“Pergilah! PERGILAH KALIAN JIKA TIDAK BISA MEMBANTU APAPUN!”
Telinga Wyatt berdenging. Ia sudah ingin berteriak sejak tadi. Apa yang dilakukan para tetangga biadab ini di depan rumah Anna. Hanya bergosip dan membuat spekulasi tanpa tahu apa-apa.
Karena teriakan Wyatt, gosip menjadi semakin panas. Pada akhirnya polisi yang datang mengusir para warga yang bergerombol di depan.
“Wyatt ....”
“Jangan katakan apapun, Kek, kumohon! Kumohon jangan katakan apapun!”
Kepala Wyatt sakit. Dadanya juga begitu. Ia bahkan tak memiliki tenaga untuk sekedar berdiri dari tempatnya duduk kini.
Setelah menurunkan tubuh Anna dari tali yang tergantung di kipas angin, Wyatt berusaha keras melakukan pertolongan pertama. Ia melakukan bantuan pernapasan, walau tahu Anna tidak akan bisa diselamatkan lagi.
Saat polisi datang begitu juga dengan petugas rumah sakit yang memeriksa datang kalau Anna sudah meninggal, Wyatt berteriak pada mereka dan memohon untuk menyelamatkan Anna. Jauh di lubuk hati Wyatt yang paling dalam, ia tahu kalau Anna tidak bisa selamat.
Eren dibawa pergi ke rumah Wyatt karena pingsan. Berada di tempat kejadian dan melihat banyak orang hanya akan membuatnya histeris saja.
Sudah dua jam sejak para polisi datang dan jenazah Anna dibawa oleh pihak rumah sakit untuk divisum. Wyatt masih duduk di sana, tidak bertenaga, berharap mengantikan Anna untuk mati.
“Terima kasih atas bantuannya, Pak polisi!”
Wyatt terkesiap saat mendengar suara kakeknya berterima kasih pada polisi yang datang. Ia berdiri, tetapi jatuh lagi karena masih tak bertenaga.
“Kami akan segera menghubungi untuk hasil visum dan pengembalian jenazah. Saya berduka atas kematian calon menantu Anda.” Lalu polisi itu pergi.
Kakeknya menunggu sedikit lagi, baru mendekati Wyatt. “Nak, ayo kita pulang! Aku akan menyewa seseorang untuk membersihkan rumah ini sebelum Eren kembali. Kamu harus istirahat!”
Wyatt mengeleng. “Tinggalkan saya di sini, Kek!” putusnya.
“Wyatt ....”
Wyatt tahu kalau kakeknya hanya peduli, tetapi Wyatt tidak membutuhkan itu saat ini. “TINGGALKAN SAYA SENDIRI DI SINI, KEK!” teriaknya. Tenggorokannya terasa sakit.
Suara langkah kakinya perlahan menjauh dan hilang, menjadi pertanda kalau Wyatt telah sendirian saja. Ia mencoba berdiri kembali, agak terhuyung sedikit. Kakinya terasa goyah saat digunakan melangkah.
Orang-orang ribut saat Wyatt menemukan tubuh Anna. Mereka mencoba untuk masuk ke dalam dan melihat Anna yang tergantung. Wyatt tidak bisa mencegahnya saat itu karena sibuk berusaha memberikan pertolongan pertama. Kini selah semua orang pergi, ruangan terlihat berantakan.
Kursi-kursi yang tersusun rapi, tergolek dan terpelanting ke sana kemari. Wyatt memunggut sebuah suvenir pernikahan yang disiapkan ibu Anna secara dadakan, ada tulisan kecil di kertas yang dijepit di sana.
Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk datang.
Langkah kaki Wyatt berlanjut. Anna sudah tidak ada di kamarnya, tempat itu kosong. Seprai yang digunakan Anna untuk gantung diri masih ada di kipas angin.
“Harusnya aku tidak memaksamu!” gumam Wyatt tidak jelas.
Ia memandangi seluruh ruangan. Berharap apapun yang terjadi hanya mimpi. Namun, Wyatt terlalu sadar untuk bermimpi saat ini. Anna sudah tidak ada.
Menyadari itu saja, dada Wyatt sakit lagi. Napasnya menjadi sesak dan ia menangis sesegukan. Ia masih bertanya kenapa Anna melakukan hal seperti ini.
“Apakah janjiku begitu tidak bisa dipercaya Anna? Apakah kamu tidak yakin bisa bahagia denganku?” tanya Wyatt sambil menyeka air matanya dengan punggung tangan.
Ia terus menangis seperti itu, merasa semakin buruk dari waktu ke waktu. Isakannya masih tersisa saat ia menarik seprai hingga jatuh ke lantai, lalu menginjaknya saat melintasi ruangan.
Rak buku Anna tertata rapi. Ia lekas menemukan buku harian gadis itu yang terselip di sana. Ditariknya buku harian Anna dan dibuka.
KALAU TIDAK BISA JADI MILIKNYA, LEBIH BAIK AKU MATI SAJA!
***
Esme menangis lama sekali. Dominic memberinya obat tidur untuk bisa membuat wanita itu tenang. Kini Esme ada di kamarnya, lelap, tetapi tidak akan baik-baik saja setelah bangun nangis. Kemungkinan akan menangis lagi.
“Bagaimana kondisi rumah itu?” tanya Dominic pada Azzar.
Azzar yang memberinya kabar tadi, kalau Anna ditemukan telah meninggal karena gantung diri. Andai saja Esme tidak ada bersamanya, Dominic yakin kalau dirinya tidak akan peduli. Tetapi, Esme peduli pada Wyatt.
“Mayat Anna dibawa ke rumah sakit untuk autopsi, tetapi besok pasti telah sampai ke rumah kembali.”
“Sebaiknya aku menemui Wyatt, ya?” gumam Dominic pelan.
Ia tidak mau terlibat dengan Anna atau Wyatt. Tidak, jika saja Esme tidak menaruh perhatian pada Wyatt dan cara pria itu mencintai Anna. Menurut Esme, Dominic harus membuat Anna sadar kalau Wyatt adalah yang terbaik untuk wanita itu.
“Sebaiknya begitu, Tu ... ah, sepertinya kita tidak perlu menemuinya!”
Perubahan yang terjadi pada kalimat Azzar membuat Dominic mengangkat kepala dan langsung menemukan Wyatt berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Di belakangnya para pelayan berlari mengejar, tetapi sudah terlambat.
“Tidak apa! Biarkan dia masuk!” kata Dominic supaya para pelayan tidak mencoba menarik paksa Wyatt keluar ruangan.
Sebagai tuan, Dominic tentu didengarkan. Para pelayan mundur, meninggalkan Wyatt.
Wyatt berjalan dengan tergesa-gesa dan melemparkan buku yang tak disadari keberadaannya oleh Dominic.
“APA YANG SEDANG KAMU LAKUKAN?”
“Bacalah! Bacalah dan menyesal!”
Dominic tidak melakukannya. Ia menutup buku tersebut dan meletakannya di pinggir meja. “Sepertinya ini bukan sesuatu yang harus aku ketahui Wyatt. Apa kamu baik-baik saja?”
“AKU MENYURUHMU MEMBACA ITU!”
Dominic mengeleng kembali. “Aku tidak akan membacanya karena aku tidak melakukan kesalahan dengan menolak Anna. Jika Anna tidak bisa menerima penolakanku, ini tetap bukan salahku!”
Dominic bisa melihat kalau Wyatt mau melihatnya membaca buku itu. Hanya saja, ia tidak akan melakukannya. Jika Wyatt memaksanya terus untuk melakukan hal itu, ia akan membuat buku yang diterima.
“Kalau saja kamu menerimanya. Aku sudah bilang tidak masalah dengan menjadikannya yang kedua. Tidak masalah.”
Hatinya terenyuh saat melihat Wyatt menangis. Ia bisa mengerti betapa hancur perasaan Wyatt. Ia tidak hanya ditolak, tetapi juga melihat orang yang dicintainya gantung diri.
Dominic tidak akan bisa seperti Wyatt. Ia bahkan tidak bisa mengalahkan cinta yang dimiliki Wyatt.
“Wyatt, hatiku dan Esme tidak selapang itu. Apa yang kamu akan lakukan? Apa yang akan Anna lakukan? Kamu tahu betul kalau Anna tidak akan bahagia walau menjadi yang kedua dalam kehidupanku.”
Wyatt masih menangis. “Tapi, aku kehilangannya gara-gara kalian! Aku kehilangannya gara-gara kalian!”
Dominic tidak menyangkal. Tidak ada gunanya. Wyatt terguncang dan apapun yang dikatakan orang-orang tak akan didengar. Ia hanya membiarkan Wyatt menangis saja, berharap kalau perasaan pria itu menjadi lebih baik. Atau tidak sama sekali.
Eren terlalu pendiam. Wyatt berharap wanita itu histeris seperti kemarin. Meminta seseorang untuk menghidupkan putrinya kembali. Bertanya pada Wyatt ke mana Anna pergi padahal sudah malam.Tetapi, Eren bersikap seperti Anna masih hidup. Ia memasak, bernyanyi, dan memanggil-manggil Anna beberapa kali dari dapur.“Nyonya ....”Melihat sikap Eren yang seperti ini hanya membuat Wyatt yang berusaha menerima kenyataan menjadi lebih sakit. Rasanya tubuhnya melayang, jantungnya seperti ditumbuk, dilumat, dan kemudian diinjak-injak.“Ah, Wyatt ... apa kamu bisa membangunkan Anna? Nanti kita akan makan bersama!” Eren tersenyum saat mengatakannya.Wyatt bisa melihat mata Eren yang sendu. Mata yang sedang berusaha menolak kenyataan kalau anaknya ditemukan telah meninggal karena gantung diri.“Nyonya, Anna sudah ....”Suara ambulans menghentikan Wyatt.Ia dan Eren sama-sama terperanjat kaget. Spatula yang digenggam Eren jatuh, begitu juga dengan tubuhnya yang melorot turun dan jatuh terduduk. Lalu
“Apa yang sedang kamu rencanakan Wyatt?”Wyatt berhenti berkerja di atas bekas meja belajarnya saat masih sekolah dahulu. Ia meletakan balpoin yang telah berhasil memberi warna pada buku yang ada di depannya. Isinya berbagai cacatan yang diambil dari ingatan tentang kenapa hal buruk bisa terjadi pada Anna.Semakin ia memikirkannya, semakin ada banyak hal yang salah. Tetapi, setiap kali ia merumuskan jalan keluar, Wyatt tidak mendapatkan apa-apa.“Tidak ada! Saya tidak melakukan apapun, Kek!”Wyatt berbohong. Kini di otaknya hanya ada kata balas dendam yang berkumandang. Bagaimana mungkin hal buruk terjadi pada Anna yang tak tahu apa-apa. Bagaimana bisa semua itu terjadi pada Anna yang hanya mengharapkan cinta saja.“Wyatt, kalau kamu seperti ini, kamu akan sakit!” Kakek Wyatt memperingatkan.“Bukannya memang sudah!” jawab Wyatt sama sekali tidak memutar tubuh untuk bisa melihat betapa cemas lelaki tua itu padanya.Langkah-langkah kaki yang dengan cepat datang dan muncul lalu menarik b
Walau sudah menuliskan apa yang harus dilakukannya di selembar kertas, tetapi ia nyaris tidak paham apa yang harus dilakukan. Ia tak mungkin muncul di depan Dominic dan berkata: Aku butuh pekerjaan di dekatmu.Jika mendengar hal itu, Dominic akan mendepaknya dan memastikan Wyatt berada setidaknya 100 meter darinya.“Wyatt ... ayo makan!”Wyatt menoleh ke arah pintu, tempat suara itu berasal. Akan tetapi, tidak ada sosok kakeknya yang belakangan dengan sekuat tenaga memberikan perhatian padanya. Aneh memang, walau selalu saja mengatakan untuk menyerah soal Anna, pria tua itu adalah orang yang paling peduli padanya saat kejadian buruk terjadi.“Ya!” Wyatt tidak akan membuat pria tua yang sudah membesarkannya tersebut khawatir.“Apa lagi yang sedang kamu kerjakan?’ tanya kakek Wyatt sambil menjulurkan kepalanya ingin tahu.Wyatt tersenyum dan mengeleng. Lalu didorongnya punggung pria itu ke ruang makan. Di meja telah terhidang beberapa lauk. Ayam goreng, perkedel jagung, dan sayur bayam
“Terima kasih sudah menghubungi saya, Pa!”“Ya, temui dia dan coba jelaskan kalau apa yang dia lakukan ini sia-sia!” kata si penelepon.“Ya!” Setelah itu Dominic meletakan kembali gagang teleponnya di tempat semula. Lalu mengambil napas dalam dan menengelamkan dirinya dalam keempukan sofa santainya.“Azzar ... apa kamu ada di depan!” seru Dominic ke arah pintu.Terdengar langkah kaki pelan dan daun pintu berayun terbuka. Azzar, pria yang dipanggil Dominic berdiri di sana. Wajahnya tanpa ekspresi. Tatapannya juga tak mengarah lurus ke depan, menunduk, layaknya seekor anjing yang patuh.“Ya, Tuan muda?” tanya Azzar datar.“Kemarilah! Ada yang mau aku katakan padamu!” panggil Dominic.Langkah kaki Azzar berirama tetap, tidak terlalu cepat dan tak juga lambat. Akan tetapi, sama sekali tidak ada kemalasan di dalamnya. Begitu ia sampai di depan Dominic, ia menunduk kembali. “Ada apa, Tuan?” tanya Azzar.“Kamu sering mengobrol dengan Esme, kan?” tanya Dominic.“Ya, Tuan, saya cukup sering m
“Apa kalian menyangka kalau aku tidak bisa membedakan mana sesuatu yang salah dan tidak?” tanya Esme dengan kecerugian yang sama sekali tidak disembunyikan.Azzar menghela napas dalam, memaksakan paru-parunya terisi dengan oksigen hingga penuh. Ia kemudian memandangi wajah Esme yang tampak mengemaskan melalui kaca spion tengah. Jika menghadapi Esme yang sedang keras kepala, Azzar harus ekstra sabar melebihi saat menghadapi Dominic.“Tidak! Anda adalah wanita yang cerdas dibandingkan yang lainnya. Akan tetapi, Anda juga wanita yang baik hati, Nona. Saya tidak mengatakan kalau Anda mudah ditipu. Saya mengatakan kebaikan hati Anda bisa jadi melemahkan Anda.”Esme memalingkan wajah, tampaknya yang baru saja dikatakan Azzar benar dan ia sama sekali tidak bisa membantah hal tersebut. Kebaikan hatilah yang memaksa Esme mengenalkan Dominic pada Anna. Kebaikan hatilah yang membuatnya bersikap keras kepala seperti ini.“Tapi, memang benar aku juga jadi penyebab kematian Anna. Kalau saja aku bis
“Ada tamu rupanya!”Entah apa yang sedang dipikirkan Wyatt saat ia membelokan mobil ke pekarangan rumahnya dan tidak melihat keberadaan mobil lain. Begitu mendengar suara kakeknya memberitahu, barulah ia sadar dengan keberadaan mobil sedan lain yang lebih baru dibandingkan kendaraannya sendiri.Mata Wyatt menyipit, dan ia menyadari dengan cepat kalau mobil itu milik Dominic. Setidaknya sampai ia melihat Azzar berdiri di teras dengan tubuh tegap. Hatinya sedikit kecewa, tetapi ia bisa saja mendapatkan kabar baik dari Azzar.Kakeknya lebih dulu turun dari atas mobil, menyalami Azzar yang datang dan bertanya ada keperluan apa. Melalui jendela mobil, Wyatt bisa mendengar kalau Azzar berkata ini menemui Wyatt.“Ah, sebentar lagi Wyatt akan kemari!” Kakeknya menoleh dan menemukan Wyatt telah turun dari mobil sekarang. “Ada temanmu mencari!” kata kakek Wyatt saat ia baru akan melangkah.Wyatt meleparkan senyuman yang berkata: saya sudah tahu lalu mendekat ke tempat Azzar yang berdiri. Ia men
Sialnya Wyatt tidak bertanya waktu tepat pada Azzar tadi. Ini menyebalkan harus menunggu di dalam keambiguan yang tidak disenanginya. Ia telah bersiap untuk pergi ke keluar setelah makan siang bersama dengan kakeknya.“Kenapa kamu rapi sekali?” kakek Wyatt membawa secangkir kopi pahit dan meletakannya di meja santai dekat jendela besar yang menghadap ke halaman samping rumah.“Mau pergi keluar, Kek!”“Buat apa? Kamu jangan coba macam-macam ya Wyatt!” Pria tua itu khawatir kalau Wyatt akan meninggalkannya.“Apa yang Kakek katakan, aku sama sekali tidak mau macam-macam. Ingat temanku yang datang tadi, dia mengajakku keluar sebentar. Aku tidak akan sendirian.” Wyatt menjelaskan dengan bahasa yang paling baik tentang Azzar. “Ada Esme juga di sana,” tambahnya kepada sang kakek yang menjelaskan ada seorang wanita di sana.Ekspresi pria tua yang sudah membesarkan Wyatt tampak lebih baik setelah mendengar ada wanita dalam pertemuan yang dituju Wyatt. Apakah kakeknya berharap kalau ia akan mel
Wyatt memakai motor untuk pergi ke Kafe Rose yang terletak di tengah kota. Walau terletak di tengah kota dan di jalan utama, kafe itu dikelilingi taman beraneka jenis bunga, terutama jenis mawar.Saat Wyatt parkir, ia melihat mobil yang selalu digunakan Esme bepergian dan sopir yang biasa membawanya. Selain itu juga ada Azzar dan Domini. Sialan. Wyatt merasa terjabk. Harusnya ia bertanya pada Azzar kemarin siapa saja yang akan ditemuinya di sini.Ia berniat kembali menyalakan motor dan pergi saja. Namun, niat tersebut tinggal niat karena Azzar sudah menyadari kedatangannya dan menunduk memberitahukan itu semua pada para majikan. Sekali lagi yang bisa dilakukan Wyatt hanya memaki di dalam hati saja.“Kenapa kamu tidak masuk?” tanya Azzar pada Wyatt.Karena Wyatt masih berdiri saja di luar, jadi Azzar menghampirinya.“Aku sedang menyiapkan hatiku!”Sebab Wyatt tidak tahu apa yang akan dilakukan untuk bisa bertemu saling berhadapan dengan Dominic dan Esme. Bisa saja, bukan mulutnya yang
“Pak, Ibu membenciku, kan?”Azzar benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Ia tahu kalau Esme menyayangi putranya. Ia juga tahu kalau bagi Esme William adalah dunianya sekarang. Tetapi, ada begitu banyak alasan yang membuatnya tidak menjawab.“Kenapa Pak Azzar diam saja?” tanya William.“Anda harus makan sekarang Tuan! Kalau Anda sehat, kita akan pergi menemui ibu Anda!”***Orang-orang itu hanya menginginkan kekuasaan saja. Setelah Dominic meninggal, Esme didatangi oleh banyak sekali pria yang menyampaikan duka cita padanya. Ia bahkan tidak kenal dengan salah seorang pun dari tamu-tamu tersebut. Ia muak harus bertemu dengan mereka semua.“Mereka sama persis seperti hyena, Wyatt!” kata Esme.“yah, seperti itulah! Bagaimana pun Anda adalah janda kaya yang kesepian sekarang. Jadi mereka datang untuk menghibur dan mendaftarkan diri sebagai kandidat wali untuk Tuan Muda juga!”Dahi Esme berkerut mendengarnya. Dan untuk pertama kalinya setelah kehilangan waktu untuk tersenyum karena kese
“Ayah mana?”Sudah setahun Dominic meninggal karena kecelakaan. Tetapi, setiap kali melihat foto pria tersebut di tengah ruangan William akan bertanya tentang ayahnya. Hingga Esme merasa kalau Dominic masih ada di sini, begitu sehat untuk berkeliaran di sekeliling rumah. Hanya saja tidak terlihat di mata Esme.“Ayah tidak ada di sini!” Suara Esme tercekat saat mengatakannya. Rasanya dada Esme direngut keluar dengan sekuat tenaga. Menyakitkan, tetapi anehnya ia masih saja tetap hidup setelah semua kekerasan yang ditujukan padanya.“Kenapa Ayah tidak ada di sini?” tanya William lagi.Usianya empat tahun lebih sekarang. Sebentar lagi William akan dimasukan ke taman kanak-kanak. Dengan begitu intensitasnya berada di sekitar Esme berkurang. Mungkin dengan begitu William tidak akan terus-terusamn bertanya tentang ayahnya yang bahkan tidak dilihat Esme pemakamannya.“Will ... tolong ke sini sebentar!” Suara Wyatt membuat anak laki-;laki Dominic itu cemberut.Ia menghentakan kaki sebanyak dua
“Mil, ini bisa saja hanya karena cahaya. Kita tidak bisa langsung ke sana dan mendobrak Arul!”Alan mencoba untuk memberi pngertian pada istri dan juga mamanya. Akan tetapi, tampaknya sama sekali tidak berhasil. Kedua wanita ... ralat, ketiga wanita yang ada di sana, sang mama, istrinya dan Delilah tampaknya tidak dengar apa yang baru saja Alan katakan.Alan hanya bisa menghela napas dan kemudian mengelengkan kepalanya lembah. Saat akan minta bantuan pada papanya yang juga ada di ruangan itu dan lebih sibuk dengan Arion, Alan tahu kalau tidak ada yang bisa menghentikan ketiga orang tersebut dengan alasan biasa-biasa saja.Otak Alan berpikir keras untuk bisa menemukannya. “Kalau kita melakukan kesalahan dengan datang ke sana dan menuduh, kemungkinan kita akan dilarang untuk bertemu dengan Nazril!”Keheningan mencekam ruangan seketika. Rencana separatis yang disusun mamanya mengambang di udara, senyap. Lalu para wanita yang penuh semangat tadi duduk dengan manis di kursi sofa masing-mas
“Ah, aku kecewa sekali!” Suami Yulia mengeluh untuk kesekian kali. Ia memegang erat-erat setir mobil dan wajah cemberutnya mampu membuat orang yang menangis tertawa terbahak-bahak.Putri mereka Amanda telah tertidur setelah menganggu ayahnya dengan pertanyaan seperti jalan apakah ini, atau siapa orang yang hidungnya bengkok itu? Selama setengah perjalanan.“Hei ... ini kan hari refreshingku! Kan kamu sendiri yang bilang kalau aku boleh memilih tempat yang ingin kutuju hari ini. Ya, kan?” tanya Yulia sambil mengedip.Suaminya masih saja cemberut. “Ya, aku memang mengatakan yang seperti itu sih! Tapi aku sama sekali tidak yakin kalau mengatakan itu perjalanan ke rumah temanmu. Siapa namanya? Esme? Mantan suamimu juga bekerja di sana, kan?” tanya suami Yulia dengan nada tidak senang.Yulia menjulurkan tangannya untuk menyentuh punggung tangan sang suami yang saat ini di atas setir mobil. Ia menepuknya beberapa kali untuk bisa mendapatkan perhatian.“Aku akan memberitahumu sekali lagi. Ba
Tangan wanita itu merangkul leher suaminya. Lipstik yang mewarnai bibir merah wanita itu sama sekali tidak cantik lagi. Seolah sesuatu telah menghapusnya dengan cepat, membuat wanita itu kewalahan untuk sekedar mempertahankan warna di bibirnya.“Esme?” Pria yang dipeluk oleh wanita itu terkejut, malahan melebih perasaan Esme yang menyaksikan.Mendengar namanya disebut, Esme hanya tertawa kecil. Ia merasa kalau kejadiannya akan lebih seru seandainya ia terlambat datang sedikit lagi. Ia membiarkan William pergi memeluk kaki ayahnya dan berbalik pergi.Begitu tak dapat lagi melihat wajah Dominic, Esme merasakan perih di dadanya tiba-tiba. Ia berhenti berjalan dan menunduk lebih dalam. Kenapa rasanya ia seperti sendirian sekarang ini.“Nyonya, Anda baik-baik saja, kan?”Esme mengangkat kepalanya, terpana selama beberapa saat dan kemudian berdiri dengan tiba-tiba. Ia lekas memeluk pria yang menunduk bertanya itu. Lalu menangis layaknya anak kecil yang dijahati oleh semua orang.Rasanya leb
“Nyonya, Tuan menolak menerima makanan yang Anda kirimkan lagi!” Pelayan yang diutus oleh Esme ke kantor Dominic kembali membawa rantang yang sama sekali tidak disentuh sedikit pun.William yang mendengar suara seseorang mendekat berhenti dan menaruh perhatian pada ibunya beberapa saat sebelum kemudian sibuk dengan permainannya kembali.“Jam berapa Pak Azzar biasanya kembali ke pavilliun?” tanya Esme.“Sekitar jam 7 malam, Nyonya! Apa saya perlu menghubungi beliau untuk menemui Nyonya saat pulang?” tanya si pelayan. Ia lebih gelisah dibandingkan biasanya.“Tidak! Tolong panggilkan Pak Wyatt kemari. Ada yang mau aku katakan padanya!”Si pelayan pergi dengan rantang yang belum disentuh Dominic. Esme hanya memandanginya sampai menghilang dan membelai kepala putranya saat anak itu mendekat dengan langkah lambat.Sudah hampir tiga bulan Dominic tidak berada di rumah. Langkah kaki William yang awalnya ragu-ragu sudah menjadi sangat mantap. Kalau dibiarkan terus maka anaknya keburu pandai be
William menangis tiba-tiba malam tadi. Padahal William adalah anak paling tenang yang diketahui oleh semua orang. Ia tidak menjerit saat jatuh sendiri dan suka bertualang di kebun mawar tempat Esme minum teh.“Mungkin karena Nyonya gelisah, makanya Tuan Muda jadi tidak tenang!” Pengasuh yang didatangkan dari rumah kedua orang tuanya berpendapat seperti itu.Pikiran Esme memang tidak tenang. Sejak sore tadi ia merasa sudah mengatakan sesuatu yang salah. Apalagi Wyatt yang seharusnya belum pulang, tiba-tiba saja minta izin untuk keperluan mendadak.Jika saja ada Yulia di rumah, maka esme pasti akan percaya. Namun, wanita yang mencintai Wyatt itu tidak ada di rumah asistennya itu sekarang. Mereka telah bercerai.“Mungkin kamu benar!” katanya pasrah. “Bagaimana aku menenangkan diri?” tanya Esme bingung.Biasanya ia akan menanyakan hal ini pada Wyatt. Asistennya itu selalu tahu apa-apa yang diinginkan Esme bahkan sebelum bicara. Seolah Wyatt membaca pikirannya yang tidak dipahami sendiri.
“Bagaimana aku bahagia kalau kamu tidak ada di sini?” bisik Wyatt pelan.Wyatt lekas tersadar kalau bukan hanya dirinya saja yang ada di ruangan ini saat ini. Begitu sadar ia langsung memeluk nampan dan tersenyum seolah tidak ada hal yang buruk yang pernah terjadi padanya.“Kamu bilang apa?”Wyatt tetap tersenyum dan tanpa mengatakan apa-apa ia pergi. Begitu ia melewati pintu ruangan tempat Esme duduk dan minum teh, Wyatt berlari sekuat tenaga. Dengan napas yang terengah-engah ia meletakan nampan yang tadi didekap. Para tukang masak yang tengah istirahat memandangnya dengan terheran-heran.“Ada masalah, Wyatt?”Dengan tubuh gemetar, Wyatt menutup mulutnya. Ia penasaran dengan seperti apa tampangnya sekarang. Pasti tidak bisa baik-baik saja.“Wyatt!” Tukang masak yang paling tua menghampiri dirinya. Disentuhnya bahu Wyatt perlahan. “Apa kamu benar baik-baik saja? Kamu tampak terguncang!”Wyatt menelan ludah. Ia tidak akan bisa bertemu dengan Esme saat ini. Ia tidak akan bisa bersikap n
“Bagaimana kamu ada di sini?” tanya Dominic.Hampir seminggu ia tak mengunjungi rumah utama. Ia lebih nyaman berada di rumah yang dibelinya secara rahasia. Dan mengatasi masalah dari sana. Kepalanya terasa damai karena tidak perlu melihat Esme untuk sementara. Walau hatinya masih tetap panas setiap kali pergi ke kantor dan kemudian bertemu dengan Azzar. Rasanya ia ingin mendepak pria itu secepat kilat dari kehidupan, hanya saja belum mendapatkan alasan yang tepat.Lalu sore ini ia melihat seseorang duduk berjongkok di depan rumah pribadinya yang disembunyikan> Rumah yang terlarang untuk dimasuki Esme dan Azzar kini. Ia pikir mungkin itu adalah gelandangan yang tersesat, tetapi menyadari dengan cepat saat membuka jendela mobil kalau yang datang adalah si sekretaris yang dimanfaatkan untuk membuat Esme marah besar seminggu lalu.Dominic tidak turun dari mobil. Hanya jendela kaca mobilnya saja yang sengaja dibuka. Ia menatap si sekretaris dari atas sampai bawah, kelihatannya ia baru saja