Share

Pulang

Author: Atiexbhawell
last update Last Updated: 2023-04-29 20:12:50

"Jawab, Indri! Di mana kamu?" bentak Bapak lagi, aku yakin saat ini beliau tengah murka. 

Aku memejamkan mata menikmati perihnya luka dalam hati ini. Menarik nafas besar, mencoba tenang menghadapi amarah Bapak. Aku yakin, Bapak hanya termakan hasutan Mas Bagus atau Ibu mertua saja.

"Assalamualaikum, Bapak. Indri dengar apa yang Bapak ucapkan, kok. Tidak perlu keras-keras juga, takut darah tinggi Bapak kambuh." sahutku pelan, sekuat tenaga menekan suara agar tak semakin keras terisak.

"Bapak tanya Indri ada di mana, kan? Indri ada di kosan Pak Suradi, tempat yang sama seperti kala dulu setiap Sabtu siang Bapak jemput dan Senin pagi Bapak mengantar Indri. Indri tidak ke mana-mana, Pak." suaraku semakin bergetar tak sanggup lagi untuk tidak menangis mengingat betapa Bapak dulu rela datang jauh-jauh dari Banyu Biru untuk menjemputku kala libur kerja. Tidak naik motor atau mobil, melainkan naik angkutan umum demi memastikan anak perempuannya ini baik-baik saja.

"Ndri-" suara Bapakpun melunak, bahkan terdengar parau juga.

"Pak, Bapak minta Indri pulang? Pulang ke mana, Pak?" tanyaku semakin tak tahan dengan isak ini. Bapak diam di sana.

"Apa Indri boleh pulang ke rumah Bapak? Akan Indri jelaskan apa yang saat ini menjadi alasan Bapak semarah ini. Boleh, Pak?" ulangku lagi dengan suara serak seoalah tercekat di tenggorokan ini. Ya Allah. .sesak dada ini.

Teringat akan wejangan Bapak dulu kala aku baru saja menikah dan aku pulang ke rumah Bapak sendiri tanpa Mas Bagus yang saat itu memang tidak mau aku ajak pulang ke rumah Bapak.

"Wong wadon kui yen wes diopeni uwong, ora keno mulih dewe. Ora sah mulih yen ora karo bojone." (Perempuan itu kalau sudah menikah, tidak boleh pulang sendiri. Tidak usah pulang kalau tidak sama suaminya.)

Begitu wejangan Bapak dulu, sehingga membuatku ragu untuk pulang ke sana. Selama menikah, Mas Bagus hanya sesekali saja mau kuajak pulang ke sana. Setiap kuajak ke sana selalu saja ada alasan untuk menolak. Kalaupun mau ke sana, itu pun jika ada acara-acara khusus dan tidak pernah mau menginap. Dia akan mengantarkanku saja setelahnya pulang, jemput lagi kalau aku sudah mengabarinya.

"Pulanglah, Nduk! Pulanglah ke rumah Bapak dan Emak. Bawa cucu Emak pulang." kini suara wanita yang melahirkanku terdengar tengah menangis.

Ini adalah salah satu alasan kenapa selama ini aku tak pernah menceritakan keadaan rumah tanggaku pada mereka. Aku tak ingin membuat mereka bersedih, terluka memikirkan nasib anak perempuannya. Aku hanya ingin, mereka tahu kabar kami yang baik-baik saja, tapi rupanya justru kini mereka menangis karena aku.

"Baik, Mak. Sekarang juga Indri akan pulang ke rumah Emak. Maafkan Indri, Mak." lirihku semakin tergugu.

"Iya, Nduk. Emak tunggu kamu. Atau perlu di jemput sama Lekmu?" tawar Emak menawarkan adik lelakinya untuk menjemputku.

"Tidak usah, Mak. Indri naik grab saja soalnya kasihan Zaki." putusku.

"Baiklah, hati-hati, Nduk." 

Aku memutuskan panggilan setelah mengucapkan salam. Setelahnya aku segera memesan grab untuk mengantarku pulang ke kampung halamanku di Banyu Biru. Sebenarnya aku lelah, tetapi jika kesalahpahaman ini tidak segera diluruskan aku takut Bapak dan Emak serta keluarga besarku akan lebih percaya pada bualan mertuaku.

Sembari menunggu grab pesananku, aku menyiapkan beberapa perlengkapan Zaki sama seperti kalau akan aku bawa ke daycare setiap hari. Tas khusus perlengkapannya sudah beres, aku segera mengganti dasterku dengan pakaian yang layak. Celana panjang berbahan kulot warna hitam dipadukan kaos berwarna krem dan jilbab warna senada menjadi pilihanku.

"Loh, Ndri! Mau ke mana?" tanya Retno saat melihatku keluar menggendong Zaki yang masih tertidur. Gadis cantik itu pun juga nampak telah siap untuk berangkat menyusul orang tuanya ke hajatan.

"Aku mau pulang dulu, Ret." jawabku sembari mengunci pintu kamar.

"Pulang ke mana?" tanyanya lagi di balik pagar depan rumahnya.

"Ke rumah, Bapak. Ada perlu, Ret." jelasku sembari melangkah mendekatinya.

"Oalah, ya wes. Padahal Ibu sudah heboh banget loh mau ketemu Zaki." 

"Ealah, gimana ya, Ret? Salam saja dulu sama Budhe Win. Nanti malam aku usahakan pulang cepat biar bisa ketemu beliau." putusku lagi.

"Iya, aku paham. Nanti aku bilang ke Ibu. Gak nanti malam, besok juga pasti ketemu, kan!" kelakarnya.

Tak lama mobil pesananku datang, aku bergegas naik agar tak semakin kemalaman, begitu juga Retno yang segera berlalu menyusul orang tuanya dengan mengendarai motornya. Hanya butuh waktu kurang dari 1 jam saja dari Ungaran ke Banyu Biru. Jika tak ada kendala, aku akan sampai rumah Bapak jam setengan 7 nanti.

Sepanjang perjalanan, aku siapkan hati dan mentalku menghadapi segala macam wejangan Bapak. Aku tahu, aku sudah membuat Bapak malu dengan keputusanku melepaskan ikatan pernikahan ini. Aku pun sadar sepenuhnya bahwa mungkin Bapak akan dengan segala cara membujukku untuk kembali pada Mas Bagus.

Karena selama ini, Bapak begitu bangga memiliki menantu sepertinya. Tanpa Bapak tahu, di balik bangganya Bapak pada menantunya itu ada aku, anak kandungnya yang menjadi tumbal untuk menutupi borok menantunya. Entah, Bapak akan percaya atau tidak dengan ceritaku nanti yang jelas aku sudah putuskan akan menceritakan segalanya tanpa ingin aku tutup-tutupi lagi.

Untuk keputusan akhir, apapun yang terjadi aku tidak akan kembali pada Mas Bagus. Sekalipun dia memaksa nantinya. Egoiskah aku? Aku rasa, tidak! Bukan karena aku mencari pembenaran akan sikapku sendiri tapi aku hanya mengantisipasi saja, sebab sakit watak itu tidak akan ada obatnya. Aku tak ingin menumbalkan masa depan anakku demi pernikahan yang sudah tak sehat ini.

"Mamamamama. . ." celoteh Zaki menarikku dari pikiran yang berkelana ini. Rupanya anak itu telah terbangun dan menatap wajahku dengan mata beningnya yang berbinar seolah mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.

Kupeluk dia, kuciumi dia, karena dialah kekuatanku saat ini. Akan aku perjuangkan sendiri masa depannya, dia tidak boleh merasakan kepahitan seperti yang aku alami.

***

"Bapak kecewa padamu, sangat kecewa! Kamu Bapak nikahkan untuk menjadi wanita yang bermartabat, untuk menghormati suami dan mertuamu. Surgamu ada pada suamimu, tapi kamu malah membangkang. Ada masalah bukan dibicarakan baik-baik, tapi malah minggat dari rumah. Apa begitu Bapak mengajarimu? Melawan orang tua dan suami? Bapak malu sama besan, dikiranya Bapak tidak bisa mendidik anak dengan baik!" amarah Bapak meluap sesaat setelah aku masuk ke rumah masa kecilku. Setelah Zaki berpindah ke dalam gendongan Emak, aku duduk tepat di hadapan Bapak. Ah, Bapak. Bahkan aku belum sempat menyapa adikku yang baru masuk SMA itu. 

Allah. . .kuatkan hatiku! Jangan sampai hati ini ikut mendendam kepada Bapak yang tengah masuk dalam hasutan suami dan mertuaku itu.

Aku masih diam tak menyanggah apalagi membantah beliau. Biarlah beliau selesaikan dulu segala unek-uneknya padaku. Nafas Bapak memburu, berkali-kali menghela nafas besar. Aku tahu, emosi Bapak sudah sampai puncak kepala. Wajahnya memerah, tapi tak mau menatap wajahku. Sehina itukah aku sekarang, Pak?

"Kamu seharusnya bersyukur dapat suami seperti Bagus. Punya pekerjaan, tanggung jawab, dari keluarga berada, beda sama kita. Kamu itu mikir, kita hanya orang kampung. Untuk makan saja susah, kamu malah bertingkah! Apa kata orang nanti tentang kamu yang begini? Ini, hasilnya kamu kerja di kota? Ini hasilnya kamu bergaul dengan orang-orang kota itu? Bapak tidak mengajarimu untuk membangkang, Indri!" lanjut Bapak berapi-api, aku masih diam mendengarkan.

Kulihat Ibu dan adikkupun mendengarkan dari ruang sebelah, ruangan yang biasa kami pakai berkumpul sekedar saling berbagi cerita ketika aku pulang setiap akhir pekan. Dulu, dulu sekali saat aku belum menikah. Setelah menikah bisa dihitung dengan jari dalam setahun aku masuk ke rumah ini. Bahkan, sejak kelahiran Zaki, baru kali ini aku menginjakkan kakiku lagi di rumah masa kecilku. 

"Apa kata orang nanti kalau dengar kelakuan kamu di kota yang begini? Mau ditaruh di mana muka Bapak, Ndri? Bapak malu!" lanjutnya dengan meraup wajahnya frustasi. Aku tetap mencoba tenang dengan tidak bersuara sedikitpun sampai Bapak selesai. Hening, hanya helaan nafas Bapak yang masih terdengar.

"Sampun, Pak?" (sudah, Pak?) aku angkat bicara setelah cukup lama Bapak terdiam. Aku tekan suaraku agar tetap terdengar datar dan santun di hadapan cinta pertamaku. Bapak diam saja, masih enggan menoleh ke arahku.

"Mak, bisa Emak ke sini!" panggilku pada wanita sederhana yang sudah melahirkanku 26 tahun yang lalu.

Dengan ragu Emak datang dan bergabung dengan kami namun Emak memilih duduk di karpet sambil memperhatikan Zaki yang tengah merangkak.

"Sebelumnya, Indri mohon maaf pada Bapak juga Emak atas apa yang Indri buat. Apabila semua itu membuat Emak dan Bapak malu. Namun, sebelum Indri bicara ke inti masalahnya, ijinkan Indri bilang kalau Indri sangat merindukan Emak, Bapak, Edi yang sudah lama tidak Indri temui." ucapku dengan gemuruh rindu yang bertalu-talu di dadaku. Bahkan, air mataku mengalir begitu saja. 

Dalam khayalku, saat aku menginjakkan kaki ke rumah ini, aku akan disambut dengan pelukan erat penuh rindu seperti biasa oleh orang yang aku kasihi. Bukan langsung disidang begini.

"Mak, Pak. Indri akan bicara apa yang sebenarnya terjadi, tapi Indri harap jangan di sela sebelum Indri selesai bicara. Bisa, Pak?" tanyaku lagi. Bapak diam tak menjawab, diam aku anggap setuju. Maka aku mulai bercerita kisah pilu hidupku selama menjalin ikatan pernikahan dengan lelaki pilihanku sendiri bernama Bagus.

Emak menatap nanar diri ini dengan mata berkabut, mungkin tak menyangka jika nasib anak gadisnya begitu tragis. Atau, bisa juga dalam hati Emak meragukan ceritaku karena beliau sudah lebih dulu mendengar cerita versi suami dan mertuaku.

Semua kuceritakan secara detail dan runut. Mulai dari 3 tahun awal yang hanya menerima nafkah sebanyak 300 ribu sampai kejadian pagi tadi, kejadian puncak dimana tangan suamiku mendarat tepat di wajahku untuk pertama kalinya. Tak lupa, kuceritakan bagaimana mereka memperlakukan Zaki, putraku.

"Bapak tentu masih ingat, kala Indri melahirkan Zaki, bukan? Uang yang dipakai untuk membayar rumah sakit uang siapa, Pak? Uang Bapak, kan? Padahal, suami Indri berasal dari keluarga yang katanya kaya, tapi bayar rumah sakit sebesar 3 juta saja tidak mampu. Ah, tidak mau lebih tepatnya!" ucapku mengingatkan Bapak kala Mas Bagus dan Ibu mertua dengan terang-terangan menolak untuk membayar tagihan rumah sakit waktu aku melahirkan Zaki 8 bulan lalu.

"Saya tidak ada uang sebanyak itu, Pak Yanto. Bagus juga tidak ada uang lagi karena sudah dipakai untuk aqiqahan cucu saya, Sheril." tegas Ibu mertua di hadapan Bapak saat perawat memberikan tagihan yang harus kami bayar setelah aku diperbolehkan pulang. Karena waktu itu, BPJS ku hanya bisa mencover separuh dari tagihan. 

Kenapa? Karena BPJS-ku ada di kelas 2 sedangkan Ibu mertua meminta untuk aku masuk di kelas VIP katanya malu kalau ada keluarganya yang datang jenguk.

"Em, pakai uang Bapak dulu, nanti kalau Bagus punya uang, Bagus ganti, Pak." ujar Mas Bagus menutupi rasa malunya di hadapan Bapak.

Akhirnya, siang itu Bapak harus pulang dulu untuk mencari pinjaman karena waktu itu aku hanya punya pegangan sekitar 500 ribu saja hasil dari awal menulis di aplikasi berbayar. Setelah beberapa hari, Bapak harus merelakan kambing-kambingnya dijual untuk mengganti pinjaman tersebut.

"Lalu, saat Bapak mengusulkan untuk bancakan sekalian aqiqah Zaki, Mas Bagus dan Ibu bilang apa sama Bapak?" tanyaku lagi, mata Bapak merebak, aku tahu sebenarnya Bapak ingat semua perlakuan Mas Bagus dan Ibu mertua pada kami.

"Halah tidaklah perlu buat bancakan segala, Pak Yanto. Sayang uang sumbangannya. Lebih baik dipakai untuk beli keperluan lain saja." begitu kata Ibu mertua.

"Bagus tidak punya uang, Pak. Sudahlah, tidak usah aneh-aneh. Bisa bayar rumah sakit saja sudah syukur, itu juga pakai uang Bapak tapi kalau Bapak masih punya uang buat aqiqahan ya gak papa, asal bukan uangku atau uang Ibu." jawab Mas Bagus tanpa malu lagi, malah kembali fokus pada game di hpnya.

Akhirnya, sampai saat ini putraku belum di aqiqah karena kami belum memiliki cukup uangnya.

"Bapak juga pasti masih ingat, kan. Sewaktu Bapak dan Lek Hadi mampir ke rumah sehabis dari nyumbang di tempatnya Lek Lastri?" 

"Bapak datang di saat yang tidak tepat, Pak. Kami tidak punya apa-apa sebagai suguhan, lain kali kalau mau datang bilang dulu biar kami bisa siap-siap dulu." begitu kata Mas Bagus, seolah Bapakku datang untuk minta makan, padahal hanya ingin menjenguk cucunya.

"Pak, jadi menurut Bapak sekarang Indri harus bagaimana?" tanyaku dengan derai air mata, pun dengan Emak yang berkali-kali menyeka matanya dengan ujung jilbab yang beliau pakai. Bapak menunduk, menautkan kedua tangannya dan beliau remas-remas di depan tubuhnya.

"Jika ada yang mengenal Indri dengan baik, itu Bapak dan Emak bukan orang lain. Apa Bapak rela, Indri menghabiskan sisa usia untuk mengabdi pada lelaki seperti itu, Pak?" air mata kian deras membasahi kedua pipi tak sanggup aku bayangkan jika Bapak tetap memaksaku untuk kembali pada Mas Bagus.

"Mereka selalu bilang, Zaki bukan anak Mas Bagus. Mereka menolak dengan terang-terangan sejak dalam kandungan, padahal perjuangan kami untuk mendapatkan Zaki lebih dari 2 tahun lamanya. Ini bukan lagi tentang Indri, Pak. Tapi, Zaki!" tangis Emak pecah, beliau menghambur memelukku dengan erat, menangis tersedu-sedu membuatku turut memeluk beliau. Menumpahkan tangisku dalam pelukannya seperti dulu saat aku kecil.

Kulihat Bapak pun menangis, lalu dengan cepat diraihnya tubuh montok putraku yang sedang merangkak ke dekatnya. Memeluknya sembari terisak pelan.

"Maafkan Mbah Kung, Le!" isaknya yang terdengar oleh telingaku. Emak mengurai pelukannya padaku. 

Kini giliranku mendekati Bapak, bersimpuh di hadapan lelaki cinta pertamaku itu memohon ampun jika keputusanku pergi melukai hatinya. Bapak turun dari kursi, bersimpuh di sampingku lalu merengkuhku ke dalam pelukannya, sedang satu tangan lagi masih memeluk Zaki. Kami menangis bersama, aku tahu Bapak percaya padaku.

"Maafkan Bapak, Nduk! Bapak sudah termakan hasutan mertuamu. Maaf!" isaknya sembari menciumi kepalaku. Aku tak mampu berkata-kata lagi, hanya pelukanku yang semakin erat kulakukan pada tubuh tuanya.

Drama tangis haru itu berlangsung beberapa saat, hingga harus berakhir karena kudengar suara deru motor masuk ke halaman rumah ini. Aku hafal dengan deru motor itu milik siapa. Ya, itu suara motor milik Mas Bagus. Untuk apa dia datang ke sini? Untuk mejemputkukah? Atau mengembalikanku seperti tantanganku tadi pagi?

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Syukurlah orang tua nya mau mendengarkan penjelasan Indri
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Gara-gara game online

    Kami saling tatap begitu mesin kendaraan terdengar padam. Bapak memberi kode dengan anggukan kepala, dengan cepat kami menghapus jejak air mata di wajah kami."Assalamualaikum besan!" rupanya ada Ibu mertua juga yang ikut datang. "Walaikum salam, Bu Yati." sahut Emak yang sudah lebih dulu menyambut kedatangan tamu kami di teras."Ini ada gula sedikit, sekedar untuk bikin teh!" ujar mertuaku sok ramah."Oalah, kok malah repot-repot segala, Bu Yati. Kalau sekedar gula kami juga ada, kok." balas Ibu terdengar datar."Mari masuk!" lanjut Emak lagi.Begitu masuk, kulihat wajah Ibu mertua sedikit terkejut melihatku."Oalah, kamu di sini to, Nduk. Ibu kira ke mana, kami sampai panik loh mencarimu." ucapnya langsung duduk di sebelahku sembari mengusap punggungku. Ratu drama, bermuka dua! Biar begitu, kuraih tangan beliau dan kucium punggung tangannya, karena sampai detik ini beliau masih mertuaku. Aku bangkit berdiri, meraih Zaki dari gendongan Bapak lalu duduk melantai di karpet. Mas Bagus

    Last Updated : 2023-04-29
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Talak atau penjara?

    Cukup lama Ibu mertua pingsan, entah pingsan betulan atau hanya pura-pura pingsan karena malu. Entahlah, hanya beliau yang paham. Lek Erna dan Lek Tri yang tak tahu apa-apa kebingungan dibuatnya. "Opo, sih, Ndri?" bisik Lek Erna saat sudah duduk di sebelahku."Nanti, Lek Na akan tahu sendiri." jawabku juga berbisik."Bu, bangun! Jangan bikin malu!" kudengar Mas Bagus putus asa membangunkan ibunya. Lek Tri duduk di sebelah Bapak, walau masih bingung tapi beliau tidak banyak tanya. Ibu mertua mulai sadar, dengan dibantu Mas Bagus beliau kembali duduk bersandar pada sofa. Mas Bagus dengan cekatan menyodorkan gelas teh yang mulai dingin karena ditinggal berdebat tadi."Sudah sadar, Bu Yati? Tidak lupa bukan, apa yang saya ucapkan sebelum Jenengan pingsan tadi?" tanya Bapak agaknya sudah tak sabar ingin mengakhiri segala drama yang dibuat Ibu mertua."Pa-Pak Yanto tidak sungguh-sungguh, kan?" gagap Ibu mertua menatap Bapak dan Lek Tri dengan wajah pucat."Kenapa tidak? Ini saya perkenalk

    Last Updated : 2023-04-29
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Semangat baru

    Kumandang Azan subuh saling bersahutan dari masjid kampung dan masjid-masjid kampung tetangga, suasana yang dingin menusuk tulang membuat siapa saja enggan untuk meninggalkan peraduan. Sama sepertiku, aku pun enggan meninggalkan hangatnya dekapan selimut tebal semasa aku gadis dulu. Bersamaku ada Emak yang masih terlelap dan juga Zaki di antara kami. Semalam sepulang dari rumah sakit, aku menghabiskan hampir 3 jam untuk bercerita banyak hal dengan Emak. Cerita hidupku yang tragis lebih tepatnya. Emak sampai geleng-geleng kepala, heran denganku yang bisa bertahan hingga 5 tahun lamanya dengan suami parasit seperti Bagus."Pantas saja, kamu sudah tidak ingat pulang, Nduk. Emak pikir karena hidupmu sudah enak di kota sana, sampai lupa pada kami."Begitu keluh Emak, setelah mendengar cerita hidupku. Ah, andai Emak tahu betapa berat perjuangan anak perempuannya ini pasti beliau tidak akan rela aku menikah dengannya.Namun, semua sudah terjadi. Tak perlu disesali apalagi ditangisi, hidup a

    Last Updated : 2023-05-03
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Kejutan lagi

    Kuhela nafas besar, menetralkan degub jantung yang sedikit lebih cepat, ya sedikit saja lebih cepat. Di depan sana, ada mantan suami yang baru semalam mengucapkan talak padaku, tapi siang ini sudah bermesraan dengan mantan pacarnya dulu.Cemburu? Iya! Aku memang cemburu, karena aku sungguh tulus mencintai laki-laki itu. Namun, bukan karena rasa cemburu itu yang membuatku ingin menangis sekarang. Sampai di sini aku semakin sadar diri, bahwa kehadiranku selama ini memanglah tidak dia anggap sama sekali, itu yang membuatku terluka. Lalu, selama ini aku dia anggap apa? Hingga semudah dan secepat itu dia berpaling?Fisik? Ku akui kalau Linda jauh lebih cantik dariku, meski dempulannya (make up) yang 80% mendominasi wajah. Sexi? Bahkan meski telah memiliki satu anak, berat badanku tetap ideal, 54 kg dengan tinggi 163 cm. Masih cukup sexi, kan? Hanya memang ukuran dadaku tak sebesar miliknya. Namun, seindah apapun fisik seseorang, bukankah ia akan pudar termakan usia? Wajah se-glowing apapu

    Last Updated : 2023-05-04
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Luka baru

    "Indri, aku, aku. . ."Linda tergagap, bahunya bergetar karena tangis. Aku semakin heran dibuatnya."Ada apa, Lin?" tanyaku karena sejak tadi hanya isaknya yang terdengar sedangkan aku harua segera pulang kalau tidak aku tidak akan dapat angkot untuk ke kosan."Maafkan aku, Ndri." lirihnya di sela isak tangis."Iya, aku maafkan. Maaf, Lin. Aku harus segera pulang, ada Zaki yang menungguku." putusku ingin mengakhiri ini semua. Indri mendongak, menatapku masih dengan mata berair."Aku, aku hamil anak Bagus, Ndri!" Duar! Bagai tersambar petir aku mendengar pengakuannya. "Hah?!" pekikku dengan mata melebar."Maafkan aku, Indri!" isaknya kembali terdengar, wajahnya menunduk dalam.Tunggu! Apa dia bilang tadi? Hamil anak Bagus? Itu artinya mereka? Astaghfirullahhalazim! Aku menelan ludah susah payah, air mata yang tadi entah ke mana, sekarang tiba-tiba mengalir membasahi kedua pipiku. Lemas seluruh persendianku, seolah kedua kakiku tak mampu untuk menopang bobotku sendiri."Jadi, benar se

    Last Updated : 2023-05-05
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Pertengkaran

    [Alhamdulillah, Ibu sudah menemukan mantu idaman. Lalu, bagaimana dengan Linda, yang katanya sedang hamil anak Mas Bagus?]Beberapa detik, akhirnya pesanku centang dua dan langsung warna biru karena memang Ibu mertua terlihat tengah online. Lalu, tulisan online itu segera berubah menjadi mengetik. Ah, penasaran aku dibuatnya. Kira-kira apa tanggapan Ibu mertua? Satu pesan masuk dari kontak Ibu, buru-buru aku buka saking penasarannya.[Gak usah nebar fitnah! Hubungan Bagus dengan Linda sudah berakhir lama.][Ririn inilah calon menantuku, menggantikan kamu!][Mereka sudah pacaran 4 bulan ini.][Awas kalau karena fitnahanmu ini, rencana pernikahan mereka gagal.]Pesan beruntun masuk dari kontak yang sama, aku terkejut dengan reaksi dan balasan Ibu mertua. Jadi, mana yang benar? Linda berhubungan dengan Mas Bagus sudah 8 bulan dan sekarang sedang hamil. Sedangkan pengakuan Ibu mertua, hubungan Mas Bagus dengan wanita bernama Ririn ini sudah 4 bulan dan akan segera menikah. Ya Allah, Bag

    Last Updated : 2023-05-06
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Sp 1

    Sesaat telingaku berdenging dan mataku berkunang, tapi hanya sebentar saja sebab rentetan makian segera terdengar nyaring."Munafik kamu, Ind! Aku pikir kamu benar-benar manusia berhati malaikat, nyatanya hatimu busuk! Kupikir semua ucapanmu kemarin karena kamu memang peduli, nyatanya hanya topeng agar namamu semakin terlihat bersinar. Mulutmu jahat, Ind! Kau ceritakan ke orang-orang kalau aku adalah selingkuhan suamimu, bahkan kamu juga ceritakan kalau kami berciuman. Sadar Indri, sadar! Kamu sudah diceraikan sama Bagus!" makinya lantang dan tangannya menunjuk-nunjuk wajahku, air mata berurai di kedua pipinya. Hal ini sontak membuat semua pasang mata terbelalak mendengar kenyataan bahwa aku dan Mas Bagus sudah bercerai. Kulihat Mbak Nurul pun tak kalah terkejut, ia sampai membekap mulutnya sendiri dengan mata yang masih melebar sempurna."Sialan kamu, Ind! Sekarang semua orang mengecapku sebagai pelakor, puas kamu, hah?!" jeritnya lagi semakin kalap, bahkan dia dengan brutal mendor

    Last Updated : 2023-06-07
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Dilabrak

    Aku dan Mbak Nurul harus pulang lebih lambat karena masih menyelesaikan beberapa potong lagi. Akhirnya beberapa teman turut membantu agar cepat selesai dan bisa pulang barengan."Ind, kamu hutang cerita sama kami. Pokoknya setelah ini jangan pulang dulu, kamu cerita dulu biar kami gak kebawa mimpi!" todong Mbak Nurul saat pekerjaan telah selesai dan kini kami tengah beres-beres pulang."Iya, Mbak Ind, daripada kami hanya dengar dari gosip yang beredar saja lebih baik kami tanya langsung pada sumbernya." timpal Jumiatun mendukung Mbak Nurul. Ada juga Mbak Yanti, Mbak Yesi dan Mbak Sumi ikut bergabung, merka kompak mengangguk bersama."Gimana kalau kita mampir ke bakso sebelah, sambil cerita sambil makan gitu?" usul Mbak Yesi semangat."Kamu yang bayarin, Yes?" tanya Mbak Sumi."Oralah, bayar dewe-dewe!" sahutnya diiringi tawa."Huuu!" sorak Mbak Sumi sambil melemparkan potongan kain ke arah Mbak Yesi. Hal kecil yang memancing tawa kami, sebagai penghibur dikala yang lain sudah pada pul

    Last Updated : 2023-06-08

Latest chapter

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Extra part 3

    Tiga tahun kemudian ..."Yeeeeyy ... Selamat ulang tahun kakak Zaki!"Seru semua orang yang menghadiri acara ulang tahun ke-5 dari putra Indri bernama Danindra Alzaki Maulana. Pesta meriah dengan tema Super Mario yang merupakan tokoh kartun favorit sang putra.Di samping kanan sang pemilik acara, ada sang bunda, Indri lengkap dengan Papa Danu dan adik kecilnya bernama Zivara Alzahira Maleakhi yang baru berusia 6 bulan. Di samping kiri ada ayah Bagus beserta Mama Via yang tengah mengandung calon adik keduanya yang masih 7 bulan dalam kandungan.Mereka semua berdiri di belakang sebuah kue besar dengan banyak lilin di sana. Aneka hadiah dan tumpukan kado pun tak luput memenuhi meja kanan dan kiri kue tersebut.Semua nampak gembira, tersenyum bahagia merayakan pertambahan usia Zaki sang putra mahkota. Semua kompak mengenakan busana bernuansa merah dan biru.Pesta meriah di salah satu restoran mewah di kawasan Ungaran selatan itu mengundang seluruh keluarga dari pihak ibu maupun ayahnya.

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Extra part 2

    Minggu berganti bulan, sudah hampir 5 bulan berlalu sejak pernikahan super mewah Indri dan Danu digelar. Bagus, semakin sadar diri bahwa dia harus menepi. Tak ada setitikpun harapan bisa kembali membersamai ibunda Zaki, sang mantan istri."Gus, kamu enggak mau buka hati untuk wanita lain?" tanya Santi pelan saat mereka usai makan malam."Untuk sekarang ini enggak, Mbak. Aku hanya mau fokus kerja, kita masih banyak kebutuhan terutama untuk kesembuhan Ibu." sahutnya pelan namun tegas."Iya, sih, tapi jangan lupakan kebahagiaan kamu sendiri, Gus. Mbak pun punya penghasilan walau hanya cukup untuk makan, jadi jangan kamu pikul sendiri beban keluarga ini," tukas Santi mencoba membujuk adik kesayangannya untuk mencari pendamping hidup.Bukan ia tak mau mengurus keperluan sang adik, tetapi ia sangat paham bahwa ada beberapa kebutuhan yang tidak bisa ia lakukan seperti selayaknya pasangan. Dan ia paham betul bahwa adiknya butuh pendamping hidup."Jujur aku takut, Mbak, ada rasa tidak percaya

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Extra part 1

    Di sebuah ruang gelap, lembab dan pengap, seorang lelaki terbaring nyaris tanpa alas. Sarung teramat lusuh yang telah lecek, kotoran bercampur nanah dan darah yang telah mengering menguarkan aroma yang membuat perut bergejolak. Jari jemari di kedua kakinya nyaris tak lagi tersisa akibat membusuk hingga terlepas satu persatu, tubuh yang tinggal tulang berbalut kulit saja membuatnya tak mampu menegakkan tubuhnya sekedar untuk duduk.Terlebih, rasa nyeri dan sakit luar biasa di area kemaluannya, yang terus membengkak dan mengeluarkan darah serta nanah yang tak henti menambah penderitaan di setiap hembusan nafasnya.Merintih, mengerang, menjerit lalu meratapi buruk nasibnya hingga ia sangat berharap bahwa kematian segera menjemputnya, tapi sayangnya sang malaikat maut seolah enggan mendekatinya. Membiarkannya mengalami kepedihan sampai kata taubat itu keluar dari mulutnya.Dialah, Edo. Sang penjahat kelam*n, sang predator, germ* dan entah sebutan apalagi yang pantas tersemat untuknya."D

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   SAH (ENDING)

    "Anakku, Setyadanu Adimas Budianto bin Rudi Budianto. Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya, Indri Kartika Sari binti Suyatno Martorejo. Dengan mas kawin seperangkat alat sholat, set perhiasan emas seberat 60 gram. Uang tunai senilai tiga puluh juta seratus dua puluh tiga ribu dan sebuah rumah lengkap dengan isinya dibayar tunai!""Saya terima nikah dan kawinnya Indri Kartika Sari binti Suyatno Martorejo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!""Sah!"Sah!"Alhamdulillah ... "Lantunan hamdalah menggema di ballroom The Wujil Resort and Convetions yang keluarga Danu sewa untuk mengadakan perhelatan mewah akad dan resepsi pernikahan Danu dan Indri. Usai kata sah terucap, Indri menangis haru. Meski ia sangat bahagia, tak dapat ia pungkiri ada rasa takut menelusup di relung batinnya yang terdalam. Kegagalan di masa lalu sedikit banyak memberinya rasa trauma dan ketakutan tersendiri dalam menjalani biduk rumah tangganya yang baru kelak. Akankah, dia berhasil sampai

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Pov Indri

    "Gimana persiapan kalian? Udah beres semua?" tanya Ibu Riyanti saat kami janjian makan siang bersama hari ini.Ini kali ke 4 kami ketemu lagi sejak terbukanya inisal SAB yang kukira Samsul kala itu. Mengingat Samsul, rasanya ingin sekali meremukkan kepalanya karena pernah melakukan kesalahan fatal padaku, tapi ya sudahlah lebih baik melupakan daripada terus membuat sakit hatiku.Pertemuan pertama kali dengan Bu Riyanti adalah saat ke rumah bersama Danu, ke dua saat perkenalan keluarga, ke tiga saat lamaran resmi dan kali ini finally persiapan pernikahan kami yang tinggal menghitung hari. Pancaran mata teduhnya, senyum hangatnya dan perlakuannya sama sekali tidak berubah. Malah semakin hangat saja kurasakan. Dengan demikian, ketakutan dan keraguanku semakin luruh tak bersisa. Karena jujur, aku sempat takut kalau-kalau keluarga Danu akan berubah seperti keluarga mantan padaku."Alhamdulillah sudah beres, Bu. Hanya tinggal futting terakhir 2 hari lagi, yang lainnya sudah beres semua." ja

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Santi kembali

    Santi termangu menatap rumah kontrakan Bagus, sang adik. Ada rasa ragu yang menyelinap di kalbu karena rasa malu dan rasa bersalah. Bayang perlakuannya pada istri adiknya di masa lalu melintas begitu saja, menghadirkan rasa sesak yang tiba-tiba menghantam dadanya.Rumah yang dulu selalu bersih dan rapi itu kini nampak tak terawat. Rumput liar sudah semakin nampak terlihat di sela-sela paving blok, daun rambutan kering berserakan di mana-mana membuat rumah ini nampak seperti rumah kosong. Hampir satu tahun ia menghilang, ia begitu banyak melewatkan kabar dari keluarganya. Dalam benaknya hanya satu, seperti apa putrinya sekarang? Terurus dengan baikkah atau justru sebaliknya? Bagaimana kondisi sang Ibu, masih seperti dulukah? Lalu, bagaimana dengan Bagus, adiknya? Sudah tahu akan belang istrinyakah? Atau justru mereka kini masih bersama?Berbagai tanya mengisi penuh kepalanya, hingga tanpa ia sadari ada dua orang tetangganya yang melintas di depan rumah Bagus, Ismi dan Nurul. Mereka me

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Karma tak salah alamat

    "Seriusan?" kejut Neti lagi, tanpa ia sadari senyumnya terbit begitu saja.Ari mengangguk meyakinkan karena selama dua bulan ini dia selalu bersama Bagus jadi dia tahu cerita hidup partnernya itu."Tapi harus sabar dulu, hatinya masih terluka dengan kelakuan mantan istri keduanya sampai dia kehilangan anak yang belum lahir ke dunia. Kalau yang mau ditemuinya nanti itu anak dari mantan istri pertamanya," papar Ari semakin membuat mata Neti terbelalak kaget."Maksudmu piye, to?" "Panjang ceritanya, Mbak, dan bukan hakku buat cerita urusan pribadi dia. Hanya, kalau Mbak Neti menyukainya, jangan perlihatkan dengan kentara tunggulah sampai luka hatinya sembuh." beritahu Ari lagi."Tapi--""Udah, yok berangkat!" ajak Bagus yang sudah kembali bergabung, memotong pertanyaan lanjutan dari mulut Neti pada Ari.Ketiganya lantas bergegas menuju mobil, sepanjang jalan dari Ungaran ke Ambarawa banyak diisi oleh obrolan hangat seperti biasa. Sesekali mereka tertawa dengan banyolan Ari yang mampu me

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Kecewanya Indri

    "Ka-kamu!""Sudah kuduga," ucap Indri dengan tatapan sinis yang sarat akan kekecewaan. Membuatnya menelan ludah susah payah, wajah tampannya mendadak pucat pasi."Kenapa?" tantang Indri maju satu langkah, sedang dia mundur satu langkah."Kenapa kamu lakukan ini padaku, Samsul Ali Bahrudin?" tanya Indri tanpa melepas tatapannya pada Samsul yang bergeming. Otaknya mendadak blank begitu berhadapan langsung dengan Indri yang menatapnya penuh dengan sorot kekecewaan. Sungguh, dari dulu ia selalu kalah dengan tatapan mata itu. Padahal dari awal dia merencanakan semua ini, ia sudah bertekad untuk mendapatkan Indri apapun caranya."Kamu menginginkanku, bukan? Sekarang ayok lakukanlah!" tantangnya dengan suara parau menahan tangis."Kau menjebakku dengan obat tidur agar kau bisa memperko**ku, bukan? Sekarang ayok lakukan dengan keadaan aku sadar sepenuhnya. Supaya aku semakin yakin, bahwa kamu adalah satu-satunya temanku yang paling pengecut dari ribuan temanku yang lainnya." tetes demi tetes

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Dalang dari kejadian

    Dalam keadaan yang seperti ini, semua indera dituntut untuk bekerja secara maksimal. Indri yang sedang pura-pura masuk dalam jeratan obat tidur memakai telinganya untuk mendeteksi keadaan sekitar. Setelah ia rasa aman karena tak mendengar pergerakan apapun, ia perlahan membuka matanya. Kosong,Ia edarkan pandangan ke sekeliling, dan hanya mendapati furniture kamar hotel. Tak ia lihat satupun manusia di dalam sana. Beringsut turun dari bed lalu melangkah pelan menuju jendela yang tertutup gorden.Menyibak sedikit dan lalu ia dapati satu orang laki-laki yang tadi berjaga sendirian. Entah ke mana dua rekannya, yang jelas ini memudahkannya melumpuhkan lawan.Dengan gerakan tanpa suara, ia kembali menjauh. Mencari di mana letak tasnya, dan sayangnya tak ia temukan di dalam kamar. Ia kembali menyibak gorden, lalu senyumnya mengembang saat melihat mobil calon suaminya terparkir manis di depan kamar seberang kamarnya ini meski berjarak agak jauh. Ia percaya bahwa saat ini Danu pun tengah men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status