Pintu coklat tua itu perlahan-lahan terbuka. Seorang mengedarkan pandang , lalu menunduk. Bu Eda melihat Ayuna jongkok di bawahnya. Ayuna mendongak melihat wajah Sang guru. “Eh Ibu guru, Engapain di sini?” Bu Eda melotot melihat wajah Ayuna yang tepat di bawahnya.
“Berdiri Ayuna! Sekarang ikut saya ke lapangan,” bentak Bu Eda. Dengan cemberut, Ayuna berdiri dan mengikuti Bu Eda dari belakang. Semua lorong sangat sepi, karena jam pelajaran sudah di mulai berberapa jam lalu. Bukannya sedih, Ayuna semakin ceria. Ia berjalan dengan loncat-loncat.
Bu Eda berhenti, menoleh ke belakang. Membuat Ayuna mengerem mendadak laju kakinya, hingga ia akan terhitung ke depan. “Ada apa Bu?”
Bu Eda melotot, sia-sia memberi hukuman pada gadis seperti Ayuna. Karena gadis itu akan berulah kembali. “Ayuna, Saya pusing melihat tingkah lakumu. Agar kamu jera, kali ini ibu tidak ijin kan kamu masuk kelas." Bu Eda mengeluarkan surat peringatan. Berwarna merah. Ayuna menerima surat itu. Lalu Bu Eda pergi meninggalkan Ayuna. Gadis bermata hazel itu mendengus sebal sambil memegang surat peringatan.
“Pasti Tante Emma marah denganku." Ayuna melihat kafetaria sekolah. Berhenti sejenak lalu melangkah menuju tempat yang pas untuk mengisi perut. Apalagi tadi ia tidak makan sama sekali. Terus ada drama kejar-kejaran dengan Bu Eda membuat perutnya semakin keroncongan.
Mata kucing itu mengedarkan pandangan ke seluruh barisan kursi kantin, mencari tempat yang cocok untuk duduk. Akhirnya, pilihan Ayuna jatuh pada kursi panjang yang berada di tengah. Kemudian Memesan dua bakso, mie ayam dan tiga es jeruk. Kantin sekolah sangat senyap, hanya ada satu meja yang terisi. Sunyinya kantin, membuat Ayuna hanya di temani para penjaga kantin. Ada tiga ruko di kantin, ada pedagang bakso dan mie ayam. Gorengan, dan Nasi goreng. Seorang tukang air lewat, membawakan pesanan galon pada Pak Solih, penjual Mie ayam dan bakso. Pria hitam itu menatap Ayuna.
“Masa bodoh di lietin. Ini hidup gue.” Ayuna menggeser layar gawai, menekan bentuk love jika ada posting yang di sukai, salah satunya gambar jerapah. Entah itu jerapah mati, hidup, beranak atau manusia menggunakan kostum jerapah, semuanya di sukai Ayuna. Pak Solih membawakan nampan berisi makanan yang di pesan Ayuna. Meletakan tiga mangkok pesanannya. Lalu masuk kembali dan membawakan es yang di pesan Ayuna.
Gadis berkepang itu langsung meletakan gawai dan menatap kudapan dengan mata berbinar-binar. Seperti anak kucing yang baru di kasih puting susu oleh Sang induk kucing.
Ayuna memakan makanan tersebut dengan ganas. Tak meninggalkan sisa sedikit pun. 30 menit berlalu bakso dan mie hanya tinggal mangkoknya saja. Ayuna meminum kuah bakso langsung dari ujung benda beling itu. Mengelap mulut dengan cepat menggunakan punggung tangan. Menyeruput tiga gelas minuman secara bergantian.
Dar!
Toby memukul meja, Ayuna terperanjat. Gadis itu melotot. “Loe, bukannya sembunyi. Eh tambah makan bakso di sini.” Sindir Toby.
“Enak aja, gue ini emang di suruh Bu Eda”
“Kok bisa?”
Ayuna berdiri, “Gue duluan. Nanti gue tunggu di Mall. Bilangin ke Wanda.” Ayuna meletakan satu lembar uang berwarna biru. Lalu meninggalkan meja Kantin. Toby mengejar gadis itu, “Eh loe belum jawab pertanyaan gue!”
“Bu Eda enggak Izinin gua masuk kelas. Gue cabut dulu!” Semua Ayuna mengembang.
Ayuna merapikan tasnya lalu menjejakkan kaki keluar dari sekolah. Semua kelas terdengar senyap. Ayuna melewati lorong-lorong tiap kelas, terdengar suara ibu guru sedang menerangkan pelajaran. Ayuna mendengus, karena ia tak bisa ikut bersama sama mereka. Mereka pun kembali ke depan gedung sekolah, Pak Satpam mengangkat alis, “Ada apa Non?”
“Bukain gerbang, saya mau keluar?”
“Anda mau kabur.”
“Saya di suruh Bu Eda enggak boleh masuk kelas.” Ayuna mencari kartu berwarna merah yang tadi ia selipkan di dalam tas.
Pak Satpam masih tak percaya. Ia mengulur waktu dengan menelfon Bu Eda. Bu Eda mengiyakan hukuman Ayuna. Pak Satpam membukakan pintu gerbang tersebut. Ayuna menyudahi mengacak-ngacak isi tasnya. Kartu pemberian Bu Eda itu hilang. Untungnya, ia masih bisa tetap keluar tanpa kartu tersebut.
“Pak, Ayok berangkat.”
“Loh enggak masuk sekolah?”
“ Saya telat, makanya enggak boleh masuk.”
“Maafin saya ya Mbak, saya enggak bisa ngebut tadi.”
“Enggak papa kok Pak.” Ayuna menepuk bahu Toni.
Ayuna masuk ke dalam mobil, Pak Toni menancap gas. Mesin mobil menyala, dan pergi meninggalkan depan gedung sekolahan Ayuna.
“Pak jangan bilang Tante Emma!”
“Baik Nona.”
Mobil itu meluncur. Ayuna membuka kaca mobil. Lalu mengambil permen yang selalu ada di kantong jog. Gadis itu memakannya sambil tertawa, lalu melempar permen-permen manis itu keluar, terlihat anak-anak pemulung senang menerimanya. Tiba-tiba ada sebuah motor sport di samping mobil Ayuna. Ayuna meletakkan dagu di pinggiran kaca.
“Halo Mas atau Om, mau ke mana?” goda Ayuna. Lelaki itu menoleh, Ayuna bisa melihat mata hitam pekat itu melotot dari balik kaca helm. Bukanya sebal, Ayuna senang bisa menggoda lelaki asing tersebut
Ayuna melempar permen, “Om, ini Yuna kasih permen biar di jalan enggak mengantuk.” Lelaki yang berada di atas ducati , melirik sebal ke arah Ayuna Ia menyalip mobil Ayuna. “Pak salip motor itu!”
“Baik.” Toni menancap gas menyalip motor tersebut. Ayuna terkekeh, ia yakin lelaki itu akan semakin geram dengan dirinya.
1 jam berlalu, satu mobil dan satu motor saling menyalip satu sama lain. Hingga tak sengaja bagian belakang motor sport tersenggol. Membuat pria itu kehilangan ke seimbangkan lalu ke jatuh ke pinggiran jalanan. Untungnya, badan lelaki itu tidak terlalu keras membentur tanah.
Mobil Ayuna mendadak berhenti di samping Pria itu. “Duh Om sih, engbut-ngebut. Makanya Om hati-hati.” Ujar Ayuna dari balik jendela. Sambil meringis menunjukkan gigi geriginya.
***
Ayuna menyeruput bubble mix dan memakan kentang goreng. Ia menunggu ke dua temannya. Gadis itu duduk sendirian di kafe yang berada di dalam Mall. Ayuna mengantuk karena menunggu Toby dan Wanda. Mata Ayuna sangat berat. Ia pun menjatuhkan wajah di atas meja. Tak peduli dengan tatap orang sekitar yang memandang aneh.
“Boleh duduk sini?” tanya pemuda berbaju hitam dengan tindik di hidung dan telinga.
Ayuna mengakat kepala, “Jangan di sini. Itu kursi milik teman Ayuna.”
“Bentar aja.”
“Di Bilangin enggak boleh masa banget sih mas-mas seram.” Lelaki itu mengalah dan pergi meninggalkan Ayuna. Dari jauh Toby dan Wanda datang. Ayuna membawa makan dia atas meja aluminium dan menghampiri Wanda. “Sistalove, kalian akhirnya datang.”
“Sorry, tadi sulit banget mau kabur. Terus di jalan macet.”
“Syukurlah, kalian pada datang.” Ayuna memeluk ke dua sahabat.
“Lepasin! Nanti makan loe kenak baju.”
“Sorry...Eh tahu enggak, Tadi ada mas-mas seram mau godain Yuna.” Melirik Pria tadi yang sudah berdua dengan temannya.
“Terus gimana?” tanya Wanda.
“Yuna usir, untung dia mau pergi.”
“Udah enggak papa, Yuna. Dia Cuma mau numpang duduk kok. Enggak mungkin berniat macam-macam sama loe, mana ada cowok yang mau sama cewek yang.” Ekor mata Toby melihat atas dan bawah tubuh Ayuna yang tak berisi. Ayuna melotot dan memegang dadanya.
“Oh, ayo cepetan jalan."
“Oke Sistalove." Mereka bertiga keliling Mall. Melihat setiap toko baju, sepatu dan aksesoris berjejer. Mereka bertiga masuk ke dalam toko pakaian. Melihat bagian celana dalam. Toby mencoba celana segitiga dan meletakkan di kepala. Yuna dan Wanda ketawa. Lalu mereka keluar dari toko pakaian.
“Eh tu ada box foto. Yuk foto!” Mereka berlari ke arah box berwarna biru. Masuk satu persatu ke dalam box tersebut, lalu memencet tombol merah dan kamera pun mulai menyala.
Mereka foto dengan pose-pose lucu dan menggemaskan. Mata melotot dan pipi menggelembung. Lidah keluar dan mata mendelik. Tak lama foto mereka dengan wajah konyol keluar dari balik mesin. Mereka tertawa satu sama lain. Menertawakan wajah konyol masing-masing orang .
“Yuk, langsung ke toko jerapah."
“Oke.” Jawab Toby dan Wanda. Mereka ke luar dari balik Box foto dan berjalan menuju toko Jerapah.
“Gue haus mau beli es ya. Kalian duluan aja.” Ujar Toby.
“Gue beliin Toby!”
“Oke.”
“Awas loe kalau lupa, gue bunuh.”
“Tenang aja embak kunti. Gue enggak lupa.” Toby berlari meninggalkan Wanda dan Ayuna. Wanda dan Ayuna menjejakkan kaki ke toko jerapah.
“Wah, bagus-bagus ni. Pasti keluaran terbaru.”
“Iya Yun.” Ayuna memilah-milih pernak-pernik dan boneka jerapah. Ayuna jantung cinta pada boneka jerapah ibu dan anak.
“Gue mau beli ini.” Ayuna membalikkan badan, tiba-tiba seorang lelaki bertuksedo dengan kacamata hitam berdiri di depan Ayuna.
“Maaf, Om atau Mas. Ini saya mau bayar dulu.” Ayuna melewati tubuh lelaki tinggi tegap.
“Kamu Ayuna?” Memegang bahu Ayuna. Menghentikan paksa Ayuna. Tubuh gadis bermata kucing itu menegang.
“Om kok tahu?” Ayuna melirik tangan Om mesum itu, lalu menepis tangan tersebut. “Lepasi dong Om.” Ayuna berjalan menuju kasir.”
Lelaki itu menunduk, dan mengakat tubuh Ayuna seperti kantong beras. Ayuna terperajat, ia terus menjerit di atas pundak lelaki berkacamata hitam. Lalu menendang -nendang di atas bahu Lelaki itu. Mirip anak kucing yang Mintak di lepas dari kandang.
Wanda terkejut saat Ayuna tak ada di tempat, dan melihat ke arah pintu keluar ternyata Ayuna di gendong lelaki misterius.
“Yuna!”
Pria beralih tebal itu mengamuk. Menyapu seluruh barang dengan lengannya yang kokoh. Membanting gelas kaca yang ada di atas meja. Kobaran api membara dari balik Manik berwarna amber, memancarkan letupan kemarahan yang berada di ubun-ubun. Panggilan Sang Kekasih menggema dari balik layar pipih. Meraih benda komunikasi canggih masa kini. Menatap nanar foto Sang Kekasih depan layar. Menyungging senyum kebencian dan melempar benda pipih itu ke lantai hingga pecah menjadi dua bagian.Eugene marah, lelaki itu adalah seorang polisi terkenal di kota A. Dan merupakan anak bungsu dari keluarga Smith. Eugene menjatuhkan pantat kasar di atas kursi. Memasukkan jemari berotot itu ke dalam rambut, mengacak-ngacak dengan kasar. Lalu memegang kepala karena penat, membayangkan Pengkhianatan Violet. Bayangan Sang Kekasih terlintas, Saat Violet bercumbu mesra dengan selingkuhannya tepat di depan mata Eugene. Padahal 2 hari lagi, ia berniat melamar Violet. N
Dua orang wanita berpakaian pelayan membukan pintu berwarna emas. Ayuna meneguk saliva, suasana dingin mencekam. Hawa dingin dari lubang-lubang Ac membuat Ayuna semakin ngeri. Gadis itu bertanya-tanya, kenapa orang tua Pria asing itu mencarinya. Kursi berwarna coklat yang membelakangi Ayuna berputar. Tampak lelaki berumur sekitar 60 tahun menatap lekat Ayuna sambil memegang album tua.“Lihatlah, putri kecil Robert sudah tumbuh besar,” ujar SmithAyuna mendelik, gadis bermata bening itu menoleh pada Pria di sampingnya. Namun, pria itu menatap luruh ke depan, seolah-olah mengabaikannya. “Pasti kau bertanya-tanya, kenapa lelaki tua ini bisa tahu namamu dan nama orang tua mu, bukan?” Ayuna yang polos itu mengangguk.Smith memegang kepala Ayuna, Ia tersenyum hangat. Lelaki tua itu seperti menemukan anak perempuannya kembali. “kau sangat mirip dengan ibumu, cantik.” Ucapan Ruth Smith membuat Ayuna bersemu merah. Pujian kecil itu, be
Hati-hati berganti dengan cepat. Tak terasa hari suci pernikahan Ayuna akan segera datang. Sepanjang hari, gadis itu tak henti-henti memikirkan cara untuk kabur dari rumah. Menghindari pernikahannya sendiri, tapi seluruh sisi rumahnya di jaga ketat oleh anak buah Ruth Smith. Membuat pergerakan Ayuna tak leluasa, bahkan untuk pergi bersama Wanda dan Toby saja sulit.Ayuna berdiri di depan ranjang, melihat sebuah kalender yang sudah di lingkarinya. “empat hari sebelum hari pernikahan, Yuna harus ngapain?” Ayuna mondar-mandir sambil menggigit ujung kukuk. Dengan wajah pucat dan berkeringat. Tiba-tiba bayangan video yang di perlihatkan Wanda terlintas. Ia tak bisa membayangkan adegan jorok seperti itu terjadi padanya. Baru pertama melihat, tapi mampu membuat bulu kuduk Ayuna berdiri. Gadis bermata besar dengan manik hanzel itu menggeleng-gelengkan kepala.“Oh tidak! Yuna kau mikirin apa sih.” Ayuna memukul-mukul kepala.Pintu kamar Ayuna ter
Gadis kecil itu pasrah saat tubuhnya di tarik Eugene. Ayuna mendongak menatap bola mata calon suaminya. Lelaki itu seperti membenci perempuan yang berada di depan pintu bioskop. Mereka sampai di loket, Eugene membeli dua tiket dan juga popcorn. “Om Yuna ke toilet dulu ya?” Lelaki itu mengangguk. Gadis itu bergegas pergi dari loket, menuju pintu keluar. Ayuna sudah memesan taksi di pintu keluar. Tak peduli dengan masalah Eugene. Yang terpenting ia harus pergi dari tempat ini. Untuk sementara, gadis itu akan mencari tempat menginap yang murah.Mata gadis itu berbinar saat melihat sebuah taksi sudah menunggu, “ Syukurlah semua berjalan lancar,” ujar Ayuna.“Apa yang lancar? Dan kau mau ke mana?” Ayuna menelan saliva. Saat suara bariton bertanya padanya. Ayuna memutar badannya, mantap Eugene. “Kau mau kabur?”“Mana mungkin,” tukas Ayuna. Eugene langsung merampas tas selempang Ayuna. Membuat gadi
Manik Hazel itu menatap keluar kaca mobil. Kedua jemari saling bertautan. Melirik seorang lelaki yang ada di sampingnya. Berkali-kali ia meneguk saliva, tenggorokan gadis itu terasa kering. Badan ramping itu menegang. Bunyi gawai membuatnya segera merogoh sakunya. Ia akan mencurahkan segala kegundahannya pada kedua Sang Sahabat.“Kenapa? “ suara bariton itu membuat Ayuna tersentak, hampir saja ia menjatuhkan smartphone miliknya.“Ah enggak papa,” cicit Ayuna sambil memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku. Eugene semakin menancapkan gas, membuat wajah Ayuna semakin pucat. Jika lelaki itu berani menyentuh tubuhnya, ia akan menghajarnya habis-habisan. Tak berselang lama. Mobil berwarna perak itu sampai di depan hotel bintang lima. Seorang staff hotel membukakan pintu mobil untuk Ayuna dan Eugene. Ayuna dengan ragu keluar dari dalam mobil. Mereka tersenyum ramah, membuat Ayuna semakin kiku.“Selamat siang Tuan dan Nyonya, mari say
Matahari merangkak, subuh perlahan-lahan menampakkan cahaya sedikit demi sedikit. Seorang gadis meringkuk di atas tempat tidur. Selimut tebal menutupi tubuh kecilnya. Sekarang adalah hari pernikahannya. Hari di mana setiap wanita di belahan bumi mana pun menantikannya, tapi tidak dengan gadis kecil yang masih berusia 18 tahun, Yang masih menggunak,an seragam abu-abu.Perempuan berusia 38 tahun itu masuk, membuka tirai kamar. Cahaya mentari malu-malu masuk ke dalam kamar. Emma membalikkan badan, menatap gundukan selimut. Anak majikannya itu berada di dalam. Menggoyangkan tubuh Ayuna yang tertutup selimut tebal dan lembut.“Yuna! Ayo bangun. Nanti kau telat loh di acara pernikahanmu.”“Nanti dulu Tan, Yuna ingin tidur bentar lagi.” Suara parau dan serak, khas orang yang bangun tidur terdengar di telinga Emma. Perempuan berambut ikal itu melangkah keluar dari kamar. Pasti butuh waktu bagi Ayuna menata kembali hatinya. Karena sebentar lagi dia akan be
Eugene menarik ujung gagang pintu. Seorang gadis dengan gaun putih muncul, membuat pria itu menelan saliva kasar. “Om lama amat bukain pintunya, emang ada masalah di dalam?” Masuk ke dalam kamar di ikuti seorang pelayan yang membawa troli berisi kudapan. Eugene mendelik. Menatap makanan yang sangat banyak di atas troli, “Siapa yang memakan makanan sebanyak ini?”“Saya lah Om masak setan.”“Taruh di situ aja, terimakasih ya?” Pelayan hotel itu pergi meninggalkan Ayuna dan Eugene.“Apa-apaan ini Yuna?”“Yuna dari tadi laper Om, makanya Yuna pesan makanan banyak.” Ayuna mengambil pasta dan melompat di atas kasur. Memakan makanan tersebut, seperti gadis yang belum makan bertahun-tahun. Eugene menggeleng, ia jijik melihat cara makan Istrinya, “Jangan makan di kasur, bagaimana jika makanannya jatuh?” tegur Eugene, gadis itu tak bergeming. Membiarkan Sang Suami mengoceh.Ayuna mendongak, “Om mau juga?” tawar Sang Istri sambil mengangkat
Tubuh semampai seorang gadis berusia 18 tahun menggeliat di atas kasur hotel. Kemeja berwarna putih itu masih melekat di tubuhnya. Tadi malam, Ayuna ke buru tertidur saat seorang pelayan membawakan nya pakaian. Eugene bangun dari ranjang, melirik Sang Istri yang sudah tertidur dengan pose melintang. Kaki Ayuna berada di atas perutnya sedangkan kepalanya hampir jatuh ke bawah. “ Dasar bocah, tidur aja enggak Bener.” Eugene menepis kaki Ayuna dan melempar selimut tebal ke paha Ayuna yang terekspos.Eugene menguap, melentangkan ke dua tangan untuk merenggangkan ototnya agar lemas. Bangkit dari kasur. Melangkah ke kamar mandi.Mata Ayuna terbuka saat suara pintu di tutup keras. Dengan tertatih-tatih ia bangkit dari kasur. Menguap lebar dan mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Melihat setiap sudut kamar hotel yang tampak sama. Setelah menyadari tadi malam ia tidur satu ranjang dengan Eugene. Langsung menyilangkan
Air mata Eugene jatuh saat melihat Sang Istri berada di atas ranjang. Setelah Surya memberitahu di mana Ayuna berada ia segera mencari gadis itu. Dan dia mendapati Sang Istri berada di rumah sakit yang tidak jauh dari lapangan golf. Eugene meraih tangan Ayuna, memandang keadaan gadis itu yang sangat memperihatinkan. Seluruh tubuhnya lebam-lebam, membuat hati Eugene seperti di sayat oleh silet-silet kecil.“Maafkan aku Sayang….” Tangis Eugene pecah walaupun tanpa suara. Tapi rasa sakit dan rasa kecewa pada diri sendiri menyergap. Perasaan campur aduk berkecamuk, apalagi perasaan dia harus melihat istrinya dalam kondisi seperti ini. “Jika ada sesuatu terjadi padamu dan anak kita. Maka akulah yang harus di salahkan karena tidak bisa menjagamu.”Decit pintu terbuka, Pria botak berjas putih masuk ke dalam ruang yang di tempati Ayuna. Wanita berpakaian perawat mengikutinya dari belakang. “Apa Anda keluarga dari pasien?”Eugen
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Setelah Eugene mendapatkan plat nomer mobil tersebut. Ia pun melacaknya lewat plat mobil yang ia dapatkan. Namun, saat mobil itu melewati terowongan tiba-tiba mobil yang ia incar menghilang secara misterius. Tapi Eugene dan rekan-rekannya tak menyerah. Ia tetap mencari mobil tersebut. Sebuah kamera CCTV mendapatkan mobil tersebut tapi mobil itu sudah berada di tempat bangkai mobil-mobil. Sebuah tempat yang di peruntukkan untuk mobil rusak.“Bagaimana ini Inspektur? “ tanya rekannya. Membuat Eugene kalang kabut. Ia pun mencoba melacak orang yang meninggalkan mobil di tempat pembuangan. Dan Eugene mendapatkan orangnya. Ternyata dia adalah Driver ojek online. Jika menemukan lelaki itu mereka bisa bertanya tentang penjahat itu. Eugene dan dua rekannya pergi mencari lelaki itu di kawasan padat penduduk. Melewati setiap gang kecil hingga ia sampai di sebuah rumah sederhana milik Driver Ojek Online.Dok! Dok!Eugene menggedor pintu. Seorang perempuan keluar
Lampu disko berkilap kelip. Disertai suara musik yang beredup sangat keras hingga memengkak telinga siapa pun yang mendengar. Suara penyanyi diskotik membuat pengujung semakin terbuai. Sang Vokalis bergoyang di atas meja membuat para pengunjung semakin melingkung. Di pintu masuk seorang Pria masuk ke dalam Pub. Menyingkirkan orang-orang yang ada di depannya dengan kedua tangan. Seorang gadis seksi menikmati minuman beralkoholnya. Tiba-tiba seorang lelaki mendekat. Menarik gadis itu dengan kasar keluar Bar. Membuatnya marah.Mereka pun keluar dari tempat itu. Surya melepaskan dengan kasar. Menatap tajam sepupunya. Pandangan gadis itu sedikit terganggu. Tampak jelas gadis itu masih di selimuti rasa mabuk.“Apa-apa loe narik gue keluar!” teriak Violet pada sepupunya. Matanya merah.Surya memegang pundak sepupunya. “Gue Cuma mau nanyak. Apa loe dalang di balik hilangnya Istri Eugene.” Suara menatap tajam. Berharap sepupunya tidak melakukan pe
Suara langkah kaki mendekat. Membuat rasa waswas yang sangat besar pada tubuh gadis kecil yang terduduk di atas kursi dengan tangan di ikat ke belakang. Kaki juga terikat sangat erat. Ia tak mampu bergerak sama sekali. Setelah kejadian penyiksaan Violet kemarin, para anak buah Violet mendudukkannya. Lampu berwarna keemasan menyala seketika. Membuat Ayuna mendongak dengan mulut di sumpal kain. Seorang gadis cantik melenggak-lenggok masuk ke dalam ruangan. Memberi tatapan yang mengerikan. “Selamat pagi yuna!” sapa gadis itu. “Bagaimana? Apa kamu nyaman berada di tempatku? Aku sebagai Tuan rumah, selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk tamuku. Kalau ada apa jangan sungkan-sungkan memberitahuku.” ucap Violet sambil memegang sebuah map. “Kenapa? Kenapa kau enggak jawab hah?” bentak Violet dengan mata melotot hingga ingin keluar. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu. “Ups!” Menutup bibirnya centil. “Aku lupa mulutmu masih tertutup. Maaf
Di bawah sinar rembulan seorang lelaki sedang duduk lesu sambil menyesali kelalaiannya. Gadis yang sangat ia cinta menghilang tiba-tiba membuat pikiran Eugena kayak. Ia pun meraung-raung di tengah lorong yang sunyi. Membuat para orang yang berlalu lalang terperajat. Melirik Eugene dengan tatapan horor. Membuat orang mengira lelaki itu sedang gila.Saat Eugene menangkupkan kepala tiba-tiba benda hangat menyentuh punggung tangan. Lelaki itu mendongak. Sesosok wanita berdiri didepannya. Melempar senyum. “Violet!” gumam Eugene.“Ni kubelikan coffe.” Menyerahkan Paper Coffe kopi pada mantan kekasihnya. Eugene mengambil kopi yang di berikan Violet. Tiba-tiba gadis itu duduk di samping Eugene. Menunjukkan wajah yang lesu. Membuat dirinya seolah iba dengan Eugene.“Makasih.”Tangan Violet terulur. Menangkup tangan kanan. “Aku turun prihatin atas menghilangnya istrimu.”“Dari s
Byur!Sebuah guyuran air membasah tubuh gadis yang tengkurap di atas lantai. Tampa penerangan sama sekali. Dengan kedua tangan yang terikat ke belakang. Kelopak mata gadis itu mengerja-ngerjakan mata. Mata itu sedikit demi sedikit melebar. Mendongak melihat seorang datang menggunakan penerang seadanya. Sebuah lampu berwarna keemasan menyala. Tapi cahaya itu tidak membantu. Karena hanya menerangi bagian kecil ruangan. Sedangkan yang lain tetap gelap.Wanita itu menarik rambut seorang gadis yang sangat mengerikan itu. “Halo gadis kecil. Selamat datang di wilayahku. Hahahhah...” Tawa pecah dan melepaskan rambut Ayuna dengan kasar.“Kamu kan Violet. Apa yang kau lakukan padaku. Apa salahku.”Wanita jahat itu mengeluarkan jari telunjuknya dan mengetuk-ngetuk ujung dagu seolah-olah berpikir. “Apa ya salah mu?” Ia menarik rambut Ayuna kembali tapi tarikan ini lebih kuat. Gadis itu merintih sakit. “Baiklah. Seperti loe en
Waktu semakin bergulir. Malam demi malam telah terlewati. Di gantikan sang raja pagi terus menyising. Seperti biasa di sekolah cukup ramai. Murid berlalu lalang meninggalkan kelas masing-masing. Termasuk dua murid lelaki dan perempuan yang berjalan saling beriringan. Dari arah lain seorang pria di kelas mengejar mereka. “Hai bro!” Lay langsung merangkul lengan Wanda. Namun perempuan itu langsung bergidik dengan keras. Hingga tangan Lay jatuh “Biasa aja kali Wanda.” “Gue enggak pernah biasa kalau soal elo.” “Sorry lah. Eh omong-omong Yuna beneran di keluari.” “Siapa bilang? Dia hanya mengambil cuti.” “Terserah dah apa kata elo. Tapi kalau loe ketemu Yuna. Nitip salam ya.” Lay langsung berlari meninggalkan Toby dan Wanda. “Dasar cowok.” “Tapi omong-omong waktu Yuna pergi. Diakan ninggalin surat kan?” “Iya tapi katanya Cuma pergi bentar. Tapi pas malamnya gue tunggu dia gak balik.” “Emang udah loe telefon ora