"Halo, dengan Nyonya Tazkia Andriani?" sapa sebuah suara seorang wanita di seberang."Ya, saya Tazkia. Ini siapa?" Tanya Tazkia to the point."Apakah kamu merindukan suamimu, Nyonya? Suamimu saat ini sedang bersamaku. Kami sudah tidur bersama selama dua bulan belakangan ini." ucap wanita itu lagi.Tazkia tercekat.Ponsel yang menempel di telinga wanita berhijab itu hampir terjatuh, saking dia terkejut.Tazkia berusaha bicara, "ma-maaf, anda siapa ya?" tanyanya sedikit terbata.Wanita di ujung telepon itu mengesah berat. Tawanya terdengar samar. "Tidak perlu dijelaskan, harusnya anda tau siapa aku, seperti halnya aku yang sudah mengetahui semua hal tentang diri anda, NYONYA TAZKIA ANDRIANI!"Tazkia menelan salivanya susah payah. Berusaha mengendalikan diri, dia harus tenang."Maaf sebelumnya, saya benar-benar tidak tahu siapa anda. Sepertinya, anda sudah salah orang. Memang benar, nama saya Tazkia Andriani, tapi, yang saya ketahui, sejauh ini, suami saya adalah lelaki baik-baik yang tid
Masa Sebelum Prolog...Seorang wanita tampak berlari tunggang langgang memasuki sebuah rumah sakit elit di Jakarta.Di punggungnya, dia menggendong seorang bocah lelaki yang berlumuran darah.Tanpa alas kaki dengan tubuh penuh luka. Pakaian yang sobek di beberapa bagian, wanita itu menangis dan terus berlari. Mengabaikan tatapan aneh orang-orang di sekelilingnya.Sampai di dalam, tepatnya di ruang IGD, wanita itu mendesak beberapa petugas rumah sakit agar lekas menangani bocah lelaki dalam gendongannya itu."Tolong, Sus, Dok, tolong anak saya... Tolong..." ucapnya dalam tangis, memohon dengan penuh harap."Ini kenapa anaknya, Bu? Tidurkan di sini dulu Bu, anaknya," perintah salah satu suster yang mengambil tindakan cepat.Wanita itu pun lekas merebahkan bocah lelaki dalam gendongannya itu pada salah satu brangkar yang tersedia di ruang IGD."Anak saya kecelakaan, Sus," jawab si wanita. Langkahnya mundur saat beberapa suster mendekat untuk memeriksa keadaan sang anak.Menatap nanar kead
"Maaf, permisi, dengan Ibu Karina?" Tanya seorang suster di IGD pada seorang wanita yang tampak tertidur di ruang tunggu."Ng, I-iya Sus. Saya Karin, Ibunya Fathir." Jawab perempuan itu cepat meski agak kaget karena tidurnya terganggu."Fathir sudah selesai ditangani oleh Dokter Fadli, masa ktitisnya sudah lewat ya, Bu. Sekarang tinggal menunggu untuk dipindah ke ruang perawatan saja," jelas sang Suster lagi.Wanita bernama Karina itu menggangguk seraya beranjak dari ruang tunggu mengekor langkah sang suster menuju IGD.Sesampainya di IGD, dilihatnya Fathir sang buah hati kini tampak tertidur pulas. Beberapa alat bantu medis tertancap di tubuh kurus bocah itu.Ragu-ragu Karina mendekat ke arah brangkar sang anak karena seorang lelaki berseragam Dokter masih tampak memeriksa Fathir di sana.Merasakan kehadiran Karina, sang Dokter tampan itu pun menoleh dan tersenyum ke arah Karina."Ibunya Fathir?" Tanya sang Dokter, suaranya terdengar lembut di telinga Karin."I-iya, Dok. Saya ibunya
Cuaca cerah mendadak kelabu saat sinar matahari senja mulai tenggelam di ufuk barat. Disusul awan mendung yang perlahan menguasai langit.Seorang lelaki tampak membuka payung untuk melindungi seorang lelaki lain yang masih terdiam di sisi makam seseorang.Melindungi lelaki di sisi makam itu dari rintik gerimis yang mulai terjatuh satu persatu.Setelah menabur bunga, Regi pun beranjak dari makam Jhio untuk kembali ke mobil yang terparkir tak jauh dari sana.Tristan masih setia memayungi Regi saat itu."Aldo baru saja mengabari, paket yang anda kirim katanya sudah diterima oleh Nona Tazkia." Ucap Tristan sesaat setelah mereka memasuki mobil."Apa Aldo bertemu Rafa?" Tanya Regi dengan suaranya yang terdengar pelan."Iya, kebetulan tadi sore Rafa sedang bermain di taman bersama Nona Tazkia.""Bagaimana keadaannya?""Baik, Pak. Rafassya sehat, dan dia sangat mirip dengan anda," jawab Tristan seraya memulas senyum tipis, sama halnya dengan Regi. Meski dari tatapannya, tak bisa dipungkiri ba
Regi langsung meninggalkan lokasi TKP ditemukannya mayat seorang bocah lelaki yang diduga bernama Fathir Aliando setelah kedatangan Tristan dan Pak Jay.Dengan identitas barunya saat ini, Regi tak mungkin berhubungan langsung dengan pihak kepolisian.Sehingga Tristan pun turun tangan merancang cerita palsu atas penemuan mayat tersebut pada pihak kepolisian.Rencana pertemuannya dengan Profesor Bergas membuat Regi dan Tristan harus lekas bertolak ke lokasi pertemuan.Saat itu, Regi memang tidak bertatap muka langsung dengan Profesor Bergas, karena ini sudah menjadi mandat dari almarhum Jhio sang Kakak pada Regi untuk tidak menunjukkan jati dirinya dengan orang lain dalam bisnis mereka mengingat betapa berbahayanya bisnis ini.Hal yang sudah Jhio terapkan sejak dulu kini Regi terapkan juga dalam menjalani bisnis hitam yang digelutinya.Itulah sebabnya, Tristan menjadi satu-satunya orang kepercayaan Regi yang akan menjadi kaki tangan Regi untuk melakukan segala transaksi bisnis dan kerjas
Satu minggu berlalu sejak kejadian naas yang menimpa Fathir, sampai detik ini kasus itu belum juga menemukan titik terang.Tak ada bukti apapun yang bisa ditemukan polisi untuk mengungkap kasus tersebut, bahkan kamera CCTV rumah sakit pun tak berhasil merekam kejadian aneh apapun.Sepertinya, pelaku kejahatan ini bukan orang biasa.Atau memang mereka berkomplot sehingga sukses mengecoh pihak kepolisian.Jam dinas Fadli baru saja selesai, dia hendak berpamitan pulang saat asistennya mengatakan bahwa ada seseorang yang menunggunya di luar ruangan.Setelah memakai jaket dan meraih tas kerjanya, sekalian pulang, Fadli berniat untuk menemui orang yang dimaksud sang suster tadi."Eh, Bu Karin?" Sapa Fadli sumringah saat melihat Karin berdiri tak jauh dari pintu ruang kerjanya di rumah sakit.Sebuah rantang terjinjing di tangan Karina saat itu."Maaf Dok kalau kedatangan saya mengganggu. Saya cuma mau mengantar ini saja. Tadi, saya masak terlalu banyak, daripada mubazir, jadi lebih baik saya
Setibanya Fadli dan Tazkia di rumah sakit tempat di mana Damar berada, Fadli harus menerima kenyataan pahit atas kepergian Damar untuk selama-lamanya.Akibat insiden penusukan tersebut, Damar kehilangan banyak darah, terlebih waktu dari kejadian penusukan tersebut dengan waktu saat Damar ditemukan warga jedanya cukup lama. Itulah sebabnya nyawa Damar tak bisa diselamatkan.Mungkin jika saja Damar mendapat penanganan lebih cepat setelah kejadian berlangsung, besar dugaan, nyawa Damar bisa terselamatkan. Hanya saja, semua kembali lagi pada takdir Tuhan.Damar pun dinyatakan meninggal dan kini mayatnya masih dalam proses autopsi oleh pihak medis dari kepolisian."Permisi, dengan Pak Fadli?" Tanya salah seorang polisi yang baru saja keluar dari ruang autopsi jenazah.Fadli yang memang masih mencoba menghubungi kerabat Damar diminta untuk tetap stay di rumah sakit baik oleh pihak medis atau pun pihak berwajib."Dari data ponsel milik korban, ditemukan pesan singkat bahwa tadi malam, anda d
Adzan Shubuh yang berkumandang di kejauhan seolah menjadi alarm alami bagi Tazkia untuk bangun dan memulai aktifitas kesehariannya.Mendapati sang suami tak ada di sisinya, Tazkia sedikit heran karena tak biasanya Fadli bangun lebih dulu dari pada dirinya.Setelah merelaksasi tubuh sekilas, sedikit merenggangkan otot-otot tubuhnya, Tazkia merapikan kerudung yang dia kenakan dan beranjak keluar kamar.Mendapati Fadli yang kini tertidur di sofa ruang tengah dengan kondisi laptop yang masih menyala, Tazkia jadi geleng-geleng kepala."Mas, Mas, bangun, udah Shubuh," ucapnya seraya mengguncang pelan bahu sang suami. "Ngerjain apalagi sih sampe ketiduran di sini?" Tazkia tampak mematikan laptop dan merapikan meja yang berantakan.Fadli mengucek kedua mata dan bangkit dari sofa, tanpa menghiraukan ucapan sang istri. Lelaki itu masuk ke dalam kamar mandi dan langsung mandi.Tazkia menatap lekat pintu kamar mandi. Merasa ada yang aneh, hingga setelahnya, dia mengingat bahwa semalam, saat dia m