Share

INSIDEN

Penulis: Igamurti Ndekano
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hal yang tidak pernah Zeilo pikirkan adalah ketika dia harus terlempar kesamping tatkala dia hampir saja mencium Ariza. Ariza yang refleks bergerak mundur mengerutkan keningnya sekilas dan mengangkat kepala memandang ke depan. Sepasang matanya memandang bingunwg. Bayu sudah berdiri disana, menatap tajam ke arah Zeilo dengan rahang mengeras. Ikatannya sudah terlepas dan Jeri sudah meringkuk kesakitan dengan pisau yang terlempar jauh.

"Bagaimana bisa Bayu bergerak cepat dan melumpuhkan mereka?" Ariza semakin heran. Dia ingat bahwa Bayu bahkan tidak berdaya menghadapi Trio Bandit yang membulinya habis-habisan di masa lalu. Selagi Ariza masih terpaku, Zeilo sudah bangkit berdiri sambil meringis. "Bangsat!" Makinya pada Bayu. Dia bergerak menerjang melancarkan jurus karate selama ini yang telah dia pelajari. Siapapun yang melihat setiap gerakan Zeilo menyadari betapa terlatihnya dia. Namun ternyata Bayu dapat mengimbangi dengan mudah, bahkan sempat menyusupkan satu tonjokan di rahangnya se
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • BALADA SANG MANDARA   MENGENAI DIMENSI

    Ruangan yang didominasi warna merah tua itu nampak hening. Ada tiga orang sebenarnya yang duduk disana. Tapi rupanya mereka masih enggan bicara. Lelaki pertama adalah seseorang berusia 40 an tahun, berkacamata dan berwajah bersih. Orang kedua dan ketiga adalah dua orang muda mudi yang sama-sama bermata cokelat terang."Apa yang sudah kalian lakukan?" Lelaki itu menarik nafas panjang. "Kalian membiarkannya melakukan hal gila seperti itu?""Dia berkata ingin mengikuti permainan ini, Paman. Kami sebenarnya ingin ikut bersamanya, namun dia melarang kami." jawab sang pemuda, Chandra."Keselamatan Yang Mulia adalah yang utama, Chandra. Jangan sampai karna satu kelalaian, kita kehilangan Raja.""Kami tidak berdaya, Paman. Waktu itu kami bilang akan menguntitnya, namun dia menolak."Lelaki yang dipanggil paman itu terdiam beberapa lama. "Dia pasti merencanakan sesuatu. Tugas kalian adalah menjaganya, menggantikan tugas dari pelindung yang terbuang itu. Awasi terus dirinya meski hanya dari ja

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BALADA SANG MANDARA   KARNA TIDAK ADA YANG ABADI

    "Akan sulit jika aku menjelaskan padamu mengenai dimensi secara detail karna pola pikir manusia pada hakikatnya sederhana, dan akan sulit percaya pada sesuatu yang tak terlihat. Padahal, mata adalah indra yang terbatas." jelas Chandra pula. Daniah mengangguk-anggukkan kepalanya. "Menarik, tapi mengapa kau tidak menjelaskannya lebih jauh?""Dengan otakmu yang tak seberapa itu?" Chandra mengetuk kening Daniah sambil tersenyum. "Dimensi ke lima dan keatas terlalu sulit untuk dijelaskan. Kau harus berpikir lebih keras untuk sekedar memahaminya."Daniah merengut. "Apakah kau akan percaya kalau nun ditempat yang tidak pernah kau bayangkan, tidak dapat kau lihat, ada sebuah kehidupan yang sungguh-sungguh berbeda dengan dunia yang kita tinggali ini? Adanya makhluk-makhluk dan manusia lain yang rupanya berbeda?" Chandra menatap langit. Daniah menggeleng. "Seperti apa, semacam elf?"Chandra mengangkat bahu. "Indah untuk didefinisikan."Daniah menatap Chandra menyelidik. "Kau bicara seperti su

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BALADA SANG MANDARA   SEPENGGAL CERITA MASA LALU

    Cermin besar dalam kamar Sapphire itu membiaskan bayangan gadis itu yang duduk menatap kesana. Jangan salah, itu masih Ariza. Gadis itu memakai kalung bermata biru safir itu di lehernya. Kalung itu memancarkan cahaya biru sesaat kemudian meredup. Ariza melepaskan softlens dimatanya. Menampilkan iris biru yang terang bagai samudra. Pelan, dia beralih ke mata lainnya, melepas softlens yang tersisa dengan hati-hati dan membuangnya ke tempat sampah. Ya, dia tidak akan memakai sepasang softlens lebih dari satu kali. Ariza kembali menoleh pada cermin, meraih sisir dan berniat menyisir. Namun gerak tangannya terhenti. Ariza mengerjabkan matanya berulangkali, dan mendekatkan wajahnya ke cermin.Dia melihat keanehan. Keanehan yang membuatnya tampak benar-benar seperti monster. Separuh iris mata kanannya yang seharusnya hitam kecoklatan, kini tampak separuh kebiruan. Deru nafas Ariza menggebu karna kaget. "Sapphire... Sapphire..." Bibirnya bergetar menyebut nama itu. "Kau dimana?"Bahu Ariza m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BALADA SANG MANDARA   HUKUMAN PARA PUTRI

    Hy guys! Makasih sudah membaca sampai bab ini, jadi mungkin untuk beberapa bab selanjutnya aku akan flashback lengkap kisah Tirza dengan settingan di Sofraz. Selamat membaca ya!***Tirza Antara memandangi dirinya sendiri dalam cermin. Dia mengenakan gaun berwarna biru berkilauan yang cantik. Selama ini sangat jarang gadis itu mengenakan gaun istana karna dirinya lebih sering berada di lapangan, berlatih layaknya seorang satria, sehingga bila dia menyaksikan penampilannya dia agak merasa aneh. Para faidara menjalin rambutnya dengan jalinan cantik, dengan hiasan batu permata safir dirambutnya. "Anda sangat cantik, Firi." ungkap salah satu faidara yang meriasnya sambil tersenyum. "Bahkan Putri Nilam Rencana kalah dengan keindahan pesona Anda." sambungnya. Tirza Antara tersenyum lembut, "Jangan terlampau memujiku. Nilam Rencana sangat cantik, bagaimana mungkin aku dapat menyainginya?""Kami bicara kenyataan, Firi." Ucap Faidara yang disebelah kanan. "Anda jauh lebih cocok menjadi perma

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BALADA SANG MANDARA   ELEGI BERLIAN DALAM LINGKARAN

    Putri Tirza Antara kembali ke gedung keluarganya dengan menyelinap keluar dari pesta. Dia merasa kedinginan dan lekas mengganti bajunya dengan gaun yang lebih simpel. Beberapa faidara kepanglimaan membantu menata rambutnya lagi. Mahkota putri yang anggun dengan permata safir bertengger dikepalanya dengan anggun. Mahkota yang serupa dengan mahkota Nilam Rencana, hanya saja milik Nilam dihiasi permata zamrud yang berwarna hijau. Gadis itu berjalan kembali ke ruang pesta, seperti biasa menolak bantuan para faidara dan membawa lipatan jubah sang pangeran . Dia pertama-tama menuju gedung divana, bermaksud untuk menyerahkan jubah itu pada pelayan sang pangeran untuk dibersihkan. Namun tatkala dia melewati ruang latihan, dilihatnya Pangeran Sofraz sedang duduk mengusap pedang emasnya sambil tersenyum miring pada Tirza. Perasaan gadis itu mendadak tidak enak."Pangeran disini?""Aku bosan dengan keramaian dan ingin mencari sepi sejenak. Apa yang kau lakukan di gedungku, Mandara?""Aku ingi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BALADA SANG MANDARA   PERTUNANGAN

    Apakah yang salah dari jatuh cinta? Banyak manusia merasa dirinya hanyalah korban dari takdir yang tidak pernah bertanggungjawab. Permainan takdir yang begitu seenaknya. Tidak ada satupun manusia dimuka bumi ini yang bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa dan kapan. Bahkan banyak yang tidak menyadarinya sampai mereka merasakan cemburu.Lalu diantara sekian banyak kasus jatuh cinta, Tirza merasa kalah dan perih pada saat bersamaan. Mengapa dia harus terlibat cinta yang terlarang? Gadis itu tidak menampik lagi tatkala dia duduk diatas batu di tepi air terjun, melihat sang pangeran yang sedang berlatih kecepatan diatas air. Dia memang jatuh pada pesona calon rajanya sendiri. Gadis itu menghela nafas berat, melirik pedang mandara safirnya yang menguatkan eksistensinya sebagai pelindung pangeran Nava Satra. Tidak ada celah untuk mencintai. Karna efek perasaan itu akan berpengaruh pada banyak aspek. Angin Nava Satra memang berjodoh dengan Nilam Rencana, dan dia seharusnya tidak mengaca

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BALADA SANG MANDARA   PERBURUAN

    Istana mengadakan pertandingan berburu setiap satu musim sekali. Hari itu adalah hari pertama pertandingan berburu diadakan. Pertandingan itu boleh diikuti oleh semua kalangan. Baik dari kalangan bangsawan maupun rakyat jelata. Tirza Antara seperti biasa mengikuti pertandingan itu. Kali ini gadis itu memilih memakai pakaian silver dan membuang imagenya yang selalu lekat dengan warna biru. Rambutnya dikuncir ke atas, dia duduk diatas batu diantara banyak pemburu lain yang menunggu pertandingan dimulai. Gadis itu mengenakan sarung tangan jari terbuka berwarna abu-abu miliknya, lantas memeriksa mata panah perak dalam tabung panahan yang ia bawa. Gadis itu melirik tatkala para pemburu membungkuk memberi penghormatan. Mandara pangeran Sofraz itu turut berdiri dan membungkuk. Yang datang adalah anggota kerajaan, Raja Sofraz, Sang Pangeran dan satu wanita diatas kuda yang tidak dilihat jelas oleh Tirza karna sosoknya terhalangi oleh sosok Raja Sofraz. Gadis itu memang bermaksud menga

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BALADA SANG MANDARA   PERTARUNGAN DUA PANGERAN

    "Mandara, aku tanya padamu sekali lagi," Raut wajah tampan Pangeran Sofraz terlihat sangat dingin. "Apa yang kau lakukan dengan manusia itu disini?"Tirza menarik tangannya dari bahu Pangeran Gag dengan sekali sentakan. Lekas berbalik lurus menatap junjungannya dengan ekspresi ingin menjelaskan. "Aku bisa menjelaskannya Pangeran.""Kau mengobatinya. " Rasa panas terasa membakar dada putera raja Sofraz itu. Melihat Pangeran Gag menyentuh tangan Tirza tadi membuatnya ingin langsung menghajar pangeran ceriwis itu tanpa ampun."Aku...""Kau rupanya bersahabat dengan dirinya Putri Tirza. Jika tidak, bagaimana mungkin seorang pangeran negeri Gag bisa bertemu dirimu disini?" Nilam melihat kesempatan yang baik untuk menuangkan minyak kedalam api."Tidak seperti itu." Tirza menoleh khawatir pada Nava Satra yang memandangnya dengan tatapan yang penuh sorot ketidaksukaan. "Begini, aku tanpa sengaja melukainya karna mengira Pangeran Gag adalah hewan buruan..." Tirza belum selesai bicara ketika di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • BALADA SANG MANDARA   TAMAT

    Putri Tirza Antara, berjalan dengan wajah tersenyum menemui Pangeran Avdar. Gadis itu terlihat penuh dengan aura bangsawannya yang murni, anggun dalam pakaian putri dengan kerah tunggi dan jubah menjuntai biru di hiasi batu permata halus."Kau sudah kembali," Pangeran bermata hitam itu membalas senyum Tirza, meraih tangan gadis itu dan membimbingnya duduk di pendopo gedung putra mahkota."Semuanya berjalan dengan baik,""Aku sudah mendengarnya, dan aku turut bahagia untukmu, Tirza." Sang Pangeran menghela napas sebentar, lalu menatap Tirza dengan pandangan yang penuh damba sekaligus tak percaya, "Kau kembali padaku, sesuai janjimu." ujarnya.Tirza mengangguk. "Seorang ksatria harus memegang janjinya.""Apakah dengan ini kau bersedia..." Pangeran Avdar menggantung kalimatnya, menatap dengan lekat sepasang mata biru indah gadis di hadapannya lalu melanjutkan dengan hati -hati,"Apa kau bersedia untuk menikah denganku?"Tirza tak langsung menjawab pertanyaan penuh harap itu. Gadis itu ta

  • BALADA SANG MANDARA   MAAF

    Keadaan kerajaan menjadi terkendali. Frazia Farza di jebloskan ke dalam penjara untuk menerima penghukuman besok. Semua bangsawan di perintahkan sang ratu untuk kembali ke kediaman masing-masing. Termasuk keluarga Bazlam yang kini di awasi oleh kesatria ksatria Sofraz, padahal kediaman mereka berada satu lingkungan dalam istana."Bagaimana kau bisa melepaskan diri?" tanya Angin saat di ruang pengadilan itu yang tersisa tinggalah dia, sang ratu, Tirza Antara dan kakaknya Davar Antara."Davar membantu hamba dengan Nilakandi Adavara. Dengan permata itu juga Davar menyembuhkan Ratu bersama dengan guru." jawab Tirza yang sudah mendengar penjelasan singkat kakaknya tadi ketika Pangeran tengah bertarung dengan Jelaba."Dimana guru sekarang?" tanya Angin."Guru Amba telah kembali, Yang Mulia. Dia percaya Yang Mulia dan Tirza dapat menyelesaikan ini.""Aku sudah lama tidak menjenguknya." Angin mengucapkannya dengan penuh sesal. Dia melihat pada sang ibu yang tersenyum lembut padanya, sang pange

  • BALADA SANG MANDARA   SEBUAH PENGAKUAN

    Meski tahu, hukuman yang paling berat yang akan dilemparkan adalah hukuman mati, Tirza tetap merasakan sakit yang nyeri didadaya ketika dia mendengar Angin Nava Satra menjatuhkan hukuman itu. Pandangan gadis itu kosong.Angin Nava Satra merasa dadanya sesak, dia menahan diri untuk tidak jatuh saat itu. Tangannya mengangkat palu emas, siap mengesahkan hukuman."Pangeran."Ada yang memanggil. Angin Nava Satra mengangkat kepalanya yang tertunduk. Dia mengedarkan pandang, dan saat matanya menubruk suatu objek, sang pangeran merasa terhenyak, Ratu Sofraz Agatara Vidma berjalan masuk dari pintu ruang pengadilan diikuti Davar Antara. Sang Ratu masih memakai pakaian tidur putih bersih tanpa atribut bangsawan apapun. Perempuan itu terlihat polos, tapi langkahnya yang anggun tetap menunjukkan ketegasannya sebagai seorang ratu. Betapapun terkejutnya Pangeran Angin, yang lebih terkejut di sana adalah Frazia Farza Purdam. Lebih lebih para tetua kerajaan yang tidak menyangka bahwa sang ratu akan sem

  • BALADA SANG MANDARA   HUKUMAN MATI

    Saat Angin Nava Satra tiba di balariung istana, rupanya para jajaran petinggi istana telah ada disana, Frazia Farza pun telah turut hadir.Nilam Rencana, Chandrafala dan Adira turut pula bergabung di balariung.Tirza berlutut, sepasang tangannya di buhul oleh rantai Zora. Dia tidak melakukan banyak gerakan, hanya menunduk saja, saat dia mendengar langkah kaki Angin, gadis itu mengangkat kepala, menyaksikan pangeran Sofraz itu berdiri di depannya.Angin Nava Satra sedikit mengernyit ketika melihat Tirza tersenyum ketika memandangnya. "Kau kembali, akhirnya kau kembali." Dia tersenyum dengan lega seolah-olah telah melepaskan beban di dadanya. "Tirza, kau melakukan banyak hal di luar batas. Apakah kau menyadari kesalahanmu?" Angin bertanya."Sebutkan kesalahanku, Yang Mulia. Aku tidak dapat mengetahui mana yang merupakan salahku dan yang bukan." jawabnya dengan berani."Kau menyusup ke Istana Sofraz, bahkan menutup portal dimensi sehingga aku aku tidak bisa secepatnya kembali ke negeri

  • BALADA SANG MANDARA   MEMBUKA PORTAL

    Bukan hal sulit bagi kedua orang yang sudah mengenal seluk beluk istana Sofraz semenjak mereka kecil, untuk menyusup ke dalam benteng istana.Malam yang gelap membantu Tirza dan Davar yang memakai pakaian malam hitam menyelinap di lorong-lorong menuju gedung kerajaan.Gedung Kerajaan adalah gedung utama dari semua bangunan yang ada dalam benteng istana.Di gedung inilah terdapat Balariung istana, ruang makan kerajaan, penjamuan tamu, dan kamar raja. Hanya saja gedung ini sering kosong karna sang raja telah tiada.Davar membawa Tirza menyusup di taman gedung kerajaan, sesekali mereka merayap untuk menghindari para ksatria yang berjaga.Di taman itu rupanya ada sebuah jalan rahasia yang tertutup dengan rerumputan. Davar meraba-raba, lalu membuka bulatan logam seukuran tubuh orang dewasa yang menempel di dinding penuh rumput. "Masuk,"pintanya.Tirza masuk lebih dulu diikuti Davar yang dengan cepat menutup jalan rahasia itu dengan bulatan logam sebelumnya dari dalam.Saat masuk, Tirza d

  • BALADA SANG MANDARA   PURI PANDARA

    Menutup portal hanya bisa dilakukan oleh orang yang membuka portal itu sendiri, Angin Nava Satra. Bagaimana bisa Frazia melakukan itu?"Aku bisa melakukan banyak hal," Seolah tahu apa yang ada di pikiran Tirza Antara, wanita tua yang masih terlihat muda itu bicara."Kau memang berniat mengambil alih tahta..." gumam Tirza, dengan pandangan tak habis pikir.Mendengar itu, Frazia tertawa. "Aku tidak mengambil alih, sejak awal, tahta Sofraz adalah milikku. Jangan menjadi naif.""Kau juga yang menjebakku sehingga aku difitnah sebagai orang yang meracuni Ratu, bukan?"Tanpa ragu, Frazia tertawa dan mengangguk. "Lalu, kamu mau apa? Berteriak mengatakan kalau aku yang meracun Agatara? Tidak akan ada yang mempercayai seorang pengkhianat sepertimu."Tirza sadar akan hal itu, dia tidak bisa menuding Frazia begitu saja. Dia membutuhkan bukti."Aku tidak peduli dengan urusan Fandita," akhirnya gadis itu bicara lagi. "Aku hanya memohon izin untuk bertemu dengan ibuku.""Ibumu?" Frazia mengangkat

  • BALADA SANG MANDARA   BUKAN MANDARA

    "Pergilah bersama Galamav." Pangeran Gag melepas kepergian Tirza. Gadis itu mengenakan pakaian perjalanan sederhana, namun tetapi tak bisa menyembunyikan kecantikannya.Tirza memang menguasai kemampuan teleportasi, namun untuk melakukannya dibutuhkan energi yang besar dan cukup beresiko. Karna itu dia berpikir untuk kembali ke Sofraz jalur udara. Tirza ingin menemui gurunya lebih dulu.Gadis itu tersenyum pada pangeran Gag sebelum Galamav, gagak raksasa itu mengepakkan sayapnya membawa Tirza terbang ke awan."Kita temui Guruku, Galamav."burung itu menguik halus tanda mengerti. Selang beberapa saat kemudian, mereka mulai melintasi langit Sofraz. Galamav sepertinya tahu tempat terakhir dimana Guru Amba berada. Dia mendarat di hutan Pilaz. Hutan yang terletak di barat Sofraz itu adalah salah satu hutan terlarang yang jarang di masuki manusia.Tirza sendiri tahu bahwa hutan ini adalah tempat dimana sang guru lebih banyak bersunyi diri dan bermeditasi semenjak Angin dan Tirza telah purn

  • BALADA SANG MANDARA   SADAR KEMBALI

    Frazia Farza Purdam melangkah memasuki ruang peraduan Ratu Sofraz. Perempuan itu berada dalam keadaan setengah koma, tak dapat bicara dan tak membuka mata. Beberapa saat, Frazia berdiri disana, lalu perlahan senyum tipis muncul di bibirnya."Sudah begitu lama eh? Padahal aku berharap kamu segera mati, Agatara Vidma. Aku menikmati peranku sekarang, semuanya berada dalam kendaliku. Aku tinggal menunggu waktu bagaimana cara menutup portal dimensi agar putramu tidak akan dapat kembali ke sini, dan aku akan berkuasa selamanya..."Perempuan berambut merah itu tertawa kecil, menahan mulutnya dengan tangan. Khawatir kalau para dayang yang berdiri di luar sana dapat menangkap suara tawanya. Frazia melangkah mengelilingi ranjang ratu."Sekarang, Sofraz berada dalam genggamanku. Namun karna para tua tua sialan itu aku terpaksa harus menahan diriku untuk duduk di kursi kebesaran. Padahal selangkah lagi, semuanya akan sempurna." Dia berdecak sinis. Lalu, wanita itu menatap ke arah Agatara Vidma, Ra

  • BALADA SANG MANDARA   SIRVARADES MEVZANA NILAVARA

    "Bukan kamu yang menentukan kepantasan seseorang untuk menjadi ratu,""Ya,"Ariza mengangguk tanpa ragu menyahuti ucapan sang Pangeran. "Tapi aku bebas menilainya.""Aku akan mengampuni perbuatanmu ini," Ucap Angin Nava Satra, berdiri dengan tenang dalam wibawa seorang raja. "Asalkan, kau dengan sukarela menyerahkan Nilakandi Adavara. Aku berjanji, aku tidak akan mengusikmu lagi."Ariza membeku beberapa saat, lalu perlahan -lahan senyum manisnya terbentuk. "Barangkali jika kau lupa, Angin Nava Satra. Kaulah yang mengusirku dari Sofraz. Lalu kenapa sekarang kau bisa melintasi dimensi hanya karna Nilakandi Adavara ada bersamaku?""Ini untuk kesembuhan ibunda." balas Angin Nava Satra. "Bagaimana...." Tirza menarik nafasnya, lalu mengangkat kepala menatap orang yang dicintainya itu. "Jika aku tidak mau?"Angin Nava Satra mengerjab dalam ketenangannya, dia maju satu langkah. Sedangkan Nilam mulai bangkit perlahan dan berusaha melakukan penyembuhan mandiri meski itu memang tidak akan banyak

DMCA.com Protection Status