Share

PERMOHONAN MAAF

last update Dernière mise à jour: 2023-02-27 17:54:23

Tirza Antara baru saja usai membersihkan diri malam itu, dan bermaksud beristrahat sampai matahari terbit dimana besok dia akan menuju hutan pavadan. Namun pintu kamar yang ditempatinya di Istana Sofraz Timur itu mendadak diketuk dari luar. Ketukan itu halus dan terdengar sedikit ragu-ragu. Gadis itu merapatkan pakaian tidurnya yang berubah gaun ringan berwarna putih, lalu mengambil mantel dan membungkusnya. Rambutnya tergerai lurus membingkai wajahnya yang tampak segar. Setelah merasa penampilannya tidak terlalu memalukan, Tirza Antara pun membuka pintu kamarnya.

Bayangan yang singgah di netranya adalah sosok Pangeran Nava Satra dalam balutan pakaian malamnya, tersenyum pada Tirza.

"Pangeran?" Tirza mengerutkan keningnya. Dia melangkah keluar dan menutup pintu, "Ada apa Pangeran kesini?" tanya Tirza. Dia tidak berani menatap wajah junjungannya itu berlama-lama. Kilasan kejadian dimana sang pangeran menciumnya terus berputar-putar dalam benaknya, membuat mandara pangeran Sofraz itu
Chapitre verrouillé
Continuer à lire ce livre sur l'application

Related chapter

  • BALADA SANG MANDARA   HUTAN PAVADAN

    Tiga sosok tubuh itu melompat turun dari difra masing-masing, memandangi pohon-pohon yang tumbuh lurus berjejer serupa pagar. Jenis pohon itu adalah pohon sejenis pinus, namun memiliki batang sebesar beringin, Sementara tampaklah aliran sungai berarus deras yang memisahkan ketiga sosok itu dengan gerbang hutan pavadan yang terdiri dari pepohohan yang berjejer itu."Hamba akan masuk ke dalam," ucap Tirza pula dengan ekspresi tenang."Pangeran bisa mengawasi dari udara. Hamba akan memberikan tanda dan mengirimkan acazana jika hamba sudah menemukan makhluk itu."Pangeran Sofraz tak menyahut apapun. Dia terus-terusan diam.Hanya pandangannya yang terus tertuju pada sang mandara.Tirza Antara membungkuk pada sepasang tunangan didepannya, hanya dengan melakukan dua kali lompatan menjejak air, gadis itu sudah sampai di seberang. Dia menoleh untuk penghabisannya pada Pangeran Sofraz dan sesaat kemudian tubuhnya menelusup dicelah-celah pohon dengan kecepatan angin.Bila sosok Tirza Antara tel

    Dernière mise à jour : 2023-02-27
  • BALADA SANG MANDARA   BERLIAN DALAM LINGKARAN

    Warna tembaga menguar dari sosok perempuan berpakaian putih zamrud itu. Sementara Tirza masih berdiri diam di tempatnya, matanya terus mengkaji situasi. "Gadis kecil, apa permohonan terakhirmu?"Tirza Antara menyipitkan matanya. "Kau bahkan belum bisa menyentuhku." ejeknya pula. Perempuan itu tersenyum merendahkan. Tirza Antara belum sempat berkedip ketika sambaran tangan perempuan itu telah mengejar wajahnya. Tangan kiri dan kanan lawan membuat gerakan merobek. Yang harus Tirza akui dari wanita asing itu adalah gerakannya yang secepat kilat. Cepat dan mematikan. Putri Antara Dafruz itu membuang kepalanya ke belakang dengan posisi wajah menghadap langit sehingga sapuan maut sang lawan lewat tepat didepan wajahnya. Perempuan itu menyeringai, kembali melancarkan serangan ganasnya yang cepat usai menarik pulang tangannya. Kali ini dia membuat gerakan mematuk dengan tangannya, mengincar titik titik kematian di tubuh dan kepala Tirza. Mandara Pangeran Sofraz itu terus menghindar pada juru

    Dernière mise à jour : 2023-02-27
  • BALADA SANG MANDARA   MANDARA

    Tirza terbangun ketika rasa muntah naik memenuhi kerongkongannya. Dia lantas terduduk dan memuntahkan cairan kehijauan dari dalam tubuhnya. Gadis itu berusaha memandang untuk menguji fungsi matanya. Segala sesuatu tampak berangsur jelas kini. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Gadis itu tahu dirinya masih berada dalam goa. Tapi ini bukan bagian yang sama dimana dia bertarung melawan sang wanita dan ularnya. Tubuhnya terbaring diatas tumpukan lumut lembut berwarna hijau muda, yang membungkus sebuah batu pipih.Tirza berpaling saat mendengar suara desisan yang tidak asing. Dia lantas bergerak waspada tatkala melihat Nahama, si nalus raksasa itu bergelung didekat pintu ruangan goa itu, seolah menjaga agar dirinya tidak kabur. Binatang itu tampak tenang dan terlihat tidak berniat menyerangnya. Mandara Pangeran Angin Nava Satra berusaha menggerakkan kakinya, namun dia harus terkesiap menyadari sepasang kakinya itu tidak mau menuruti perintah otaknya. Tidak mau bergerak."Perempuan itu men

    Dernière mise à jour : 2023-02-27
  • BALADA SANG MANDARA   CERITA SANG MANDARA

    Nilam Rencana mengerutkan kening melihat Pangeran Angin Nava Satra membawa difranya turun lebih rendah ke dalam hutan. Gadis itu segera bersuara. "Kau tidak berniat untuk masuk ke dalam kan?""Lalu membiarkan mandaraku menghadapi ini sendirian?" Angin Nava Satra melirik tajam pada tunangannya, lalu mengarahkan difranya untuk mendarat di kawasan hutan yang sedikit pepohonan. Nilam Rencana menekan emosinya dalam-dalam dan turut mendarat disamping tunggangan Angin Nava Satra. Pemuda berwajah menawan itu turun dari difranya dan memandang sekeliling. Kabut sudah hilang. Dan sang pangeran mulai bisa mendeteksi arah keberadaan Tirza Antara."Kau dimana?" Pangeran Sofraz mengirimkan acazana kepada mandaranya, lewat pikiran. Namun tidak ada jawaban apapun. Sepi. Pemuda itu melangkah menuju arah yang diyakininya. Hutan itu untungnya tidak dipenuhi semak belukar, hanya pohon-pohon besar bertajuk lebat dimana-dimana. Mereka melangkah diatas daun-daunan yang membusuk dan lumut yang tercipta karn

    Dernière mise à jour : 2023-02-27
  • BALADA SANG MANDARA   MANIPULASI SANG MANDARA

    "Kamu pasti berpikir aku demikian kejam, bukan? Ah, tidak. Kamu pasti mengerti. Lebih dari mengerti. Kau sudah melihat bukan? Apa yang aku alami mungkin akan terjadi padamu suatu saat nanti. Itu mengerikan, Tirza Antara. Sangat mengerikan. Maka sebelum itu terjadi, mengapa tidak kau habisi saja calon rajamu itu? Pokok persoalannya adalah dia. Bunuh dia dan kau akan terbebas dari beban ini. Kau dengar aku Tirza? Jangan berharap dia akan membelamu di masa depan. Karna tahta dan kerajaan akan selalu menjadi nomor satu baginya kelak. Ya, seperti Vraz Praherin kakek moyangnya itu. Kau dengar aku, Tirza? Bangun dan bunuh Pangeran Sofraz!"Sepasang mata Tirza yang terpejam mendadak terbuka. Matanya bersinar lebih terang. Mata itu membawa jejak kebencian mendalam dan begitu banyak kekecewaan. Ketika dia pelan-pelan bangkit, tampaklah kabut biru gelap disekujur tubuhnya. Keseluruhan sosoknya membawa aura membunuh yang hebat."Bagus, Anakku. Sekarang lakukan apa yang harus kau lakukan!"***"T

    Dernière mise à jour : 2023-02-27
  • BALADA SANG MANDARA   LINGKARAN TIDAK UNTUK MENGHANCURKAN BERLIAN

    "Seorang pelindung adalah seorang pelindung. Lingkaran tidak pernah ditakdirkan untuk menghancurkan berlian." Diantara semua kemelut itu, suara Pangeran Sofraz menggema di udara. Tapak tangan Tirza tertahan setengah jengkal dari dada sang Pangeran yang tegak merapatkan sepasang tangannya. Mata pemuda itu yang berwarna hazel berubah menjadi emas. Auranya sebagai seorang raja dipaksa keluar. Semakin Tirza mencoba menyerang, simbol di leher kirinya semakin bercahaya dan menciptakan rasa sakit yang hebat. Gadis itu memuntahkan darah. Sepasang mata emas nan sendu Pangeran Sofraz menatapnya dalam emosi yang pahit. Perlahan, warna mata sang Pangeran kembali ke warna hazel seiring dengan Tirza Antara yang jatuh berlutut didepannya. Gadis itu merasa tubuhnya remuk. "Cukup, Aqwazana Silfa. Aku tidak seperti dirimu!" kecam Tirza Antara sembari menahan sakitnya. Nilam Rencana yang melihat keadaan sudah terkendali datang mendekat dan langsung menampar mandara Pangeran Sofraz itu. Angin Nava Satra

    Dernière mise à jour : 2023-02-27
  • BALADA SANG MANDARA   PEMUKIMAN BALAZAN

    Putri Tirza Antara terbangun oleh sedikit kebisingan yang terjadi. Gadis itu memang mudah terbangun hanya dengan sedikit keributan. Dia bangkit dari ranjang miliknya dan mengintip di celah pintu kamar yang dibukanya sedikit. Kamar Tirza adalah kamar tamu yang paling berdekatan dengan pos penjagaan istana. Dia melihat seorang pria dengan tergesa-gesa melaporkan sesuatu pada penjaga pos istana."Ular itu menyerang lagi..." Sayup, mandara Pangeran Sofraz dapat mendengar itu. Tanpa memperdulikan tubuhnya yang dalam proses pemulihan, gadis bermata biru itu lekas mengganti pakaiannya dengan pakaian tarung mandara yang senada dengan warna matanya. Dia keluar dari kamar tepat saat Panglima Timur dan puteranya Chandra sudah duduk diatas kuda dan bermaksud berangkat."Hendak kemana, Paman?" tanya Tirza pula. Panglima Timur memandang pakaian yang dikenakan Tirza Antara. "Putri sebaiknya beristrahat memulihkan diri.""Paman tidak menjawab pertanyaanku." Ucap Tirza sembari tersenyum manis, membua

    Dernière mise à jour : 2023-02-27
  • BALADA SANG MANDARA   AIB SOFRAZ

    Pangeran Sofraz memandang puing-puing pemukiman itu diantara para penduduk yang sibuk mengurus jenazah keluarga mereka yang malang. Dia melihat bekas pertempuran dan perlawanan yang hebat dimana-mana. Disini, mandaranya berjibaku bersama Chandra menghalau binatang buas itu dan gadis itu lenyap.Chandra mendekati sang pangeran dengan airmuka menyesal. "Maafkan Hamba, Pangeran. Hamba tidak mampu menolong Putri Tirza.""Kau sudah melakukan yang terbaik." Mata Pangeran Sofraz yang memandangi para penduduk yang histeris dengan kematian orang-orang dekat mereka. Dadanya mendadak sesak. Rakyat Sofraz benar-benar menderita saat ini. Bahkan mandaranya lenyap bagai di telan bumi. Menurut laporan Chandra, ketika dia kembali ke Balazan usai membawa orang-orang ke tempat yang aman, Tirza maupun makhluk itu tak ada lagi disana. Hanya tersisa puing-puing kehancuran yang memilukan. Besar kemungkinan sang mandara telah dimangsa binatang itu."Kau dimana?" Pangeran mengirimkan Acazana pada Tirza berhar

    Dernière mise à jour : 2023-02-27

Latest chapter

  • BALADA SANG MANDARA   TAMAT

    Putri Tirza Antara, berjalan dengan wajah tersenyum menemui Pangeran Avdar. Gadis itu terlihat penuh dengan aura bangsawannya yang murni, anggun dalam pakaian putri dengan kerah tunggi dan jubah menjuntai biru di hiasi batu permata halus."Kau sudah kembali," Pangeran bermata hitam itu membalas senyum Tirza, meraih tangan gadis itu dan membimbingnya duduk di pendopo gedung putra mahkota."Semuanya berjalan dengan baik,""Aku sudah mendengarnya, dan aku turut bahagia untukmu, Tirza." Sang Pangeran menghela napas sebentar, lalu menatap Tirza dengan pandangan yang penuh damba sekaligus tak percaya, "Kau kembali padaku, sesuai janjimu." ujarnya.Tirza mengangguk. "Seorang ksatria harus memegang janjinya.""Apakah dengan ini kau bersedia..." Pangeran Avdar menggantung kalimatnya, menatap dengan lekat sepasang mata biru indah gadis di hadapannya lalu melanjutkan dengan hati -hati,"Apa kau bersedia untuk menikah denganku?"Tirza tak langsung menjawab pertanyaan penuh harap itu. Gadis itu ta

  • BALADA SANG MANDARA   MAAF

    Keadaan kerajaan menjadi terkendali. Frazia Farza di jebloskan ke dalam penjara untuk menerima penghukuman besok. Semua bangsawan di perintahkan sang ratu untuk kembali ke kediaman masing-masing. Termasuk keluarga Bazlam yang kini di awasi oleh kesatria ksatria Sofraz, padahal kediaman mereka berada satu lingkungan dalam istana."Bagaimana kau bisa melepaskan diri?" tanya Angin saat di ruang pengadilan itu yang tersisa tinggalah dia, sang ratu, Tirza Antara dan kakaknya Davar Antara."Davar membantu hamba dengan Nilakandi Adavara. Dengan permata itu juga Davar menyembuhkan Ratu bersama dengan guru." jawab Tirza yang sudah mendengar penjelasan singkat kakaknya tadi ketika Pangeran tengah bertarung dengan Jelaba."Dimana guru sekarang?" tanya Angin."Guru Amba telah kembali, Yang Mulia. Dia percaya Yang Mulia dan Tirza dapat menyelesaikan ini.""Aku sudah lama tidak menjenguknya." Angin mengucapkannya dengan penuh sesal. Dia melihat pada sang ibu yang tersenyum lembut padanya, sang pange

  • BALADA SANG MANDARA   SEBUAH PENGAKUAN

    Meski tahu, hukuman yang paling berat yang akan dilemparkan adalah hukuman mati, Tirza tetap merasakan sakit yang nyeri didadaya ketika dia mendengar Angin Nava Satra menjatuhkan hukuman itu. Pandangan gadis itu kosong.Angin Nava Satra merasa dadanya sesak, dia menahan diri untuk tidak jatuh saat itu. Tangannya mengangkat palu emas, siap mengesahkan hukuman."Pangeran."Ada yang memanggil. Angin Nava Satra mengangkat kepalanya yang tertunduk. Dia mengedarkan pandang, dan saat matanya menubruk suatu objek, sang pangeran merasa terhenyak, Ratu Sofraz Agatara Vidma berjalan masuk dari pintu ruang pengadilan diikuti Davar Antara. Sang Ratu masih memakai pakaian tidur putih bersih tanpa atribut bangsawan apapun. Perempuan itu terlihat polos, tapi langkahnya yang anggun tetap menunjukkan ketegasannya sebagai seorang ratu. Betapapun terkejutnya Pangeran Angin, yang lebih terkejut di sana adalah Frazia Farza Purdam. Lebih lebih para tetua kerajaan yang tidak menyangka bahwa sang ratu akan sem

  • BALADA SANG MANDARA   HUKUMAN MATI

    Saat Angin Nava Satra tiba di balariung istana, rupanya para jajaran petinggi istana telah ada disana, Frazia Farza pun telah turut hadir.Nilam Rencana, Chandrafala dan Adira turut pula bergabung di balariung.Tirza berlutut, sepasang tangannya di buhul oleh rantai Zora. Dia tidak melakukan banyak gerakan, hanya menunduk saja, saat dia mendengar langkah kaki Angin, gadis itu mengangkat kepala, menyaksikan pangeran Sofraz itu berdiri di depannya.Angin Nava Satra sedikit mengernyit ketika melihat Tirza tersenyum ketika memandangnya. "Kau kembali, akhirnya kau kembali." Dia tersenyum dengan lega seolah-olah telah melepaskan beban di dadanya. "Tirza, kau melakukan banyak hal di luar batas. Apakah kau menyadari kesalahanmu?" Angin bertanya."Sebutkan kesalahanku, Yang Mulia. Aku tidak dapat mengetahui mana yang merupakan salahku dan yang bukan." jawabnya dengan berani."Kau menyusup ke Istana Sofraz, bahkan menutup portal dimensi sehingga aku aku tidak bisa secepatnya kembali ke negeri

  • BALADA SANG MANDARA   MEMBUKA PORTAL

    Bukan hal sulit bagi kedua orang yang sudah mengenal seluk beluk istana Sofraz semenjak mereka kecil, untuk menyusup ke dalam benteng istana.Malam yang gelap membantu Tirza dan Davar yang memakai pakaian malam hitam menyelinap di lorong-lorong menuju gedung kerajaan.Gedung Kerajaan adalah gedung utama dari semua bangunan yang ada dalam benteng istana.Di gedung inilah terdapat Balariung istana, ruang makan kerajaan, penjamuan tamu, dan kamar raja. Hanya saja gedung ini sering kosong karna sang raja telah tiada.Davar membawa Tirza menyusup di taman gedung kerajaan, sesekali mereka merayap untuk menghindari para ksatria yang berjaga.Di taman itu rupanya ada sebuah jalan rahasia yang tertutup dengan rerumputan. Davar meraba-raba, lalu membuka bulatan logam seukuran tubuh orang dewasa yang menempel di dinding penuh rumput. "Masuk,"pintanya.Tirza masuk lebih dulu diikuti Davar yang dengan cepat menutup jalan rahasia itu dengan bulatan logam sebelumnya dari dalam.Saat masuk, Tirza d

  • BALADA SANG MANDARA   PURI PANDARA

    Menutup portal hanya bisa dilakukan oleh orang yang membuka portal itu sendiri, Angin Nava Satra. Bagaimana bisa Frazia melakukan itu?"Aku bisa melakukan banyak hal," Seolah tahu apa yang ada di pikiran Tirza Antara, wanita tua yang masih terlihat muda itu bicara."Kau memang berniat mengambil alih tahta..." gumam Tirza, dengan pandangan tak habis pikir.Mendengar itu, Frazia tertawa. "Aku tidak mengambil alih, sejak awal, tahta Sofraz adalah milikku. Jangan menjadi naif.""Kau juga yang menjebakku sehingga aku difitnah sebagai orang yang meracuni Ratu, bukan?"Tanpa ragu, Frazia tertawa dan mengangguk. "Lalu, kamu mau apa? Berteriak mengatakan kalau aku yang meracun Agatara? Tidak akan ada yang mempercayai seorang pengkhianat sepertimu."Tirza sadar akan hal itu, dia tidak bisa menuding Frazia begitu saja. Dia membutuhkan bukti."Aku tidak peduli dengan urusan Fandita," akhirnya gadis itu bicara lagi. "Aku hanya memohon izin untuk bertemu dengan ibuku.""Ibumu?" Frazia mengangkat

  • BALADA SANG MANDARA   BUKAN MANDARA

    "Pergilah bersama Galamav." Pangeran Gag melepas kepergian Tirza. Gadis itu mengenakan pakaian perjalanan sederhana, namun tetapi tak bisa menyembunyikan kecantikannya.Tirza memang menguasai kemampuan teleportasi, namun untuk melakukannya dibutuhkan energi yang besar dan cukup beresiko. Karna itu dia berpikir untuk kembali ke Sofraz jalur udara. Tirza ingin menemui gurunya lebih dulu.Gadis itu tersenyum pada pangeran Gag sebelum Galamav, gagak raksasa itu mengepakkan sayapnya membawa Tirza terbang ke awan."Kita temui Guruku, Galamav."burung itu menguik halus tanda mengerti. Selang beberapa saat kemudian, mereka mulai melintasi langit Sofraz. Galamav sepertinya tahu tempat terakhir dimana Guru Amba berada. Dia mendarat di hutan Pilaz. Hutan yang terletak di barat Sofraz itu adalah salah satu hutan terlarang yang jarang di masuki manusia.Tirza sendiri tahu bahwa hutan ini adalah tempat dimana sang guru lebih banyak bersunyi diri dan bermeditasi semenjak Angin dan Tirza telah purn

  • BALADA SANG MANDARA   SADAR KEMBALI

    Frazia Farza Purdam melangkah memasuki ruang peraduan Ratu Sofraz. Perempuan itu berada dalam keadaan setengah koma, tak dapat bicara dan tak membuka mata. Beberapa saat, Frazia berdiri disana, lalu perlahan senyum tipis muncul di bibirnya."Sudah begitu lama eh? Padahal aku berharap kamu segera mati, Agatara Vidma. Aku menikmati peranku sekarang, semuanya berada dalam kendaliku. Aku tinggal menunggu waktu bagaimana cara menutup portal dimensi agar putramu tidak akan dapat kembali ke sini, dan aku akan berkuasa selamanya..."Perempuan berambut merah itu tertawa kecil, menahan mulutnya dengan tangan. Khawatir kalau para dayang yang berdiri di luar sana dapat menangkap suara tawanya. Frazia melangkah mengelilingi ranjang ratu."Sekarang, Sofraz berada dalam genggamanku. Namun karna para tua tua sialan itu aku terpaksa harus menahan diriku untuk duduk di kursi kebesaran. Padahal selangkah lagi, semuanya akan sempurna." Dia berdecak sinis. Lalu, wanita itu menatap ke arah Agatara Vidma, Ra

  • BALADA SANG MANDARA   SIRVARADES MEVZANA NILAVARA

    "Bukan kamu yang menentukan kepantasan seseorang untuk menjadi ratu,""Ya,"Ariza mengangguk tanpa ragu menyahuti ucapan sang Pangeran. "Tapi aku bebas menilainya.""Aku akan mengampuni perbuatanmu ini," Ucap Angin Nava Satra, berdiri dengan tenang dalam wibawa seorang raja. "Asalkan, kau dengan sukarela menyerahkan Nilakandi Adavara. Aku berjanji, aku tidak akan mengusikmu lagi."Ariza membeku beberapa saat, lalu perlahan -lahan senyum manisnya terbentuk. "Barangkali jika kau lupa, Angin Nava Satra. Kaulah yang mengusirku dari Sofraz. Lalu kenapa sekarang kau bisa melintasi dimensi hanya karna Nilakandi Adavara ada bersamaku?""Ini untuk kesembuhan ibunda." balas Angin Nava Satra. "Bagaimana...." Tirza menarik nafasnya, lalu mengangkat kepala menatap orang yang dicintainya itu. "Jika aku tidak mau?"Angin Nava Satra mengerjab dalam ketenangannya, dia maju satu langkah. Sedangkan Nilam mulai bangkit perlahan dan berusaha melakukan penyembuhan mandiri meski itu memang tidak akan banyak

DMCA.com Protection Status