tuju suster itu.“Iya, Mas, dia Gio,” celetukku, mata kami masih mengarah ke laki-laki itu.“Masak Mita sayang-sayangan sama-sama yang jauh lebih tua? Kebangetan lagi,” ucap Mas Romi seakan bertanya. Aku melirik ke Om Heru. Dia mendesah dengan mata yang masih memandang ke laki-laki itu.“Nyatanya dia nyari kamar Mita? sedangkan yang arah ke sini, kan, memang Gio,” sahutku. Aku juga ikut mendesah. Lihat wajahnya yang sudah bisa di bilang tidak muda. Tapi? Mita kok, manggilnya nggak mas atau kakak atau apalah. Manggilnya nyebut nama saja.“Iya juga, sih,” jawab Mas Romi. Mata kami masih memandang ke laki-laki yang menuju ke sini. Laki-laki yang sudah sangat dewasa. Mungkin nggak selisih jauh dengan Om Heru. Mungkin bisa di bilang adiknya Om Heru.
Benalu part 84POV MARTINA“Ayo, Pak, gas!” teriakku panik saat melihat mobil yang terus-terusan menekan klakson. Nggak tahu siapa? Yang jelas dia selalu menekan klakson yang bikin jantung terasa copot. Jantung deg-degan. Terasa berdesir semua badan.Pak Hadi berkali-kali memandang ke arah spion samping. Mengawasi mobil itu. mobil itu masih mengikuti kami. Aku sendiri juga berkali-kali menengok kebelakang. Air mata terus berjatuhan. Nangis bingung, kepikiran Mas Angga dan juga takut dengan mobil yang lagi mengintai itu.“Pak, ayo cepat! Segera kita cari daerah yang ramai penduduk!” ucapku panik. Sangat panik. “Iya, Mbak. Ini saya juga deg-degan,” ucap Pak Hadi.“Bapak tadi, sih, kenapa kita lewat jalan sepi,” ucapku menyalahkan Pak Hadi.“Ini jalann trobosan, Mbak. Biasanya juga aman lewat sini,” ucap Pak Hadi. Aku masih berkali-kali menengok kebelakang. Mobil ini juga sudah kecang sekali. Hati ini udah pasrah, jika mobil ini nabrak atau gimana? Karena menurutku tetap kurang kencang
Benalu part 85POV DEWI“Mbak Dewi,” lirihnya.“Iya, sayang. Ada temanmu yang menjengukmu,” ucapku lagi. “Siapa, Mbak?” tanya Mita lagi dengan mata yang masih merem melek.“Namanya Pak Galih,” sahutku pelan. Mata Mita langung membelalak mendengar nama yang aku sebutkan.Mita beranjak ingin duduk. Segera aku membantunya. Begitu juga dengan Tante Tika. Ikut membantu anaknya yang ingin duduk. Mita memandang Pak Galih. Begitu juga dengan Pak Galih. Mereka saling beradu pandang membuat kami semua bingung.Saat beradu pandang dengan Pak Galih, mata Mita terlihat nanar dan lama-lama air matanya terjatuh. Pak Galih dengan sangat pelan mendekati Mita. Kayaknya dia ragu ingin mendekati Mita. terbukti dia memandang kami dengan tatapan sungkan.Tante Tika beranjak dari duduknya. Dia mempersilahkan Pak Galih untuk duduk. Nggak tahu kenapa malah jantungku yang berdegub kencang, melihat Pak Galih mendekati Mita. Aku lihat sorot mata Mita masih terus menatap Pak Galih.Secara bergantian aku juga men