Apakah yang salah dari jatuh cinta? Banyak manusia merasa dirinya hanyalah korban dari takdir yang tidak pernah bertanggungjawab. Permainan takdir yang begitu seenaknya. Tidak ada satupun manusia dimuka bumi ini yang bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa dan kapan. Bahkan banyak yang tidak menyadarinya sampai mereka merasakan cemburu.Lalu diantara sekian banyak kasus jatuh cinta, Tirza merasa kalah dan perih pada saat bersamaan. Mengapa dia harus terlibat cinta yang terlarang? Gadis itu tidak menampik lagi tatkala dia duduk diatas batu di tepi air terjun, melihat sang pangeran yang sedang berlatih kecepatan diatas air. Dia memang jatuh pada pesona calon rajanya sendiri. Gadis itu menghela nafas berat, melirik pedang mandara safirnya yang menguatkan eksistensinya sebagai pelindung pangeran Nava Satra. Tidak ada celah untuk mencintai. Karna efek perasaan itu akan berpengaruh pada banyak aspek. Angin Nava Satra memang berjodoh dengan Nilam Rencana, dan dia seharusnya tidak mengaca
Istana mengadakan pertandingan berburu setiap satu musim sekali. Hari itu adalah hari pertama pertandingan berburu diadakan. Pertandingan itu boleh diikuti oleh semua kalangan. Baik dari kalangan bangsawan maupun rakyat jelata. Tirza Antara seperti biasa mengikuti pertandingan itu. Kali ini gadis itu memilih memakai pakaian silver dan membuang imagenya yang selalu lekat dengan warna biru. Rambutnya dikuncir ke atas, dia duduk diatas batu diantara banyak pemburu lain yang menunggu pertandingan dimulai. Gadis itu mengenakan sarung tangan jari terbuka berwarna abu-abu miliknya, lantas memeriksa mata panah perak dalam tabung panahan yang ia bawa. Gadis itu melirik tatkala para pemburu membungkuk memberi penghormatan. Mandara pangeran Sofraz itu turut berdiri dan membungkuk. Yang datang adalah anggota kerajaan, Raja Sofraz, Sang Pangeran dan satu wanita diatas kuda yang tidak dilihat jelas oleh Tirza karna sosoknya terhalangi oleh sosok Raja Sofraz. Gadis itu memang bermaksud menga
"Mandara, aku tanya padamu sekali lagi," Raut wajah tampan Pangeran Sofraz terlihat sangat dingin. "Apa yang kau lakukan dengan manusia itu disini?"Tirza menarik tangannya dari bahu Pangeran Gag dengan sekali sentakan. Lekas berbalik lurus menatap junjungannya dengan ekspresi ingin menjelaskan. "Aku bisa menjelaskannya Pangeran.""Kau mengobatinya. " Rasa panas terasa membakar dada putera raja Sofraz itu. Melihat Pangeran Gag menyentuh tangan Tirza tadi membuatnya ingin langsung menghajar pangeran ceriwis itu tanpa ampun."Aku...""Kau rupanya bersahabat dengan dirinya Putri Tirza. Jika tidak, bagaimana mungkin seorang pangeran negeri Gag bisa bertemu dirimu disini?" Nilam melihat kesempatan yang baik untuk menuangkan minyak kedalam api."Tidak seperti itu." Tirza menoleh khawatir pada Nava Satra yang memandangnya dengan tatapan yang penuh sorot ketidaksukaan. "Begini, aku tanpa sengaja melukainya karna mengira Pangeran Gag adalah hewan buruan..." Tirza belum selesai bicara ketika di
Malam itu di gedung divana sedang berkumpul para pemuda-pemuda bangsawan maupun putra para pemuka Sofraz. Mereka sama-sama berlatih, bertarung di ruang pelatihan dan kemudian melakukan acara minum bersama. Acara khusus pemuda itu tampak ramai dan seru. Mereka bersenda gurau dan membicarakan banyak hal. Pertemuan ini memang selalu dilakukan pada malam setelah perburuan. Davar Antara ada diantara mereka. Chandra Rafgarmalda, Putra salah satu panglima Sofraz pun hadir pula, Mereka berpesta dengan daging-daging buruan terbaik mereka .Keseluruhan para putra-putra bangsawan memang ikut berburu siang tadi. Davar Antara yang asyik bergurau tiba-tiba menyadari kalau Pangeran Sofraz tidak terlihat usai acara minum anggur tadi. Pemuda itu kemudian melangkah ke teras samping. Dia sedikit mengernyit ketika melihat Angin sedang berdiri di dekat pilar, menyesap anggurnya dalam kesendirian. "Pangeran sepertinya senang sendiri malam ini." tegur Davar Antara. Kakak Tirza Antara yang bermata emas itu
Raja Sofraz memandangi lembaran emas berisikan laporan dari Sofraz Timur itu beberapa lama. Itu adalah laporan yang dibawa oleh salah satu utusan Panglima Timur. Dia berpaling memandang seluruh pemuka kerajaan yang duduk berjejer vertikal disamping kiri kanan singgasananya."Kita tentu telah tahu bersama bahwa Sofraz Timur saat ini sedang resah." ucap Raja membuka suara. Lelaki bermata zaitun itu memandang satu persatu petingginya. "Ada makhluk aneh dari hutan Pavadan yang mengusik rakyat timur, sehingga Panglima Timur sampai memohon bantuan."Salah satu pemuka Istana yang telah berusia lanjut menghatur hormat pertanda ingin bicara. Ketika Raja mempersilakan, dia pun membuka suara. Dia adalah Prizan Adhala, salah satu penasihat yang dituakan di Sofraz."Yang Mulia, kita semua sama tahu kalau Panglima Timur tidak akan memohon bantuan kalau tidak benar-benar darurat. Hamba rasa ini persoalan yang serius, dan jika Sofraz sentral mengirimkan bantuan, maka orang yang dikirimkan harus ben
Tirza Antara tersentak, tangannya refleks mendorong dada sang pangeran. Pangeran Sofraz yang juga menyadari kekhilafannya bergerak melepaskan ciumannya, hanya tangannya yang masih memeluk pinggang sang mandara, menatapnya dibawah keremangan cahaya, menyaksikan sepasang matanya yang biru bak bersinar dalam keterkejutannya. Bahkan membuka bibirnya Tirza Antara tak sanggup lagi. Dia masih terlampau kaget dengan hal yang terjadi beberapa detik yang lalu. Tangan Angin Nava Satra yang melingkar di pinggangnya, wajah pemuda itu masih sangat dekat diwajahnya sehingga mereka dapat merasakan hembusan nafas masing-masing yang terasa begitu hangat.Pelan, Pangeran Sofraz melepaskan tangannya. Membiarkan Tirza yang masih tertegun tak menyangka."Maaf," bisiknya pelan. Tirza terkesima. Tanpa mengatakan apapun dia berlari meninggalkan sang pangeran dan melupakan segala macam protokol. Seluruh keseimbangan jiwanya terasa kacau. Pangeran Nava Satra memandang punggung gadis itu dengan berbagai pera
Tirza Antara baru saja usai membersihkan diri malam itu, dan bermaksud beristrahat sampai matahari terbit dimana besok dia akan menuju hutan pavadan. Namun pintu kamar yang ditempatinya di Istana Sofraz Timur itu mendadak diketuk dari luar. Ketukan itu halus dan terdengar sedikit ragu-ragu. Gadis itu merapatkan pakaian tidurnya yang berubah gaun ringan berwarna putih, lalu mengambil mantel dan membungkusnya. Rambutnya tergerai lurus membingkai wajahnya yang tampak segar. Setelah merasa penampilannya tidak terlalu memalukan, Tirza Antara pun membuka pintu kamarnya. Bayangan yang singgah di netranya adalah sosok Pangeran Nava Satra dalam balutan pakaian malamnya, tersenyum pada Tirza."Pangeran?" Tirza mengerutkan keningnya. Dia melangkah keluar dan menutup pintu, "Ada apa Pangeran kesini?" tanya Tirza. Dia tidak berani menatap wajah junjungannya itu berlama-lama. Kilasan kejadian dimana sang pangeran menciumnya terus berputar-putar dalam benaknya, membuat mandara pangeran Sofraz itu
Tiga sosok tubuh itu melompat turun dari difra masing-masing, memandangi pohon-pohon yang tumbuh lurus berjejer serupa pagar. Jenis pohon itu adalah pohon sejenis pinus, namun memiliki batang sebesar beringin, Sementara tampaklah aliran sungai berarus deras yang memisahkan ketiga sosok itu dengan gerbang hutan pavadan yang terdiri dari pepohohan yang berjejer itu."Hamba akan masuk ke dalam," ucap Tirza pula dengan ekspresi tenang."Pangeran bisa mengawasi dari udara. Hamba akan memberikan tanda dan mengirimkan acazana jika hamba sudah menemukan makhluk itu."Pangeran Sofraz tak menyahut apapun. Dia terus-terusan diam.Hanya pandangannya yang terus tertuju pada sang mandara.Tirza Antara membungkuk pada sepasang tunangan didepannya, hanya dengan melakukan dua kali lompatan menjejak air, gadis itu sudah sampai di seberang. Dia menoleh untuk penghabisannya pada Pangeran Sofraz dan sesaat kemudian tubuhnya menelusup dicelah-celah pohon dengan kecepatan angin.Bila sosok Tirza Antara tel