Hai Kia, apa kabar?Semoga kamu baik-baik saja.Setelah mendengar semua penjelasan Kakakku, aku pun mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi di antara dirimu dengan Fadli di masa lalu.Jika memang kenyataannya aku tahu sejak awal bahwa hatimu mencintai lelaki lain, mungkin aku tidak akan susah payah membuang waktuku untuk menjebakmu dalam pernikahan kita yang tak sehat.Nyatanya, semua ucapanmu selama hidup bersamaku hanya sebuah kepalsuan.Kamu pasti sangat tertekan selama hidup bersamaku, bukan?Bahkan kamu sudah tak bahagia sejak awal pernikahan kita dimulai.Lalu, kenapa kamu membohongiku malam itu?Kenapa, Kia?Kenapa saat aku melamarmu dan menyatakan perasaanku padamu, lantas kamu langsung menerima lamaranku padahal, aku jelas-jelas mengatakan padamu untuk tidak memulai apapun jika memang kamu meragukannya.Maka aku yang akan mundur.Aku tahu, caraku untuk mendapatkan dirimu memang licik. Hanya saja, aku tak memiliki pilihan lain selain menggunakan cara itu.Jika memang alas
21 Januari.Hari kematian Ibu.Ayah yang sudah membunuh Ibuku.Lelaki itu menyiksa ibu secara brutal di hadapanku.Begitu melihatku berdiri di pintu kamar, Ibu berlari ke arahku tapi tubuhnya sudah lebih dulu ditangkap kembali oleh Ayah yang setelahnya mengunci pintu kamar dari dalam.Aku masih di sana, berdiri di depan pintu kamar kedua orang tuaku saat teriakan demi teriakan Ibu terdengar.Sampai akhirnya, semua kegaduhan itu terhenti.Tak ada suara apapun terdengar dari dalam kamar Itu.Hanya ada keheningan.Lalu pintu kamar terbuka.Ayah keluar setelah dia menatapku dengan tatapan mata yang sulit diartikan. Di tangannya dia menggenggam sebilah pisau.Pakaian lelaki itu bersimbah darah begitu juga dengan pisau di tangannya.Dan saat aku mengalihkan tatapan ke dalam kamar, aku menyaksikan sesuatu yang begitu mengerikan terjadi pada Ibuku.Aku berjalan mendekatinya, melihat tangannya bergerak hendak menggapai diriku, seperti ingin meminta tolong.Tapi, anehnya, aku sama sekali tak mer
"Halo, dengan Nyonya Tazkia Andriani?" sapa sebuah suara seorang wanita di seberang."Ya, saya Tazkia. Ini siapa?" Tanya Tazkia to the point."Apakah kamu merindukan suamimu, Nyonya? Suamimu saat ini sedang bersamaku. Kami sudah tidur bersama selama dua bulan belakangan ini." ucap wanita itu lagi.Tazkia tercekat.Ponsel yang menempel di telinga wanita berhijab itu hampir terjatuh, saking dia terkejut.Tazkia berusaha bicara, "ma-maaf, anda siapa ya?" tanyanya sedikit terbata.Wanita di ujung telepon itu mengesah berat. Tawanya terdengar samar. "Tidak perlu dijelaskan, harusnya anda tau siapa aku, seperti halnya aku yang sudah mengetahui semua hal tentang diri anda, NYONYA TAZKIA ANDRIANI!"Tazkia menelan salivanya susah payah. Berusaha mengendalikan diri, dia harus tenang."Maaf sebelumnya, saya benar-benar tidak tahu siapa anda. Sepertinya, anda sudah salah orang. Memang benar, nama saya Tazkia Andriani, tapi, yang saya ketahui, sejauh ini, suami saya adalah lelaki baik-baik yang tid
Masa Sebelum Prolog...Seorang wanita tampak berlari tunggang langgang memasuki sebuah rumah sakit elit di Jakarta.Di punggungnya, dia menggendong seorang bocah lelaki yang berlumuran darah.Tanpa alas kaki dengan tubuh penuh luka. Pakaian yang sobek di beberapa bagian, wanita itu menangis dan terus berlari. Mengabaikan tatapan aneh orang-orang di sekelilingnya.Sampai di dalam, tepatnya di ruang IGD, wanita itu mendesak beberapa petugas rumah sakit agar lekas menangani bocah lelaki dalam gendongannya itu."Tolong, Sus, Dok, tolong anak saya... Tolong..." ucapnya dalam tangis, memohon dengan penuh harap."Ini kenapa anaknya, Bu? Tidurkan di sini dulu Bu, anaknya," perintah salah satu suster yang mengambil tindakan cepat.Wanita itu pun lekas merebahkan bocah lelaki dalam gendongannya itu pada salah satu brangkar yang tersedia di ruang IGD."Anak saya kecelakaan, Sus," jawab si wanita. Langkahnya mundur saat beberapa suster mendekat untuk memeriksa keadaan sang anak.Menatap nanar kead
"Maaf, permisi, dengan Ibu Karina?" Tanya seorang suster di IGD pada seorang wanita yang tampak tertidur di ruang tunggu."Ng, I-iya Sus. Saya Karin, Ibunya Fathir." Jawab perempuan itu cepat meski agak kaget karena tidurnya terganggu."Fathir sudah selesai ditangani oleh Dokter Fadli, masa ktitisnya sudah lewat ya, Bu. Sekarang tinggal menunggu untuk dipindah ke ruang perawatan saja," jelas sang Suster lagi.Wanita bernama Karina itu menggangguk seraya beranjak dari ruang tunggu mengekor langkah sang suster menuju IGD.Sesampainya di IGD, dilihatnya Fathir sang buah hati kini tampak tertidur pulas. Beberapa alat bantu medis tertancap di tubuh kurus bocah itu.Ragu-ragu Karina mendekat ke arah brangkar sang anak karena seorang lelaki berseragam Dokter masih tampak memeriksa Fathir di sana.Merasakan kehadiran Karina, sang Dokter tampan itu pun menoleh dan tersenyum ke arah Karina."Ibunya Fathir?" Tanya sang Dokter, suaranya terdengar lembut di telinga Karin."I-iya, Dok. Saya ibunya
Cuaca cerah mendadak kelabu saat sinar matahari senja mulai tenggelam di ufuk barat. Disusul awan mendung yang perlahan menguasai langit.Seorang lelaki tampak membuka payung untuk melindungi seorang lelaki lain yang masih terdiam di sisi makam seseorang.Melindungi lelaki di sisi makam itu dari rintik gerimis yang mulai terjatuh satu persatu.Setelah menabur bunga, Regi pun beranjak dari makam Jhio untuk kembali ke mobil yang terparkir tak jauh dari sana.Tristan masih setia memayungi Regi saat itu."Aldo baru saja mengabari, paket yang anda kirim katanya sudah diterima oleh Nona Tazkia." Ucap Tristan sesaat setelah mereka memasuki mobil."Apa Aldo bertemu Rafa?" Tanya Regi dengan suaranya yang terdengar pelan."Iya, kebetulan tadi sore Rafa sedang bermain di taman bersama Nona Tazkia.""Bagaimana keadaannya?""Baik, Pak. Rafassya sehat, dan dia sangat mirip dengan anda," jawab Tristan seraya memulas senyum tipis, sama halnya dengan Regi. Meski dari tatapannya, tak bisa dipungkiri ba
Regi langsung meninggalkan lokasi TKP ditemukannya mayat seorang bocah lelaki yang diduga bernama Fathir Aliando setelah kedatangan Tristan dan Pak Jay.Dengan identitas barunya saat ini, Regi tak mungkin berhubungan langsung dengan pihak kepolisian.Sehingga Tristan pun turun tangan merancang cerita palsu atas penemuan mayat tersebut pada pihak kepolisian.Rencana pertemuannya dengan Profesor Bergas membuat Regi dan Tristan harus lekas bertolak ke lokasi pertemuan.Saat itu, Regi memang tidak bertatap muka langsung dengan Profesor Bergas, karena ini sudah menjadi mandat dari almarhum Jhio sang Kakak pada Regi untuk tidak menunjukkan jati dirinya dengan orang lain dalam bisnis mereka mengingat betapa berbahayanya bisnis ini.Hal yang sudah Jhio terapkan sejak dulu kini Regi terapkan juga dalam menjalani bisnis hitam yang digelutinya.Itulah sebabnya, Tristan menjadi satu-satunya orang kepercayaan Regi yang akan menjadi kaki tangan Regi untuk melakukan segala transaksi bisnis dan kerjas
Satu minggu berlalu sejak kejadian naas yang menimpa Fathir, sampai detik ini kasus itu belum juga menemukan titik terang.Tak ada bukti apapun yang bisa ditemukan polisi untuk mengungkap kasus tersebut, bahkan kamera CCTV rumah sakit pun tak berhasil merekam kejadian aneh apapun.Sepertinya, pelaku kejahatan ini bukan orang biasa.Atau memang mereka berkomplot sehingga sukses mengecoh pihak kepolisian.Jam dinas Fadli baru saja selesai, dia hendak berpamitan pulang saat asistennya mengatakan bahwa ada seseorang yang menunggunya di luar ruangan.Setelah memakai jaket dan meraih tas kerjanya, sekalian pulang, Fadli berniat untuk menemui orang yang dimaksud sang suster tadi."Eh, Bu Karin?" Sapa Fadli sumringah saat melihat Karin berdiri tak jauh dari pintu ruang kerjanya di rumah sakit.Sebuah rantang terjinjing di tangan Karina saat itu."Maaf Dok kalau kedatangan saya mengganggu. Saya cuma mau mengantar ini saja. Tadi, saya masak terlalu banyak, daripada mubazir, jadi lebih baik saya