Gadis kecil itu pasrah saat tubuhnya di tarik Eugene. Ayuna mendongak menatap bola mata calon suaminya. Lelaki itu seperti membenci perempuan yang berada di depan pintu bioskop. Mereka sampai di loket, Eugene membeli dua tiket dan juga popcorn. “Om Yuna ke toilet dulu ya?” Lelaki itu mengangguk. Gadis itu bergegas pergi dari loket, menuju pintu keluar. Ayuna sudah memesan taksi di pintu keluar. Tak peduli dengan masalah Eugene. Yang terpenting ia harus pergi dari tempat ini. Untuk sementara, gadis itu akan mencari tempat menginap yang murah.
Mata gadis itu berbinar saat melihat sebuah taksi sudah menunggu, “ Syukurlah semua berjalan lancar,” ujar Ayuna.
“Apa yang lancar? Dan kau mau ke mana?” Ayuna menelan saliva. Saat suara bariton bertanya padanya. Ayuna memutar badannya, mantap Eugene. “Kau mau kabur?”
“Mana mungkin,” tukas Ayuna. Eugene langsung merampas tas selempang Ayuna. Membuat gadis bermata hazel itu mendelik tak terima.
“Lihat, kau bawa barang sebanyak ini. Dan juga, tadi kau bilang mau ke toilet. Kenapa bisa ada di sini?”
Ayuna menunduk, ia bingung mencari alasan apa untuk mengelabuhi Eugene. Pria itu seorang polisi, sulit membohonginya. Mungkin dengan melihat ekspresi wajah Ayuna, bisa mengetahui gadis itu sedang berbohong.
Lelaki itu menarik Ayuna masuk ke dalam dengan wajah merah padam. Menahan amarah pada calon Istrinya.
Ayuna melihat bola mata Eugene yang berubah merah membuatnya takut. Lelaki berdada bidang itu menyerahkan dua tiket pada Sang Penjaga. Dan mereka duduk di kursi yang berada di tengah. Banyak sekali pemuda-pemudi yang sedang di mabuk asmara menikmati filem di ruangan itu. Membuat Ayuna sedikit iri. Terlihat semua sangat mesra dengan pasangannya sendiri. Sedangkan Ayuna dan Eugene mirip dua orang asing yang terpaksa duduk sebelahan.
Eugene menyerahkan popcorn pada Ayuna, dengan ragu Ayuna mengambilnya dan memandang wajah calon suaminya yang kembali dingin. “Kenapa dia marah sama?”
Di sepanjang pemutaran filem, Mata Ayuna memandangi Eugene tanpa kedip sambil menikmati popcorn. “Sebenarnya filem nya di layar itu atau di wajahku?” sindir Eugene.
“Di depan lah Om.”
“Terus angpain dari tadi Lietin aku?”
“Om sih marah sama Yuna, jadi Yuna males mau nonton filem.” Lelaki itu cuek dan tetap menikmati filem action kesukaannya.
“Om, tadi pacar Om ya?”
“Bukan pacar lagi, udah mantan.”
Ayuna tiba-tiba menepuk bahu Eugene, “ Sabar ya Om, pasti sakit deh putus cinta. Walaupun Ayuna enggak pernah tahu rasanya putus cinta. Tapi kalau Yuna dengar dari teman Yuna, itu sakit banget.”
“Ah biasa aja.” Tolak Eugene dan menepis punggung tangan Ayuna. Mereka pun menikmati filem kembali, Ayuna lega pria yang di sampingnya sudah tak marah lagi.
Layar besar itu tertulis tamat, saat Sang pemeran lelaki menjatuhkan pistolnya dan berlari menangkap tubuh Sang Kekasih yang terbaring kaku dengan darah merembes di baju putih.
Eugene mengajak Ayuna pulang, gadis bermata hanzel mengikuti Sang Perwira polisi dari belakang. “Aneh ya Om, kok bisa si cowok nembak si cewek padahal kan saling suka.”
“Suka-suka mereka, kan cuma filem.”
“Iya juga ya Om.” Ayuna melewati pinggiran kursi penonton. Banyak pemuda-pemudi lain tak langsung pulang. Mereka asyik bermesra-mesraan di bioskop.
“Terus kenapa cuma Yuna sama Om yang keluar, yang lain masih betah di dalam bioskop?”
“Terserah mereka Ayuna. Ngapain ikut-ikutan.”
Mereka sekarang keluar dari gedung bioskop, saat mereka berada di tempat yang sepi Eugene berbalik badan. Membuat Ayuna kaget dan menabrak dada bidang itu, “Duh Om kok balik badan tiba-tiba sih. Ayuna kan jadi nabrak Om.”
“Dari tadi kamu nanyak, sekarang giliran aku yang nanyak. Mau kabur ke mana kau tadi? Dan kenapa kabur?”
“E...Yuna Cuma takut nikah sama Om Eugene!” Ayuna tertunduk.
“Tiga minggu lalu kau mengiyakan saat Papa menyuruh kita menikah, sekarang saat hari pernikahan sudah dekat. Kamu enggak mau, sebenarnya apa mau mu Ayuna?”
“Kan kemarin Yuna enggak tahu menikah apa, dan sekarang Yuna udah tahu,” ujar Yuna membela dirinya.
“Emang pernikahan seperti apa Putri Ayuna Marisa?” Wajah Eugene melangkah semakin dekat. Membuat muncul perasaan aneh yang muncul di dada Ayuna. Gadis itu terus mundur ke belakang. Menghindari Sang Polisi yang berubah menjadi serigala. Wajah Eugene berada lima senti dari Ayuna. Membuatkan gadis kecil itu bisa merasakan hembusan nafas Eugene.
Suara dering ponsel Eugene berbunyi, [Selamat malam Pak.]
[_____]
[Baik saya akan segera ke sana.] Lelaki itu langsung berlari meninggalkan Ayuna. Membuat gadis bermata Hazel itu bernafas lega.
****
Seorang gadis berambut merah, berkulit sawo matang, berhidung mancung dengan pipi cuby keluar dari dalam mobil. Dua orang penjaga membuka pintu untuk Ayuna. “Yuna bisa sendiri tahu, emang Yuna enggak punya tangan,” cetus Ayuna, mengeluarkan kaki lebih dulu dari dalam mobil. Dengan wajah cemberut ia keluar mobil. Melangkah panjang menuju rumahnya. Semenjak tragedi di bioskop, saat ia akan kabur dari Eugene. Lelaki itu menyuruh pengawal menjaga Ayuna semakin ketat.
Gadis itu membuka pintu lebar, sambil berteriak memanggil Emma. Betapa terkejutnya Ayuna saat mengetahui lelaki yang selalu hadir di mimpi buruknya berada di dalam rumah.
“Kenapa Om Eugene di sini? Aha, Yuna tahu. Om kangen kan, padahal besok kan kita menikah,” ujar Ayuna. Sekarang strategi Ayuna berubah, Wanda menyarankan Ayuna untuk menggoda Eugene. Agar pria itu Ilifil saat bersama Ayuna. Jadi tak akan ada yang terjadi di hubungan mereka. Kata Toby, lelaki tidak suka cewek yang murahan atau yang selalu menggoda cowok. Entah ajaran dari mana, Ayuna percaya seratus persen pada kedua Sang Sahabat.
Eugene melempar wajah, gadis itu senang karena rencana menggoda Eugene berhasil. Walaupun rencana kaburnya gagal, yang terpenting rencana untuk membuat Eugene tak menyukainya harus berhasil. “Aku beri waktu 30 menit, cepat ganti baju!” teriak Eugene sambil mengeluarkan alat penghitung detik Gadis itu langsung berlari ke kamar.
“Ih Om resek, emang Yuna mau ikut latihan kepolisian.” Gadis itu berlari dengan langkah panjang sambil mengoceh panjang lebar. Sesampai di kamar, ia melepas baju dengan cepat. Sampai-sampai kancing seragam nya lepas.
“Jadi inget waktu pramuka deh.”
Ayuna mengambil dress berwarna biru. Ada sabuk yang melingkar di perut, lalu di bawah ada kancing berwarna senada. Gadis itu mengoleskan bedak bayi dan lip gloss Ayuna melempar wadah lip gloss dan pergi meninggalkan meja rias. Suara teriakan Eugene terdengar lantang. Seperti lelaki itu sedang melatih pasukan tentara. Membuat Ayuna mengomel tidak ada habisnya.
“Dasar Om sialan, untung Yuna enggak punya penyakit jantung. Kalau Yuna punya, terus kena serangan jantung dan mati. Orang yang pertama Yuna gentayangi Om Eugene.”
“Ayo cepat jalannya, enggak usah banyak omong.”
Ayuna mengikuti Eugene dari belakang, padahal hidupnya kemarin sangat tenang. Saat hampir tiga hari Eugene tak datang menemuinya.
Yuna memegang perut ratanya. “Maafin Yuna, Cacing. Yuna enggak bisa ngasih makan kalian semua deh. Pasti kalian kelaparan di dalam.” Batin Yuna.
“Kita mau ke mana Om? Gara-gara keburu-buru, sampek belum ingisi bayi cacing di perut Yuna deh.”
“Kita mau ke hotel!” jelas Eugene.
Ayuna melotot. “Jangan-jangan Om Eugene mau nakal sama Yuna!” Gadis itu menelan saliva dengan kasar dan meremas jemarinya.
Jangan lupa Like and Comment. Biar Autor semangat nulis.
- Yuna bikin Autor ketawa deh, gemes banget sama kamu.
Manik Hazel itu menatap keluar kaca mobil. Kedua jemari saling bertautan. Melirik seorang lelaki yang ada di sampingnya. Berkali-kali ia meneguk saliva, tenggorokan gadis itu terasa kering. Badan ramping itu menegang. Bunyi gawai membuatnya segera merogoh sakunya. Ia akan mencurahkan segala kegundahannya pada kedua Sang Sahabat.“Kenapa? “ suara bariton itu membuat Ayuna tersentak, hampir saja ia menjatuhkan smartphone miliknya.“Ah enggak papa,” cicit Ayuna sambil memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku. Eugene semakin menancapkan gas, membuat wajah Ayuna semakin pucat. Jika lelaki itu berani menyentuh tubuhnya, ia akan menghajarnya habis-habisan. Tak berselang lama. Mobil berwarna perak itu sampai di depan hotel bintang lima. Seorang staff hotel membukakan pintu mobil untuk Ayuna dan Eugene. Ayuna dengan ragu keluar dari dalam mobil. Mereka tersenyum ramah, membuat Ayuna semakin kiku.“Selamat siang Tuan dan Nyonya, mari say
Matahari merangkak, subuh perlahan-lahan menampakkan cahaya sedikit demi sedikit. Seorang gadis meringkuk di atas tempat tidur. Selimut tebal menutupi tubuh kecilnya. Sekarang adalah hari pernikahannya. Hari di mana setiap wanita di belahan bumi mana pun menantikannya, tapi tidak dengan gadis kecil yang masih berusia 18 tahun, Yang masih menggunak,an seragam abu-abu.Perempuan berusia 38 tahun itu masuk, membuka tirai kamar. Cahaya mentari malu-malu masuk ke dalam kamar. Emma membalikkan badan, menatap gundukan selimut. Anak majikannya itu berada di dalam. Menggoyangkan tubuh Ayuna yang tertutup selimut tebal dan lembut.“Yuna! Ayo bangun. Nanti kau telat loh di acara pernikahanmu.”“Nanti dulu Tan, Yuna ingin tidur bentar lagi.” Suara parau dan serak, khas orang yang bangun tidur terdengar di telinga Emma. Perempuan berambut ikal itu melangkah keluar dari kamar. Pasti butuh waktu bagi Ayuna menata kembali hatinya. Karena sebentar lagi dia akan be
Eugene menarik ujung gagang pintu. Seorang gadis dengan gaun putih muncul, membuat pria itu menelan saliva kasar. “Om lama amat bukain pintunya, emang ada masalah di dalam?” Masuk ke dalam kamar di ikuti seorang pelayan yang membawa troli berisi kudapan. Eugene mendelik. Menatap makanan yang sangat banyak di atas troli, “Siapa yang memakan makanan sebanyak ini?”“Saya lah Om masak setan.”“Taruh di situ aja, terimakasih ya?” Pelayan hotel itu pergi meninggalkan Ayuna dan Eugene.“Apa-apaan ini Yuna?”“Yuna dari tadi laper Om, makanya Yuna pesan makanan banyak.” Ayuna mengambil pasta dan melompat di atas kasur. Memakan makanan tersebut, seperti gadis yang belum makan bertahun-tahun. Eugene menggeleng, ia jijik melihat cara makan Istrinya, “Jangan makan di kasur, bagaimana jika makanannya jatuh?” tegur Eugene, gadis itu tak bergeming. Membiarkan Sang Suami mengoceh.Ayuna mendongak, “Om mau juga?” tawar Sang Istri sambil mengangkat
Tubuh semampai seorang gadis berusia 18 tahun menggeliat di atas kasur hotel. Kemeja berwarna putih itu masih melekat di tubuhnya. Tadi malam, Ayuna ke buru tertidur saat seorang pelayan membawakan nya pakaian. Eugene bangun dari ranjang, melirik Sang Istri yang sudah tertidur dengan pose melintang. Kaki Ayuna berada di atas perutnya sedangkan kepalanya hampir jatuh ke bawah. “ Dasar bocah, tidur aja enggak Bener.” Eugene menepis kaki Ayuna dan melempar selimut tebal ke paha Ayuna yang terekspos.Eugene menguap, melentangkan ke dua tangan untuk merenggangkan ototnya agar lemas. Bangkit dari kasur. Melangkah ke kamar mandi.Mata Ayuna terbuka saat suara pintu di tutup keras. Dengan tertatih-tatih ia bangkit dari kasur. Menguap lebar dan mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Melihat setiap sudut kamar hotel yang tampak sama. Setelah menyadari tadi malam ia tidur satu ranjang dengan Eugene. Langsung menyilangkan
Gadis berbaju berwarna merah tanpa lengan di padukan dengan celana colot berwarna putih berdiri di samping kolam renang. Mendekap tubuhnya sendiri yang ke dinginan. Mengamati pantulan bulan dalam kolam berwarna biru tua. Suara derup langkah mendekat. Gadis itu membalikkan badan. Melayangkan pandangan pada istri adik iparnya. “Ada apa?”Hanami memperhatikan sekeliling berharap pembicaraan mereka tidak ada yang mendengar. Saat semua benar-benar aman, Hanami mencari kata yang akan di sampaikan pada Ayuna. “Kau tahu, kemarin aku hampir dapat masalah karena Mami. Gara-gara aku tak mau mengandung anak Ken.”“Lalu?”“Apa kau bodoh, nenek lampir itu sangat menginginkan cucu. Dia tidak akan berhenti beroceh jika tidak mendapatkan ahli waris.”“Hah, siapa? Nenek lampir yang mana? Aku tidak tahu di rumah ini ada nenek lam lampir.” Hanami memegang pelipisnya. Gadis yang di depannya sa
Dengan sigap Eugene menangkap tubuh kecil padat Ayuna yang hampir mencium rumput. Cangkir berukir bunga itu jatuh. Isinya pun tumpah tak meninggalkan sisa. Eugene masih merangkul tubuh Sang Istri yang akan jatuh. Manik keduanya saling beradu. Ayuna merasakan debaran pada jantungnya. Manik berwarna amber, hidung besar dan ada luka di pangkal hidung serta keringat yang bercucuran membuat Eugene semakin tampan.“Yuna, Eugene, Kalian sedang apa? Cepat masuk waktunya sarapan. Pacarannya nanti,” teriak Mami Ananta dari jauh.Eugene melepaskan tubuh Ayuna. Pantat Ayuna mencium lantai. “Aw! Sakit tahu Om! Bilang dong kalau mau di Lepasin,” runtuk Ayuna sambil memukuli pantatnya yang kotor, membersihkan noda yang tersisa. Lelaki itu malah pergi meninggalkan Ayuna yang masih terduduk di rumput. Ayuna bangkit dan mengejar Sang Perwira polisi.Seluruh keluarga sudah berkumpul di meja makan. Hanya Hanami yang pergi entah ke mana di
Lelaki memakai kemeja itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru arah. Walaupun pandangannya terhalang oleh para pelancong yang berlalu lalang. Tapi ia tak menyerah menemukan Sang Istri. Setelah sekitar 10 menit berkeliling Pasar malam. Tiba-tiba sebuah tangan menarik ujung bajunya. Dia adalah Ayuna, gadis yang ia cari. “Om beliin itu!” pinta Ayuna mengiba. Pria yang ada di depannya itu menarik nafas lega, akhirnya yang di cari telah kembali. Mengikuti arah Ayuna. Tangan Ayuna memegang pergelangan tangan Eugene. Mereka sampai di penjual arum manis.“Pak! beli lima ribuan dua. di bentuk Ayam ya!”“Baik Neng!” Lelaki itu dengan sigap membuatkan pesanan Ayuna. Gadis itu senang menanti arum manis miliknya.“Kamu dari mana?”“Tadi Yuna liet anak kecil Om ke pisah sama ibunya, Terus Yuna nganterin ke deh.”“Lain kali bilang dulu Kalau kamu mau pergi. gimana kalau tiba-tiba kamu ilang. Mami sama Papa pasti marah sama saya.”“Oke siap Om" Memberi
Seorang Pria dengan rambut cepak. Seragam SMA yang acak-acakan duduk di kursi taman berwarna putih. Perasaannya tak menentu saat menunggu gadis pujaannya. Perasaan cinta itu tumbuh saat kelas sebelas akhir. Namun, sangat sulit mengungkapkan perasaannya. Pria berumur 18 tahun itu berpangku tangan, sedangkan matanya menyapu seluruh sudut taman.Suara derup langkah mendekat, “ Lay! Ternyata kamu yang ngirim Yuna hadiah dari kemarin.” Gadis itu berdiri di samping kursi. Kedua jemarinya saling bertautan satu sama lain.Lay berdiri, detak jantungnya semakin terpompa. Kupu-kupu kecil bertebaran di perut. “A-aku s-se-neng kamu datang!” ujar Lay dengan gugup. Panggilan Ayuna berubah dari ‘Gue Elo’ ke ‘Aku kamu’. Berati sesuatu yang di takutkan Ayuna terjadi.“Kenapa Lay panggil Yuna?” Lelaki itu terdiam, sedangkan alas sepatunya menghentak-hentakkan permukaan bumi. Keringat dingin bercucu
Air mata Eugene jatuh saat melihat Sang Istri berada di atas ranjang. Setelah Surya memberitahu di mana Ayuna berada ia segera mencari gadis itu. Dan dia mendapati Sang Istri berada di rumah sakit yang tidak jauh dari lapangan golf. Eugene meraih tangan Ayuna, memandang keadaan gadis itu yang sangat memperihatinkan. Seluruh tubuhnya lebam-lebam, membuat hati Eugene seperti di sayat oleh silet-silet kecil.“Maafkan aku Sayang….” Tangis Eugene pecah walaupun tanpa suara. Tapi rasa sakit dan rasa kecewa pada diri sendiri menyergap. Perasaan campur aduk berkecamuk, apalagi perasaan dia harus melihat istrinya dalam kondisi seperti ini. “Jika ada sesuatu terjadi padamu dan anak kita. Maka akulah yang harus di salahkan karena tidak bisa menjagamu.”Decit pintu terbuka, Pria botak berjas putih masuk ke dalam ruang yang di tempati Ayuna. Wanita berpakaian perawat mengikutinya dari belakang. “Apa Anda keluarga dari pasien?”Eugen
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Setelah Eugene mendapatkan plat nomer mobil tersebut. Ia pun melacaknya lewat plat mobil yang ia dapatkan. Namun, saat mobil itu melewati terowongan tiba-tiba mobil yang ia incar menghilang secara misterius. Tapi Eugene dan rekan-rekannya tak menyerah. Ia tetap mencari mobil tersebut. Sebuah kamera CCTV mendapatkan mobil tersebut tapi mobil itu sudah berada di tempat bangkai mobil-mobil. Sebuah tempat yang di peruntukkan untuk mobil rusak.“Bagaimana ini Inspektur? “ tanya rekannya. Membuat Eugene kalang kabut. Ia pun mencoba melacak orang yang meninggalkan mobil di tempat pembuangan. Dan Eugene mendapatkan orangnya. Ternyata dia adalah Driver ojek online. Jika menemukan lelaki itu mereka bisa bertanya tentang penjahat itu. Eugene dan dua rekannya pergi mencari lelaki itu di kawasan padat penduduk. Melewati setiap gang kecil hingga ia sampai di sebuah rumah sederhana milik Driver Ojek Online.Dok! Dok!Eugene menggedor pintu. Seorang perempuan keluar
Lampu disko berkilap kelip. Disertai suara musik yang beredup sangat keras hingga memengkak telinga siapa pun yang mendengar. Suara penyanyi diskotik membuat pengujung semakin terbuai. Sang Vokalis bergoyang di atas meja membuat para pengunjung semakin melingkung. Di pintu masuk seorang Pria masuk ke dalam Pub. Menyingkirkan orang-orang yang ada di depannya dengan kedua tangan. Seorang gadis seksi menikmati minuman beralkoholnya. Tiba-tiba seorang lelaki mendekat. Menarik gadis itu dengan kasar keluar Bar. Membuatnya marah.Mereka pun keluar dari tempat itu. Surya melepaskan dengan kasar. Menatap tajam sepupunya. Pandangan gadis itu sedikit terganggu. Tampak jelas gadis itu masih di selimuti rasa mabuk.“Apa-apa loe narik gue keluar!” teriak Violet pada sepupunya. Matanya merah.Surya memegang pundak sepupunya. “Gue Cuma mau nanyak. Apa loe dalang di balik hilangnya Istri Eugene.” Suara menatap tajam. Berharap sepupunya tidak melakukan pe
Suara langkah kaki mendekat. Membuat rasa waswas yang sangat besar pada tubuh gadis kecil yang terduduk di atas kursi dengan tangan di ikat ke belakang. Kaki juga terikat sangat erat. Ia tak mampu bergerak sama sekali. Setelah kejadian penyiksaan Violet kemarin, para anak buah Violet mendudukkannya. Lampu berwarna keemasan menyala seketika. Membuat Ayuna mendongak dengan mulut di sumpal kain. Seorang gadis cantik melenggak-lenggok masuk ke dalam ruangan. Memberi tatapan yang mengerikan. “Selamat pagi yuna!” sapa gadis itu. “Bagaimana? Apa kamu nyaman berada di tempatku? Aku sebagai Tuan rumah, selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk tamuku. Kalau ada apa jangan sungkan-sungkan memberitahuku.” ucap Violet sambil memegang sebuah map. “Kenapa? Kenapa kau enggak jawab hah?” bentak Violet dengan mata melotot hingga ingin keluar. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu. “Ups!” Menutup bibirnya centil. “Aku lupa mulutmu masih tertutup. Maaf
Di bawah sinar rembulan seorang lelaki sedang duduk lesu sambil menyesali kelalaiannya. Gadis yang sangat ia cinta menghilang tiba-tiba membuat pikiran Eugena kayak. Ia pun meraung-raung di tengah lorong yang sunyi. Membuat para orang yang berlalu lalang terperajat. Melirik Eugene dengan tatapan horor. Membuat orang mengira lelaki itu sedang gila.Saat Eugene menangkupkan kepala tiba-tiba benda hangat menyentuh punggung tangan. Lelaki itu mendongak. Sesosok wanita berdiri didepannya. Melempar senyum. “Violet!” gumam Eugene.“Ni kubelikan coffe.” Menyerahkan Paper Coffe kopi pada mantan kekasihnya. Eugene mengambil kopi yang di berikan Violet. Tiba-tiba gadis itu duduk di samping Eugene. Menunjukkan wajah yang lesu. Membuat dirinya seolah iba dengan Eugene.“Makasih.”Tangan Violet terulur. Menangkup tangan kanan. “Aku turun prihatin atas menghilangnya istrimu.”“Dari s
Byur!Sebuah guyuran air membasah tubuh gadis yang tengkurap di atas lantai. Tampa penerangan sama sekali. Dengan kedua tangan yang terikat ke belakang. Kelopak mata gadis itu mengerja-ngerjakan mata. Mata itu sedikit demi sedikit melebar. Mendongak melihat seorang datang menggunakan penerang seadanya. Sebuah lampu berwarna keemasan menyala. Tapi cahaya itu tidak membantu. Karena hanya menerangi bagian kecil ruangan. Sedangkan yang lain tetap gelap.Wanita itu menarik rambut seorang gadis yang sangat mengerikan itu. “Halo gadis kecil. Selamat datang di wilayahku. Hahahhah...” Tawa pecah dan melepaskan rambut Ayuna dengan kasar.“Kamu kan Violet. Apa yang kau lakukan padaku. Apa salahku.”Wanita jahat itu mengeluarkan jari telunjuknya dan mengetuk-ngetuk ujung dagu seolah-olah berpikir. “Apa ya salah mu?” Ia menarik rambut Ayuna kembali tapi tarikan ini lebih kuat. Gadis itu merintih sakit. “Baiklah. Seperti loe en
Waktu semakin bergulir. Malam demi malam telah terlewati. Di gantikan sang raja pagi terus menyising. Seperti biasa di sekolah cukup ramai. Murid berlalu lalang meninggalkan kelas masing-masing. Termasuk dua murid lelaki dan perempuan yang berjalan saling beriringan. Dari arah lain seorang pria di kelas mengejar mereka. “Hai bro!” Lay langsung merangkul lengan Wanda. Namun perempuan itu langsung bergidik dengan keras. Hingga tangan Lay jatuh “Biasa aja kali Wanda.” “Gue enggak pernah biasa kalau soal elo.” “Sorry lah. Eh omong-omong Yuna beneran di keluari.” “Siapa bilang? Dia hanya mengambil cuti.” “Terserah dah apa kata elo. Tapi kalau loe ketemu Yuna. Nitip salam ya.” Lay langsung berlari meninggalkan Toby dan Wanda. “Dasar cowok.” “Tapi omong-omong waktu Yuna pergi. Diakan ninggalin surat kan?” “Iya tapi katanya Cuma pergi bentar. Tapi pas malamnya gue tunggu dia gak balik.” “Emang udah loe telefon ora