“Sejak pulang denganmu, dia mengurung diri seperti itu! Apa yang harus kita lakukan, Wyatt?”
Sudah seminggu sejak Anna pulang dengan Wyatt dari kediaman Dominic. Begitu sampai Anna masuk ke kamarnya dan tidak keluar lagi. Ia menerima makanan yang diantarkan ibunya, tetapi tidak benar-benar memakannya.
“Apa Esme masih berusaha menghubungi Anna, Nyonya?” tanya Wyatt.
Ibu Anna, Eren mengangguk. “Sejak pagi sudah tiga kali dia menelepon, aku hanya bilang kalau Anna sedang sakit.”
Esme juga mencoba menghubungi Wyatt. Hanya saja bukan ia yang menganggkat, melainkan kakeknya dan ia selalu saja tidak ada di tempat saat Esme menelepon.
Esme pasti penasaran dengan makian Wyatt yang ditujukan pada Dominic. Di mata Esme tunangannya pasti bak dewa.
“Bagaimana bisa anak itu melakukan hal buruk seperti ini! Sekarang bagaimana dia akan hidup?” tanya Eren entah pada siapa. “Bagaimana bisa dia bertemu pria brengsek seperti itu?”
Semua pertanyaan yang dilontarkan Eren, sama sekali tidak diketahui Wyatt jawabannya. Ia benar-benar tidak tahu. Wyatt bukan orang yang akan melepaskan pengawasannya terhadap Anna setelah tahu dengan obsesi orang yang dicintainya itu.
“Wyatt bagaimana kalau kamu menikahi Anna?”
Itu ide yang sangat menggoda. Ia pasti akan menyetujuinya dengan segera. “Tetapi, bagaimana dengan Anna?”
“Apa yang bisa dilakukannya sekarang! Dia hamil dan pria itu sama sekali tidak mau bertanggung jawab!” Napas Eren tampak sesak. “Anak itu ... bagaimana dia akan hidup jika seperti ini?” Kemudian ibu Anna menangis.
Wyatt membuang napas pelan, tahu kalau apapun yang coba dikatakan saat ini hanya akan berhasil sia-sia. “Biarkan saya masuk dan bicara dengannya dulu!” kata Wyatt. Hanya ini yang bisa dilakukannya sekarang.
Eren menahan Wyatt, menatap tepat di bola matanya. “Kamu mau menikah dengan Anna, kan?”
Wyatt tahu kalau dia tidak akan dilepaskan jika tidak menjawab. Andai saja ia mengatakan tidak, keadaan Eren akan buruk, Anna lebih lagi. Lalu saat mengatakan iya, Anna yang akan terpuruk karena berharap bisa menikah dengan Dominic.
“Biarkan saya bicara dengan Anna, Nyonya,” kata Wyatt.
Air mata Eren kembali turun. Ia melepaskan Wyatt dan terduduk lagi.
Wyatt melangkah ke dalam, berhenti sebentar di ambang pintu, berbalik menatap punggung Eren yang tampak rapuh. Lalu lanjut melangkah ke depan pintu kamar Anna.
“Anna ... apa kamu bisa mendengarku?”
Wyatt tahu Anna di dalam, merasa frustrasi, bisa jadi sedang menangis. Tetapi, wanita yang dicintai Wyatt itu pasti bisa mendengarnya. “Apa benar anak itu milik Dominic?”
“Kamu menyangka aku berbohong?” Suara Anna parau menyahut dari dalam. “Aku dan dia di sana, dalam keadaan mabuk, dan kami melakukannya! Aku tidak akan lupa.”
Wyatt tidak akan bertanya lagi karena di dalam Anna sudah mulai histeris kembali. “Baiklah, aku paham!”
Tubuh Wyatt gemetar kembali, rasa sakit yang tidak disukainya muncul. Perasaan menjijikan yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata mendominasi. Ia bertanya-tanya apa yang harus dilakukan untuk menghentikan ini. Ia tahu betul Anna berbohong. Ia tahu betul siapa yang benar di sini. Akan tetapi, ia tak bisa mengatakan dengan jelas kalau dirinya sudah tahu semua.
“Anna, apa kamu mau aku bicara pada Dominic?”
Langkah-langkah kaki terdengar, lalu pintu terayun ke belakang dan Anna muncul di rongga tempat daun pintu menghilang. “Kamu akan melakukannya? Kamu akan melakukannya untukku?”
Pukulan telah dan nyeri yang seminggu lalu muncul lagi, sakit, Wyatt ingin menangis. Akan tetapi, lelaki tidak menangis.
“Ya, aku akan bicara padanya,” jawab Wyatt.
Anna tampak buruk, rambut awut-awutan, mata sembab, wajah pucat, dan Wyatt juga melihat kamarnya berantakan. Lalu Anna tertawa, merasa bahagia dengan jawabannya.
“Katakan padanya kalau ini anaknya. Ini anaknya!” Anna menguncang tubuh Wyatt.
Wyatt menghentikan aksi Anna, meremas kedua bahunya pelan. Memaksakan diri untuk menyampaikan keinginan Eren pada wanita di depannya. “Bagaimana kalau kita menikah Anna? Aku akan menerimamu dan anak itu?”
Anna terbelalak, tampak tak percaya, terluka dengan apa yang disampaikan Wyatt. Rasa sakit di dada Wyatt menjadi bertambah besar. Ia harus pergi sekarang atau akan kehilangan logikanya dan marah.
“Aku akan menemui Dominic,” kata Wyatt yang lalu mundur, merasa hancur, dan sama sekali tidak berdaya. Padahal aku juga mencintaimu Anna, hanya aku yang mencintaimu.
Ada sesuatu yang tercekap di leher Wyatt. Itu adalah tangisan, sayangnya lelaki tidak menangis.
***
Wyatt sudah menduganya, kalau Dominic akan menolak bertemu dengannya. Maka ketika kemudian ia samai di rumah Dominic dengan motornya dan pejaga pintu mengatakan kalau Dominic tidak ada, ia tak bisa mengatakan apa-apa. Satu hal yang bisa dilakukan Wyatt adalah menunggu.
“Kenapa kamu di sini, Wyatt?”
Wyatt sedang merenung saat ia ditanya seperti itu. Ia melihat Esme yang menjulurkan kepala dari jendela mobil yang telah diturunkan tersenyum.
“Ada yang harus kubicarakan dengan Dominic, tapi dia tidak ada. Jadi aku menunggu di sini.”
Tidak. Dominic ada di dalam dan tidak mau bertemu dengannya. Itulah yang ia baca dari bahasa tubuh penjaga tadi yang setiap bicara melirik terus ke samping, pada pemilik yang mungkin mengawasinya.
“Kamu kan bisa masuk!”
Dari cara bicara Esme, Wyatt tahu kalau ia tidak diberitahu apapun soal Anna.
“Masuklah ke dalam mobilku! Kita bisa menemui Dominic sama-sama.”
Wyatt tersenyum. Tahu kalau kesempatan datang dan masuk bahkan tanpa memikirkan apa-apa. Dominic akan terkejut dengan kedatangannya, tetapi ia tak punya kesempatan untuk bertemu jika tak melakukan ini.
Seperti yang diduganya, Dominic memang terkejut, bahkan tidak bisa mengontrol ekspresinya di depan Esme. Sebelum diusir, Wyatt tahu harus memanfaatkan kesempatan dengan sangat baik. Jadi ia melakukan apa yang sudah direncanakan saat mengatakan pada Anna akan menemui Dominic.
“A-apa yang kamu lakukan! Berdiri! Cepat berdiri!” teriak Dominic panik saat Wyatt bersimpuh di depannya.
“Kamu mencintai Esme, kan? Aku sangat mencintai Anna. Dia menangis dan terus menangis hanya supaya aku meyakinkanmu kalau yang dia kandung adalah anakmu.”
Esme terkejut, dan mundur.
“Tapi kamu tahu, Wyatt. Aku tidak ....”
“Aku tahu! Aku tahu dia berbohong. Aku tahu kalau kamu tidak melakukannya. Kumohon, katakan padanya kalau kamu akan bertanggung jawab. Beri dia alasan untuk tidak menangis!”
Rasa sakit itu menghampiri Wyatt lagi dengan lebih hebat.
“Aku tidak bisa Wyatt. Aku tidak bisa menari di atas penderitaanmu!” kata Dominic. “Kembalilah, katakan pada Anna kalau kamu yang akan menikahinya.”
Wyatt mendesah, tidak berdiri, mengalihkan pandangannya pada Esme. Kalau ia meminta pada Esme, mungkin Dominic akan mendengarkan. Baginya tidak masalah jika Anna hanya yang kedua. Baginya tidak masalah kalau ia menjadi pecundang asalkan Anna bahagia.
“Esme, Anna temanmu, kan? Tolong katakan pada Dominic untuk membantunya sekali ini saja. Aku yakin kalau kamu yang meminta Dominic akan melakukannya.”
Persetan dengan harga diri Wyatt yang tinggi sekarang.
Esme mendekat dan melayangkan tamparan pada Wyatt. Tetapi, wanita itu tidak marah, hanya menangis, lalu memeluk Wyatt.
“Padahal kamu mencintainya sampai seperti ini? Tapi, kenapa Anna malah tidak tahu! Padahal kamu sampai seperti ini!” Sambil terisak Esme bicara.
Dominic hanya diam saja, seperti kemarin saat hujan petir dan Anna berkata kalau sedang mengandung anak pria itu. Perasaat sakit di dada Wyatt semakin menjadi, kalau seperti ini ia tak akan berhasil menahan diri untuk menangis.
“Tapi, dia tidak mencintaimu. Bukannya tidak tahu apa-apa.” Air mata Wyatt akhirnya turun juga.
“Aku tidak mencintai Wyatt, Bu! Aku tidak bisa menikah dengannya!” Anna berteriak di dalam kamarnya pada Eren.“Jadi apa yang kamu inginkan, Ah!! Kamu sudah membuat aib dengan hamil, sekarang pria itu tidak mau menikahimu! Dengar ... aku sudah mengaturnya, kamu akan menikah dengan Wyatt! Tidak peduli apapun yang kamu katakan! Kali ini kamulah yang akan mendengarkan apa yang aku katakan!”Bahkan dengan berdiri di teras saja, Wyatt mendengar semua percakapan dua wanita yang ada di dalam. Ia tak mau masuk. Tak mau kecewa melihat tatapan Anna yang ditujukan padanya. Dominic tidak akan mau menikahi Anna, walau untuk posisi kedua. Esme juga menolak untuk membujuk karena tahu akan sia-sia saja.Anna tidak akan bahagia walau menikah dengan Dominic. Kata-kata terakhir yang dikatakan Esme pada Wyatt benar. Anna tidak akan mendapatkan apa-apa walau bisa menikah dengan Dominic.“ANNA MAU KE MANA KAMU!”Teriakan Eren menyentak Wyatt. Ia lekas ke pintu dan Anna menabraknya. Keadaan wanita itu sama
“Pergilah! PERGILAH KALIAN JIKA TIDAK BISA MEMBANTU APAPUN!”Telinga Wyatt berdenging. Ia sudah ingin berteriak sejak tadi. Apa yang dilakukan para tetangga biadab ini di depan rumah Anna. Hanya bergosip dan membuat spekulasi tanpa tahu apa-apa.Karena teriakan Wyatt, gosip menjadi semakin panas. Pada akhirnya polisi yang datang mengusir para warga yang bergerombol di depan.“Wyatt ....”“Jangan katakan apapun, Kek, kumohon! Kumohon jangan katakan apapun!”Kepala Wyatt sakit. Dadanya juga begitu. Ia bahkan tak memiliki tenaga untuk sekedar berdiri dari tempatnya duduk kini.Setelah menurunkan tubuh Anna dari tali yang tergantung di kipas angin, Wyatt berusaha keras melakukan pertolongan pertama. Ia melakukan bantuan pernapasan, walau tahu Anna tidak akan bisa diselamatkan lagi.Saat polisi datang begitu juga dengan petugas rumah sakit yang memeriksa datang kalau Anna sudah meninggal, Wyatt berteriak pada mereka dan memohon untuk menyelamatkan Anna. Jauh di lubuk hati Wyatt yang palin
Eren terlalu pendiam. Wyatt berharap wanita itu histeris seperti kemarin. Meminta seseorang untuk menghidupkan putrinya kembali. Bertanya pada Wyatt ke mana Anna pergi padahal sudah malam.Tetapi, Eren bersikap seperti Anna masih hidup. Ia memasak, bernyanyi, dan memanggil-manggil Anna beberapa kali dari dapur.“Nyonya ....”Melihat sikap Eren yang seperti ini hanya membuat Wyatt yang berusaha menerima kenyataan menjadi lebih sakit. Rasanya tubuhnya melayang, jantungnya seperti ditumbuk, dilumat, dan kemudian diinjak-injak.“Ah, Wyatt ... apa kamu bisa membangunkan Anna? Nanti kita akan makan bersama!” Eren tersenyum saat mengatakannya.Wyatt bisa melihat mata Eren yang sendu. Mata yang sedang berusaha menolak kenyataan kalau anaknya ditemukan telah meninggal karena gantung diri.“Nyonya, Anna sudah ....”Suara ambulans menghentikan Wyatt.Ia dan Eren sama-sama terperanjat kaget. Spatula yang digenggam Eren jatuh, begitu juga dengan tubuhnya yang melorot turun dan jatuh terduduk. Lalu
“Apa yang sedang kamu rencanakan Wyatt?”Wyatt berhenti berkerja di atas bekas meja belajarnya saat masih sekolah dahulu. Ia meletakan balpoin yang telah berhasil memberi warna pada buku yang ada di depannya. Isinya berbagai cacatan yang diambil dari ingatan tentang kenapa hal buruk bisa terjadi pada Anna.Semakin ia memikirkannya, semakin ada banyak hal yang salah. Tetapi, setiap kali ia merumuskan jalan keluar, Wyatt tidak mendapatkan apa-apa.“Tidak ada! Saya tidak melakukan apapun, Kek!”Wyatt berbohong. Kini di otaknya hanya ada kata balas dendam yang berkumandang. Bagaimana mungkin hal buruk terjadi pada Anna yang tak tahu apa-apa. Bagaimana bisa semua itu terjadi pada Anna yang hanya mengharapkan cinta saja.“Wyatt, kalau kamu seperti ini, kamu akan sakit!” Kakek Wyatt memperingatkan.“Bukannya memang sudah!” jawab Wyatt sama sekali tidak memutar tubuh untuk bisa melihat betapa cemas lelaki tua itu padanya.Langkah-langkah kaki yang dengan cepat datang dan muncul lalu menarik b
Walau sudah menuliskan apa yang harus dilakukannya di selembar kertas, tetapi ia nyaris tidak paham apa yang harus dilakukan. Ia tak mungkin muncul di depan Dominic dan berkata: Aku butuh pekerjaan di dekatmu.Jika mendengar hal itu, Dominic akan mendepaknya dan memastikan Wyatt berada setidaknya 100 meter darinya.“Wyatt ... ayo makan!”Wyatt menoleh ke arah pintu, tempat suara itu berasal. Akan tetapi, tidak ada sosok kakeknya yang belakangan dengan sekuat tenaga memberikan perhatian padanya. Aneh memang, walau selalu saja mengatakan untuk menyerah soal Anna, pria tua itu adalah orang yang paling peduli padanya saat kejadian buruk terjadi.“Ya!” Wyatt tidak akan membuat pria tua yang sudah membesarkannya tersebut khawatir.“Apa lagi yang sedang kamu kerjakan?’ tanya kakek Wyatt sambil menjulurkan kepalanya ingin tahu.Wyatt tersenyum dan mengeleng. Lalu didorongnya punggung pria itu ke ruang makan. Di meja telah terhidang beberapa lauk. Ayam goreng, perkedel jagung, dan sayur bayam
“Terima kasih sudah menghubungi saya, Pa!”“Ya, temui dia dan coba jelaskan kalau apa yang dia lakukan ini sia-sia!” kata si penelepon.“Ya!” Setelah itu Dominic meletakan kembali gagang teleponnya di tempat semula. Lalu mengambil napas dalam dan menengelamkan dirinya dalam keempukan sofa santainya.“Azzar ... apa kamu ada di depan!” seru Dominic ke arah pintu.Terdengar langkah kaki pelan dan daun pintu berayun terbuka. Azzar, pria yang dipanggil Dominic berdiri di sana. Wajahnya tanpa ekspresi. Tatapannya juga tak mengarah lurus ke depan, menunduk, layaknya seekor anjing yang patuh.“Ya, Tuan muda?” tanya Azzar datar.“Kemarilah! Ada yang mau aku katakan padamu!” panggil Dominic.Langkah kaki Azzar berirama tetap, tidak terlalu cepat dan tak juga lambat. Akan tetapi, sama sekali tidak ada kemalasan di dalamnya. Begitu ia sampai di depan Dominic, ia menunduk kembali. “Ada apa, Tuan?” tanya Azzar.“Kamu sering mengobrol dengan Esme, kan?” tanya Dominic.“Ya, Tuan, saya cukup sering m
“Apa kalian menyangka kalau aku tidak bisa membedakan mana sesuatu yang salah dan tidak?” tanya Esme dengan kecerugian yang sama sekali tidak disembunyikan.Azzar menghela napas dalam, memaksakan paru-parunya terisi dengan oksigen hingga penuh. Ia kemudian memandangi wajah Esme yang tampak mengemaskan melalui kaca spion tengah. Jika menghadapi Esme yang sedang keras kepala, Azzar harus ekstra sabar melebihi saat menghadapi Dominic.“Tidak! Anda adalah wanita yang cerdas dibandingkan yang lainnya. Akan tetapi, Anda juga wanita yang baik hati, Nona. Saya tidak mengatakan kalau Anda mudah ditipu. Saya mengatakan kebaikan hati Anda bisa jadi melemahkan Anda.”Esme memalingkan wajah, tampaknya yang baru saja dikatakan Azzar benar dan ia sama sekali tidak bisa membantah hal tersebut. Kebaikan hatilah yang memaksa Esme mengenalkan Dominic pada Anna. Kebaikan hatilah yang membuatnya bersikap keras kepala seperti ini.“Tapi, memang benar aku juga jadi penyebab kematian Anna. Kalau saja aku bis
“Ada tamu rupanya!”Entah apa yang sedang dipikirkan Wyatt saat ia membelokan mobil ke pekarangan rumahnya dan tidak melihat keberadaan mobil lain. Begitu mendengar suara kakeknya memberitahu, barulah ia sadar dengan keberadaan mobil sedan lain yang lebih baru dibandingkan kendaraannya sendiri.Mata Wyatt menyipit, dan ia menyadari dengan cepat kalau mobil itu milik Dominic. Setidaknya sampai ia melihat Azzar berdiri di teras dengan tubuh tegap. Hatinya sedikit kecewa, tetapi ia bisa saja mendapatkan kabar baik dari Azzar.Kakeknya lebih dulu turun dari atas mobil, menyalami Azzar yang datang dan bertanya ada keperluan apa. Melalui jendela mobil, Wyatt bisa mendengar kalau Azzar berkata ini menemui Wyatt.“Ah, sebentar lagi Wyatt akan kemari!” Kakeknya menoleh dan menemukan Wyatt telah turun dari mobil sekarang. “Ada temanmu mencari!” kata kakek Wyatt saat ia baru akan melangkah.Wyatt meleparkan senyuman yang berkata: saya sudah tahu lalu mendekat ke tempat Azzar yang berdiri. Ia men
“Pak, Ibu membenciku, kan?”Azzar benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Ia tahu kalau Esme menyayangi putranya. Ia juga tahu kalau bagi Esme William adalah dunianya sekarang. Tetapi, ada begitu banyak alasan yang membuatnya tidak menjawab.“Kenapa Pak Azzar diam saja?” tanya William.“Anda harus makan sekarang Tuan! Kalau Anda sehat, kita akan pergi menemui ibu Anda!”***Orang-orang itu hanya menginginkan kekuasaan saja. Setelah Dominic meninggal, Esme didatangi oleh banyak sekali pria yang menyampaikan duka cita padanya. Ia bahkan tidak kenal dengan salah seorang pun dari tamu-tamu tersebut. Ia muak harus bertemu dengan mereka semua.“Mereka sama persis seperti hyena, Wyatt!” kata Esme.“yah, seperti itulah! Bagaimana pun Anda adalah janda kaya yang kesepian sekarang. Jadi mereka datang untuk menghibur dan mendaftarkan diri sebagai kandidat wali untuk Tuan Muda juga!”Dahi Esme berkerut mendengarnya. Dan untuk pertama kalinya setelah kehilangan waktu untuk tersenyum karena kese
“Ayah mana?”Sudah setahun Dominic meninggal karena kecelakaan. Tetapi, setiap kali melihat foto pria tersebut di tengah ruangan William akan bertanya tentang ayahnya. Hingga Esme merasa kalau Dominic masih ada di sini, begitu sehat untuk berkeliaran di sekeliling rumah. Hanya saja tidak terlihat di mata Esme.“Ayah tidak ada di sini!” Suara Esme tercekat saat mengatakannya. Rasanya dada Esme direngut keluar dengan sekuat tenaga. Menyakitkan, tetapi anehnya ia masih saja tetap hidup setelah semua kekerasan yang ditujukan padanya.“Kenapa Ayah tidak ada di sini?” tanya William lagi.Usianya empat tahun lebih sekarang. Sebentar lagi William akan dimasukan ke taman kanak-kanak. Dengan begitu intensitasnya berada di sekitar Esme berkurang. Mungkin dengan begitu William tidak akan terus-terusamn bertanya tentang ayahnya yang bahkan tidak dilihat Esme pemakamannya.“Will ... tolong ke sini sebentar!” Suara Wyatt membuat anak laki-;laki Dominic itu cemberut.Ia menghentakan kaki sebanyak dua
“Mil, ini bisa saja hanya karena cahaya. Kita tidak bisa langsung ke sana dan mendobrak Arul!”Alan mencoba untuk memberi pngertian pada istri dan juga mamanya. Akan tetapi, tampaknya sama sekali tidak berhasil. Kedua wanita ... ralat, ketiga wanita yang ada di sana, sang mama, istrinya dan Delilah tampaknya tidak dengar apa yang baru saja Alan katakan.Alan hanya bisa menghela napas dan kemudian mengelengkan kepalanya lembah. Saat akan minta bantuan pada papanya yang juga ada di ruangan itu dan lebih sibuk dengan Arion, Alan tahu kalau tidak ada yang bisa menghentikan ketiga orang tersebut dengan alasan biasa-biasa saja.Otak Alan berpikir keras untuk bisa menemukannya. “Kalau kita melakukan kesalahan dengan datang ke sana dan menuduh, kemungkinan kita akan dilarang untuk bertemu dengan Nazril!”Keheningan mencekam ruangan seketika. Rencana separatis yang disusun mamanya mengambang di udara, senyap. Lalu para wanita yang penuh semangat tadi duduk dengan manis di kursi sofa masing-mas
“Ah, aku kecewa sekali!” Suami Yulia mengeluh untuk kesekian kali. Ia memegang erat-erat setir mobil dan wajah cemberutnya mampu membuat orang yang menangis tertawa terbahak-bahak.Putri mereka Amanda telah tertidur setelah menganggu ayahnya dengan pertanyaan seperti jalan apakah ini, atau siapa orang yang hidungnya bengkok itu? Selama setengah perjalanan.“Hei ... ini kan hari refreshingku! Kan kamu sendiri yang bilang kalau aku boleh memilih tempat yang ingin kutuju hari ini. Ya, kan?” tanya Yulia sambil mengedip.Suaminya masih saja cemberut. “Ya, aku memang mengatakan yang seperti itu sih! Tapi aku sama sekali tidak yakin kalau mengatakan itu perjalanan ke rumah temanmu. Siapa namanya? Esme? Mantan suamimu juga bekerja di sana, kan?” tanya suami Yulia dengan nada tidak senang.Yulia menjulurkan tangannya untuk menyentuh punggung tangan sang suami yang saat ini di atas setir mobil. Ia menepuknya beberapa kali untuk bisa mendapatkan perhatian.“Aku akan memberitahumu sekali lagi. Ba
Tangan wanita itu merangkul leher suaminya. Lipstik yang mewarnai bibir merah wanita itu sama sekali tidak cantik lagi. Seolah sesuatu telah menghapusnya dengan cepat, membuat wanita itu kewalahan untuk sekedar mempertahankan warna di bibirnya.“Esme?” Pria yang dipeluk oleh wanita itu terkejut, malahan melebih perasaan Esme yang menyaksikan.Mendengar namanya disebut, Esme hanya tertawa kecil. Ia merasa kalau kejadiannya akan lebih seru seandainya ia terlambat datang sedikit lagi. Ia membiarkan William pergi memeluk kaki ayahnya dan berbalik pergi.Begitu tak dapat lagi melihat wajah Dominic, Esme merasakan perih di dadanya tiba-tiba. Ia berhenti berjalan dan menunduk lebih dalam. Kenapa rasanya ia seperti sendirian sekarang ini.“Nyonya, Anda baik-baik saja, kan?”Esme mengangkat kepalanya, terpana selama beberapa saat dan kemudian berdiri dengan tiba-tiba. Ia lekas memeluk pria yang menunduk bertanya itu. Lalu menangis layaknya anak kecil yang dijahati oleh semua orang.Rasanya leb
“Nyonya, Tuan menolak menerima makanan yang Anda kirimkan lagi!” Pelayan yang diutus oleh Esme ke kantor Dominic kembali membawa rantang yang sama sekali tidak disentuh sedikit pun.William yang mendengar suara seseorang mendekat berhenti dan menaruh perhatian pada ibunya beberapa saat sebelum kemudian sibuk dengan permainannya kembali.“Jam berapa Pak Azzar biasanya kembali ke pavilliun?” tanya Esme.“Sekitar jam 7 malam, Nyonya! Apa saya perlu menghubungi beliau untuk menemui Nyonya saat pulang?” tanya si pelayan. Ia lebih gelisah dibandingkan biasanya.“Tidak! Tolong panggilkan Pak Wyatt kemari. Ada yang mau aku katakan padanya!”Si pelayan pergi dengan rantang yang belum disentuh Dominic. Esme hanya memandanginya sampai menghilang dan membelai kepala putranya saat anak itu mendekat dengan langkah lambat.Sudah hampir tiga bulan Dominic tidak berada di rumah. Langkah kaki William yang awalnya ragu-ragu sudah menjadi sangat mantap. Kalau dibiarkan terus maka anaknya keburu pandai be
William menangis tiba-tiba malam tadi. Padahal William adalah anak paling tenang yang diketahui oleh semua orang. Ia tidak menjerit saat jatuh sendiri dan suka bertualang di kebun mawar tempat Esme minum teh.“Mungkin karena Nyonya gelisah, makanya Tuan Muda jadi tidak tenang!” Pengasuh yang didatangkan dari rumah kedua orang tuanya berpendapat seperti itu.Pikiran Esme memang tidak tenang. Sejak sore tadi ia merasa sudah mengatakan sesuatu yang salah. Apalagi Wyatt yang seharusnya belum pulang, tiba-tiba saja minta izin untuk keperluan mendadak.Jika saja ada Yulia di rumah, maka esme pasti akan percaya. Namun, wanita yang mencintai Wyatt itu tidak ada di rumah asistennya itu sekarang. Mereka telah bercerai.“Mungkin kamu benar!” katanya pasrah. “Bagaimana aku menenangkan diri?” tanya Esme bingung.Biasanya ia akan menanyakan hal ini pada Wyatt. Asistennya itu selalu tahu apa-apa yang diinginkan Esme bahkan sebelum bicara. Seolah Wyatt membaca pikirannya yang tidak dipahami sendiri.
“Bagaimana aku bahagia kalau kamu tidak ada di sini?” bisik Wyatt pelan.Wyatt lekas tersadar kalau bukan hanya dirinya saja yang ada di ruangan ini saat ini. Begitu sadar ia langsung memeluk nampan dan tersenyum seolah tidak ada hal yang buruk yang pernah terjadi padanya.“Kamu bilang apa?”Wyatt tetap tersenyum dan tanpa mengatakan apa-apa ia pergi. Begitu ia melewati pintu ruangan tempat Esme duduk dan minum teh, Wyatt berlari sekuat tenaga. Dengan napas yang terengah-engah ia meletakan nampan yang tadi didekap. Para tukang masak yang tengah istirahat memandangnya dengan terheran-heran.“Ada masalah, Wyatt?”Dengan tubuh gemetar, Wyatt menutup mulutnya. Ia penasaran dengan seperti apa tampangnya sekarang. Pasti tidak bisa baik-baik saja.“Wyatt!” Tukang masak yang paling tua menghampiri dirinya. Disentuhnya bahu Wyatt perlahan. “Apa kamu benar baik-baik saja? Kamu tampak terguncang!”Wyatt menelan ludah. Ia tidak akan bisa bertemu dengan Esme saat ini. Ia tidak akan bisa bersikap n
“Bagaimana kamu ada di sini?” tanya Dominic.Hampir seminggu ia tak mengunjungi rumah utama. Ia lebih nyaman berada di rumah yang dibelinya secara rahasia. Dan mengatasi masalah dari sana. Kepalanya terasa damai karena tidak perlu melihat Esme untuk sementara. Walau hatinya masih tetap panas setiap kali pergi ke kantor dan kemudian bertemu dengan Azzar. Rasanya ia ingin mendepak pria itu secepat kilat dari kehidupan, hanya saja belum mendapatkan alasan yang tepat.Lalu sore ini ia melihat seseorang duduk berjongkok di depan rumah pribadinya yang disembunyikan> Rumah yang terlarang untuk dimasuki Esme dan Azzar kini. Ia pikir mungkin itu adalah gelandangan yang tersesat, tetapi menyadari dengan cepat saat membuka jendela mobil kalau yang datang adalah si sekretaris yang dimanfaatkan untuk membuat Esme marah besar seminggu lalu.Dominic tidak turun dari mobil. Hanya jendela kaca mobilnya saja yang sengaja dibuka. Ia menatap si sekretaris dari atas sampai bawah, kelihatannya ia baru saja