Share

BAB 26

Author: Tika Pena
last update Last Updated: 2024-01-12 20:24:59

"Halah, kalian itu menumpang di rumahku. Gak usah belagu!" Sinis, Haris katakan karena kesal Satria melarang Ayra membuatkannya kopi.

"Kami ke sini untuk Ibu. Harusnya kamu berterimakasih sama Ayra sudah membantu merawat Ibu kita. Kamu bukan siapa-siapanya lagi, jangan seenaknya padanya." Satria terus melindungi sang istri. Dia sendiri pun tidak suka menyuruh-nyuruh Ayra, perempuan itu melayaninya atas kemauan sendiri.

"Tisa bisa membuatkan kopi. Bikin kopi nggak berat. Kamu bisa gantiin gendong bayinya dulu." Satria memberi saran. Bukannya tidak bisa tapi Tisa hanya malas. Pun dengan suaminya ingin enak sendiri.

Ayra melirik suaminya itu. Entah kenapa, dia senang mendengarnya. Satria berpikiran lebih dewasa dan mengerti dari pada kakaknya sendiri. Apakah dia akan suka hati gantian menjaga dan mengasuh anak nanti? Ayra jadi membayangkannya. Dia pun ingin memiliki bayi, sangat ingin.

"Nggak usah sok ngajarin, kamu!" Haris tidak menerima saran darinya dan Ayra terkesiap.

"Sayang, k
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Baiq Rusna Zaenab
labour..semangat author..
goodnovel comment avatar
fshafira296
trimakasih thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 27

    Tuan Muda? Di perjalanan, Ayra memikirkan dua kata itu. Suaminya dipanggil tuan muda oleh Mbak Darmi. Dia meliriknya, apa mereka telah lama saling kenal? "Kenapa? Liatin aku kaya gitu." Satria menyadari tengah diperhatikan. Melihat padanya sementara tangannya piawai menyetir. Ayra segera berpaling ke depan. "Mbak Darmi itu sebenarnya siapa? Kamu sudah lama kenal sama dia, Mas?""Ohh, itu ... iya, sebenarnya dia salah satu pekerja di rumah Papa."Satria menyebut papa? Ayra menoleh padanya lagi. "Di rumah Ayahku maksudnya," ralatnya. "Mbak Darmi sudah lama kerja di sana. Pengen cepet-cepet ada yang bantu Ibu jadi aku membawanya.""Terus di sana?""Ada banyak pekerja yang lain kok."Banyak? "Maksudnya ART di rumah Tuan Surya Adi Wangsa, banyak begitu?" tanya Ayra selalu dibuat penasaran jadinya. Seluas apa rumahnya sampai mempunyai ART banyak? Dan pantas dia disebut tuan muda. Ternyata orang yang dia bawa salah satu pekerja di tempat sang ayah.Satria malah tersenyum, tertuju ke de

    Last Updated : 2024-01-13
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 28

    "Ibu hati-hati." Ayra membantu memegangi bahu Marni saat baru turun dari mobil. "Ibu tidak apa-apa, Ayra, sekarang Ibu lebih kuat." Dirinya baru selesai kontrol dari rumah sakit. Tidak hanya Darmi, tapi Ayra juga ikut menemani. Sekarang mereka sudah di rumah Haris lagi di antar taksi online. Ketiganya masuk. Marni duduk pada sofa. Darmi meletakkan kantong obatnya di meja "Saya ambilkan minum dulu, ya, Bu.""Sekalian untuk Ayra juga." Marni berpesan untuk menantu. "Tidak usah. Sebentar lagi Ayra pulang, Bu." Ayra menolak karna hanya singgah sebentar. "Sudah, tidak apa-apa, diam dulu di sini sebentar. Mbak ambilkan minum untuknya juga.""Baik, Bu." Darmi pun berlalu ke dapur. "Terimakasih, kamu sudah mau repot-repot nemenin Ibu cek up." Tulus Marni ucapkan pada menantu ke dua. Tadinya dia hanya akan berangkat dengan Darmi saja tapi Ayra pun ikut. Dia bahkan datang menjemput sudah memesan taksi online lebih dulu. Saat pulang dia yang memesankan lagi. "Ibu berterimakasihlah sama Mas

    Last Updated : 2024-01-14
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 29

    "Cuma sedikit meriang, Ayra. Tidak usah hawatir." Ayra tetap tidak tenang duduk resah. Meliriknya lagi dengan sudut mata. "Kamu belum makan, ya, Mas? Badan kamu jadi demam." Ayra kurang memperhatikan karna sibuk menata perasaannya yang tengah sensitif. "Sudah. Sedikit," jawab lelaki itu masih terpejam. Siang tadi masih baik-baik saja. Saat pulang sudah terasa tapi di hadapan Ayra mencoba terlihat biasa. Istrinya sedang sedih dia tidak mau menambah-nambah lagi. Namun, beranjak larut sakit makin tak tertahankan. Badan rasanya panas dingin, tenggorokkan gatal hingga terbatuk-batuk, kepala juga pusing. "Kamu kecapean, Mas. Dan telat makan." Ayra menyadari suaminya itu lebih sibuk kini. Bekerja dengan ayahnya. Hingga mungkin sampai kurang waktu memperhatikan diri sendiri. Kurang istirahat membuat badan drop. "Sekarang kamu makan lagi biar pun sedikit. Aku akan hangatkan sayur. Habis itu minum obat, ya, Mas?" Satria terdiam tapi juga tidak melarang. Ayra beranjak ke dapur menghangat

    Last Updated : 2024-01-15
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 30

    Percintaan panas untuk pertama kalinya bagi dua insan yang sudah menikah itu selesai tepat ketika terdengar kumandang adzan subuh. Ayra lebih dulu meraih puncak rasa. Setelahnya lelaki itu menyusul mencapai kepuasan. Hangat terasa rahimnya setelah sekian lama kering. Napas keduanya masih terengah. Menghabiskan sisa-sisa kenikmatan bersenggama. Saling memandang dengan raut bahagia. "Terimakasih, Sayang." Tulus Satria sampaikan. Ayra sudah mau melayani. Membiarkannya meraih hak yang sudah seharusnya dia dapatkan tanpa syarat seperti kemarin. Ayra percaya dia bisa membereskan apa yang sudah diperbuat, dia takut dosa kalau terus menolak, juga karena terlena. Ternyata Ayra juga haus. Dia juga merindukan hal yang biasa dia dapatkan dulu. Kini memperoleh kembali dari suami kedua. "Sama-sama, Mas." Ayra sudah memasrahkan jiwa raga seutuhnya padanya. Wajah lelaki di atasnya itu tersenyum. "Aku puas." Wajah Ayra juga menyiratkan hal sama tanpa harus mengucapkannya. Lelaki itu mengecup bi

    Last Updated : 2024-01-16
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 31

    Darmi baru saja pergi setelah mengantarkan air teh. Marni meraih cangkir tersebut di meja meminum sedikit karena masih panas. "Ini gimana sih, nodanya masih ada? Nyuci itu yang bener, dong!" Dia sedikit tersentak mendengar suara keras itu lantas menoleh. Menaruh pelan cangkir. "Maaf, Bu. Akan saya cuci lagi." Marni menggeleng kecil melihat Tisa sedang mengomeli pembantu barunya. Gara-gara baju kurang bersih, sambil menunjukkan letak noda."Nih, ambil. Cuci lagi yang bersih!" Dia melemparkan baju itu ke hadapannya. Marni mengelus dada melihatnya tidak tega pada wanita itu. Tisa keterlaluan tidak beradab pada orang yang lebih tua darinya meski pembantu. "Baik, Bu. Saya akan cuci dulu." Perempuan itu pergi dengan wajah murung menahan sedih. Namun, tidak berani melawan. Pasrah menerima akibat kekurang hati-hatiannya dalam bekerja. Marni tidak yakin pembantu itu akan betah kalau mempunyai majikan seperti itu. Bisa-bisa seperti yang sudah-sudah, berhenti karena tidak kuat. Membawa ba

    Last Updated : 2024-01-17
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 32

    Berbeda dengan Satria yang mudahnya bercinta dengan Ayra, mudah mencari kesenangan dan kepuasan dengan istri, Haris justru kesulitan untuk menyalurkan hasrat biologisnya. Terlebih setelah Tisa melahirkan. Lelaki itu tampak murung dan kuyu. Marni pun terdiam memperhatikan tanpa bisa menyarankan apa-apa. Setiap hari berusaha menahan, lama-lama kepalanya terasa pusing dan berat. Dia yang terbiasa dilayani dua perempuan tanpa libur lama-lama, sekarang begitu tersiksa tanpa salah satunya. Tidak tahan akhirnya dia mendekati Tisa memeluknya yang tertidur. "Mas, kamu mau apa?" Istrinya itu terbangun merasakan sentuhan di dada. Dia langsung beranjak duduk. Haris tidak bicara, mendekat lagi mencium bibir menahan tengkuknya, sambil menyentuh kencang lagi dada yang tampak lebih menggoda. Tisa membola dan mendorongnya hingga terlepas. "Aku masih masa nifas, Mas." Dia mencoba mengingatkan. "Kamu tidak boleh melakukannya." "Sebentar, Tisa." Haris tampak nelangsa karena desakkan hasrat yang be

    Last Updated : 2024-01-18
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 33

    "Kamu udah siap ketemu, Papa?" Pergerakkan tangan Ayra yang tengah membantu mengancingkan kemeja Satria terhenti mendengar itu. "Jadi, benar aku mau diajak ke rumah Papamu?" Dirinya malah balik bertanya. "Bener, dong, Sayang. Papa kan belum pernah ketemu kamu." Sejenak Ayra terdiam kemudian mengangguk pelan mengiyakan dan meneruskan mengancingkan. "Nanti aku atur waktunya sama Papa biar lebih leluasa.""Iya, Mas." Ia memaksakan tersenyum sambil merasai deg-dekkan lagi di hati. Bagaimanapun, mertuanya itu bukan orang biasa. Bukan orang sembarangan. "Sudah, Sayang. Terimakasih." Kancing kemeja Satria sudah terpasang semua dan menyingkir. Sebelum ke ruang depan dia kecup punggung tangan yang sudah repot-repot mau membantunya. Hal kecil yang manis dan batin Ayra menghangat karenanya. Entah, dia senang melakukan itu sejak saat masih bersama Haris dulu, tapi laki-laki itu hanya mengucapkan terimakasih dan itu pun jarang. "Mas, sarapan dulu. Aku siapkan." "Iya, Sayang." Satria menunggu

    Last Updated : 2024-01-19
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 34

    "Terimakasih banyak, Mas." Ayra mengurai pelukan setelah cukup lama larut dalam perasaan suka cita. Air mata kebahagiaan masih menetes di pipi. Satria mengusapnya lembut. "Sudah kewajibanku yang mesti aku penuhi sebagai suamimu, tidak perlu berterimakasih." Lembut dia katakan itu tak henti mengulas senyum sejak tadi. "Kita ke dalam," ajaknya. Ayra mengangguk, membiarkan dia menggamit kembali tangannya. Pintu terbuka. Keduanya masuk. "Seperti ini isinya." Ayra menyapu pandang ke sekitar dengan perasaan kagum serta penuh rasa syukur. Ruangan tampak bersih dan barang tertatap rapi. Luas dengan tangga melingkar di ujung tembok sana. "Kita bisa pake ART kalau kamu mau." Satria bersedia memberikan pelayan untuk istrinya ini. "Nanti saja, Mas." Ayra tidak terlalu memikirkan itu dulu. Mengurus rumah bukan hal sulit baginya, terlebih dia belum mempunyai anak, belum repot. Dia berjalan kembali melihat-lihat seluruh ruangan. Benar-benar luas hampir sama luasnya dengan rumah Tuan Surya. Ruan

    Last Updated : 2024-01-20

Latest chapter

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 87

    "Sasya sudah lahiran. Bayinya laki-laki," ujar Ayra. Satria mengeryit heran dari mana istrinya tahu soal ini? Dia sendiri saja tidak tahu. "Kok kamu tau?""Tau aja." Ayra berkata santai. "Tau dari mana? Temenan aja engga," cecar Satria. Mereka hanya tau wanita itu sakit perut saat di rumah sakit. Tidak tahu jenis kelamin bayi. Tapi Ayra? Entah dari siapa bisa tahu. "Bilang tau dari siapa?" tanya Satria lagi sedikit jengkel karna Ayra tidak mau buru-buru menjawab, malah memakan kue manis di hadapan dengan santainya. "Jawab, Ayra. Jangan buat aku penasaran," tekannya. "Gak mau." Satria menyentak pinggangnya hingga merapat. "Katakan." "Apaan sih, Mas.""Atau aku cium nih." Ayra masih diam saja malah senyum-senyum. Dia tidak takut dicium. "Atau aku melakukannya di sini. Buka baju kamu." Ayra melotot mendengar itu. Ini di ruang tamu. Satria tidak peduli, justru menyeringai dan mencoba membuka kancing bajunya. "Jangan, Mas!" Ayra pun menyingkirkan tangan tersebut. "Bagaimana kal

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU    BAB 86

    Sasya kesakitan, terus meraung menangis. "Sakit, Maa." Pada mamanya dia mengadu. "Padahal belum HPL-nya kok perut kamu sudah sakit aja." Mamanya pun heran. Dia sibuk mengusap keringat putrinya itu. Ibu mertua juga mengusap-usap perut Sasya. Alex cemas dan merasa bersalah. Gara-gara dia memaksa pergi tadi, Sasya jadi kesakitan. Dia menunduk memegangi tangan istrinya. Tapi oleh Sasya ditepis. "Pergi!" Bahkan dia diusir. "Sayang, gak boleh begitu," tegur mamanya. "Alex suami kamu. Dia sudah baik mau nemenin kamu periksa kandungan.""Ini semua gara-gara dia, Mama. Perut aku jadi sakit. Dia menyeretku pulang!" "Apa? Kamu benar melakukan itu Alex?" Mama Alex pun tidak diam saja mendengar itu. "Aku minta maaf. Aku cuma ngajak dia jalan cepet tadi.""Harusnya tidak boleh seperti itu, Alex!" Mamanya membentaknya. "Aku tau aku salah. Aku emosi tadi karna Sasya nyentuh pipi Satria." "Kalian bertemu Satria?" tanya Mama Sasya. Alex mengangguk. "Dia dan istrinya juga di sini tadi. Habis c

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 85

    Sasya termenung dalam kamar, sambil mengusap perut gendutnya. Sekarang usia kehamilan sudah menginjak sembilan bulan. Pipinya lebih berisi, begitu juga tubuh yang menggendut karna nafsu makan bertambah. Sehari-hari, hanya mengurung diri dalam kamar. Dia tidak mau keluar. Malu sekedar bersapa dengan tetangga. Atau bertemu siapapun.Pintu terbuka. Masuk sosok Alex. Datang membawakan bingkisan makanan. Tersenyum saat melihat istrinya itu. "Sayang, aku bawakan makanan untuk kamu." Diletakkan kantung itu di meja samping ranjang. Sasya melirik. Betapa dia perhatian. Dia juga tidak protes terhadap perubahan di tubuhnya. Tapi meski begitu, Sasya masih tidak cinta. Dulu pacaran dengannya sebatas iseng dan kesenangan semata tanpa niat serius untuk dinikahi. Alex hanya pelampiasan rasa kesepian saja. "Aku bukain ya." Alex membuka bingkisan itu. Kemudian meraih sendok yang ada dalam kotaknya hendak menyuapi Sasya. Tapi Sasya menepis, sampai makanan terjatuh. "Kamu gak usah sok baik. Aku gak

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 84

    Mau tidak mau Sasya digiring masuk ke dalam mobil Papanya. Begitu juga Alex, ikut menemani. Mereka meminta maaf atas kegaduhan yang Sasya buat. Mobil itu pun membawa mereka pergi. Satria menghela napas lega. Sekarang, masalahnya benar-benar selesai. Diliriknya Papanya yang ikut hadir di sini. "Terimakasih Papa sudah datang." Dia yang mengajak Papa Sasya untuk melihat kelakuan putrinya. "Akan Papa usahakan supaya pernikahan anak Papa baik-baik saja," jawab lelaki itu tersenyum tenang, sambil menepuk pelan bahunya. Dia tahu prahara yang terjadi dalam rumah tangga anaknya, sebisa mungkin membantu. Satria kemudian melihat Haris. "Terimakasih Mas Haris sudah repot-repot kasih bukti." "Tidak perlu berterimakasih, Satria. Kamu sendiri sudah banyak menolongku. Sudah sewajarnya Masmu membantu." Satria tersenyum mendengar untaian kata-kata sejuk dari sang kakak. Haris jauh lebih dewasa dan lebih bijak. Dengan kesadaran dan keinginannya sendiri dia membantu mencari bukti kebohongan Sasya.

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 83

    "Jangan mengaku-ngaku kamu!" Satria menolak tegas. Yakin itu bukan anaknya. "Usia kehamilanku 6 bulan, tepat setelah kejadian malam itu." "Tidak. Aku yakin aku tidak melakukannya denganmu!" "Kamu harus bertanggung jawab, Mas Satria. Kamu harus nikahin aku. Setelah anak ini lahir aku yakin akan mirip sama kamu." Sasya mengelus-elus kembali perutnya. Lalu melirik Ayra yang masih mematung shock. Matanya memerah dan tampak berkaca-kaca. "Ra, aku rela jadi istri kedua. Ijinkan Mas Satria menikahiku. Kasihan anak ini kalau lahir tanpa Ayah." Sasya memasang wajah memelas. Tidak peduli Ayra yang sakit hati akan kedatangannya, malah meminta berbagi suami. "Selama ini aku diam saja. Aku lalui trimester pertama sendirian. Mual, muntah ... aku tidak ingin mengganggu kalian. Tapi aku tidak bisa terus seperti itu. Aku juga ingin anak ini diakui Ayahnya." Air matanya menetes saat menceritakan itu. Betapa dia ingin bisa bersama Satria. "Aku mencintai Satria. Aku janji akan jadi istri yang baik

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 82

    Tisa sudah ditangani dokter dan kini berada di ruang rawat. Setetes demi setetes cairan terjatuh dari kantung infusan, mengalir lewat selang dan masuk ke tubuh perempuan itu melalui jarum infus. Haris berdiri memperhatikan. Tisa tidak berdaya oleh penyakitnya. Selama ini dia menahan sendirian. Entah bagaimana jadinya jika dia tidak pergi ke kontrakannya. Sepasang matanya yang terpejam akhirnya terbuka secara perlahan. Melihat hanya Haris seorang yang ada di dekatnya. "Mas ...." lirih dia memanggil. "Kamu di rumah sakit. Aku yang membawa ke sini." Mata Tisa berkaca-kaca, dia kira dirinya sudah mati. Tapi ternyata dibawa berobat. "Kamu tidak usah bawa aku ke sini, Mas." "Mana mungkin orang hampir sekarat kubiarkan." Haris tidak setega itu, meski keduanya pernah saling membenci. "Dendy mana, Mas?""Di luar bersama Tia. Anak kecil tidak boleh masuk." "Aku ingin bertemu.""Harus sembuh dulu." Tisa menunduk sedih. Menyesal tidak pergi ke rumah Haris untuk menemui anaknya. Menyesal

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 81

    "Aku bawain hadiah jam tangan bagus buat kamu." Tanpa mempedulikan Ayra, Sasya mendekat memberi kotak kecil berpita yang dibawanya. "Buka aja. Ini jam tangan mahal. Buat kamu aku ngasih yang spesial." Satria tidak menerima. Dia malah melirik istrinya. Raut wajah Ayra berubah memerah karna marah. "Sayang, aku nggak ngundang dia. Aku nggak tahu dia akan ke sini." Dirinya sibuk menjelaskan. Tidak mau Ayra salah paham lagi. Entah dari mana Sasya bisa tahu acaranya. "Kamu emang nggak ngundang aku. Tapi aku tahu ini hari lahirmu. Tidak seperti istrimu yang lupa. Payah!" Dia menyimak percakapan mereka tanpa diketahui kehadirannya. Dada Ayra bergemuruh dicibir seperti itu. Satria hawatir dia marah besar. "Tidak usah dengerin omongan dia. Ayo, kita pergi saja." Dia pun memutuskan menghindar. Menyudahi acara yang menurutnya sudah kacau. Tapi Ayra bertahan di tempat. Dilepaskan tangan Satria yang memegangnya. "Kamu tidak lupa kejadian malam itu kan, Mas Satria? Aku melihat isi dompetmu. Di

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 80

    "Bagaimana hadiah dariku sudah sampai?" Saysa menghadang langkah Satria yang baru tiba di basement kantor. "Sudah.""Oh, ya? Terus gimana? Istrimu yang alim itu pasti shock." Satria tersenyum sinis menanggapi ucapannya. Dia sengaja berbuat ulah. Seniat itu ingin menghancurkan hubungannya dengan Ayra. "Kamu tidak usah repot-repot mengirim barang seperti itu ke rumahku. Gak usah buang-buang uang untuk mengusikku." "Aku kan sedang memperjuangkan cintaku dan cintamu yang dulu tertunda." "Hanya kamu. Aku tidak!" tegas Satria. Dia tidak menyukainya lagi sejak lama. Justru yang ada membenci sikapnya yang begini. Laki-laki itu lalu pergi. Menjauhi mobil yang sudah terparkir rapi. Sasya mengikuti. Dengan tidak tahu malunya menggandeng tangan mesra. Satria melepaskan, tapi dia meraih lengannya lagi. Satria malu dilihat orang lain dan tidak ingin jadi pusat perhatian atau bahan gosip. Dan tentu bisa menjadi bahan masalah lagi dengan Ayra di rumah. "Kamu itu apaan si!" Sekali lagi dia lep

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 79

    "Ris, kamu jangan ngasih uang sama Tisa kalau dia datang lagi." Saat makan bersama Marni membicarakan itu. Haris berhenti menyendok nasi melirik ibunya. Sementara Tia tetap melanjutkan makan dengan pelan dan terus menunduk. "Iya, Bu." "Nanti jadi kebiasaan. Dia keenakan. Dia harusnya tanggung jawab keluarganya bukan kamu lagi. Kamu kan sudah mengurusi anaknya." Marni tahu semua itu dari Tia yang sudah bercerita. Dia pun tidak setuju dengan sikap putranya yang dirasa berlebihan. "Haris gak akan ngasih lagi kok, Bu." "Jangan seperti itu. Lebih baik uangnya kamu kasih istrimu yang jelas-jelas sedang hamil anakmu." "Iya, Bu. Haris gak akan ngulangin lagi." Tidak cukup sekali Haris meyakinkan ibunya. Marni kesal mengetahui itu. Karna sudah menyakiti hati Tia. "Kalau apa-apa tuh bilang ke istrimu. Jangan main mengambil keputusan sendiri." Haris menarik napas panjang dan menghempaskan karna ibunya terus menyudutkan dan memperingatkan. "Haris juga udah bicarain ini dengan Tia. Ibu

DMCA.com Protection Status