Share

Talak atau penjara?

Penulis: Atiexbhawell
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-29 20:14:11

Cukup lama Ibu mertua pingsan, entah pingsan betulan atau hanya pura-pura pingsan karena malu. Entahlah, hanya beliau yang paham. Lek Erna dan Lek Tri yang tak tahu apa-apa kebingungan dibuatnya. 

"Opo, sih, Ndri?" bisik Lek Erna saat sudah duduk di sebelahku.

"Nanti, Lek Na akan tahu sendiri." jawabku juga berbisik.

"Bu, bangun! Jangan bikin malu!" kudengar Mas Bagus putus asa membangunkan ibunya. 

Lek Tri duduk di sebelah Bapak, walau masih bingung tapi beliau tidak banyak tanya. Ibu mertua mulai sadar, dengan dibantu Mas Bagus beliau kembali duduk bersandar pada sofa. Mas Bagus dengan cekatan menyodorkan gelas teh yang mulai dingin karena ditinggal berdebat tadi.

"Sudah sadar, Bu Yati? Tidak lupa bukan, apa yang saya ucapkan sebelum Jenengan pingsan tadi?" tanya Bapak agaknya sudah tak sabar ingin mengakhiri segala drama yang dibuat Ibu mertua.

"Pa-Pak Yanto tidak sungguh-sungguh, kan?" gagap Ibu mertua menatap Bapak dan Lek Tri dengan wajah pucat.

"Kenapa tidak? Ini saya perkenalkan, adik ipar saya. Tri Danuadji, dia bertugas di polsek Ungaran. Pangkatnya tidak usah saya sebutkan, nanti Jenengan tambah kejer lagi." ucap Bapak jumawa, membuat Ibu mertua semakin kicep.

"Ada apa to, Mas?" tanya Lek Tri akhirnya.

"Tidak ada apa-apa, Pak Polisi. Pak Yanto hanya salah paham saja!" sahut Ibu mertua dengan cepat, tersirat ketakutan yang amat jelas dari raut wajahya. Bapak terkikik geli sendiri.

"Begini, Le. Ibu Yati ini sudah memfitnah ponakanmu selingkuh sampai hamil. Mereka berdua ini menolak Zaki sebagai darah dagingnya lantaran mereka percaya pada apa yang mereka lihat. Padahal tidak begitu faktanya." terang Bapak tenang tetapi Ibu dan Mas Bagus sudah semakin pucat.

"Bener, Ndri?" tanya Lek Tri beralih padaku.

"Enggeh, Lek. Ibu mertua bahkan memfitnah aku sering jalan sama laki-laki lain pada para tetangga kontrakanku. Ada saksinya, kok, Lek!" jelasku apa adanya.

"Tidak! Tidak begitu, saya hanya-"

"Halah sudahlah Bu Yati. Tadi saja lagaknya nantangin saya untuk lapor polisi, mana mulutnya menjab-menjeb koyok b*l pitik (pant*t ayam). Sekarang ada polisi di depan mata bilang tidak, piye to!" sela Bapak tegas.

"Dan lagi, Le. Apa pelaku kekerasan dalam rumah tangga juga bisa dipenjarakan?" tanya Bapak lagi membuat Mas Bagus mendongak menatap takut ke arah Bapak.

"Bisa, Mas. Ancaman hukuman 5 tahun penjara maksimal. Kenapa? Apa selain difitnah, Indri juga mendapat kekerasan?" Lek Tri beralih lagi menatapku.

"Enggeh, Lek. Mungkin sekarang bekasnya masih ada, ini. Tolong lihat Lek Na!" jawabku lalu memperlihatkan pipi kiriku bekas tanda tangan suamiku.

"Iya, loh. Yah. Sampe membiru begini! Jelas banget, kok!" ucap Lek Na sambil memperhatikan pipiku.

Kulihat Lek Tri mengepalkan tangan, mungkin geram dengan kelakuan anak dan ibu itu.

"Kamu yang melakukannya?" desis Lek Tri menatap Mas Bagus, mau tak mau Mas Bagus mengangguk.

"Tapi, Bagus hanya khilaf. Tidak ada niatan menyakiti Indri!" bela Ibu mertua ketakutan.

"Penjarakan saja, Ndri! Buat laporan, Lelek akan bantu kawal sampai tuntas. Jangan mentang-mentang kita orang miskin diperlakukan seenak udel sama mereka." ucap Lek Tri lantang denga raut wajah tak bersahabat.

"Jangan! Jangan laporkan aku, Ndri. Aku mohon! Aku tidak mau di penjara!" rengek Mas Bagus memohon.

"Kenapa, Mas? Bukankah di penjara sama enaknya? Gak usah kerja, makan minum gratis, kan?" ejekku. 

"Indri, aku mohon. Jangan penjarakan aku, aku minta maaf sudah menyakitimu, tapi sungguh aku hanya khilaf." rengeknya seperti anak kecil minta permen.

"Kenapa tidak tadi pagi kamu minta maafnya?  Tadi begitu kamu datang juga tidak minta maaf? Kenapa minta maafnya setelah ada polisi di sini?" cibirku menahan geram. 

"Indri, Bagus masih suami kamu, Nak. Dia hanya khilaf. Tolong maafkan, jangan diperpanjang lagi, ya!" Ibu mertua kembali bersuara dengan lembut sekali. Heleh, mual aku dengernya!

"Kalau begitu, Ibu saja yang saya laporkan atas kasus pencemaran nama baik dan fitnah. Bagaimana?" tantangku sok tahu, padahal aslinya juga enggak tahu.

"Jangan, Indri. Kamu tidak kasihan Ibu, Nak. Ibu ini sudah tua. Harusnya hanya menghabiskan waktu dengan bermain sama cucu." ucapnya memelas.

"Nah itu sadar diri sudah tua, tapi kenapa bertingkah, Bu! Selama ini Indri hormat sama Ibu, Indri biarkan Mas Bagus memberikan seluruh gajinya pada Ibu. Karena Indri sadar, kalau bukan karena Ibu, Mas Bagus juga tidak ada di dunia ini. Indri tidak pernah mengungkit soalan itu, tapi apa yang Ibu lakukan pada Indri? Ibu memfitnah Indri dengan kejam, merecoki rumah tangga Indri dan Ibu tidak lupa bukan, bagaimana pongahnya Ibu tadi pagi?" beberku, biarlah aku dikira tidak sopan karena melawan orang tua.

"Belum lagi, apa yang Ibu katakan pada Bapak siang tadi? Sampai Bapak tega berucap kasar padaku? Ibu tahu? Bapak dan Emak tidak pernah semurka itu padaku apalagi berkata kasar seperti tadi. Pasti, Ibu sudah menghasut Bapak, kan?" lanjutku dengan gemuruh amarah di dada. Sakit sekali saat mengingat kata-kata Bapak tadi padaku.

"Ndri, maafkan kami. Aku tahu, aku dan Ibu bersalah padamu. Maafkan kami." sahut Mas Bagus mengiba.

"Baiklah, aku maafkan. Dengan syarat, ceraikan aku sekarang juga, Mas!" ucapku dengan kesungguhan. Lek Na sampai memegangi kedua pundakku yang naik turun memgusapnya lembut agar aku tak terbawa emosi.

"Ndri, aku mohon. Aku tidak mau bercerai denganmu. Aku janji akan berubah, aku janji menerima Zaki." pintanya memelas.

"Terlambat, Mas. Aku dan Zaki sudah tidak butuh kamu lagi. Kembalilah pada Ibumu, biarkan aku dan Zaki bahagia." tegasku dengan mata merebak, kenapa baru sekarang dia berkata seperti itu? 

"Indri, jangan keras kepala. Pikirkan baik-baik, Nak. Jangan sampai Zaki tumbuh tanpa Ayah." dukung Ibu mertua lagi. Ke mana saja mereka selama ini? Kenapa baru sekarang mereka mengingat Zaki?

"Bu, sejak dalam kandungan Zaki sudah tidak punya Ayah! Zaki akan baik-baik saja seperti selama ini kami berjuang untuk baik-baik saja. Tidak usah membujukku dengan menggunakan Zaki, karena semua itu justru membuatku semakin muak dengan kalian!" 

"Indri aku-"

"Ceraikan aku sekarang atau aku laporkan kalian ke polisi sekarang juga!" potongku cepat, aku sudah tak ingin berlama-lama dengan drama kedua orang itu.

"Pak-" Mas Bagus mencoba memakai Bapak.

"Keputusan sepenuhnya ada pada Indri. Apapun yang dia putuskan, saya mendukung! Kami lebih baik malu jika Indri menjadi janda daripada malu melihat Indri jadi gila karena menghadapi kalian!" tegas Bapak.

Mas Bagus beralih menatap ibunya, mereka saling senggol, tapi lama tidak ada yang mau bersuara.

"Bagus!" sentak Bapak lagi.

"Saya-"

"Cepat putuskan atau penjara menanti kalian!" tegas Lek Tri ikut bersuara.

Mas Bagus nampak menarik nafas panjang berulang-ulang. Aku tahu cintanya untukku tak berubah, hanya sikap dan sifatnya saja yang berubah. Memuakkan!

"Saya-, saya- Bagus Dwi Putra dengan ini menjatuhkan talak tiga padamu, Indri Kartika Sari. Aku kembalikan kamu pada keluargamu seperti dulu aku memintamu. Maafkan aku." ucapnya dengan suara bergetar. 

Luruh sudah air mataku. Perasaanku campur aduk tidak karuan, ada lega, senang tapi sedih juga bergelayut di hati. Tak tanggung-tanggung, talak tiga langsung aku dapatkan, itu artinya sudah tidak ada lagi kesempatan untuk kembali.

Mas Bagus menunduk dalam, bahunya bergetar. Dia menangis, ya, dia menangis. Apakah dia menyesal sudah menalakku? Jika iya, penyesalannya sungguh terlambat.

"Setelah ini, segera urus perceraian kalian ke pengadilan agama, agar status Indri jelas dan tidak terkatung-katung. Dan, jika kalian masih mempersulit keadaan keponakan saya maka saya sendiri yang akan turun tangan. Apa kalian paham?" tegas Lek Tri menatap Mas Bagus.

"Ya, biar dia yang urus gugatannya, wong dia yang minta dicerai, kok. Enak saja, mau terima beresnya saja!" celetuk Ibu mertua kembali ke mode aslinya, medit bin koret!

"Bu-"

"Iya, Lek. Biar Indri saja yang urus. Indri tidak yakin kalau mereka akan beneran mengurus gugatannya, yang ada nanti malah semakin runyam dibuat mereka." sergahku saat Lek Tri ingin membantah Ibu mertua. 

Aku melakukan ini bukan karena apa-apa, hanya feelingku memgatakan jika mereka yang maju ke pengadilan agama justru akan dipersulit dengan berbagai drama. Sedangkan aku, sudah ingin lepas dari para benalu yang berwujud manusia seperti mereka.

"Baik kalau begitu, biar Indri yang mengajukan gugatannya, saya sendiri yang akan mendampinginya sampai selesai. Dan kamu, Bagus! Tidak perlu datang ke persidangan agar semua lancar tanpa perlu banyak drama. Sanggup!" tegas Lek Tri lagi membuat hatiku semakin lega.

"Sanggup, Pak." jawab Mas Bagus lesu, tidak dengan Ibu mertua yang masih saja menjab-menjeb tak suka.

Setelah tak ada lagi yang perlu dibicarakan, akhirnya Bapak meminta mereka pulang. Mas Bagus seperti enggan tapi Ibu mertua sudah menarik-narik lengannya. Ada yang berbeda dari sorot matanya, tapi aku tak peduli. Toh, setelah kata talak dia ucapkan, dia bukan lagi suamiku. Kini, hidupku hanya milikku dan Zaki saja.

Walau enggan, Mas Bagus pergi juga dari rumah ini. Tanpa sepatah kata perpisahan padaku apalagi menanyakan Zaki, ataukah dia masih belum percaya jika Zaki adalah darah dagingnya? Ah, aku tak mau lagi peduli, toh sejak dalam kandungan memang Zaki tidak memiliki ayah.

"Sebaiknya, sekarang kita ke rumah sakit, Ndri. Kita visum wajahmu sebagai bukti terkuat untuk mengajukan gugatanmu!" ujar Lek Tri saat motor Mas Bagus meninggalkan halaman rumah Bapak.

Kami semua menoleh ke arah beliau, adik kandung Emak yang berjarak usia hanya 8 tahun denganku itu nampak serius.

"Apa tidak besok saja, Lek?" tanyaku mengingat ini sudah hampir jam 8 malam.

"Kalau besok, hasilnya akan kurang akurat karena kejadiannya sudah tadi pagi. Sebentar aku minta bantuan temanku yang kerja di rumah sakit dulu." 

"Tapi, ini sudah malam, Le?" ingat Bapak.

"Gak papa, Mas. Lebih cepat lebih baik." tegas Lek Tri, kami semua tidak bisa menolak. Lek Tri lantas keluar ke teras yang kemudian berbicara di telepon dengan teman yang beliau maksud.

"Enaknya gimana, Pak?" tanyaku pada Bapak meminta pendapat. Ibu dan Lek Na turut menyimak.

"Manut saja sama Lekmu. Dia tahu yang terbaik untukmu, Nduk!" putus Bapak.

"Zaki gimana?" 

"Kenang (Zaki) biar sama Emak, ada Lek Na juga. Kamu gak usah khawatir soal Zaki, dia anteng, kok." putus Emak.

"Tapi, besok Indri tetap harus kerja, Mak. Apa tidak sebaiknya, Zaki Indri bawa ke kosan saja sekalian?" ucapku ragu. 

"Gak perlu, Nduk. Biar Kenang sama Emak. Nanti setelah selesai pulanglah ke sini, kita belum banyak ngobrol. Emak masih kangen sama kamu." pinta Emak dengan mata berkabut sembari mengusap kepalaku yang tertutup hijab.

Ya Allah, Mak. Indri juga kangen sama Emak. Ingin rasanya kembali jadi anak kecil agar tidak perlu terjebak dalam permasalahan rumit seperti sekarang. Benar kata orang, menjadi dewasa itu tidak mudah dan melelahkan.

Tanpa kusadari, air mata kembali menetes melihat wajah sayu wanita yang sudah melahirkanku ini. Kupeluk raganya yang mulai menua, dengan segenap cinta dan rindu yang tiada terkira.

***

Tepat pukul 10 malam, serangkaian pemeriksaan yang kujalani di RSUD Ambarawa selesai. Namun, untuk hasilnya baru besok siang akan keluar. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang saja dan besok hasilnya akan diambil oleh Lek Tri sendiri.

"Kamu kenapa tidak pernah cerita kalau mertua dan suamimu enggak waras?" tanya Lek Tri sembari melangkah ke parkiran.

"Indri pikir masih bisa mengatasinya sendiri, Lek. Jadi, biar Emak dan Bapak tahunya yang baik-baik saja." jawabku beralasan.

"Tapi, nyatanya? Tidak baik-baik saja, to? Kadang ada hal yang perlu kita bagi dengan orang terdekat, Nduk. Dan keluarga akan turut menanggung cerita yang kita bagi, cerita luka sekalipun. Karena, jika tidak dengan keluarga, dengan siapa lagi kita berkeluh kesah? Selain Allah tentunya?

Memang, kita sebagai anak kadang berpikir bahwa tanggungan mereka sudah terlampau banyak. Jangan sampai dengan cerita kurang baik ini akan semakin menambah beban pikiran mereka, tapi pikiran seperti itu tidak selalu benar bagi orang tua. Sedewasa apapun kita, bagi mereka kita ini masih sama seperti anak kecilnya mereka. Yang mereka nanti-nantikan keluh kesahnya, rengekan manjanya. Ya, seperti itulah kira-kira." wejang Lek Tri panjang. Aku mangut-mangut membenarkan.

"Jadi, setelah ini, jangan lagi menanggung bebanmu sendiri! Ada kami keluargamu!" ucapnya sembari mengusap bahuku penuh kasih sayang membuatku terharu sekali.

"Terimakasih, Lek. Lelek susah sejauh ini membantu, Indri." ucapku tulus.

"Tentu, kamu sudah seperti adik bagiku yang anak ragil. Bukan anak, soalnya kamu terlalu tua untuk jadi anakku!" kelakarnya mencairkan suasana. 

Beliau tertawa, membuatku turut tertawa pula. Semoga setelah ini, hanya akan ada tawa bahagia dariku, Zaki dan keluargaku. Benar kata orang bijak, bahwa sejauh apapun kita pergi keluarga adalah tempat kita pulang.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Bab terkait

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Semangat baru

    Kumandang Azan subuh saling bersahutan dari masjid kampung dan masjid-masjid kampung tetangga, suasana yang dingin menusuk tulang membuat siapa saja enggan untuk meninggalkan peraduan. Sama sepertiku, aku pun enggan meninggalkan hangatnya dekapan selimut tebal semasa aku gadis dulu. Bersamaku ada Emak yang masih terlelap dan juga Zaki di antara kami. Semalam sepulang dari rumah sakit, aku menghabiskan hampir 3 jam untuk bercerita banyak hal dengan Emak. Cerita hidupku yang tragis lebih tepatnya. Emak sampai geleng-geleng kepala, heran denganku yang bisa bertahan hingga 5 tahun lamanya dengan suami parasit seperti Bagus."Pantas saja, kamu sudah tidak ingat pulang, Nduk. Emak pikir karena hidupmu sudah enak di kota sana, sampai lupa pada kami."Begitu keluh Emak, setelah mendengar cerita hidupku. Ah, andai Emak tahu betapa berat perjuangan anak perempuannya ini pasti beliau tidak akan rela aku menikah dengannya.Namun, semua sudah terjadi. Tak perlu disesali apalagi ditangisi, hidup a

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-03
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Kejutan lagi

    Kuhela nafas besar, menetralkan degub jantung yang sedikit lebih cepat, ya sedikit saja lebih cepat. Di depan sana, ada mantan suami yang baru semalam mengucapkan talak padaku, tapi siang ini sudah bermesraan dengan mantan pacarnya dulu.Cemburu? Iya! Aku memang cemburu, karena aku sungguh tulus mencintai laki-laki itu. Namun, bukan karena rasa cemburu itu yang membuatku ingin menangis sekarang. Sampai di sini aku semakin sadar diri, bahwa kehadiranku selama ini memanglah tidak dia anggap sama sekali, itu yang membuatku terluka. Lalu, selama ini aku dia anggap apa? Hingga semudah dan secepat itu dia berpaling?Fisik? Ku akui kalau Linda jauh lebih cantik dariku, meski dempulannya (make up) yang 80% mendominasi wajah. Sexi? Bahkan meski telah memiliki satu anak, berat badanku tetap ideal, 54 kg dengan tinggi 163 cm. Masih cukup sexi, kan? Hanya memang ukuran dadaku tak sebesar miliknya. Namun, seindah apapun fisik seseorang, bukankah ia akan pudar termakan usia? Wajah se-glowing apapu

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-04
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Luka baru

    "Indri, aku, aku. . ."Linda tergagap, bahunya bergetar karena tangis. Aku semakin heran dibuatnya."Ada apa, Lin?" tanyaku karena sejak tadi hanya isaknya yang terdengar sedangkan aku harua segera pulang kalau tidak aku tidak akan dapat angkot untuk ke kosan."Maafkan aku, Ndri." lirihnya di sela isak tangis."Iya, aku maafkan. Maaf, Lin. Aku harus segera pulang, ada Zaki yang menungguku." putusku ingin mengakhiri ini semua. Indri mendongak, menatapku masih dengan mata berair."Aku, aku hamil anak Bagus, Ndri!" Duar! Bagai tersambar petir aku mendengar pengakuannya. "Hah?!" pekikku dengan mata melebar."Maafkan aku, Indri!" isaknya kembali terdengar, wajahnya menunduk dalam.Tunggu! Apa dia bilang tadi? Hamil anak Bagus? Itu artinya mereka? Astaghfirullahhalazim! Aku menelan ludah susah payah, air mata yang tadi entah ke mana, sekarang tiba-tiba mengalir membasahi kedua pipiku. Lemas seluruh persendianku, seolah kedua kakiku tak mampu untuk menopang bobotku sendiri."Jadi, benar se

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-05
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Pertengkaran

    [Alhamdulillah, Ibu sudah menemukan mantu idaman. Lalu, bagaimana dengan Linda, yang katanya sedang hamil anak Mas Bagus?]Beberapa detik, akhirnya pesanku centang dua dan langsung warna biru karena memang Ibu mertua terlihat tengah online. Lalu, tulisan online itu segera berubah menjadi mengetik. Ah, penasaran aku dibuatnya. Kira-kira apa tanggapan Ibu mertua? Satu pesan masuk dari kontak Ibu, buru-buru aku buka saking penasarannya.[Gak usah nebar fitnah! Hubungan Bagus dengan Linda sudah berakhir lama.][Ririn inilah calon menantuku, menggantikan kamu!][Mereka sudah pacaran 4 bulan ini.][Awas kalau karena fitnahanmu ini, rencana pernikahan mereka gagal.]Pesan beruntun masuk dari kontak yang sama, aku terkejut dengan reaksi dan balasan Ibu mertua. Jadi, mana yang benar? Linda berhubungan dengan Mas Bagus sudah 8 bulan dan sekarang sedang hamil. Sedangkan pengakuan Ibu mertua, hubungan Mas Bagus dengan wanita bernama Ririn ini sudah 4 bulan dan akan segera menikah. Ya Allah, Bag

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-06
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Sp 1

    Sesaat telingaku berdenging dan mataku berkunang, tapi hanya sebentar saja sebab rentetan makian segera terdengar nyaring."Munafik kamu, Ind! Aku pikir kamu benar-benar manusia berhati malaikat, nyatanya hatimu busuk! Kupikir semua ucapanmu kemarin karena kamu memang peduli, nyatanya hanya topeng agar namamu semakin terlihat bersinar. Mulutmu jahat, Ind! Kau ceritakan ke orang-orang kalau aku adalah selingkuhan suamimu, bahkan kamu juga ceritakan kalau kami berciuman. Sadar Indri, sadar! Kamu sudah diceraikan sama Bagus!" makinya lantang dan tangannya menunjuk-nunjuk wajahku, air mata berurai di kedua pipinya. Hal ini sontak membuat semua pasang mata terbelalak mendengar kenyataan bahwa aku dan Mas Bagus sudah bercerai. Kulihat Mbak Nurul pun tak kalah terkejut, ia sampai membekap mulutnya sendiri dengan mata yang masih melebar sempurna."Sialan kamu, Ind! Sekarang semua orang mengecapku sebagai pelakor, puas kamu, hah?!" jeritnya lagi semakin kalap, bahkan dia dengan brutal mendor

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-07
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Dilabrak

    Aku dan Mbak Nurul harus pulang lebih lambat karena masih menyelesaikan beberapa potong lagi. Akhirnya beberapa teman turut membantu agar cepat selesai dan bisa pulang barengan."Ind, kamu hutang cerita sama kami. Pokoknya setelah ini jangan pulang dulu, kamu cerita dulu biar kami gak kebawa mimpi!" todong Mbak Nurul saat pekerjaan telah selesai dan kini kami tengah beres-beres pulang."Iya, Mbak Ind, daripada kami hanya dengar dari gosip yang beredar saja lebih baik kami tanya langsung pada sumbernya." timpal Jumiatun mendukung Mbak Nurul. Ada juga Mbak Yanti, Mbak Yesi dan Mbak Sumi ikut bergabung, merka kompak mengangguk bersama."Gimana kalau kita mampir ke bakso sebelah, sambil cerita sambil makan gitu?" usul Mbak Yesi semangat."Kamu yang bayarin, Yes?" tanya Mbak Sumi."Oralah, bayar dewe-dewe!" sahutnya diiringi tawa."Huuu!" sorak Mbak Sumi sambil melemparkan potongan kain ke arah Mbak Yesi. Hal kecil yang memancing tawa kami, sebagai penghibur dikala yang lain sudah pada pul

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-08
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Bundir

    Hari ini, Zaki kubawa ke daycare karena Budhe Win akan ke pasar dan tak mungkin membawa Zaki turut serta. "Zaki ... Selamat datang kembali!" sambut Maryam, salah satu pengurus daycare kelas strawbery (anak usia 6-12 bulan). Ada sekitar 15 anak rentang usia itu dengan 5 pengasuh. Dan Zaki ada dalam pengasuhan Maryam sebagai penanggung jawab bersama dua anak lainnya, satu perempuan berusia 6 bulan, satu lagi laki-laki berusia 11 bulan.Daycare milik perusahaan ini sangat dibatasi jumlah anaknya karena keterbatasan pengasuh juga tentunya. Dan alhamdulilah, Zaki menjadi anak yang beruntung masuk ke sini, meski biaya bulanannya juga lumayan mahal. Lebih mahal dibanding dengan membayar orang secara pribadi menurutku, hanya saja jika di sini kami para ibu bisa datang setiap jam istirahat dan menghabiskan waktu bersama.Ada 4 kelas dengan pengelompokkan berdasarkan usia masing-masing dengan jumlah anak antara 10-15 anak saja. Semua kebutuhan termasuk susu masih dari kami para orang tua, di s

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-09
  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Surat Linda

    Seketika tubuhku bergetar hebat, benarkah yang kudengar ini? Allah ... Linda? Ada apa ini?"Be-benarkah, Mbak?" gagapku menatap Mbak Nurul dan Mbak Yesi bergantian. Mereka mengangguk pasti."Tadi, dia nyariin kamu ke kantin, lalu dia titip ini." ujar Mbak Nurul lalu menyerahkan kertas yang kutebak adalah surat.Tanganku bergetar menerima kertas itu, benarkah Linda sudah merencanakan kejadian ini? Air mata seketika tumpah begitu saja, lepas dari hubungan Linda dengan Mas Bagus di belakangku, dia adalah temanku sejak awal masuk ke pabrik ini. Meski tidak bisa dibilang teman dekat, tetapi hubungan kami baik selama ini selayaknya teman.Ingin kubuka kertas itu sekarang, tapi Mbak Nurul melarangnya. Karena pekerjaan kami menanti dan bel sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Kami gegas kembali ke ruang produksi, kejadian ini tidak mempengaruhi pekerjaan kami.Walau pikiranku sedikit terusik dengan kejadian ini juga penasaran akan apa isi kertas yang diberikan Linda padaku, akhirnya aku b

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-11

Bab terbaru

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Extra part 3

    Tiga tahun kemudian ..."Yeeeeyy ... Selamat ulang tahun kakak Zaki!"Seru semua orang yang menghadiri acara ulang tahun ke-5 dari putra Indri bernama Danindra Alzaki Maulana. Pesta meriah dengan tema Super Mario yang merupakan tokoh kartun favorit sang putra.Di samping kanan sang pemilik acara, ada sang bunda, Indri lengkap dengan Papa Danu dan adik kecilnya bernama Zivara Alzahira Maleakhi yang baru berusia 6 bulan. Di samping kiri ada ayah Bagus beserta Mama Via yang tengah mengandung calon adik keduanya yang masih 7 bulan dalam kandungan.Mereka semua berdiri di belakang sebuah kue besar dengan banyak lilin di sana. Aneka hadiah dan tumpukan kado pun tak luput memenuhi meja kanan dan kiri kue tersebut.Semua nampak gembira, tersenyum bahagia merayakan pertambahan usia Zaki sang putra mahkota. Semua kompak mengenakan busana bernuansa merah dan biru.Pesta meriah di salah satu restoran mewah di kawasan Ungaran selatan itu mengundang seluruh keluarga dari pihak ibu maupun ayahnya.

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Extra part 2

    Minggu berganti bulan, sudah hampir 5 bulan berlalu sejak pernikahan super mewah Indri dan Danu digelar. Bagus, semakin sadar diri bahwa dia harus menepi. Tak ada setitikpun harapan bisa kembali membersamai ibunda Zaki, sang mantan istri."Gus, kamu enggak mau buka hati untuk wanita lain?" tanya Santi pelan saat mereka usai makan malam."Untuk sekarang ini enggak, Mbak. Aku hanya mau fokus kerja, kita masih banyak kebutuhan terutama untuk kesembuhan Ibu." sahutnya pelan namun tegas."Iya, sih, tapi jangan lupakan kebahagiaan kamu sendiri, Gus. Mbak pun punya penghasilan walau hanya cukup untuk makan, jadi jangan kamu pikul sendiri beban keluarga ini," tukas Santi mencoba membujuk adik kesayangannya untuk mencari pendamping hidup.Bukan ia tak mau mengurus keperluan sang adik, tetapi ia sangat paham bahwa ada beberapa kebutuhan yang tidak bisa ia lakukan seperti selayaknya pasangan. Dan ia paham betul bahwa adiknya butuh pendamping hidup."Jujur aku takut, Mbak, ada rasa tidak percaya

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Extra part 1

    Di sebuah ruang gelap, lembab dan pengap, seorang lelaki terbaring nyaris tanpa alas. Sarung teramat lusuh yang telah lecek, kotoran bercampur nanah dan darah yang telah mengering menguarkan aroma yang membuat perut bergejolak. Jari jemari di kedua kakinya nyaris tak lagi tersisa akibat membusuk hingga terlepas satu persatu, tubuh yang tinggal tulang berbalut kulit saja membuatnya tak mampu menegakkan tubuhnya sekedar untuk duduk.Terlebih, rasa nyeri dan sakit luar biasa di area kemaluannya, yang terus membengkak dan mengeluarkan darah serta nanah yang tak henti menambah penderitaan di setiap hembusan nafasnya.Merintih, mengerang, menjerit lalu meratapi buruk nasibnya hingga ia sangat berharap bahwa kematian segera menjemputnya, tapi sayangnya sang malaikat maut seolah enggan mendekatinya. Membiarkannya mengalami kepedihan sampai kata taubat itu keluar dari mulutnya.Dialah, Edo. Sang penjahat kelam*n, sang predator, germ* dan entah sebutan apalagi yang pantas tersemat untuknya."D

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   SAH (ENDING)

    "Anakku, Setyadanu Adimas Budianto bin Rudi Budianto. Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya, Indri Kartika Sari binti Suyatno Martorejo. Dengan mas kawin seperangkat alat sholat, set perhiasan emas seberat 60 gram. Uang tunai senilai tiga puluh juta seratus dua puluh tiga ribu dan sebuah rumah lengkap dengan isinya dibayar tunai!""Saya terima nikah dan kawinnya Indri Kartika Sari binti Suyatno Martorejo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!""Sah!"Sah!"Alhamdulillah ... "Lantunan hamdalah menggema di ballroom The Wujil Resort and Convetions yang keluarga Danu sewa untuk mengadakan perhelatan mewah akad dan resepsi pernikahan Danu dan Indri. Usai kata sah terucap, Indri menangis haru. Meski ia sangat bahagia, tak dapat ia pungkiri ada rasa takut menelusup di relung batinnya yang terdalam. Kegagalan di masa lalu sedikit banyak memberinya rasa trauma dan ketakutan tersendiri dalam menjalani biduk rumah tangganya yang baru kelak. Akankah, dia berhasil sampai

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Pov Indri

    "Gimana persiapan kalian? Udah beres semua?" tanya Ibu Riyanti saat kami janjian makan siang bersama hari ini.Ini kali ke 4 kami ketemu lagi sejak terbukanya inisal SAB yang kukira Samsul kala itu. Mengingat Samsul, rasanya ingin sekali meremukkan kepalanya karena pernah melakukan kesalahan fatal padaku, tapi ya sudahlah lebih baik melupakan daripada terus membuat sakit hatiku.Pertemuan pertama kali dengan Bu Riyanti adalah saat ke rumah bersama Danu, ke dua saat perkenalan keluarga, ke tiga saat lamaran resmi dan kali ini finally persiapan pernikahan kami yang tinggal menghitung hari. Pancaran mata teduhnya, senyum hangatnya dan perlakuannya sama sekali tidak berubah. Malah semakin hangat saja kurasakan. Dengan demikian, ketakutan dan keraguanku semakin luruh tak bersisa. Karena jujur, aku sempat takut kalau-kalau keluarga Danu akan berubah seperti keluarga mantan padaku."Alhamdulillah sudah beres, Bu. Hanya tinggal futting terakhir 2 hari lagi, yang lainnya sudah beres semua." ja

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Santi kembali

    Santi termangu menatap rumah kontrakan Bagus, sang adik. Ada rasa ragu yang menyelinap di kalbu karena rasa malu dan rasa bersalah. Bayang perlakuannya pada istri adiknya di masa lalu melintas begitu saja, menghadirkan rasa sesak yang tiba-tiba menghantam dadanya.Rumah yang dulu selalu bersih dan rapi itu kini nampak tak terawat. Rumput liar sudah semakin nampak terlihat di sela-sela paving blok, daun rambutan kering berserakan di mana-mana membuat rumah ini nampak seperti rumah kosong. Hampir satu tahun ia menghilang, ia begitu banyak melewatkan kabar dari keluarganya. Dalam benaknya hanya satu, seperti apa putrinya sekarang? Terurus dengan baikkah atau justru sebaliknya? Bagaimana kondisi sang Ibu, masih seperti dulukah? Lalu, bagaimana dengan Bagus, adiknya? Sudah tahu akan belang istrinyakah? Atau justru mereka kini masih bersama?Berbagai tanya mengisi penuh kepalanya, hingga tanpa ia sadari ada dua orang tetangganya yang melintas di depan rumah Bagus, Ismi dan Nurul. Mereka me

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Karma tak salah alamat

    "Seriusan?" kejut Neti lagi, tanpa ia sadari senyumnya terbit begitu saja.Ari mengangguk meyakinkan karena selama dua bulan ini dia selalu bersama Bagus jadi dia tahu cerita hidup partnernya itu."Tapi harus sabar dulu, hatinya masih terluka dengan kelakuan mantan istri keduanya sampai dia kehilangan anak yang belum lahir ke dunia. Kalau yang mau ditemuinya nanti itu anak dari mantan istri pertamanya," papar Ari semakin membuat mata Neti terbelalak kaget."Maksudmu piye, to?" "Panjang ceritanya, Mbak, dan bukan hakku buat cerita urusan pribadi dia. Hanya, kalau Mbak Neti menyukainya, jangan perlihatkan dengan kentara tunggulah sampai luka hatinya sembuh." beritahu Ari lagi."Tapi--""Udah, yok berangkat!" ajak Bagus yang sudah kembali bergabung, memotong pertanyaan lanjutan dari mulut Neti pada Ari.Ketiganya lantas bergegas menuju mobil, sepanjang jalan dari Ungaran ke Ambarawa banyak diisi oleh obrolan hangat seperti biasa. Sesekali mereka tertawa dengan banyolan Ari yang mampu me

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Kecewanya Indri

    "Ka-kamu!""Sudah kuduga," ucap Indri dengan tatapan sinis yang sarat akan kekecewaan. Membuatnya menelan ludah susah payah, wajah tampannya mendadak pucat pasi."Kenapa?" tantang Indri maju satu langkah, sedang dia mundur satu langkah."Kenapa kamu lakukan ini padaku, Samsul Ali Bahrudin?" tanya Indri tanpa melepas tatapannya pada Samsul yang bergeming. Otaknya mendadak blank begitu berhadapan langsung dengan Indri yang menatapnya penuh dengan sorot kekecewaan. Sungguh, dari dulu ia selalu kalah dengan tatapan mata itu. Padahal dari awal dia merencanakan semua ini, ia sudah bertekad untuk mendapatkan Indri apapun caranya."Kamu menginginkanku, bukan? Sekarang ayok lakukanlah!" tantangnya dengan suara parau menahan tangis."Kau menjebakku dengan obat tidur agar kau bisa memperko**ku, bukan? Sekarang ayok lakukan dengan keadaan aku sadar sepenuhnya. Supaya aku semakin yakin, bahwa kamu adalah satu-satunya temanku yang paling pengecut dari ribuan temanku yang lainnya." tetes demi tetes

  • BAWA ANAK LELAKIMU PULANG, BU! (DI ANTARA DUA PILIHAN)   Dalang dari kejadian

    Dalam keadaan yang seperti ini, semua indera dituntut untuk bekerja secara maksimal. Indri yang sedang pura-pura masuk dalam jeratan obat tidur memakai telinganya untuk mendeteksi keadaan sekitar. Setelah ia rasa aman karena tak mendengar pergerakan apapun, ia perlahan membuka matanya. Kosong,Ia edarkan pandangan ke sekeliling, dan hanya mendapati furniture kamar hotel. Tak ia lihat satupun manusia di dalam sana. Beringsut turun dari bed lalu melangkah pelan menuju jendela yang tertutup gorden.Menyibak sedikit dan lalu ia dapati satu orang laki-laki yang tadi berjaga sendirian. Entah ke mana dua rekannya, yang jelas ini memudahkannya melumpuhkan lawan.Dengan gerakan tanpa suara, ia kembali menjauh. Mencari di mana letak tasnya, dan sayangnya tak ia temukan di dalam kamar. Ia kembali menyibak gorden, lalu senyumnya mengembang saat melihat mobil calon suaminya terparkir manis di depan kamar seberang kamarnya ini meski berjarak agak jauh. Ia percaya bahwa saat ini Danu pun tengah men

DMCA.com Protection Status