Regi langsung meninggalkan lokasi TKP ditemukannya mayat seorang bocah lelaki yang diduga bernama Fathir Aliando setelah kedatangan Tristan dan Pak Jay.Dengan identitas barunya saat ini, Regi tak mungkin berhubungan langsung dengan pihak kepolisian.Sehingga Tristan pun turun tangan merancang cerita palsu atas penemuan mayat tersebut pada pihak kepolisian.Rencana pertemuannya dengan Profesor Bergas membuat Regi dan Tristan harus lekas bertolak ke lokasi pertemuan.Saat itu, Regi memang tidak bertatap muka langsung dengan Profesor Bergas, karena ini sudah menjadi mandat dari almarhum Jhio sang Kakak pada Regi untuk tidak menunjukkan jati dirinya dengan orang lain dalam bisnis mereka mengingat betapa berbahayanya bisnis ini.Hal yang sudah Jhio terapkan sejak dulu kini Regi terapkan juga dalam menjalani bisnis hitam yang digelutinya.Itulah sebabnya, Tristan menjadi satu-satunya orang kepercayaan Regi yang akan menjadi kaki tangan Regi untuk melakukan segala transaksi bisnis dan kerjas
Satu minggu berlalu sejak kejadian naas yang menimpa Fathir, sampai detik ini kasus itu belum juga menemukan titik terang.Tak ada bukti apapun yang bisa ditemukan polisi untuk mengungkap kasus tersebut, bahkan kamera CCTV rumah sakit pun tak berhasil merekam kejadian aneh apapun.Sepertinya, pelaku kejahatan ini bukan orang biasa.Atau memang mereka berkomplot sehingga sukses mengecoh pihak kepolisian.Jam dinas Fadli baru saja selesai, dia hendak berpamitan pulang saat asistennya mengatakan bahwa ada seseorang yang menunggunya di luar ruangan.Setelah memakai jaket dan meraih tas kerjanya, sekalian pulang, Fadli berniat untuk menemui orang yang dimaksud sang suster tadi."Eh, Bu Karin?" Sapa Fadli sumringah saat melihat Karin berdiri tak jauh dari pintu ruang kerjanya di rumah sakit.Sebuah rantang terjinjing di tangan Karina saat itu."Maaf Dok kalau kedatangan saya mengganggu. Saya cuma mau mengantar ini saja. Tadi, saya masak terlalu banyak, daripada mubazir, jadi lebih baik saya
Setibanya Fadli dan Tazkia di rumah sakit tempat di mana Damar berada, Fadli harus menerima kenyataan pahit atas kepergian Damar untuk selama-lamanya.Akibat insiden penusukan tersebut, Damar kehilangan banyak darah, terlebih waktu dari kejadian penusukan tersebut dengan waktu saat Damar ditemukan warga jedanya cukup lama. Itulah sebabnya nyawa Damar tak bisa diselamatkan.Mungkin jika saja Damar mendapat penanganan lebih cepat setelah kejadian berlangsung, besar dugaan, nyawa Damar bisa terselamatkan. Hanya saja, semua kembali lagi pada takdir Tuhan.Damar pun dinyatakan meninggal dan kini mayatnya masih dalam proses autopsi oleh pihak medis dari kepolisian."Permisi, dengan Pak Fadli?" Tanya salah seorang polisi yang baru saja keluar dari ruang autopsi jenazah.Fadli yang memang masih mencoba menghubungi kerabat Damar diminta untuk tetap stay di rumah sakit baik oleh pihak medis atau pun pihak berwajib."Dari data ponsel milik korban, ditemukan pesan singkat bahwa tadi malam, anda d
Adzan Shubuh yang berkumandang di kejauhan seolah menjadi alarm alami bagi Tazkia untuk bangun dan memulai aktifitas kesehariannya.Mendapati sang suami tak ada di sisinya, Tazkia sedikit heran karena tak biasanya Fadli bangun lebih dulu dari pada dirinya.Setelah merelaksasi tubuh sekilas, sedikit merenggangkan otot-otot tubuhnya, Tazkia merapikan kerudung yang dia kenakan dan beranjak keluar kamar.Mendapati Fadli yang kini tertidur di sofa ruang tengah dengan kondisi laptop yang masih menyala, Tazkia jadi geleng-geleng kepala."Mas, Mas, bangun, udah Shubuh," ucapnya seraya mengguncang pelan bahu sang suami. "Ngerjain apalagi sih sampe ketiduran di sini?" Tazkia tampak mematikan laptop dan merapikan meja yang berantakan.Fadli mengucek kedua mata dan bangkit dari sofa, tanpa menghiraukan ucapan sang istri. Lelaki itu masuk ke dalam kamar mandi dan langsung mandi.Tazkia menatap lekat pintu kamar mandi. Merasa ada yang aneh, hingga setelahnya, dia mengingat bahwa semalam, saat dia m
Fadli baru saja menangani pasien terakhirnya, untungnya hari ini tidak banyak pasien yang berobat sehingga Fadli tidak terlalu sibuk.Fokusnya bekerja memang agak berkurang akibat kurangnya tidur serta beban pikiran atas masalah yang kini dihadapinya karena Arini.Fadli baru saja menenggak air bening terakhir di botol minumannya. Lelaki itu hendak keluar dari ruang kerjanya untuk mampir ke Kantin rumah sakit sebentar.Ini sudah hampir sore, tapi dia belum memakan apapun karena waktu jam makan siangnya tadi Fadli habiskan untuk berkutat di depan laptop.Bunyi ponsel yang berdering membuat langkah Fadli terhenti di pintu. Merogoh saku jas Snellinya dan mengeluarkan benda pipih itu dari sana.Sebuah panggilan masuk dari nomor tak dikenal tertera di layar ponsel sang dokter.Mengernyitkan dahi menatap layar ponselnya yang menyala-nyala, berusaha berpikir positif, Fadli pun mengangkat panggilan itu."Hallo, Assalamualaikum, ini siapa?" Tanyanya dengan sopan.Hening sempat tercipta beberapa
"Rafassya..." Teriak seorang wanita berhijab dengan perut buncitnya yang terlihat berjalan cepat mengitari taman bermain di sekitar komplek perumahannya. Wajahnya tampak panik dengan kelopak matanya yang berair.Dia sedang bercakap dengan seorang tetangga ketika Rafa sang anak yang kini berusia tiga tahun itu sedang bermain perosotan di taman itu.Semua terjadi begitu cepat, bahkan belum sampai dua menit dia tak menengok Rafa, namun sang anak sudah menghilang dari perosotan itu.Setelah lelah mencari keberadaan sang anak dibantu beberapa warga sekitar, Tazkia pun menelepon sang suami agar lekas pulang untuk membantunya mencari Rafa."Gimana ceritanya Rafa bisa hilang?" Ucap sebuah suara lelaki di seberang, terdengar panik. Dia melepas jas putih kebanggaannya seraya beranjak dari ruang kerjanya."Tadi aku lagi suapin dia di taman, Mas. Terus kan ada Bu Rika ajak aku ngobrol, aku sempet ngebelakangin dia, tapi cuma sebentar kok. Pas aku nengok dia udah nggak ada. Gimana dong Mas? Aku ud
"Maafkan aku Angela..." Bisik Regi di telinga Angela.Regi tau apa yang dia lakukan saat ini dengan menunjukkan jati dirinya pada orang yang jelas-jelas mengenal dirinya di masa lalu, tentu akan berdampak buruk bagi keselamatannya, hanya saja, Regi tidak memiliki pilihan lain dalam hal ini.Selain Angela, Regi tak tahu harus mempercayakan keselamatan Tazkia dan Rafa pada siapa."Ma-af?" Gumam Angela seraya melepas pelukan Regi dengan gerakan cepat, tatapannya menusuk tatapan Regi. Dan Regi bisa merasakan adanya kemarahan dalam tatapan itu. "Setelah apa yang sudah kamu lakukan padaku, bisa-bisanya kamu bilang maaf?" Angela menjauh dari Regi, melipat kedua tangan di depan dada dan sesekali mengerjapkan kedua matanya, menahan cairan bening itu kembali berjatuhan.Sungguh, dia tak ingin terlihat lemah di hadapan lelaki brengsek itu."Angela, biar aku jelaskan semuanya dari awal. Bisa kita bicara?" Ajak Regi, masih berusaha membujuk Angela.Kehadiran Isah yang Regi kenal sebagai mantan pemb
Angela baru saja selesai membaca biografi Adnan Al-Hakim yang diberikan Regi padanya malam ini.Di mana Angela pun baru mengetahui bahwa ternyata, Adnan Al-hakim adalah Ayah Fadli dan Arini.Sejauh dirinya mengenal sosok Fadli, Angela hanya sebatas tahu bahwa ayah kandung Fadli masih hidup dan tengah menjalani hukuman di penjara akibat membunuh istrinya, alias Ibunda Fadli sendiri. Hanya saja, Angela tak pernah tahu siapa sebenarnya identitas asli Ayah kandung Fadli itu."Setahuku, Adnan Al-Hakim itu hanya memiliki dua orang anak kembar laki-laki, bernama Jericho dan Jervian," gumam Angela pada Milly.Milly yang jadi ikutan membaca biografi Adnan Al-Hakim karena merasa penasaran.Saat itu, Angela dan Milly sudah pulang ke kediaman mereka."Kakak kenal dengan Adnan Al-Hakim?" Tanya Milly kemudian."Siapa yang tidak kenal dengan dokter gila itu? Dia yang sudah membunuh kedua orang tuaku, Milly!""Apa? Jadi, dia pembunuh berantai itu? Orang yang sudah memenggal kepala korbannya untuk dij