gak kerasa udah mau end nih. pantengin terus ya đ
"Aku? K-kenapa denganku?" tanya Reihan gugup dan terbata-bata. Gelagatnya menampakkan seperti orang salah tingkah. Nasi sudah menjadi bubur. Jika benar pelakunya adalah Reihan, maka ia harus bersiap menanggung akibatnya. Jihan berjalan menghampiri suaminya secara perlahan. Dengan tatapan yang tajam, wanita tersebut meminta penjelasan kepada pria yang digadang-gadang sudah menghancurkan hidup Sekar di masa lalu. "Apa benar kamu yang menghamilinya, Mas?" tanyanya dengan suara lirih. Akan tetapi, Reihan semakin gugup dan merasa tersudutkan saat itu. "Itu tidak benar! J-jangan percaya! Apa kamu lebih percaya dengannya dari pada suamimu sendiri?" Reihan semakin memundurkann langkahnya. "Jangan bohong kamu, Mas! Kalau kamu tidak melakukannya, kenapa dia selalu meneror keluarga kita?" Nada bicara Jihan semakin meninggi, membuat Reihan merasa semakin tersudutkan. "Apa aku harus mengingatkan kembali kelakuan bejatmu saat itu, Reihan!" Tiba-tiba suara seorang wanita menggema begi
### "Kamu pakai ini aja." Reihan menyerahkan gaun putih kepada Sekar untuk dipakai. "Kok gaunnya tipis banget, Mas? Pasti terawang." Sekar membolak-balikkan gaun yang ia pegang. Ia tak yakin kalau harus memakai gaun pemberian dari Reihan. "Kamu gak usah khawatir. Aku gak akan ngapa-ngapain kamu kok. Justru gaun seperti ini lah yang biasanya dipakai sama para model," bujuk Reihan dengan senyum menyeringai. "Baik deh, Mas. Aku akan memakainya. Tapi janji ya, lukisannya harus bagus." "Iya. Pasti. Tenang aja. Aku akan buat lukisan yang cantik seperti dirimu."Dengan wajah malu-malu, Sekar mulai berganti pakaian di kamarnya. Kebetulan hari ini ayah dan ibunya Sekar sedang tidak ada di rumah. Mereka sedang bekerja di kebun tetangga. Maka dari itu Reihan menggunakan kesempatan ini untuk bisa mendekati Sekar.Tak lama kemudian, gadis cantik tersebut keluar dari kamarnya. Dengan mengenakan gaun putih tembus pandang. Tentu saja dal*aman yang dikenakan Sekar terlihat jelas. Reihan yan
âHallo. Kenalin. Nama aku Alea. Nama kamu siapa?â Ucap gadis cantik berusia 7 tahun itu kepada sesosok gadis kecil juga yang umurnya sebaya dengannya. Gadis berwajah pucat itu hanya duduk terdiam di atas ayunan halaman rumah Alea. Alea baru pindah hari ini dari rumah lamanya ke rumah yang ia tempati sekarang. Bangunannya memang lawas dan cukup menyeramkan. Karena hampir satu tahun tidak dihuni oleh sang pemiliknya. âKamu kok diem aja sih? Aku baru pindah di rumah ini. Aku belum punya teman. Apa kamu mau jadi temanku?â Tanya Alea kepada gadis menyeramkan itu lagi. Entah kenapa Alea tidak merasa takut sama sekali dengan wajah pucat si gadis. Rambutnya terurai panjang. Memakai baju putih kusam dan matanya memerah. âNamaku Jeny. Aku mau jadi teman kamu.â Kali ini gadis pucat itu menjawab pertanyaan Alea. Mereka pun saling berjabatan tangan.Melihat puterinya berbicara sendiri di halaman rumah, Jihan memanggil Alea. Ia merasa takut. Ini hari pertama mereka pindah, apalagi hari masih si
âSama Jeny, Yah. Oh iya. Ayah belum tahu ya kalau aku punya teman baru? Ini teman aku, Yah. Namanya Jeny. Jeny, kenalin. Ini Ayah aku.â Kata Alea yang berusaha memperkenalkan mereka berdua.Sontak Reihan terkejut mendengar perkataan puterinya. Reihan dan Jihan saling bertatapan. Mereka bingung dengan apa yang sedang terjadi kepada puterinya. Tidak ingin Alea lebih lama bermain. Akhirnya mereka mengajak Alea untuk makan malam. âSayang. Kita makan dulu yuk. Nanti main lagi.â Ajak Reihan. Ia merasa bahwa ada hal tak kasat mata yang dilihat oleh anaknya. âOke, Yah.ââSama Jeny, Yah. Oh iya. Ayah belum tahu ya kalau aku punya teman baru? Ini teman aku, Yah. Namanya Jeny. Jeny, kenalin. Ini Ayah aku.â Kata Alea yang berusaha memperkenalkan mereka berdua.Sontak Reihan terkejut mendengar perkataan puterinya. Reihan dan Jihan saling bertatapan. Mereka bingung dengan apa yang sedang terjadi kepada puterinya. Tidak ingin Alea lebih lama bermain. Akhirnya mereka mengajak Alea untuk makan mala
Reihan dan Jihan berbincang ringan di atas ranjang sebelum mereka terlelap dalam tidurnya. Menurut mereka, talk bed sangatlah penting untuk membangun sebuah keharmonisan rumah tangga. âMas. Besok sebelum kamu berangkat kerja, aku minta tolong kenalin sama tetangga di sini dong. Katanya kamu kenal sama mereka? Biar aku bisa ada temannya kalau kamu lagi gak ada di rumah.â Pinta Jihan kepada suaminya. âIya, Sayang. Besok aku akan kenalin kamu sama Bu Rah. Dulu waktu aku kecil, aku sering main ke rumahnya. Suaminya juga baik. Namanya Pak Sam. Namun Pak Sam lebih dulu menghadap Tuhan. Jadi Bu Rah sekarang tinggal sendirian di rumahnya. Kamu bisa main ke rumah Bu Rah kapan pun kamu mau.â âIya, Mas. Tapi aku masih mengkhawatirkan Alea. Aku takut saat dia diajak main sama temannya yang namanya Jeny itu. Aku gak lihat loh, Mas ada anak kecil di sekitar sini. Sepanjang perjalanan kemari, aku hanya melihat banyak manula yang lagi duduk di teras rumahnya. Rumah di sini juga terlihat lawas s
âJangaaaaan.â Teriak Jihan kepada Reihan. Lelaki itu semakin mengangkat kedua tangannya. Kemudian memeluk istrinya. âAku ingin menikmati malam ini bersamamu.â Ucap lelaki itu. Merasa dijebak oleh sang suami, Jihan menatap Reihan dengan tatapan jengkel. âKamu ngerjain aku ya?â Tanya Jihan kepada suaminya. Mukanya cemberut. Membuat Reihan semakin gemas melihatnya.Lelaki itu tertawa sesukanya. Ia berhasil menakut-nakuti istrinya yang sedari tadi terlihat cemas. âHahahaha. Abisnya kamu sih. Dari tadi takut mulu. Takut apa sih, Sayang? Gak ada hantu di sini. Malah hantunya yang takut sama kamu.â Goda Reihan. Jihan mencubit perut sang suami. Reihan masih tertawa senang, sedangkan Jihan masih cemberut dengan kejengkelannya terhadap suaminya.Jihan berjalan menuju ranjangnya. Reihan mengikuti istrinya dari belakang. âAyo lah, Sayang. Aku ingin malam ini kita melakukannya. Ini kan hari pertama kita tinggal di rumah ini.â âSalah sendiri. Siapa suruh nakutin istrinya? Aku kan jadi m
Udara begitu sejuk. Banyak pepohonan yang memayungi desa tua itu. Reihan, Jihan dan Alea sangat menikmati kesegaran yang mereka hirup. Maklum, di kota mana sempat menghirup udara sesegar ini? Banyak polusi udara yang disebabkan oleh asap kendaraan bermotor dan juga asap pabrik. âHaaaahh. Sejuknya.â Kata Jihan sambil merentangkan kedua tangannya. âApa aku bilang? Kamu suka kan?â Tanya Reihan. Jihan menjawab dengan hanya menganggukkan kepalanya. âItu. Bu Rah lagi duduk-duduk di teras rumahnya. Yuk kita kesana.â Ajak Reihan kepada istri dan juga anaknya. âAssalamualaikum, Bu Rah.â Ucap Reihan. âWaalaikumsalam.â Jawab wanita tua tersebut. âGimana kabarnya, Bu Rah? Baik?â Tanya Reihan sambil mencium punggung tangan wanita tua yang ada di hadapannya itu. âBaik.â Jawabnya singkat. Wanita tua bernama Rah itu memang tidak banyak bicara. Ia hanya akan bicara jika ada hal penting yang harus dijawab. âPerkenalkan. Ini istri saya. Namanya Jihan.â Kata Reihan yang memperkenalkan J
Pagi ini terasa biasa saja. Tidak ada yang aneh dan mengganjal. Ini hari ke dua mereka tinggal di rumah itu. Jihan menyiapkan hidangan untuk sarapan. âMa, Alea bantu ya?â Tawar sang puteri. âIya, Sayang. Tolong bawakan ini ke meja makan ya.â Kata Jihan sambil menyodorkan piring berisikan potongan ayam goreng. âOke, Ma.â Gadis kecil itu pun menuruti apa yang diperintahkan ibunya. Begitu juga Jihan yang menyusul di belakangnya dengan membawa nasi dan juga sayuran. âMakanannya sudah siap. Ayo kita sarapan.â Kata Jihan. Mereka bertiga pun mulai mengambil makanan yang telah tersaji di hadapannya. Dengan lahapnya Reihan menyantap masakan istrinya itu. âIni enak banget loh.â Puji Reihan. âKapan kamu bilang masakanku gak enak? Perasaan kamu bilangnya enak terus, Mas.â Kata Jihan menggoda suaminya. âKarena masakan kamu memang gak pernah gak enak. Semuanya enak. Itu yang menjadikan kita sekarang bisa memiliki rumah makan kan? Ingat jaman kita dulu waktu masih susah-susahnya
### "Kamu pakai ini aja." Reihan menyerahkan gaun putih kepada Sekar untuk dipakai. "Kok gaunnya tipis banget, Mas? Pasti terawang." Sekar membolak-balikkan gaun yang ia pegang. Ia tak yakin kalau harus memakai gaun pemberian dari Reihan. "Kamu gak usah khawatir. Aku gak akan ngapa-ngapain kamu kok. Justru gaun seperti ini lah yang biasanya dipakai sama para model," bujuk Reihan dengan senyum menyeringai. "Baik deh, Mas. Aku akan memakainya. Tapi janji ya, lukisannya harus bagus." "Iya. Pasti. Tenang aja. Aku akan buat lukisan yang cantik seperti dirimu."Dengan wajah malu-malu, Sekar mulai berganti pakaian di kamarnya. Kebetulan hari ini ayah dan ibunya Sekar sedang tidak ada di rumah. Mereka sedang bekerja di kebun tetangga. Maka dari itu Reihan menggunakan kesempatan ini untuk bisa mendekati Sekar.Tak lama kemudian, gadis cantik tersebut keluar dari kamarnya. Dengan mengenakan gaun putih tembus pandang. Tentu saja dal*aman yang dikenakan Sekar terlihat jelas. Reihan yan
"Aku? K-kenapa denganku?" tanya Reihan gugup dan terbata-bata. Gelagatnya menampakkan seperti orang salah tingkah. Nasi sudah menjadi bubur. Jika benar pelakunya adalah Reihan, maka ia harus bersiap menanggung akibatnya. Jihan berjalan menghampiri suaminya secara perlahan. Dengan tatapan yang tajam, wanita tersebut meminta penjelasan kepada pria yang digadang-gadang sudah menghancurkan hidup Sekar di masa lalu. "Apa benar kamu yang menghamilinya, Mas?" tanyanya dengan suara lirih. Akan tetapi, Reihan semakin gugup dan merasa tersudutkan saat itu. "Itu tidak benar! J-jangan percaya! Apa kamu lebih percaya dengannya dari pada suamimu sendiri?" Reihan semakin memundurkann langkahnya. "Jangan bohong kamu, Mas! Kalau kamu tidak melakukannya, kenapa dia selalu meneror keluarga kita?" Nada bicara Jihan semakin meninggi, membuat Reihan merasa semakin tersudutkan. "Apa aku harus mengingatkan kembali kelakuan bejatmu saat itu, Reihan!" Tiba-tiba suara seorang wanita menggema begi
Entah kenapa saat ustadz Zein menanyakan hal tersebut, raut wajah Reihan tampak panik. Pria tersebut sesekali menoleh ke arah sang istri. "Tidak, Ustadz. Ada tetangga kami yang rumahnya agak berjauhan," jawab Reihan berdalih dengan raut wajah cemas. Ustadz Zein membacakan ayat-ayat suci dan berusaha menetralkan suasana rumah yang sejak awal terkesan sangat horror. Di tengah-tengah kekhusyukannya, tiba-tiba ustadz Zein merasa jika ada yang menghantam dadanya dari depan. Hingga beliau terpental beberapa meter ke belakang. "Astaghfirullahal'adzim." Suaranya sedikit parau lantaran menahan sakit di dadanya. Kedua matanya menatap sengit siapa yang sedng berdiri di hadapannya. "Siapa kamu?" tanya ustadz Zein secara lantang sambil memegangi dadanya yang sakit. Jihan langsung menarik Alea dan menyembunyikannya di belakangnya. Meskipun ia dan suaminya tidak bisa melihat, siapa sosok yang sedang berinteraksi dan berusaha menyerang ustadz Zein. "Kalau kau mau selamat, jangan iku
Aku tengah meratapi masa mudaku yang hancur karena dirusak oleh dirinya. Ku kira dia adalah pria yang baik. Tidak ada gelagat yang mencurigakan sama sekali yang ada padanya. Aku tertipu akan sikap santun yang dimiliki pria yang telah merusak hidupku. âPria itu? Siapa dia?â gumam Jihan bertanya kepada dirinya setelah membaca sepenggal isi dari buku diary milik ibunya Jeny yang malang.Dibukanya lagi lembar selanjutnya. Berharap dari buku diary itu ia menemukan sebuah titik terang yang menjadi penyebab dirinya selalu diteror oleh sosok wanita yang tak diketahui dia siapa.Apa yang bisa aku harapkan sekarang? Aku tidak akan membiarkan bayi yang ada di dalam kandunganku ini mati, sedangkan aku masih hidup. âJadi dia tidak bermaksud untuk menggugurkan Jeny?â Satu persatu curahan hati Sekar ia baca dengan penuh penghayatan. Jihan bisa meraskan bagaimana rapuhnya Sekar kala itu. Hingga akhirnya ia tiba di lembar ketiga. Dimana di lembar tersebut Sekar menuliskan sebuah kalimat terakhir
"Huft. Ternyata cuma cicak," Jihan mendengkus kesal. Ia segera menuju ke dapur untuk membuatkan makanan untuk puterinya. Ruangannya yang sedikit lembab membuat Jihan merasa tidak nyaman berlama-lama di tempat khusus memasak itu. Dengan cepat ia segera menyelesaikan tugasnya dan kembali menuju ke kamar Alea.Makanan sudah matang. Hanya sepiring nasi bertopingkan telur dadar di atasnya. Jihan keluar dari dapur dan berjalan menuju kamar Alea. Dilihatnya sang suami yang sudah nampak bersih dan wangi. Sepertinya Reihan sudah membersihkan dirinya."Kok sudah rapi, Mas? Tumben? Mau kemana?" Tanya Jihan saat mencium bau parfum dari pakaian yang dikenakan oleh sang suami. Rambutnya pun tersisir rapi. "Mau keluar sebentar. Nitip Alea ya," jawab Reihan dengan mimik datar. Karena pria itu masih kesal dengan ajakan Jihan untuk meninggalkan rumah horor tersebut. "Kemana, Mas?" tanya Jihan penasaran. "Mau ke rumah Pak Ustadz buat jemput ke sini. Katanya suruh meruqyah rumah ini?" jawab Rei
Siang berganti sore. Sinar matahari yang tadinya sangat menyengat mulai bergeser ke arah barat. Jihan segera membangunkan kedua orang tercintanya yang masih tertidur lelap.Pertama, ia menuju ke kamarnya untuk membangunkan Reihan. "Mas. Bangun. Sudah sore nih. Gak baik kalau tidur sore hari. Nanti kepala kamu juga pusing loh," ucap Jihan sambil menggoyang-goyangkan badan suaminya yang masih terbaring di atas ranjang. Reihan menggeliat. "Jam berapa sih, Sayang? Aku masih ngantuk," tanyanya dengan suara yang parau. "Jam tiga sore, Mas. Jangan tidur sore ah. Nanti saja tidurnya kalau sudah jam sembilan malam," ucap Jihan. "Hmm. Iya deh. Sayangku. Memangnya kamu siang ini gak tidur?" tanya Reihan yang belum kunjung merubah posisinya menjadi duduk. "Aku gak bisa tidur, Mas. Aku takut," jawab Jihan cemas. "Apa yang kamu takutkan? Kalau kamu mengantuk, tidur saja. Jangan memaksakan untuk terjaga. Nanti kesehatan kamu malah terganggu karena kurang istirahat," tutur Reihan yang perl
âHem,â jawab Bu Rah singkat. Tatapannya tetap terfokus ke arah depan. Padahal Jihan berada di sebelahnya. âMaaf, jika pertanyaan saya sedikit menyinggung. Tapi saya ingin tahu, apa maksud dari pesan yang Ibu sampaikan kepada suami saya beberapa hari lalu? Bu Rah meminta agar suami saya melindungi saya dan puteri saya,â tanya Jihan kepada wanita paruh baya yang terlihat aneh tersebut. âBukankah itu memang tugas seorang suami untuk menjaga anak dan istrinya?â Bu Rah malah bertanya balik kepada Jihan yang membuat Jihan sedikit kesal dengan jawaban yang diberikan. âIya juga sih. Tapi kalau boleh saya jujur, semenjak saya tinggal di rumah tersebut, saya dan keluarga saya selalu mendapatkan teror yang tidak jelas. Mulai dari Alea yang kerasukan, pengantar makanan misterius, sampai wanita menyeramkan yang ada di pohon besar belakang rumah saya. Dan ini tadi saya mendapati Alea yang pingsan di sekolahnya. Awalnya saya dan suami saya tidak curiga dengan sekolahan tersebut. karena sekol
Sesampainya di sekolahan yang katanya telah lama kosong tersebut, Jihan mendapati puterinya yang tergeletak di dekat gerbang sekolah. Entah apa yang yang membuat Alea tak sadarkan diri. Padahal tadi ketika Jihan meninggalkannya untuk membeli makanan, Alea sudah masuk ke dalam sekolahan tersebut. Namun kali ini gadis polos itu tergeletak tak berdaya di depan gerbang sekolahannya. Jihan mengambil handphone yang terletak di saku jaketnya. Ia segera menelfon Reihan agar segera menghampiri mereka berdua. Karena tidak mungkin jika Jihan membawa Alea pulang dengan menggunakan motor maticnya.Jihan memencet nomor telfon suaminya. Agak lama memang untuk bisa tersambung, karena sinyal di tempat tersebut sangatlah minim. âHalo, Mas. Cepat kamu jemput aku dan Alea di sekolahan. Alea pingsan,â ucap Jihan panik. Ia melihat keadaan sekitar sekolah yang tiba-tiba berubah menjadi bersarang dan tak terawat. Suasana juga sangat sepi. Tidak ada murid atau pun guru yang berada di sekolah tersebut. âA
Tiba-tiba sosok itu tepat berada di hadapan Jihan. Sontak Jihan langsung terkejut. Ia berteriak, namun anehnya suaranya tidak keluar sama sekali. Lalu bagaimana Reihan bisa mendengar teriakannya?Sosok itu semakin membulatkan matanya dan menatap jihan secara tajam. Wajahnya semakin mendekat ke arah wanita yang sedari tadi napasnya terengah-engah. Sekarang malah sosok wanita menakutkan tersebut malah mengunci dirinya hingga Jihan tidak bisa lari dari tempat dimana dia berdiri sekarang. âS s siapa kamu? Mau apa kamu? K Kenapa kamu terus menganggu keluargaku?â Tanya Jihan dengan gemetaran. Peluhnya tak berhenti mengucur di wajahnya. Ditambah lagi dengan derasnya air hujan yang tadi telah membashi dirinya. âPergi.â Kata sosok itu sambil melotot. Suaranya yang serak membuat Jihan semakin ketakutan. âK kenapa?â Jihan memberankan diri untuk bertanya sekali lagi.Dar!!! Suara petir membuat Jihan kaget saat menanyakan hal yang membuatnya penasaran kepada sosok yang selama ini telah men