Bunyi bergemuruh disertai hawa yang mendadak memekat membuat para penduduk pemukiman tepi sungai merasa was-was. Mereka mulai berlari kesana kemari untuk menyelamatkan diri. "Nahama sudah datang! Lari! Lari! Cari perlindungan!" teriakan panik terdengar dari segala arah. Kali ini bukan lagi pemukiman Balazan yang jadi sasaran, namun juga pemukiman-pemukiman tersisa yang paling dekat dengan hutan Pavadan.Binatang besar itu memiliki kecepatan gerak yang luarbiasa, setiap jejak tubuhnya bersifat destruktif dan merusak. Ekornya yang dua kali lebih besar dari pohon kelapa melibas kesana kemari. Mulutnya menganga mencari mangsa. Yang menarik kali ini di atas kepala binatang raksasa itu, berdiri sosok seorang perempuan berpakaian tembaga. Rambutnya yang indah berkibar-kibar tertiup angin, sedikit menutupi wajahnya. Dia terus tertawa sembari menyuruh nahama merusak apapun yang dilihatnya. Disamping perempuan ini, Tirza Antara tegak dengan pandangan miris melihat kekacauan di bawah sana. Gadi
"Kau sudah keterlaluan, Tirza Antara." Raja Sofraz maju ke depan, membuat Antara Dafruz yang mukanya telah berubah saga mundur ke belakang. Sang Raja yang bermata hazel itu menatap putri mandaranya itu yang tengah menatap datar ke arahnya."Aku mengutusmu ke Sofraz Timur bukan untuk menjadi biang kekacauan. Kau datang dengan keinginan jahat hendak menyerang. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?""Yang Mulia..." desis Tirza Antara sambil tersenyum sinis. "Kau tidak perlu tahu apa yang terjadi padaku. Penyerangan yang datang kepadamu hari ini berasal dari rasa muak dan rasa kecewaku terhadap Sofraz. Aku adalah mandara Pangeran Sofraz, embel-embel mandara yang membungkus tugasku yang tak lebih dari budak kerajaan. Di tuntut menjadi sempurna, dibenci oleh kaum bangsawan yang takut tersaingi, dan dipaksa meminta maaf untuk hal yang tidak pernah disebabkan olehku. Sebut, di bagian mana aku masih harus menyisakan cinta terhadap negeri ini?""Kau merasa sakit hati?" Raja Sofraz menggeleng-gele
Suatu ketika petir biru Tirza Antara berhasil menyambar dan mengoyakkan jubah permai sang raja. Menciptakan garis tabasan hangus di area dada. Raja Sofraz terhempas keluar dari kancah pertarungan. Mengalirkan energi ke bagian yang terluka untuk segera mengantisipasi. Saat itu Tirza Antara dengan wajah kejamnya menyerbu dengan tubuh horizontal, menghunus pedang mandaranya yang telah di keluarkan dari tubuh. Semua orang berseru tertahan. Dan Sang Raja berdiri tegak disana, dia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mengelak. Segala sesuatu terjadi begitu cepat. Semua orang hanya sempat melihat sosok Tirza Antara terlempar ke udara. Namun dia masih bisa berdiri diatas kakinya. Matanya yang telah berubah menjadi biru pekat memicing, menyaksikan sosok tegap Angin Nava Satra yang muncul disana. Pemuda itu yang mendorongnya sehingga serangannya mental entah kemana. Nilam Rencana juga sudah muncul disana. Dia berdiri agak jauh di belakang Angin Nava Satra. Tirza Antara mendengus. "Kau muncu
Tirza Antara menjalani pemulihan yang cukup lama. Dia bahkan melakukan meditasi selama 10 hari sebelum akhirnya kembali menyeimbangkan kekuatannya dan mengembalikan energi serta menyembuhkan luka-lukanya. Itu adalah hari yang cerah, seolah hendak mengucapkan selamat hari baru untuk seluruh Sofraz yang sempat jatuh dalam kemelut. Tirza melangkahkan kakinya menuju air terjun di belakang istana. Dia masih mengenakan pakaian kamarnya. Wajahnya masih tampak pucat. Selama dia menyembuhkan diri, gadis itu tidak di temui oleh siapapun selain gurunya. Dia berdiri memandang air terjun yang indah itu sembari memikirkan begitu banyak hal. Kehadiran Aqwazana meski singkat tapi begitu membekas di hatinya. Di atas bumi Sofraz ini, hanya perempuan itu yang mengerti perasaannya. Meski sayangnya wanita yang merupakan nenek moyangnya itu berusaha membalaskan dendamnya dengan cara yang salah.Tirza pelan berjalan ke arah aliran air, melepaskan kasutnya dan mulai bergerak masuk ke dalam elemen yang dingin
Di seluruh istana Sofraz, yang disebut bangsawan muda adalah orang Istana kalangan atas yang belum menikah. Para putra-putri bangsawan dari seluruh Sofraz memang sering diundang dalam acara seperti itu, setiap satu tahun sekali. Selama ini, Putra Mahkota tidak pernah menghadiri acara itu setelah 3 tahun berlalu. 3 tahun lalu, Festival Bangsawan Muda juga dilakukan di Istana Gag, dan disitulah awal mula Pangeran Gag memusuhinya sampai datang dan mengacaukan acara pertunangannya. Tiga tahun lalu, Pangeran Gag menyukai seorang putri dari negeri Marlan, namun putri Marlan malah menyukai Pangeran Sofraz, tak pernah melepaskan pandangannya pada pangeran negeri selaksa warna itu, tak peduli seberapa gencarnya Pangeran Gag berusaha mendekatinya dalam pesta. Masa itu, Tirza Antara tidak ikut menghadiri festival karna sedang menjalani masa pelatihan ketat. Pangeran Gag sempat menyindir Pangeran Sofraz, karna merasa cemburu. Dia bahkan berusaha memancing amarah putra tunggal Raja Satra Aldara i
Pangeran Avdar menarik Tirza masuk ke sebuah lorong yang menyerupai terowongan entah di bagian istana yang mana. Tirza melakukan gerakan menepis yang cepat, dan sesaat kemudian dialah yang menggenggam pergelangan sang pangeran, menyatakan gerakan dimana dia bisa membanting Pangeran Avdar saat itu juga." Aku tidak abermaksud jahat." ucap Pangeran Negeri Gag itu dengan suara rendah. Di matanya yang biasa muncul tatapan main-main kini terlihat serius. "Kau mau bawa aku kemana?""Sebuah tempat. Kau bisa terus memegang tanganku kalau kau mau." Kini kedipan nakalnya muncul lagi, membuat gadis bermata nilakandi itu melepaskan tangannya dengan cepat. "Aku akan ikut di belakangmu."Pangeranr Avdar tersenyum dan kemudian melanjutkan langkahnya. Tirza Antara berjalan waspada di belakangnya. Terowongan itu berakhir, bersamaan dengan cercah matahari yang menerpa pupil mata mereka."Ini untukmu." ungkap Pangeran Avdar pula.Tirza tidak melihat apapun di tangan sang pangeran, dia hanya melihat ke
Tirza Antara merasa ada sentakan dalam dirinya yang membuat dia terhenti di pendopo gedung keratuan, wajahnya yang jelita tampak sedikit pucat. "Apa ini?" batinnya dengan perasaan tidak enak. Dia memeriksa simbol mandaranya dan menghela nafas lega mendapati simbol perlindungan miliknya tidak bereaksi. Pangeran Sofraz baik-baik saja, dan itu membuatnya sedikit lega. "Kau dimana?" suara Pangeran Sofraz mengiang di telinganya. Pemuda itu mengirimkan acazana kepadanya. Entah mengapa Tirza merasa sedikit jengkel. Pangeran itu, dengan seenaknya meninggalkan dirinya pada Pangeran Avdar dan sekarang menanyakan keberadaannya? Rasa-rasanya gadis itu hendak berteriak,"Bukan urusanmu!" Namun kesadaran akan tugasnya dan siapa adanya dia membuat Tirza mengubur segala bentuk perasaannya rapat-rapat. Telunjuk kirinya diletakkan di tengah keningnya "Aku di pendopo gedung Keratuan. Hendak menuju gedung Patvan (gedung tamu kehormatan). Ada masalah?" Acazana si gadis.Namun tak ada lagi balasan setelah
"Bagaimana kau bisa melakukan ini pada kami Mandara Sofraz?!" seru Frazia Farza dengan raut frustasii"Fandita, aku tidak melakukan pengkhianatan apapun, lebih baik bagiku untuk mati daripada berkhianat." berkata Antara Dafruz dengan tandas. "Kau bisa membunuhku, tapi lepaskan Ratu Sofraz.""Sepertinya kau sudah berubah pikiran, Mandara Kerajaan. Atau ini hanya trikmu semata agar ratu percaya bahwa kau bersih dari pengkhianatan? Dimana Raja Sofraz?" Lelaki itu memandang berkeliling. "Jika Raja Sofraz tidak muncul juga dalam hitungan yang ke lima, maka maafkan jika aku menyatukan ratumu dengan alam ini!" Lelaki nephila itu menekan pisaunya, membuat leher halus sang ratu tergores dan mengucurkan darah. Perempuan itu menahan ringisannya."Satu!" teriakan berat sang penyandera menggema, "Dua!""Tiga!"Terdengar bunyi hembusan angin dan sesaat kemudian sesosok tubuh muncul dari udara, berdiri memunggungi Antara Dafruz, memandang tajam lelaki yang menyandera sang ratu. Raja Satra Aldara te
Putri Tirza Antara, berjalan dengan wajah tersenyum menemui Pangeran Avdar. Gadis itu terlihat penuh dengan aura bangsawannya yang murni, anggun dalam pakaian putri dengan kerah tunggi dan jubah menjuntai biru di hiasi batu permata halus."Kau sudah kembali," Pangeran bermata hitam itu membalas senyum Tirza, meraih tangan gadis itu dan membimbingnya duduk di pendopo gedung putra mahkota."Semuanya berjalan dengan baik,""Aku sudah mendengarnya, dan aku turut bahagia untukmu, Tirza." Sang Pangeran menghela napas sebentar, lalu menatap Tirza dengan pandangan yang penuh damba sekaligus tak percaya, "Kau kembali padaku, sesuai janjimu." ujarnya.Tirza mengangguk. "Seorang ksatria harus memegang janjinya.""Apakah dengan ini kau bersedia..." Pangeran Avdar menggantung kalimatnya, menatap dengan lekat sepasang mata biru indah gadis di hadapannya lalu melanjutkan dengan hati -hati,"Apa kau bersedia untuk menikah denganku?"Tirza tak langsung menjawab pertanyaan penuh harap itu. Gadis itu ta
Keadaan kerajaan menjadi terkendali. Frazia Farza di jebloskan ke dalam penjara untuk menerima penghukuman besok. Semua bangsawan di perintahkan sang ratu untuk kembali ke kediaman masing-masing. Termasuk keluarga Bazlam yang kini di awasi oleh kesatria ksatria Sofraz, padahal kediaman mereka berada satu lingkungan dalam istana."Bagaimana kau bisa melepaskan diri?" tanya Angin saat di ruang pengadilan itu yang tersisa tinggalah dia, sang ratu, Tirza Antara dan kakaknya Davar Antara."Davar membantu hamba dengan Nilakandi Adavara. Dengan permata itu juga Davar menyembuhkan Ratu bersama dengan guru." jawab Tirza yang sudah mendengar penjelasan singkat kakaknya tadi ketika Pangeran tengah bertarung dengan Jelaba."Dimana guru sekarang?" tanya Angin."Guru Amba telah kembali, Yang Mulia. Dia percaya Yang Mulia dan Tirza dapat menyelesaikan ini.""Aku sudah lama tidak menjenguknya." Angin mengucapkannya dengan penuh sesal. Dia melihat pada sang ibu yang tersenyum lembut padanya, sang pange
Meski tahu, hukuman yang paling berat yang akan dilemparkan adalah hukuman mati, Tirza tetap merasakan sakit yang nyeri didadaya ketika dia mendengar Angin Nava Satra menjatuhkan hukuman itu. Pandangan gadis itu kosong.Angin Nava Satra merasa dadanya sesak, dia menahan diri untuk tidak jatuh saat itu. Tangannya mengangkat palu emas, siap mengesahkan hukuman."Pangeran."Ada yang memanggil. Angin Nava Satra mengangkat kepalanya yang tertunduk. Dia mengedarkan pandang, dan saat matanya menubruk suatu objek, sang pangeran merasa terhenyak, Ratu Sofraz Agatara Vidma berjalan masuk dari pintu ruang pengadilan diikuti Davar Antara. Sang Ratu masih memakai pakaian tidur putih bersih tanpa atribut bangsawan apapun. Perempuan itu terlihat polos, tapi langkahnya yang anggun tetap menunjukkan ketegasannya sebagai seorang ratu. Betapapun terkejutnya Pangeran Angin, yang lebih terkejut di sana adalah Frazia Farza Purdam. Lebih lebih para tetua kerajaan yang tidak menyangka bahwa sang ratu akan sem
Saat Angin Nava Satra tiba di balariung istana, rupanya para jajaran petinggi istana telah ada disana, Frazia Farza pun telah turut hadir.Nilam Rencana, Chandrafala dan Adira turut pula bergabung di balariung.Tirza berlutut, sepasang tangannya di buhul oleh rantai Zora. Dia tidak melakukan banyak gerakan, hanya menunduk saja, saat dia mendengar langkah kaki Angin, gadis itu mengangkat kepala, menyaksikan pangeran Sofraz itu berdiri di depannya.Angin Nava Satra sedikit mengernyit ketika melihat Tirza tersenyum ketika memandangnya. "Kau kembali, akhirnya kau kembali." Dia tersenyum dengan lega seolah-olah telah melepaskan beban di dadanya. "Tirza, kau melakukan banyak hal di luar batas. Apakah kau menyadari kesalahanmu?" Angin bertanya."Sebutkan kesalahanku, Yang Mulia. Aku tidak dapat mengetahui mana yang merupakan salahku dan yang bukan." jawabnya dengan berani."Kau menyusup ke Istana Sofraz, bahkan menutup portal dimensi sehingga aku aku tidak bisa secepatnya kembali ke negeri
Bukan hal sulit bagi kedua orang yang sudah mengenal seluk beluk istana Sofraz semenjak mereka kecil, untuk menyusup ke dalam benteng istana.Malam yang gelap membantu Tirza dan Davar yang memakai pakaian malam hitam menyelinap di lorong-lorong menuju gedung kerajaan.Gedung Kerajaan adalah gedung utama dari semua bangunan yang ada dalam benteng istana.Di gedung inilah terdapat Balariung istana, ruang makan kerajaan, penjamuan tamu, dan kamar raja. Hanya saja gedung ini sering kosong karna sang raja telah tiada.Davar membawa Tirza menyusup di taman gedung kerajaan, sesekali mereka merayap untuk menghindari para ksatria yang berjaga.Di taman itu rupanya ada sebuah jalan rahasia yang tertutup dengan rerumputan. Davar meraba-raba, lalu membuka bulatan logam seukuran tubuh orang dewasa yang menempel di dinding penuh rumput. "Masuk,"pintanya.Tirza masuk lebih dulu diikuti Davar yang dengan cepat menutup jalan rahasia itu dengan bulatan logam sebelumnya dari dalam.Saat masuk, Tirza d
Menutup portal hanya bisa dilakukan oleh orang yang membuka portal itu sendiri, Angin Nava Satra. Bagaimana bisa Frazia melakukan itu?"Aku bisa melakukan banyak hal," Seolah tahu apa yang ada di pikiran Tirza Antara, wanita tua yang masih terlihat muda itu bicara."Kau memang berniat mengambil alih tahta..." gumam Tirza, dengan pandangan tak habis pikir.Mendengar itu, Frazia tertawa. "Aku tidak mengambil alih, sejak awal, tahta Sofraz adalah milikku. Jangan menjadi naif.""Kau juga yang menjebakku sehingga aku difitnah sebagai orang yang meracuni Ratu, bukan?"Tanpa ragu, Frazia tertawa dan mengangguk. "Lalu, kamu mau apa? Berteriak mengatakan kalau aku yang meracun Agatara? Tidak akan ada yang mempercayai seorang pengkhianat sepertimu."Tirza sadar akan hal itu, dia tidak bisa menuding Frazia begitu saja. Dia membutuhkan bukti."Aku tidak peduli dengan urusan Fandita," akhirnya gadis itu bicara lagi. "Aku hanya memohon izin untuk bertemu dengan ibuku.""Ibumu?" Frazia mengangkat
"Pergilah bersama Galamav." Pangeran Gag melepas kepergian Tirza. Gadis itu mengenakan pakaian perjalanan sederhana, namun tetapi tak bisa menyembunyikan kecantikannya.Tirza memang menguasai kemampuan teleportasi, namun untuk melakukannya dibutuhkan energi yang besar dan cukup beresiko. Karna itu dia berpikir untuk kembali ke Sofraz jalur udara. Tirza ingin menemui gurunya lebih dulu.Gadis itu tersenyum pada pangeran Gag sebelum Galamav, gagak raksasa itu mengepakkan sayapnya membawa Tirza terbang ke awan."Kita temui Guruku, Galamav."burung itu menguik halus tanda mengerti. Selang beberapa saat kemudian, mereka mulai melintasi langit Sofraz. Galamav sepertinya tahu tempat terakhir dimana Guru Amba berada. Dia mendarat di hutan Pilaz. Hutan yang terletak di barat Sofraz itu adalah salah satu hutan terlarang yang jarang di masuki manusia.Tirza sendiri tahu bahwa hutan ini adalah tempat dimana sang guru lebih banyak bersunyi diri dan bermeditasi semenjak Angin dan Tirza telah purn
Frazia Farza Purdam melangkah memasuki ruang peraduan Ratu Sofraz. Perempuan itu berada dalam keadaan setengah koma, tak dapat bicara dan tak membuka mata. Beberapa saat, Frazia berdiri disana, lalu perlahan senyum tipis muncul di bibirnya."Sudah begitu lama eh? Padahal aku berharap kamu segera mati, Agatara Vidma. Aku menikmati peranku sekarang, semuanya berada dalam kendaliku. Aku tinggal menunggu waktu bagaimana cara menutup portal dimensi agar putramu tidak akan dapat kembali ke sini, dan aku akan berkuasa selamanya..."Perempuan berambut merah itu tertawa kecil, menahan mulutnya dengan tangan. Khawatir kalau para dayang yang berdiri di luar sana dapat menangkap suara tawanya. Frazia melangkah mengelilingi ranjang ratu."Sekarang, Sofraz berada dalam genggamanku. Namun karna para tua tua sialan itu aku terpaksa harus menahan diriku untuk duduk di kursi kebesaran. Padahal selangkah lagi, semuanya akan sempurna." Dia berdecak sinis. Lalu, wanita itu menatap ke arah Agatara Vidma, Ra
"Bukan kamu yang menentukan kepantasan seseorang untuk menjadi ratu,""Ya,"Ariza mengangguk tanpa ragu menyahuti ucapan sang Pangeran. "Tapi aku bebas menilainya.""Aku akan mengampuni perbuatanmu ini," Ucap Angin Nava Satra, berdiri dengan tenang dalam wibawa seorang raja. "Asalkan, kau dengan sukarela menyerahkan Nilakandi Adavara. Aku berjanji, aku tidak akan mengusikmu lagi."Ariza membeku beberapa saat, lalu perlahan -lahan senyum manisnya terbentuk. "Barangkali jika kau lupa, Angin Nava Satra. Kaulah yang mengusirku dari Sofraz. Lalu kenapa sekarang kau bisa melintasi dimensi hanya karna Nilakandi Adavara ada bersamaku?""Ini untuk kesembuhan ibunda." balas Angin Nava Satra. "Bagaimana...." Tirza menarik nafasnya, lalu mengangkat kepala menatap orang yang dicintainya itu. "Jika aku tidak mau?"Angin Nava Satra mengerjab dalam ketenangannya, dia maju satu langkah. Sedangkan Nilam mulai bangkit perlahan dan berusaha melakukan penyembuhan mandiri meski itu memang tidak akan banyak