Beranda / Pernikahan / BABY BLUES / 17. Mereka Mengubahku I

Share

17. Mereka Mengubahku I

Penulis: Widia Dealova
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-13 00:15:46

Setelah melakukan semua saran Mama, aku kembali memeluk kedua bayiku. Namun, tak ada perubahan pada keduanya. Seakan lupa bahwa akupun masih belum pulih, terus kutimbang sembari melantunkan lagu Nina Bobo seperti yang sering Mama lakukan dulu padaku.

Sempat kuhubungi nomor Mas Haidar, tetapi malah tidak aktif. Mencoba menelepon Tio, lajang itu tak mengangkat telepon dariku. Kuurai keperihan lewat tangis tak berkesudahan. Bingung. Aku harus bagaimana? Bukan aku saja yang menderita, tetapi Haura dan Hanum merasakan hal sama.

Pikiranku mulai melayang kembali. Sepertinya, aku memang benar-benar harus memberikan kedua bayiku ke panti asuhan atau kepada orang yang sudah siap menjadi calon ibu. Aku memang ibu yang tak berguna.

Rasanya ingin menyerah saja. Haura dan Hanum seperti sedang berlomba untuk merusak gendang telingaku. Ingin sekali membawanya ke bidan, tapi apakah harus sendirian? Jalanku masih gontai, merayap seperti kura-kura. Perih sekali di kulitku, m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • BABY BLUES   18. Mereka Mengubahku II

    Diam. Aku hanya melamun memandangi jendela yang gordennya tersisih. Sepertinya, tubuhku sudah tak bertenaga untuk menggendong mereka."Zara! Kamu dengar Ibu gak, sih? Lihat, dong, anak kamu menjerit kayak gini kenapa cuek gitu?" Kali ini, nada bicara Ibu meninggi.Susah payah, kuangkat tubuh beranjak menuju kamar. Menuruti perintah Ibu untuk menggendong Hanum yang masih terbaring di atas kasur. Tangisnya menusuk telingaku. Pada saat itu juga, kesabaranku rasanya mau habis. Pada bayi kecil yang kini ada dalam gendonganku, ingin sekali kucubit pipi gempal itu agar diam. Tak bisakah ia berhenti?Gejolak emosi terus berperang dengan kasih yang tersemat dalam jiwa. Masa muda yang indah berseliweran dalam ingatan. Harusnya aku tak menikah dulu. Kalaupun menikah, harusnya aku menunda memiliki anak sampai aku dan Mas Haidar siap menjadi orang tua.Kutahan genangan yang entah keberapa kali menumpuk di pelupuk mata. Ingat, Zara. Ada Ibu di sini. J

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-13
  • BABY BLUES   19. Petuah Kolot I

    Terpaksa, kuikuti keinginan Ibu yang tetap pada pendiriannya. Haura dan Hanum kami bawa ke rumah Mak Iroh menaiki taksi online yang sudah kupesan sebelumnya.Nenek dari bayiku itu bercerita betapa hebatnya dukun beranak dalam mengatasi masalah penyakit pada bayi. Entah untuk merayuku atau perkataannya memang benar."Kalau ada apa-apa, Ibu dulu selalu ke Mak Iroh. Waktu Haidar pernah jatuh dari kasur, Ibu langsung bawa ke Mak Iroh untuk dipijit. Untung saja langsung ditangani. Kalau gak, bisa saja Haidar ada kelainan di tulang bahunya."Tak kurespons penjabaran Ibu tentang keahlian dukun beranak lainnya. Aku hanya merasa zaman dulu dan sekarang sangat berbeda. Jika pilihan Ibu dan aku tak sama, harusnya ia terima. Bukan malah memaksa kehendaknya sendiri.Lima belas menit kami sampai di sebuah rumah tipe duduk jendela. Sebagian dindingnya tembok, sebelah lain triplek dan bilik berukir. Rumah yang bagus pada zamannya.Tak perlu menunggu lama

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-15
  • BABY BLUES   20. Petuah Kolot II

    Sebelum pergi, Ibu menyelipkan sebuah amplop pada Mak Iroh. Entah diisi berapa, akan kutanyakan nanti di rumah dan kuganti uangnya. Setelah dirasa Hanum dan Haura membaik-menurut Ibu dan Mak Iroh-akhirnya kami pamit pulang.Puluhan nasihat Ibu lontarkan saat berada masih dalam mobil. Saat kudengar Ibu nyerocos, kata-katanya memang masuk telinga kananku, tetapi keluar lagi dari telinga kiri.Di saat seperti ini, aku tak membutuhkan nasihat. Aku hanya ingin ditemani dan diberi semangat. Setiap dengan Ibu, memang selalu diberi solusi. Walaupun pendapatnya harus dipenuhi, tak pernah menimbang bagaimana menurutku sebagai ibu Haura dan Hanum, setidaknya aku bisa sedikit bernapas lega. Walaupun batin dan pikiranku tersiksa karena sikap Ibu, tetapi ragaku bisa sedikit beristirahat karena ada yang menggendong salah satu bayiku.Satu hal yang membuatku kaget saat kami telah sampai rumah kembali, Ibu memberi saran yang membuatku naik darah."Makanya, kata Ib

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16
  • BABY BLUES   21. Kucel Kusut I

    Saat pintu terbuka, tradisi wanita antara kami terjadi. Jeni memelukku erat sekali. Perempuan itu paling dekat denganku semasa kerja. Disusul yang lain, mereka mengucapkan selamat dan cipika-cipiki.Kupersilakan mereka masuk ke dalam. Tampak seorang pria berdiri paling ujung, memandangku datar, lalu tertunduk. Saat pandangan kami beradu, seolah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan."Haura dan Hanum sedang tidur. Kalian masuk ke kamar aja, ya. Tapi, jangan terlalu berisik, mereka baru saja terlelap," ujarku sembari merayap ke dalam.Karena langkahku sangat pelan, alhasil teman-teman mengikuti gerakku dari belakang. Jeni mendampingiku berjalan ke dalam."Wah, kamu tau aja kita suka berisik," timpal Nova, temanku paling ceriwis. Kami menahan tawa bersama. Langkah sudah masuk ke dalam kamar dan tampaklah dua malaikat kecilku tengah terpejam dengan wajah imutnya.Mereka seperti terpesona melihat wajah ayu kedua bayiku. Beberapa di ant

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-17
  • BABY BLUES   22. Kucel Kusut II

    "Boro-boro ngurus diri, Nova. Yang ada setelah punya bayi, apalagi kembar waktu kita sebagai ibu akan tersita, lho. Gak ada waktu buat diri sendiri," bela Jeni, seperti bisa menangkap perasaan yang menimpa hatiku."Dari mana kamu tahu, Jeni? Kayak udah nikah aja," celah Nova. Meski tujuannya bercanda, tetapi ucapannya terkesan meremehkan."Yey, aku kan punya adik banyak. Tahu lah seluk-beluk gimana ribetnya jadi ibu. Makanya, sampai sekarang belum nikah. Ya, walaupun mau, tapi mentalku belum siap.""Gak laku kali. Ha ha ha."Pluk. Jeni melempar teman lelaki yang mencoba menjahilinya. Sejenak, tawa mereka membahana. Hal itu membuat Haura dan Hanum kaget hingga bangun.Meski perhatian telah beralih pada kedua bayiku, pikiranku masih saja berisi tentang ucapan Nova. Apa seburuk itu penampilanku? Apa aku terlihat seperti orang gila?Untung saja Jeni langsung membela. Dia paham bagaimana susahnya menjadi seorang ibu, meskipun belum me

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • BABY BLUES   23. Sepele I

    "Dari mana aja, Mas?"Kemunculan Mas Haidar di ambang pintu kamar langsung kuserang dengan pertanyaan dan unek-unek yang mengganjal. Aku tak bisa lebih sabar. Terlebih, mengingat perkataan Nova tadi, bagaimana kalau Mas Haidar benar-benar mencari perempuan lain di luar untuk memuaskan?"Dari rumah Tio. Maaf, ya, temenku baru balik lagi ke kota barusan. Wajar, udah lama gak ketemu. Hampir satu tahun. Eh, di saat pulang malah denger kabar dia cerai sama istrinya."Aku memicingkan mata. Giliran temannya, selalu mendapat posisi istimewa."Oh, gitu. Udah temen kamu, apa kamu mau cerita hal sama pada mereka?""Maksud kamu?" Saat Mas Haidar menggantungkan jaket di paku, ia berbalik menatapku."Kenapa kamu pulang, Mas? Kenapa gak sekalian aja nemenin Tio atau siapalah teman kamu itu?""Aku baru pulang, lho, Zara. Gak sepantasnya sikap kamu seperti itu.""Aku baru melahirkan, lho, Mas. Gak sepantasnya kami bersikap seper

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-19
  • BABY BLUES   24. Sepele II

    "Jangankan kamu, Mas. Aku pun kehilangan diriku yang dulu. Itu semua semenjak jadi ibu. Aku sadar, ini semua akan terjadi pada setiap wanita. Tapi, lihatlah suami orang lain, Mas. Mereka siap siaga membantu istrinya mengurus rumah, atau minimal menjaga bayi saat malam tiba. Jika menurut kamu itu hal sepele, kalau gitu kita gantian saja. Biar aku yabg kerja dan kamu urus mereka," paparki panjang lebar. Aku tak bisa menahan ini terus-menerus. Sebelum aku menjadi gila, lebih baik kuutarakan saja. "Berhenti membandingkan kehidupan sendiri dengan kehidupan orang lain, Zara. Apalagi perihal suami. Aku itu bekerja. Butuh istirahat saat malam. Kalau di rumah aku capek, bisa-bisa kerjaanku kacau. Soal merawat bayi, wajar, dong, kalau kamu habiskan waktu dengan merawat bayi. Kamu itu ibunya.""Dan kamu ayahnya. Wajar bila berbagi waktu bersama anak-anakmu. Saat libur pun, apa yang kamu lakukan? Memilih berkumpul bersama teman, kan? Ingat kemarin malam ngapain? Kamu malah no

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20
  • BABY BLUES   25. Semua Pasti Berlalu I

    Sudah kuduga, saat menghadapi masalah seperti ini Mas Haidar pasti angkat kaki dari rumah. Tak peduli langit sudah gelap, bahkan gerimis mulai menghujam tanah. Sedari tadi, air mataku enggan berhenti mengalir. Ada kepedihan yang teramat besar, tak berdarah dan tak kasat mata. Berkali, kucoba hubungi nomor Mas Haidar. Ia tak kunjung mengangkat. Malahan, kini nomornya tidak aktif.Aku semakin yakin bahwa aku salah memilih suami. Harusnya, dulu kuperjuangkan Bama. Bukan menerima Mas Haidar yang datang dengan segenap harta yang ia punya pada Mama. Lintasan masa lalu itu hadir lagi. Berdosakah aku jika merindukan dia yang ternyata bukan jodoh? Di saat kondisi terpuruk seperti ini, suami sendiri malah tak peduli.Permintaanku untuk diantar pulang ke rumah orangtua tak digubris sama sekali."Sampai kapan mau mengeluh, Zara? Mandirilah. Coba perluas sabar dan ikhlas. Dengan pulang tanpa sebab seperti ini, martabatku sebagai suami akan sangat buruk. Kamu

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21

Bab terbaru

  • BABY BLUES   44. Enggan Disalahkan II

    "Jadi, bagaimana solusinya, Hanin?""Ya, solusinya kamu sendiri. Jadilah orang paling siaga buat istri kamu. Yang dia butuhkan saat ini adalah dukungan dan bantuan. Tolonglah mengerti dengan kehidupannya yang berubah seratus delapan puluh derajat itu. Sudah kukatakan, dokter Zara yang sesungguhnya adalah kamu, suaminya sendiri.""Apa menurut kamu aku kurang mengerti padanya? Uangku selalu kuberikan,"Tut. Tut. Tut.Panggilan tiba-tiba terputus dan layar gawaiku tak lagi menyala. Sial! Baterainya habis.Setelahnya, aku tak bertanya lagi pada Hanin, dia pun sepertinya enggan lagi menghubungi. Namun, kali ini aku mulai berpikir kembali, kapankah bisa kulihat Zara yang penyayang? Yang menimbang anak-anaknya dengan ikhlas tanpa berang. Sebuah perasaan menggangguku kembali. Aku harus berbicara empat mata dengan Hanin, sebagai psikolog ia pasti tahu solusinya bagaimana. Aku tak mau hubunganku dengan Zara akan terus seperti ini.

  • BABY BLUES   43. Enggan Disalahkan I

    PoV HaidarKepulangan Zara ke rumah Ibu membuatku lebih tenang. Aku bisa lebih leluasa mengatur waktu istirahat tanpa ada yang memanggil, lalu menyuruh banyak hal. Hanya satu saja yang kurang, hati betapa rindu wajah lucu kedua bayiku. Sayangnya, aku tak bisa melihat mereka setiap hari karena mereka harus tinggal sementara di rumah Ibu.Teman-teman juga tak canggung untuk nonton bareng acara bola saat di rumah tak ada Zara. Mau tidur jam berapapun, tak ada yang protes.Seringkali, kuajak mereka menghabiskan malam untuk taruhan nonton klub bola kesukaan atau main Play Station di ruang tamu.Jangan menduga, jika aku tak cinta dan peduli pada istriku! Dengan keputusanku seperti ini, adalah bukti cinta padanya. Lebih baik kubiarkan ia bersama Ibu, belajar bagaimana baiknya menjadi orang tua, daripada terus bersamaku dengan segunung amarah yang terus dilampiaskan padaku, sebagai imam di hidupnya. Sebab, saat bersamaku, rasanya apapun yang kulakukan sel

  • BABY BLUES   42. Banyak Larangan II

    "Lha, Mbak Zara gak pakai kemben, ya?" Bu Sarinah memandangku dengan dengan lekat.Aku menghela napas. Dari pertama kedatanganku ke sini, beliau memang sering mengomentari apa yang kulakukan. Dari mulai makanan yang disantap, kebiasaan tidur pagi dan siang, masih di luar rumah saat waktu ashar tiba dan larangan-larangan lain yang selalu dihubungkan dengan hal mistis. "Enggak, Bu. Pengap," jawabku santai."Nanti buncit lho perutnya," seru Bu Sarinah heboh sendiri."Mbak Zara, Ibu punya anak tujuh, tapi perut Ibu enggak tuh bergelambir kayak ibu-ibu zaman sekarang. Karena Ibu selalu pakai kemben abis lahiran." Bu Sarinah malah curhat tentang dirinya, aku serasa dipojokkan karena punya pilihan sendiri."Aku biasa olahraga, kok Bu. Nanti, kalau udah bener-bener pulih, aku pasti olahraga. Bukan hanya perut yang harus dijaga, Bu, tapi seluruh badan. Kalau olahraga rutin, bukan hanya perut yang bakal langsing, tapi seluruh badan.""Mba

  • BABY BLUES   41. Banyak Larangan

    PoV Zara"Ya ampun, Zara. Jangan tidur siang, gak baik buat ibu menyusui!"Aku tersentak saat hampir saja benar-benar terlelap. Rasa pusing mendera seluruh bagian kepala. Seperti biasa, semalaman Haura dan Hanum terus menangis, entah karena apa. Sempat berkonsultasi dengan bidan, dia berkata kemungkinan kedua bayiku kena kolik. Mereka mau tidur dan terlelap setelah adzan subuh. Setelahnya pun harus tetap dibangunkan untuk diberi ASI selama dua jam sekali."Ibu, aku semalam cuma tidur sebentar. Sejam aja gak nyampe. Aku butuh istirahat," protesku lemas karena kedua mataku juga sudah sangat berat."Lha, emang semua ibu melahirkan itu biasanya kurang tidur, Zara. Nanti, anak udah gede bisa puas-puasin lagi tidur seharian. Jangan kebluk, kamu!""Aku kan harus sehat juga, Bu. Kalau kurang istirahat nanti sakit, pengaruh juga sama Haura dan Hanum." Aku mencoba mengeluarkan pendapat sendiri. Faktanya, jika tidur kurang, badan akan terasa lemas d

  • BABY BLUES   40. Katanya, Aku Ketempelan Jin II

    Mereka ini ada-ada saja. Kenapa kelakuanku dikait-kaitkan dengan hal mistis?Seandainya dibandingkan, aku lebih memilih mendatangi psikolog tadi ketimbang Ustadz Samsul. Hanin, sesama perempuan enak untuk diajak bicara. Setidaknya, ada telinga yang bersedia mendengar keluh kesahku. Tidak seperti Mas Haidar, telinga saja ia tutup kala aku berkeluh. Selalu ada senjata untuk menghentikan kesahku, yaitu kalimat 'aku kurang iman dan kurang sabar.'Akhirnya, kami pulang kembali ke rumah tepat setelah adzan zuhur masjid terdekat usai dikumandangkan. "Tadinya Ibu mau nginap di sini, tapi Ibu gak bisa ninggalin kegiatan desa, Haidar. Sebagai ketua ibu-ibu PKK, Ibulah yang bertanggungjawab."Terdengar perbincangan Mas Haidar dan Ibu di ruang tamu saat aku berbaring di atas kasur tengah menyusui Haura dan Hanum secara bersamaan."Bagaimana kalau Zara tinggal di rumah Ibu dulu, Haidar? Selain Zara akan terbantu, Ibu bisa memantau kedua cucu Ibu. Set

  • BABY BLUES   39. Katanya, Aku Ketempelan Jin

    PoV Zara"Ngapain Mas bawa aku ke sini?" Aku protes saat memasuki pekarangan rumah Ustad Samsul, ustadz yang terkenal dengan berbagai macam pengobatan, terlebih orang yang sakit karena bersangkut-paut dengan ilmu gaib."Ketemu teman lagi? Sejak kapan Mas berteman dengan Ustadz Samsul?" "Zara, kamu itu harus diobati. Ibu jelaskan, ya. Kamu itu ketempelan makhluk gaib. Makanya, kemarin sampai tega membuang cucu Ibu, Haura dan Hanum, anak kandung kamu sendiri," sahut Ibu, menyambar pertanyaan yang semula kutujukan untuk Mas Haidar.Aku tahu, perempuan yang bernama Hanin tadi bukanlah istri dari teman Mas Haidar. Dia seorang psikolog. Aku hanya diam saja tatkala Mas Haidar dan Ibu meninggalkan kami untuk mengobrol empat mata. Lagipula, aku memang butuh teman bercerita. Jadi, tak ada salahnya jika aku mengungkapkan pada psikolog itu, bukan? Kurasa, dia tak akan menghakimiku seperti ibu atau para tetangga. Sayangnya, Mas Haidar dan Ibu mengir

  • BABY BLUES   38. Tidak Bahagia II

    "Kata orang lain menjadi ibu itu bahagia. Itu kata orang lain," ungkap Zara kemudian. Sesungguhnya, ia sangat ingin meluapkan apa yang kini dirasakan hatinya. Namun, Zara menahan diri untuk tak terlalu terbuka pada perempuan yang baru saja ditemuinya. Barangkali, di luar ia adalah bagian dari ibu-ibu gosip. "Apa Mbak Zara gak termasuk bagian orang lain itu?" Hanin mulai masuk ke dalam topik utama. Tentu, harus sangat berhati-hati."Bisa ya, bisa tidak." Jawaban yang ambigu.Namun, dengan status dan gelarnya sebagai psikolog, tentu Hanin sudah tahu jawaban yang disembunyikan Zara. Ia hanya ingin Zara bercerita seluruh hal padanya agar ibu baru itu merasa lega karena menumpahkan kesahnya. Menurut Hanin, sekuat apapun seorang wanita akan selalu ada masa dimana ia membutuhkan sandaran dan tempat bercerita. Sebab, manusia tetaplah manusia yang saling membutuhkan telinga orang lain untuk didengarkan.Sebenarnya, kasus Zara bukanlah kasus langka baginya

  • BABY BLUES   37. Tidak Bahagia

    PoV PembacaSejenak, dua orang yang saling berhadapan di ambang pintu itu bergeming. Haidar sempat tak berkedip melihat perempuan yang bernama Hanin itu adalah teman dekatnya semasa SMA dulu. Sempat dekat dan saling suka, tetapi pada saat itu mereka tak mampu saling mengungkap rasa. Namanya anak muda yang belum pernah pacaran, tentu mereka canggung dan fokus belajar saja.Beberapa detik berikutnya, Hanin mempersilakan mereka masuk dengan ramah. Memanggil seorang pelayannya ke belakang, lalu sang pelayan membawakan tiga gelas teh hangat dan camilan ringan."Kukira, yang di pesan itu bukan kamu, Haidar," celetuk Hanin membuat Zara menengadah.Haidar tampak salah tingkah. Tentu, ia tak mau membuat Zara salah paham."Hanin, suami kamu mana?""Suami?" Hanin berkerut kening. Beberapa kali Haidar mengedipkan matanya pada Hanin, memberi kode untuk dia mengerti.Tentu saja perempuan itu paham dan enggan untuk berbohong. Ia mengal

  • BABY BLUES   36. Aku Membuangnya II

    "Mas.."Aku tersenyum, meski dalam hati prihatin melihat ia begitu tak terurus."Haura dan Hanum. Aku telah membuangnya." Belum apa-apa, ia sudah menangis lagi."Hari ini kita jemput mereka, ya. Pasti mereka kangen sama bundanya," hiburku, berharap Zara bisa menjalani peran sebagai seorang ibu seperti yang lainnya.Tiba-tiba, kepalanya tertunduk. Seperti tengah memikirkan banyak hal yang berat. Detik berikutnya, ia berbicara sembari terus melirik selimutnya yang telah basah disiram embun yang mengalir dari matanya."Aku takut dan aku gak akan sanggup."Entah harus bagaimana aku menanggapi perkataan Zara. Semua ibu pasti akan merasakan kerepotan merawat bayi. Kenapa aku tak melihat ketulusan seorang ibu terpancar darinya?Aku menghela napas. Di tengah kebuntuan seperti ini untungnya Ibu datang. Suara salam terdengar membuat Zara mengubah posisi duduknya. Ada kekhawatiran tergambar pada raut wajah yang kusut itu.

DMCA.com Protection Status