Manik Hazel itu menatap keluar kaca mobil. Kedua jemari saling bertautan. Melirik seorang lelaki yang ada di sampingnya. Berkali-kali ia meneguk saliva, tenggorokan gadis itu terasa kering. Badan ramping itu menegang. Bunyi gawai membuatnya segera merogoh sakunya. Ia akan mencurahkan segala kegundahannya pada kedua Sang Sahabat.
“Kenapa? “ suara bariton itu membuat Ayuna tersentak, hampir saja ia menjatuhkan smartphone miliknya.
“Ah enggak papa,” cicit Ayuna sambil memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku. Eugene semakin menancapkan gas, membuat wajah Ayuna semakin pucat. Jika lelaki itu berani menyentuh tubuhnya, ia akan menghajarnya habis-habisan. Tak berselang lama. Mobil berwarna perak itu sampai di depan hotel bintang lima. Seorang staff hotel membukakan pintu mobil untuk Ayuna dan Eugene. Ayuna dengan ragu keluar dari dalam mobil. Mereka tersenyum ramah, membuat Ayuna semakin kiku.
“Selamat siang Tuan dan Nyonya, mari saya antar ke dalam.” Hati Ayuna seakan tak terima di panggil Nyonya, usianya masih 18 tahun. Terlalu tua jika di panggil Nyonya.
“Kenapa ngelamun, ayo masuk!” Eugene menggenggam tangan Ayuna. Menuntun Calon Istri ke dalam hotel. Namun, gadis itu menarik pergelangannya cepat dari genggaman Eugene. Perwira polisi itu hanya tersenyum masam, lalu melangkah panjang meninggalkan Ayuna. Ia pun tertinggal karena laju jalan Eugene sangat cepat, lalu ia berlari kecil demi mengimbangi Eugene.
“Om, kalau jalan jangan cepat-cepat lah.”
“Makanya kalau jalan jangan kayak siput,” sindir Eugene.
“Om sendiri kalau jalan kayak kereta,” balas Ayuna sambil berkacak pinggang. Tubuh tegap Eugene tiba-tiba berhenti mendadak. Membuat Ayuna menabrak calon suaminya lagi. “Om ini, hobi banget kalau jalan tiba-tiba berhenti,” runtuk Ayuna sambil memukul punggung Eugene keras. Gadis itu melotot saat merasakan dada Eugene sangat keras dan juga merasakan benjolan otot Sang Polisi. Mereka sampai di sebuah restoran mewah di hotel tersebut, seorang staff membukakan pintu untuk Ayuna dan Eugene. Mereka berdua beriringan masuk.
Restoran tersebut sepi hanya ada tiga orang yang duduk di meja paling panjang, Eugene menarik Ayuna ke arah mereka bertiga.
“Maaf kalian pasti menunggu lama?”
“Iya sangat lama, membuang waktuku saja,” cerca perempuan yang terlihat tak asing untuk Ayuna.
“Sayang!” tegur Pria di sampingnya.
“Ah maaf,” ujar perempuan itu. Namun nada maaf itu terdengar tak ikhlas.
“Lama sekali paman tidak melihatmu Ayuna. Silahkan kalian berdua duduk!” Ayuna hanya melempar senyum. Seorang lelaki seumuran dengan Eugene menatap Ayuna dari atas sampai bawah.
“Ayuna selamat datang di keluar Smith!” Gadis itu menarik kursi dan duduk di samping Eugene, berhadapan dengan wanita cantik yang berlipstik merah darah.
Lelaki tampan dengan setelah tuksedo itu membenarkan posisi duduknya, “Selamat sekarang menjadi bagian dari keluarga kami, aku Kenan. Kau bisa memanggilku Ken, aku adalah kakak dari Eugene dan juga saudara kembarnya.”
Ayuna menaikkan alis, gadis itu tak percaya bahwa lelaki di depannya adalah saudara kembar Eugene. Tapi mereka sama sekali tidak mirip. “Saudara kembar?” cicit Ayuna.
“Iya kami saudara kembar non identik. Jadi wajah kami tak sama.” Ayuna mengangguk, mencoba mencerna perkataan Kenan. “Sayang, perkenalkan dirimu!” Perintah Kenan pada wanita cantik dengan baju merah itu.
“Merepotkan,” cicit Wanita beranting besar tersebut, “Baiklah. Perkenalan aku, istrinya Ken. Panggil saja aku Nami.” Hanami menyimbahkan rambut gelombang itu.
Mata Ayuna membulat, ia baru mengingat bahwa Hanami adalah artis dan model terkenal Ibu Kota, “Kak May Hanami, Ya Tuhan... kakak cantik deh kalau di lihat dari dekat.” Hanami membusungkan dada, sikap sombong nya kambuh lagi. Sedangkan Ruth dan Ken tertawa mendengar celotehan Ayuna. Eugene merasa malu, ia menginjak kaki Ayuna.
“Aw... sakit Om,” rintih Ayuna saat sepatu Eugene menginjak kakinya. Tiba-tiba seorang wanita paru baya berlenggak-lenggok memasuki restoran sambil menjunjung tas branded.
***
Acara makan Siang di hotel berantakan saat Istri Ruth Smith datang dari Jerman. Wanita berumur 50 itu menyuruh seluruh keluarga besar Ruth Smith pulang ke rumah. Di rumah itu, Nyonya Ananta pengusaha sesungguhnya. Tak ada yang bisa menentang ucapannya. Bahkan Hanami, Sang menantu yang sombong itu langsung diam jika berhadapan dengan Ananta.
Semua tertunduk, hanya Ruth dan Ayuna yang menatap Nyonya Ananta. “Kenapa tidak ada yang bilang bahwa putraku akan menikah?”
“Percuma papa bilang, jika pada akhrinya Mami tak menyetujui.” Ruth menatap bola mata Sang Istri.
“Papa! Papa enggak bisa begitu ke Mami ” bentak Ananta, bola mata itu langsung melebarkan pandangan. Menatap calon istri putranya. “Kau menikah dengan wanita atau bocah TK Eugene?”
Hati Eugene berdesir, tak pernah sekalipun ia melawan orang yang sudah melahirkannya. Lelaki itu hanya menunduk di samping Ayuna. Gadis bermata hazel itu berdiri, “Maaf Nyonya yang terhormat. saya ini udah 18 tahun. Bukan anak Tk lagi.” Semua orang terperanjat dengan keberanian Ayuna. Mereka semua mendongak menatap Calon Istri Eugene. Sedangkan Nyonya Ananta semakin kalap, tak menyangka gadis tersebut berani melawannya.
“Beraninya kau denganku?” Ananta melotot sambil menunjuk Ayuna. Sedangkan gadis itu tanpa merasa bersalah duduk kembali di atas sofa berudu. Ruth memegang tangan Sang Istri. Memenangkannya dengan kata-kata manis. Menyuruh semua penghuni rumah selain Ananta meninggalkan ruangan.
Eugene menarik kasar tangan Ayuna. Membuat gadis itu merintih sakit, tenaga lelaki itu sangat kuat. Eugene menarik Ayuna ke balkon atas, dan melepas dengan kasar sampai tubuh Ayuna hampir jatuh. “Apaan sih Om, tiba-tiba marah sama Yuna. Belum nikah aja udah kasar, apalagi kalau udah nikah.”
“Kamu!” Eugene menunjuk wajah Ayuna dengan menggertakkan gigi. Mata amber itu melotot, seperti akan keluar dari dalam kelopak.
“Kenapa Om?” Berkacak pinggang sambil membalas pelototan Eugene.
“Jangan pernah bicara kasar pada Mami, Putri Ayuna Marisa.” Ancam Eugene dengan menekan setiap suku kata nama Ayuna.
“Kalau saja Mami Om tidak mengolok Yuna. Mana berani Yuna omong gitu sama Mami Om. Jangan salah in Ayuna, tapi salahi Mami Om sendiri. Punya mulut kok enggak pernah di sekolahanin.” Gadis berpipi cuby itu menabrak lengan Eugene dan meninggalkan Pria itu.
“Mau ke mana kau? Aku belum selesai bicara Putri Ayuna Marisa!” teriak Eugene.
“Lapar Om, dari tadi banyak drama. Sampek Yuna lupa ngasih makan cacing di perut Yuna nih!”
Seorang pelayan berlari ke arah Yuna. “Nona, Anda dan Tuan Muda di panggil oleh Nyonya besar!” Wanita berseragam putih dengan rompi hitam itu menunduk.
Gadis itu cemberut mendengar ucapan Sang Pelayan, “Ish...kenapa Mau makan aja sulit amat sih. Lama-lama aku bisa mati kelaparan,” cicit Ayuna. Dengan menarik nafas berat, gadis berusia 18 tahun itu menuruni satu persatu anak tangga dan Eugene mengikuti Ayuna dari belakang. Sang Polisi itu menahan amarahnya pada Ayuna, sulit menasihatinya dengan bahasa manusia. Mungkin ada bahasa lain yang di mengerti Ayuna.
“Cepat kalian ke sini, Mami banyak urusan ni.”
Eugene menarik tangan Ayuna, agar gadis itu mempercepat laju kakinya. “Baik Mami!” Gadis itu hanya merutuk Sang Perwira itu menarik tangannya.
Hanami dan Kenan sudah duduk di sofa berada di depan Ayuna dan Eugene, hanya di pisahkan meja marmer.
“Baiklah, aku akan menyetujui pernikahan kalian. Tapi dengan satu Syarat!”
“Kalau enggak di setujuin juga enggak papa, malah Yuna senang,” ucap Ayuna dalam hati, kalau bukan karena Ruth adalah sahabat Papanya dan satu-satunya orang yang sangat baik pada Ayuna, mana mungkin gadis itu mau melanjutkan pernikahan tersebut.
“Apa Syaratnya?”
“Cepat berikan Mami cucu!”
“Hah!” teriak ke dua calon suami istri tersebut kaget. Ayuna mengeleng-gelengkan kepala.
“Kau lihat, kakak iparmu. Walaupun Mami menyuruhnya punya anak. Tapi sampai sekarang mana, enggak ada hasilnya sama sekali.”
“Mami! Hanami ini bukan tidak mau hamil. Tapi kami memang belum di kasih keturunan sama yang di atas.”
“Memang Mami bodoh, Mami tahu dia tidak mau melahirkan karena badannya akan melebar seperti Mami dan karirnya bakal hancur. Mami juga tahu, tiap bulan ia bolak balik ke rumah sakit untuk pasang KB.” Kenan melirik Sang Istri dengan mata berapi-api, ia tak menyangka gadis yang ia cintai melakukan hal tersebut di belakang.
Sedangkan Ayuna masih tak terima dengan persyaratan konyol Ananta. “Tante umur saya masih 18 tahun. Saya belum cukup umur untuk hamil!” tolak Ayuna sambil meremas dress yang ia pakai.
_ Jangan lupa Vote And Comment. Biar Autor rajin Up...
Matahari merangkak, subuh perlahan-lahan menampakkan cahaya sedikit demi sedikit. Seorang gadis meringkuk di atas tempat tidur. Selimut tebal menutupi tubuh kecilnya. Sekarang adalah hari pernikahannya. Hari di mana setiap wanita di belahan bumi mana pun menantikannya, tapi tidak dengan gadis kecil yang masih berusia 18 tahun, Yang masih menggunak,an seragam abu-abu.Perempuan berusia 38 tahun itu masuk, membuka tirai kamar. Cahaya mentari malu-malu masuk ke dalam kamar. Emma membalikkan badan, menatap gundukan selimut. Anak majikannya itu berada di dalam. Menggoyangkan tubuh Ayuna yang tertutup selimut tebal dan lembut.“Yuna! Ayo bangun. Nanti kau telat loh di acara pernikahanmu.”“Nanti dulu Tan, Yuna ingin tidur bentar lagi.” Suara parau dan serak, khas orang yang bangun tidur terdengar di telinga Emma. Perempuan berambut ikal itu melangkah keluar dari kamar. Pasti butuh waktu bagi Ayuna menata kembali hatinya. Karena sebentar lagi dia akan be
Eugene menarik ujung gagang pintu. Seorang gadis dengan gaun putih muncul, membuat pria itu menelan saliva kasar. “Om lama amat bukain pintunya, emang ada masalah di dalam?” Masuk ke dalam kamar di ikuti seorang pelayan yang membawa troli berisi kudapan. Eugene mendelik. Menatap makanan yang sangat banyak di atas troli, “Siapa yang memakan makanan sebanyak ini?”“Saya lah Om masak setan.”“Taruh di situ aja, terimakasih ya?” Pelayan hotel itu pergi meninggalkan Ayuna dan Eugene.“Apa-apaan ini Yuna?”“Yuna dari tadi laper Om, makanya Yuna pesan makanan banyak.” Ayuna mengambil pasta dan melompat di atas kasur. Memakan makanan tersebut, seperti gadis yang belum makan bertahun-tahun. Eugene menggeleng, ia jijik melihat cara makan Istrinya, “Jangan makan di kasur, bagaimana jika makanannya jatuh?” tegur Eugene, gadis itu tak bergeming. Membiarkan Sang Suami mengoceh.Ayuna mendongak, “Om mau juga?” tawar Sang Istri sambil mengangkat
Tubuh semampai seorang gadis berusia 18 tahun menggeliat di atas kasur hotel. Kemeja berwarna putih itu masih melekat di tubuhnya. Tadi malam, Ayuna ke buru tertidur saat seorang pelayan membawakan nya pakaian. Eugene bangun dari ranjang, melirik Sang Istri yang sudah tertidur dengan pose melintang. Kaki Ayuna berada di atas perutnya sedangkan kepalanya hampir jatuh ke bawah. “ Dasar bocah, tidur aja enggak Bener.” Eugene menepis kaki Ayuna dan melempar selimut tebal ke paha Ayuna yang terekspos.Eugene menguap, melentangkan ke dua tangan untuk merenggangkan ototnya agar lemas. Bangkit dari kasur. Melangkah ke kamar mandi.Mata Ayuna terbuka saat suara pintu di tutup keras. Dengan tertatih-tatih ia bangkit dari kasur. Menguap lebar dan mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Melihat setiap sudut kamar hotel yang tampak sama. Setelah menyadari tadi malam ia tidur satu ranjang dengan Eugene. Langsung menyilangkan
Gadis berbaju berwarna merah tanpa lengan di padukan dengan celana colot berwarna putih berdiri di samping kolam renang. Mendekap tubuhnya sendiri yang ke dinginan. Mengamati pantulan bulan dalam kolam berwarna biru tua. Suara derup langkah mendekat. Gadis itu membalikkan badan. Melayangkan pandangan pada istri adik iparnya. “Ada apa?”Hanami memperhatikan sekeliling berharap pembicaraan mereka tidak ada yang mendengar. Saat semua benar-benar aman, Hanami mencari kata yang akan di sampaikan pada Ayuna. “Kau tahu, kemarin aku hampir dapat masalah karena Mami. Gara-gara aku tak mau mengandung anak Ken.”“Lalu?”“Apa kau bodoh, nenek lampir itu sangat menginginkan cucu. Dia tidak akan berhenti beroceh jika tidak mendapatkan ahli waris.”“Hah, siapa? Nenek lampir yang mana? Aku tidak tahu di rumah ini ada nenek lam lampir.” Hanami memegang pelipisnya. Gadis yang di depannya sa
Dengan sigap Eugene menangkap tubuh kecil padat Ayuna yang hampir mencium rumput. Cangkir berukir bunga itu jatuh. Isinya pun tumpah tak meninggalkan sisa. Eugene masih merangkul tubuh Sang Istri yang akan jatuh. Manik keduanya saling beradu. Ayuna merasakan debaran pada jantungnya. Manik berwarna amber, hidung besar dan ada luka di pangkal hidung serta keringat yang bercucuran membuat Eugene semakin tampan.“Yuna, Eugene, Kalian sedang apa? Cepat masuk waktunya sarapan. Pacarannya nanti,” teriak Mami Ananta dari jauh.Eugene melepaskan tubuh Ayuna. Pantat Ayuna mencium lantai. “Aw! Sakit tahu Om! Bilang dong kalau mau di Lepasin,” runtuk Ayuna sambil memukuli pantatnya yang kotor, membersihkan noda yang tersisa. Lelaki itu malah pergi meninggalkan Ayuna yang masih terduduk di rumput. Ayuna bangkit dan mengejar Sang Perwira polisi.Seluruh keluarga sudah berkumpul di meja makan. Hanya Hanami yang pergi entah ke mana di
Lelaki memakai kemeja itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru arah. Walaupun pandangannya terhalang oleh para pelancong yang berlalu lalang. Tapi ia tak menyerah menemukan Sang Istri. Setelah sekitar 10 menit berkeliling Pasar malam. Tiba-tiba sebuah tangan menarik ujung bajunya. Dia adalah Ayuna, gadis yang ia cari. “Om beliin itu!” pinta Ayuna mengiba. Pria yang ada di depannya itu menarik nafas lega, akhirnya yang di cari telah kembali. Mengikuti arah Ayuna. Tangan Ayuna memegang pergelangan tangan Eugene. Mereka sampai di penjual arum manis.“Pak! beli lima ribuan dua. di bentuk Ayam ya!”“Baik Neng!” Lelaki itu dengan sigap membuatkan pesanan Ayuna. Gadis itu senang menanti arum manis miliknya.“Kamu dari mana?”“Tadi Yuna liet anak kecil Om ke pisah sama ibunya, Terus Yuna nganterin ke deh.”“Lain kali bilang dulu Kalau kamu mau pergi. gimana kalau tiba-tiba kamu ilang. Mami sama Papa pasti marah sama saya.”“Oke siap Om" Memberi
Seorang Pria dengan rambut cepak. Seragam SMA yang acak-acakan duduk di kursi taman berwarna putih. Perasaannya tak menentu saat menunggu gadis pujaannya. Perasaan cinta itu tumbuh saat kelas sebelas akhir. Namun, sangat sulit mengungkapkan perasaannya. Pria berumur 18 tahun itu berpangku tangan, sedangkan matanya menyapu seluruh sudut taman.Suara derup langkah mendekat, “ Lay! Ternyata kamu yang ngirim Yuna hadiah dari kemarin.” Gadis itu berdiri di samping kursi. Kedua jemarinya saling bertautan satu sama lain.Lay berdiri, detak jantungnya semakin terpompa. Kupu-kupu kecil bertebaran di perut. “A-aku s-se-neng kamu datang!” ujar Lay dengan gugup. Panggilan Ayuna berubah dari ‘Gue Elo’ ke ‘Aku kamu’. Berati sesuatu yang di takutkan Ayuna terjadi.“Kenapa Lay panggil Yuna?” Lelaki itu terdiam, sedangkan alas sepatunya menghentak-hentakkan permukaan bumi. Keringat dingin bercucu
Matahari tenggelam. Di gantikan oleh rembulan yang menggantung sempurna di langit. Kilauan bintang bertaburan di hamparan malam. Angin malam masuk dari cela-cela jendela kamar Eugene. Gadis itu gelisah sambil meletakkan pakaian Eugene di keranjang kotor terbuat dari jerami. Mata hazel itu menangkap ‘Ulli’ boneka jerapa kesayangannya. Boneka itu terlihat sangat usang.“Ulli...kamu tahu enggak? Barusan Yuna megang bajunya Om Eugene. Terus bajunya berdarah, gimana dong Ulli kalau Om Eugene terluka.” Gadis itu melirik pintu kamar mandi yang tetap tertutup rapat. Jarum panjang menunjukkan angka 11. Padahal tadi Eugene masuk ketika jarum panjang di angka 1. Hampir satu jam lelaki itu di dalam kamar mandi.“Ulli! OM kok enggak keluar, jangan-jangan Om Eugene mati lagi di dalam.” Kaki jenjang Ayuna melangkah menuju pintu kamar mandi. Mengetok dada pintu. Namun, sampai lima kali ketukan. Lelaki itu tak kunjung keluar. Pera
Air mata Eugene jatuh saat melihat Sang Istri berada di atas ranjang. Setelah Surya memberitahu di mana Ayuna berada ia segera mencari gadis itu. Dan dia mendapati Sang Istri berada di rumah sakit yang tidak jauh dari lapangan golf. Eugene meraih tangan Ayuna, memandang keadaan gadis itu yang sangat memperihatinkan. Seluruh tubuhnya lebam-lebam, membuat hati Eugene seperti di sayat oleh silet-silet kecil.“Maafkan aku Sayang….” Tangis Eugene pecah walaupun tanpa suara. Tapi rasa sakit dan rasa kecewa pada diri sendiri menyergap. Perasaan campur aduk berkecamuk, apalagi perasaan dia harus melihat istrinya dalam kondisi seperti ini. “Jika ada sesuatu terjadi padamu dan anak kita. Maka akulah yang harus di salahkan karena tidak bisa menjagamu.”Decit pintu terbuka, Pria botak berjas putih masuk ke dalam ruang yang di tempati Ayuna. Wanita berpakaian perawat mengikutinya dari belakang. “Apa Anda keluarga dari pasien?”Eugen
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Setelah Eugene mendapatkan plat nomer mobil tersebut. Ia pun melacaknya lewat plat mobil yang ia dapatkan. Namun, saat mobil itu melewati terowongan tiba-tiba mobil yang ia incar menghilang secara misterius. Tapi Eugene dan rekan-rekannya tak menyerah. Ia tetap mencari mobil tersebut. Sebuah kamera CCTV mendapatkan mobil tersebut tapi mobil itu sudah berada di tempat bangkai mobil-mobil. Sebuah tempat yang di peruntukkan untuk mobil rusak.“Bagaimana ini Inspektur? “ tanya rekannya. Membuat Eugene kalang kabut. Ia pun mencoba melacak orang yang meninggalkan mobil di tempat pembuangan. Dan Eugene mendapatkan orangnya. Ternyata dia adalah Driver ojek online. Jika menemukan lelaki itu mereka bisa bertanya tentang penjahat itu. Eugene dan dua rekannya pergi mencari lelaki itu di kawasan padat penduduk. Melewati setiap gang kecil hingga ia sampai di sebuah rumah sederhana milik Driver Ojek Online.Dok! Dok!Eugene menggedor pintu. Seorang perempuan keluar
Lampu disko berkilap kelip. Disertai suara musik yang beredup sangat keras hingga memengkak telinga siapa pun yang mendengar. Suara penyanyi diskotik membuat pengujung semakin terbuai. Sang Vokalis bergoyang di atas meja membuat para pengunjung semakin melingkung. Di pintu masuk seorang Pria masuk ke dalam Pub. Menyingkirkan orang-orang yang ada di depannya dengan kedua tangan. Seorang gadis seksi menikmati minuman beralkoholnya. Tiba-tiba seorang lelaki mendekat. Menarik gadis itu dengan kasar keluar Bar. Membuatnya marah.Mereka pun keluar dari tempat itu. Surya melepaskan dengan kasar. Menatap tajam sepupunya. Pandangan gadis itu sedikit terganggu. Tampak jelas gadis itu masih di selimuti rasa mabuk.“Apa-apa loe narik gue keluar!” teriak Violet pada sepupunya. Matanya merah.Surya memegang pundak sepupunya. “Gue Cuma mau nanyak. Apa loe dalang di balik hilangnya Istri Eugene.” Suara menatap tajam. Berharap sepupunya tidak melakukan pe
Suara langkah kaki mendekat. Membuat rasa waswas yang sangat besar pada tubuh gadis kecil yang terduduk di atas kursi dengan tangan di ikat ke belakang. Kaki juga terikat sangat erat. Ia tak mampu bergerak sama sekali. Setelah kejadian penyiksaan Violet kemarin, para anak buah Violet mendudukkannya. Lampu berwarna keemasan menyala seketika. Membuat Ayuna mendongak dengan mulut di sumpal kain. Seorang gadis cantik melenggak-lenggok masuk ke dalam ruangan. Memberi tatapan yang mengerikan. “Selamat pagi yuna!” sapa gadis itu. “Bagaimana? Apa kamu nyaman berada di tempatku? Aku sebagai Tuan rumah, selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk tamuku. Kalau ada apa jangan sungkan-sungkan memberitahuku.” ucap Violet sambil memegang sebuah map. “Kenapa? Kenapa kau enggak jawab hah?” bentak Violet dengan mata melotot hingga ingin keluar. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu. “Ups!” Menutup bibirnya centil. “Aku lupa mulutmu masih tertutup. Maaf
Di bawah sinar rembulan seorang lelaki sedang duduk lesu sambil menyesali kelalaiannya. Gadis yang sangat ia cinta menghilang tiba-tiba membuat pikiran Eugena kayak. Ia pun meraung-raung di tengah lorong yang sunyi. Membuat para orang yang berlalu lalang terperajat. Melirik Eugene dengan tatapan horor. Membuat orang mengira lelaki itu sedang gila.Saat Eugene menangkupkan kepala tiba-tiba benda hangat menyentuh punggung tangan. Lelaki itu mendongak. Sesosok wanita berdiri didepannya. Melempar senyum. “Violet!” gumam Eugene.“Ni kubelikan coffe.” Menyerahkan Paper Coffe kopi pada mantan kekasihnya. Eugene mengambil kopi yang di berikan Violet. Tiba-tiba gadis itu duduk di samping Eugene. Menunjukkan wajah yang lesu. Membuat dirinya seolah iba dengan Eugene.“Makasih.”Tangan Violet terulur. Menangkup tangan kanan. “Aku turun prihatin atas menghilangnya istrimu.”“Dari s
Byur!Sebuah guyuran air membasah tubuh gadis yang tengkurap di atas lantai. Tampa penerangan sama sekali. Dengan kedua tangan yang terikat ke belakang. Kelopak mata gadis itu mengerja-ngerjakan mata. Mata itu sedikit demi sedikit melebar. Mendongak melihat seorang datang menggunakan penerang seadanya. Sebuah lampu berwarna keemasan menyala. Tapi cahaya itu tidak membantu. Karena hanya menerangi bagian kecil ruangan. Sedangkan yang lain tetap gelap.Wanita itu menarik rambut seorang gadis yang sangat mengerikan itu. “Halo gadis kecil. Selamat datang di wilayahku. Hahahhah...” Tawa pecah dan melepaskan rambut Ayuna dengan kasar.“Kamu kan Violet. Apa yang kau lakukan padaku. Apa salahku.”Wanita jahat itu mengeluarkan jari telunjuknya dan mengetuk-ngetuk ujung dagu seolah-olah berpikir. “Apa ya salah mu?” Ia menarik rambut Ayuna kembali tapi tarikan ini lebih kuat. Gadis itu merintih sakit. “Baiklah. Seperti loe en
Waktu semakin bergulir. Malam demi malam telah terlewati. Di gantikan sang raja pagi terus menyising. Seperti biasa di sekolah cukup ramai. Murid berlalu lalang meninggalkan kelas masing-masing. Termasuk dua murid lelaki dan perempuan yang berjalan saling beriringan. Dari arah lain seorang pria di kelas mengejar mereka. “Hai bro!” Lay langsung merangkul lengan Wanda. Namun perempuan itu langsung bergidik dengan keras. Hingga tangan Lay jatuh “Biasa aja kali Wanda.” “Gue enggak pernah biasa kalau soal elo.” “Sorry lah. Eh omong-omong Yuna beneran di keluari.” “Siapa bilang? Dia hanya mengambil cuti.” “Terserah dah apa kata elo. Tapi kalau loe ketemu Yuna. Nitip salam ya.” Lay langsung berlari meninggalkan Toby dan Wanda. “Dasar cowok.” “Tapi omong-omong waktu Yuna pergi. Diakan ninggalin surat kan?” “Iya tapi katanya Cuma pergi bentar. Tapi pas malamnya gue tunggu dia gak balik.” “Emang udah loe telefon ora