Hola, happy reading and enjoy!Chapter 51Vanya meringkuk di sampingnya dan masih tertidur nyenyak, Ares sedikit beringsut agar dapat memandangi wajah istrinya. Alangkah bahagianya jika pagi di Madrid juga selalu diawali dengan suasana seperti ini, pikir Ares. Ia kemudian dengan gerakan sangat lembut menyentuh ujung hidung Vanya menggunakan ibu jarinya dan mengulanginya hingga Vanya menunjukkan reaksi dan wanita itu membuka matanya. "Kita harus kembali ke Madrid," kata Ares dengan nada lembut dan suara sedikit serak. "Apa ada pertemuan pagi ini?" "Kau ada kelas jam sepuluh." Vanya memejamkan matanya. "Kelasku tidak penting." Ares tersenyum. "Tidak baik jika kau terlalu banyak mengosongkan absensimu.""Aku baru sekali mengosongkan absen, dan itu bukan keinginanku." "Kelak kau akan sibuk dengan film-mu, kau mungkin akan kesulitan mengatur jadwal." Vanya mendengus lembut. "Bilang saja sebenarnya kau yang ingin kembali ke Madrid pagi ini." "Kau sedang menuduhku lebih mementingkan
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 52Vanya mengikuti mata kuliah dengan penuh semangat, bukan karena ia menyukai mata kuliahnya melainkan suasana hatinya hari ini cukup baik. Itu karena Ares untuk pertama kalinya membiarkan dirinya pergi ke kampus tanpa Tere maupun sopir pribadi. Ternyata untuk meluluhkan sifat otoriter suaminya bukan hal sulit, hanya dengan memberikan apa yang Ares inginkan di pagi hari dan suaminya mendadak bersikap manis. Jadi, setelah kelas berakhir Vanya dan sebelum kembali ke tempat tinggalnya, ia ingin menikmati waktunya sebagai seorang mahasiswa dan wanita muda. Pergi ke toko buku atau ke perpustakaan adalah pilihan yang mungkin kedengarannya brilian, pikir Vanya kemudian dengan lembut menyikut Alana yang sedang serius mendengarkan dosen di kelas memberikan penjelasan. "Alana, apa kau memiliki rencana setelah kelas berakhir?" bisiknya kepada Alana.Alana meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya dengan posisi vertikal. "Aku berencana pergi ke toko
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 53"Apa kakakku ada di ruangannya?" Vanya bertanya kepada dua orang sekretaris di depan ruang kerja Ares. "Nona, Callas," kata salah satu dari sekretaris Ares seraya berdiri. "Biar kutanyakan dulu apakah Bos bisa ditemui atau tidak." Vanya memutar bola matanya enggan menggubris ucapan sekretaris Ares dan melangkah menuju pintu karena seharusnya dirinya tidak memerlukan izin mereka untuk masuk ke ruang kerja suaminya, bahkan Ares sekali pun tidak. Coba saja kalau berani, pikir Vanya."Kakakku sedang tidak bersama tamu penting, 'kan di dalam?" tanya Vanya hanya untuk sekedar memastikan. "Tidak, Nona. Tetapi, mungkin beliau sedang sibuk." Vanya mengibaskan tangannya dan mendorong pintu ruangan, ia menjumpai Ares sedang duduk di kursi kerjanya dengan tubuh tegak menghadap ke layar iMac-nya. "Hai," sapa Ares dan alisnya berkerut, tetapi bibirnya menyunggingkan senyum kepada Vanya. "Kau tidak bilang kalau mau ke sini." Vanya menutup pintu seraya
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 54Vanya berbaring di sofa ruang kerja Ares, di samping Ares yang memejamkan matanya. Riak kenikmatan masih menjalari tubuhnya di antara rasa lelah yang mendera dirinya setelah bercinta."Ares," kata Vanya dengan suara yang nyaris tersangkut di tenggorokannya dan hanya di sambut oleh respons Ares yang mengusap bahunya. "Acara Halloween tahun ini, teman-teman SMA-ku berencana untuk merayakannya bersama." Itu adalah momen yang Ares tunggu sejak tadi. Momen di mana Vanya menyuarakan keinginannya setelah membujuknya menggunakan trik yang Ares sukai. "Kau ingin datang ke pesta itu?" Vanya mengangguk. "Tentu saja." Ares mengelus pundak Vanya dengan lembut beberapa kali. "Kalau begitu, datanglah." Vanya mendengus pelan. "Sebenarnya aku juga ingin sekali membelah diri menjadi dua." Ares membuka sebelah matanya. "Kenapa ingin membelah diri?""Karena aku juga ingin merayakannya di rumah kita."Ares membuka kedua matanya, selama menempati tempat tingga
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 55Keesokan harinya, Vanya lebih cepat lima belas menit dari waktu yang ditentukan Bastian dan saat Vanya memasuki ruangan, Bastian duduk di kursinya. Di mejanya terdapat secangkir kopi yang masih mengepulkan asap. Cara duduk pria itu terlihat sangat menawan, agung, dan berwibawa."Selamat pagi, Miss Callas," sapa Bastian. Vanya melemparkan senyum tipis kepada Bastian. "Selamat pagi Mr. Lucero." "Duduklah." Bastian memberikan kode agar Vanya duduk di depan mejanya. "Apa kau sudah sarapan, Miss Callas?" Pagi tadi saat terbangun saking laparnya Vanya seolah bisa menelan seekor kuda sekaligus, tetapi sekarang tidak lagi karena suaminya membuatkan sarapan yang sangat lezat. Vanya menggeleng. "Aku sudah kenyang." Bastian mengedikkan bahunya, sedangkan Vanya mengeluarkan buku, membuka halamannya kemudian meletakkan di meja. Bastian meraihnya kemudian berkata, "Mau kuseduhkan secangkir kopi?"Vanya tersenyum dengan lembut. "Terima kasih. Sayang sek
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 56"Rekan Bisnisku memang terkenal, ya? Bahkan sekelas Miss Jackson saja mengenalnya," seloroh Noah seraya tersenyum jenaka kepada Ares. "Kenalkan ini Ares Torrado, rekan bisnisku," lanjutnya kepada Hannah dan wanita itu mengangguk dengan ramah kepada Ares."Senang bertemu denganmu, Mrs. Cameron." Ares berdehem pelan dan sekilas menatap Leya. "Kebetulan kami saling mengenal." "Kami bersaudara,"timpal Leya."Kalian bersaudara?" tanya Hannah. Leya tersenyum. "Kebetulan bibiku menikah dengan ayah Julio Callas dan ibu Julio menikah dengan ayah Ares. Begitulah." "Sedikit rumit," pungkas Ares."Baiklah," ucap Noah seraya meletakkan tas kerjanya di meja etalase. "Dan... istriku, apa kau perlu bantuan?" tanyanya seraya mengamati kue yang tersusun di atas meja. "Tolong tuangkan sampanye untuk rekan bisnismu dan Miss Jackson," kata Hannah diiringi senyum yang tulus di bibirnya. "Tidak perlu, biar aku saja," ujar Leya. "Oh, Miss Jackson. Terima kasih.
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 57Tania sedang berbicara di telepon ketika Vanya memasuki ruang kerjanya yang separuh lebih dindingnya dipenuhi dengan rak buku dan dokumen. Ibunya memberikan kode agar Vanya duduk di sofa sementara Tania melanjutkan obrolannya yang terlihat serius sembari sesekali menulis di atas kertas. Mungkin mencatat obrolan. Vanya meletakkan tasnya di sofa lalu menghempaskan tubuhnya di samping tasnya. Sudah entah berapa lama semenjak terakhir dirinya mengunjungi kantor ibunya, tempat itu tidak banyak perubahan di sana kecuali dokumen yang makin berimpitan.Sejenak Vanya mengamati setiap detail rak-rak buku itu, ibunya mungkin seorang yang genius, kutu buku, wanita yang tekun, dan gigih atau apalah sehingga ruang kerjanya lebih mirip perpustakaan dibandingkan dengan ruang kerja staf partai politik elite. Lima belas menit kemudian Tania mengakhiri obrolan teleponnya, wanita itu dengan lembut meletakkan ponselnya di atas meja kerjanya. Bibirnya menyungging
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 58Ares beberapa kali menghubungi Vanya melalui panggilan telepon dan pesan teks, tetapi Vanya enggan menggubrisnya. Ia justru menitipkan pesan teks kepada Leo bahwasanya dirinya saat ini sedang ingin menenangkan diri di rumah Julio dan tidak ingin diganggu. Vanya juga meminta Leo untuk mengambil beberapa buku dan beberapa lembar pakaian di tempat tinggalnya.Dua hari kemudian seperti biasa Vanya pergi ke kampus seperti biasanya, sebelum kelasnya dimulai ia menyempatkan diri ke ruang club fotografi dan menempelkan foto hasil jepretannya yang diambil kemarin sore di halaman rumah Julio.Sara yang baru saja memasuki ruangan mendekati Vanya yang sedang memandangi gambar pohon cemara yang dicetak dengan warna hitam putih di papan tulis putih berukuran besar yang tergantung di dinding."Kau menggambil gambar pohon?" tanya Sara dengan nada geli. "Bukan. Ini gambar lubang pantat," jawab Vanya seraya terkekeh dan Sara juga. "Aku tidak tahu harus memotre
Chapter 90(end)Berita Julio melamar Alana yang selama dua Minggu menghiasi berbagai halaman media sosial dan pencarian internet seketika tenggelam ketika foto cincin di jemari Vanya dan Ares yang diunggah oleh Vanya di media sosialnya satu hari sebelum pernikahan mereka digelar.Berita itu benar-benar menjadi berita yang paling sensasional di tahun ini, bahkan Leandro pun merasa sangat terkejut karena selama ini ia hanya tahu jika Vanya dan Ares tinggal bersama karena Ares-lah yang mengurus karier Vanya di dunia entertainment.Apa lagi Vanya memberikan keterangan bahwa mereka telah saling jatuh cinta sejak Vanya masih duduk di bangku sekolah SMA, hal itu semakin membuat orang-orang membicarakan mereka dengan memberikan komentar miring di kolom komentar. Tetapi, Vanya tidak ingin menggubrisnya karena baginya siapa saja berhak memberikan komentar baik maupun buruk.Pesta pernikahan yang dipersiapkan hanya dalam waktu dua Minggu berjalan sesuai keinginan Vanya dan Ares. Awalnya mereka h
Chapter 89Empat tahun kemudian Vanya sedang menjalani syuting, pengambilan adegan kebanyakan diadakan di dalam ruangan yang telah dirancang khusus. Beberapa adegan yang Vanya mainkan adalah adegan perkelahian yang menggunakan senjata tajam dan juga gerakan-gerakan berbahaya yang melibatkan fisik karena ia membintangi film kolosal bergenre Fantasi. Hari itu Vanya telah selesai berdandan, tetapi ia masih mengenakan kemejanya. Belum mengenakan kostum yang akan digunakan dalam pengambilan adegan. Ia berdiri seraya memegangi buku naskah di tangan kirinya dan sebilah pedang palsu di tangan kanannya, di depannya seorang pria bernama Isac Jules juga memegangi buku naskah. Isac adalah pemeran pria utama dan dia merupakan aktor yang sudah cukup lama bergelut di dunia akting, Vanya merasa beruntung karena dapat beradu akting dengan Isac. Isac pria yang sopan dan tidak pernah membeda-bedakan siapa pun, meskipun pengalaman Vanya di dunia akting masih sangat sedikit, Isac tidak segan membantu Va
Chapter 88Vanya memasuki tempat tinggal Julio dan langsung menuju ruang di mana Julio biasanya berkutat dengan mainannya yang berupa mesin motor yang telah terpisah-pisah dari rangkanya dan mungkin hanya Julio yang memahaminya."Julio, kurasa kita perlu bicara," ucap Vanya tanpa berbasa-basi, ia sudah muak mencoba menghubungi Julio melalui telepon dan pesan teks tetapi pria itu sama sekali tidak menggubrisnya.Julio menatap Vanya beberapa saat. "Bagaimana keadaanmu?" "Sangat buruk," jawab Vanya dengan ketus. "Kenapa kau ke sini kalau belum sembuh?" tanya Julio dengan nada acuh lalu kembali menatap benda-benda yang mungkin di mata orang lain menyerupai rongsokan. Vanya mendekati Julio dan mengambil obeng di tangan pria itu. "Apa yang terjadi padamu? Kau mengabaikanku sepanjang waktu, kau bahkan tidak menjengukku di rumah sakit." "Aku sangat sibuk, Vanya. Aku harus mempersiapkan diri untuk menghadapi musim panas kali ini dan ini adalah pertandingan terakhirku di timku saat ini." V
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 87Paginya Vanya meminta Ares membawanya keluar dari kamar inapnya karena merasa bosan di dalam kamar meskipun baru satu malam, ia ingin menghirup udara segar pagi hari di taman rumah sakit. Tetapi, baru saja beberapa langkah berjalan meninggalkan kamar mereka bertemu Rico. Ares berhenti mendorong kursi roda yang diduduki Vanya dan segera menghampiri Rico. "Setelah apa yang kau lakukan, kau masih berani menunjukkan wajahmu di depan Vanya?" ucapnya dan tatapannya sangat mengerikan seolah hendak mematahkan leher Rico saat itu juga. Rico tersenyum. "Aku ingin bicara dengan putriku," sahutnya dengan nada sangat tenang. "Vanya tidak sudi bertemu denganmu." Rico menatap Ares dengan sinis. "Kau tidak berhak melarangku, kau bukan apa-apa baginya." Bukan apa-apa baginya? Jika Rico tahu siapa dirinya bagi Vanya, akankah Rico bisa mengucapkan kalimat sinis itu atau mungkin malah akan menjilat di depannya, pikir Ares.Ares tersenyum miring lalu berkata,
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 86Mobil Vanya mengalami kerusakan parah, sementara Vanya mengalami beberapa luka ringan dan beberapa jahit di bagian lengannya, beberapa memar di bahu dan jidatnya tidak terlalu serius begitu juga dengan luka akibat serpihan kaca di wajahnya juga tidak ada yang terlalu dalam. Tetapi, ia masih harus dirawat di rumah sakit untuk memastikan adanya luka di dalam tubuhnya yang diakibatkan oleh benturan yang keras. Vanya duduk bersandar di ranjang pasien dan menatap jendela rumah sakit, ia tidak memedulikan Ares yang berada di sana. Ia bahkan tidak menatap mata Ares sedikit pun sejak pria itu tiba di Instalasi Gawat Darurat dengan terburu-buru dan sangat mengkhawatirkan kondisinya saat dokter menjahit luka di lengan Vanya. Ares duduk di sofa yang ia seret mendekat ranjang pasien seraya terus menggenggam telapak tangan Vanya. "Apa ada yang terasa sakit?" Pertanyaan itu sudah Ares lontarkan untuk ke sekian kalinya. Namun, Vanya masih saja tidak mengg
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 85"Pa, kau di sini?" seru Vanya dan Leandro perlahan bangkit dari kursinya. "Ya. Papa bertemu kenalan lama Papa di sini," ujar Leandro seraya tersenyum canggung. "Tidak menyangka bertemu kau di sini." "Pa, bagaimana kabarmu?" tanya Vanya lalu bergelayut dengan manja di pinggang Leandro."Papa sedikit sibuk dan sangat merindukanmu," ucap Leandro. "Aku juga merindukanmu," kata Vanya seraya menatap Leandro dan tersenyum manja. "Sudah lama kau tidak mengunjungi Papa," kata Leandro seraya membelai rambut di kepala Vanya."Jadwalku sedikit padat akhir-akhir ini. Bagaimana kabar Vanesa?" "Dia merindukanmu dan sering menanyakanmu." Vanya menyeringai. "Aku akan mengunjungi kalian nanti." "Dia pasti akan senang sekali kalau kau datang dan akan menyiapkan banyak makanan untukmu," kata Leandro. Vanya justru menatap Leandro dengan tatapan menggoda. "Kau atau Vanesa? Seingatku, kau yang selalu heboh berbelanja setiap aku mau datang ke rumah kalian."
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 84Mata kuliah pertama Vanya berakhir pukul dua belas siang dan ia masih memiliki jadwal mata kuliah ke dua jam tiga siang. Jadi, untuk mengisi waktu istirahatnya yang lumayan lama Vanya memutuskan untuk menghubungi Evan, Ares sedang pergi ke Malaysia untuk urusan MotoGP kemudian Vanya mengemudikan mobilnya ke kantor Evan. "Andai Ares sedang tidak pergi ke luar negeri, aku yakin kau tidak akan pernah menginjakkan kakimu ke sini," goda Evan yang menyambut Vanya di lobi kantornya."Jangan coba-coba membalikkan fakta, kaulah yang selalu sok sibuk sampai-sampai hampir tidak memiliki waktu untuk berkumpul bersama keluarga," balas Vanya. Evan terkekeh dan merangkul pundak Vanya dengan sangat lembut. "Aku benar-benar sibuk, adikku." Vanya mencebik. "Kalau sangat sibuk, kenapa kau masih punya waktu untuk berkeliaran di lobi?" Evan memiringkan kepalanya menatap Vanya dan sebelah alisnya terangkat. "Ini pertama kalinya kau ke sini, tentunya aku harus m
Hola happy reading and enjoy!Chapter 83Barang-barang Vanya telah tersusun rapi pada tempatnya di kamar barunya. Jadi, ia membersihkan tubuhnya kemudian merobek kemasan masker wajah lalu mengenakan masker berbentuk topeng berwarna putih dan duduk berselonjor di atas tempat tidurnya seraya bersandar di kepala tempat tidur dengan menggunakan jubah mandinya yang berwarna ungu. Di kepalanya melilit handuk yang juga berwarna ungu untuk menutupi rambutnya yang masih basah, ia seperti tidak memiliki tenaga lagi untuk meraih pengering rambut. "Boleh aku masuk?" Suara itu membuat Vanya mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya. Ares berdiri di ambang pintu, masih mengenakan setelan jas lengkap bahkan jepitan dasi pemberiannya masih rapi di tempatnya. Vanya memang tidak menutup pintu kamar karena berpikir jika mereka hanya tinggal berdua, tidak perlu harus selalu menutup atau mengunci pintu meskipun ia memerlukan privasi. "Kau pulang lebih awal?" tanya Vanya seraya tersenyum kepada Ares
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 82Dua hari kemudian, sekretaris Tania mengetuk pintu ruang kerjanya dan berkata, "Madam, seorang pejabat publik ingin bertemu denganmu." Tania yang sedang memeriksa berkas-berkas di atas meja mendongak. "Bukankah aku tidak memiliki jadwal bertemu dengan salah satu pejabat publik hari ini?" "Seharusnya. Tetapi, dia bilang kalau dia memiliki urusan yang sangat penting denganmu." "Katakan padanya untuk kembali besok," kata Tania kemudian matanya kembali pada berkasnya. "Dia mengatakan kau harus menemuinya hari ini, kalau tidak dia akan...." Tania melepaskan kacamata bacanya dan menekan bagian atas batang hidungnya. "Berani sekali mengancamku, katakan padanya kalau aku sedang tidak bisa ditemui." "Dia menyuruhku memberitahukan mamanya padamu." "Sebenarnya aku sama sekali tidak peduli dia siapa," kata Tania dengan nada jengkel. "Jadi, siapa namanya?" "Namanya Federico Castellano." Sesaat dunia Tania seperti berhenti berputar, ia membeku kemu