Suasana makan malam terasa menyenangkan. Usai kejadian tadi siang aktivitas kembali seperti biasa seolah kejadian tadi tidak ada. Meski begitu Lucas tidak bisa melupakannya dan ia sepanjang hari di kamar memikirkannya.
"Lucas!" panggil Anna dengan suara keras membuat Lucas terlonjak kaget. "Ada apa? Daritadi ibu dan ayah memanggil tapi Lucas diam saja. Apa kau sakit?"Lucas menggelengkan kepala. Astaga terlalu larut berpikir membuat ia tidak fokus. Ia merutuki dirinya dalam hati. Kepalanya menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya, "tadi Ibu janji membuatkan aku pai apel.""Astaga ... kau membuat ibu khawatir Lucas. Tenang saja pai apel mu sudah siap. Tunggu habiskan makanmu lalu kau boleh menyantapnya.""Eh ... ayah juga mau pai apel!" sahut Peter dengan rengekan yang membuat Anna terkekeh geli."Semua akan kebagian. Ayo lanjutkan makannya!" Usai mengatakan itu mereka kembali menikmati makan malam mereka.Tak jarang selingan candaan terlontar di meja makan tersebut. Memang dalam etika bangsawan hal itu tidaklah sopan. Namun untuk Chester mereka menganggap waktu makan adalah wadah untuk membangun komunikasi antara anggota keluarga. Akan tetapi jika mereka tengah berada di sebuah pesta formal tentu tidak akan seperti itu. Mereka tetap mengikuti etiket bangsawan.Makan malam mereka telah berakhir. Kini mereka bertiga pindah ke ruang kerja Peter. Sebenarnya Lucas sudah diminta kembali ke kamar untuk istirahat tapi ia menolak. Lucas tahu pasti malam ini kedua orangtuanya akan membahas kejadian tadi siang. Ia juga penasaran tentang keberadaan wanita itu."Aku sudah meminta Matthew mengurus semua tadi. Untuk masalah korban, bagaimana menurutmu?" tanya Peter pada Anna.Suara dentingan cangkir terdengar saat Anna selesai menyesap tehnya. "Untuk anak-anak dan dua gadis remaja sepertinya bisa kita kirim ke yayasan milik ayahku. Di sana mereka akan mendapatkan pendidikan yang akan berguna untuk masa depannya. Lalu untuk wanita itu dia meminta pekerjaan, mungkin kita bisa memberikannya.""Baiklah, aku akan mempercayakan hal ini padamu. Katakan padaku jika kau butuh sesuatu." Peter menggenggam tangan Anna lalu mengelusnya."Ibu, bibi yang tadi mau kerja di sini?"Anna menoleh pada putranya yang sedang menikmati pai apelnya. Tadi ia membuatkan satu loyang khusus untuknya. Setelah memakan satu iris usai makan malam, putranya itu mengekorinya dan Peter ke ruang kerja lalu meminta dibawakan sepotong pai apel lagi."Hmm ... menurut Lucas bagaimana?"Kepala laki-laki itu menggeleng keras lalu menjawab, "aku tidak suka, dia terlihat menyeramkan.""Tidak akan kubiarkan dia memasuki Chester!" ucap Lucas dalam hati. Seperti rencananya yang akan menghalangi wanita itu memasuki kediaman Chester. Ia tidak akan membiarkan kesempatan itu datang yang dimanfaatkan olehnya untuk menggoda ayahnya hingga mengakibatkan kematian ibunya.Anna mengelus rambut hitam milik putranya itu. Ia tatap lembut kedua mata biru yang diturunkan oleh suaminya. "Lucas tidak boleh bicara seperti itu. Bagaimana bisa kau menilai orang dari penampilannya? Lagipula dia membutuhkan bantuan kita."Kepalanya bergerak menggeleng. "Kalau begitu kirim ke tempat lain saja! Di mana pun asal tidak di sini!" tuntutnya dengan keras.Mata itu memancarkan kegelisahan serta ketakutan. Hal itu membuat Anna mengerutkan kening dengan pikiran bingung. "Kenapa tidak boleh di sini?""Tidak boleh! Aku tidak suka!" Penolakan Lucas yang semakin besar pun makin menimbulkan banyak pertanyaan dalam otaknya. Apa anaknya ini sedang tantrum?"Lucas pernah bertemu dengannya? Apa dia pernah berbuat jahat padamu?"Lucas terkejut. Ia terdiam tak tahu bagaimana menjawab pertanyaan ibunya. Tidak mungkin ia bilang jika kehadiran wanita itu akan menghancurkan keluarga mereka. Lalu bagaimana dengan fenomena aneh dirinya yang terlempar mundur ke masa lalu. Pertanyaan itu berulang-ulang terus terputar dalam otaknya. Ia tak dapat menemukan jawaban yang tepat. Maka pilihannya adalah mengamuk seperti anak kecil."Pokoknya tidak mau! Lucas tidak suka bibi itu. Dia terlihat seperti orang jahat!" raung Lucas tiba-tiba yang membuat Anna dan Peter terkejut."Lucas!" hardik keras Anna. "Ibu tidak suka dengan sikap seperti itu!"Tangan Peter terulur menepuk pelan punggung Anna mencoba menenangkannya. Sedangkan Lucas terkejut mendapati ucapan keras dari ibunya. Entah karena sosoknya yang berada di tubuh seorang anak kecil dirinya menjadi sensitif. Ditambah kecemasan yang semakin meluap dalam dirinya mengubahnya menjadi genangan air pada matanya. Tanpa sadar ia menangis. Lucas pun berteriak dengan sesenggukan masih dengan penolakan yang sama.Melihat keadaan antara istri dan anaknya itu, Peter segera turun tangan untuk menengahi. Ia berbisik pada Anna bahwa dirinya akan menenangkan Lucas begitupula meminta istrinya untuk meredakan gejolak emosinya. Peter yang melihat Anna bersiap memarahi putranya segera mengambil langkah memisahkan mereka.Saat Peter akan menggendong Lucas rupanya putranya malah memberontak berteriak membencinya lalu pergi berlari keluar dari ruangannya. Sesaat Peter terkejut mendengar ucapan Lucas tadi. Namun ia segera tersadar lalu beranjak menyusul tapi ditahan oleh Anna."Biarkan dia Peter. Dia sedang meluapkan emosinya. Sungguh aku tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya." Ann mengurut pelan pelipisnya. Pusing di kepala menderanya. "Tidak biasanya ia seperti ini. Hanya karena wanita itu dia bisa seemosi ini."Peter menghela napas lalu menarik Anna dalam pelukannya. Dengan lembut tangannya mengelus dan menepuk punggung istrinya. Merasakan pelukan hangat dan tepukan lembut dari suaminya sejenak membantu Anna meringankan rasa berat pada kepalanya.*****Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu, Lucas akhirnya tersadar akan kelakuannya itu. Teriakan yang ia keluarkan bahkan kemarahan yang ditujukan pada ayahnya tidak bisa dibenarkan. Tak peduli kebenciannya dulu pada ayahnya pada kehidupan pertama, pria itu tidak akan mengetahuinya. Jadi hal itu akan sia-sia saja.Terdengar suara pintu kamarnya diketuk tak lama masuklah Marie pelayan pribadi ibunya. "Tuan Muda, ada tamu untuk Anda.""Tamu untukku?" tanya Lucas dengan heran. Siapa yang menjadi tamunya? Ia merasa belum mengenal siapapun. Waktu bersosialisasinya hanya ketika ia menghadiri undangan teh atau pesta. Bertemu dengan anak-anak bangsawan yang bahkan tidak berhubungan akrab.Sesampainya di ruang tamu Lucas mendapati dua orang duduk berdampingan. Seorang anak laki-laki tengah menyeka pipi anak perempuan yang sedang menikmati kue kering di tangannya. Laki-laki tersebut menyadari kehadirannya lantas berdiri menarik perempuan di sampingnya untuk memberi salam.Lucas membalas salam mereka dan melangkah menghampiri mereka. Ia terkejut mendapati Max dan Alice di kediamannya. Tak menunggu lama pertanyaannya pun terjawab oleh Marie. "Nyonya Duchess mengundang Tuan Muda dan Nona Muda Anderson untuk bermain dengan Tuan Muda." Usai menyampaikan perkataannya Marie pamit undur diri meninggalkan tiga anak bangsawan tersebut.Mereka bertiga duduk dengan canggung. Pertemuan pertama mereka hanya singkat, tidak ada pertukaran kata. Apalagi dengan gadis di hadapannya itu. Ia duduk tegak terlihat tegang, kepalanya menunduk namun ia bisa melihat wajahnya yang memerah."Saya mendengar Anda mendapatkan kuda dari Marquess Leonardo sebagai hadiah ulang tahun?" celetuk Max memecah keheningan."Ya benar, saya mendapatkan kuda dari kakek. Ada apa?" Lucas menatap laki-laki yang tiga tahun lebih tua darinya dengan pandangan bingung."Bolehkah jika anda mengijinkan saya untuk melihatnya. Saya dengar kuda dari Marquess Leonardo adalah yang terbaik."Lucas menggelengkan kepala. "Sayang sekali kuda itu ada di kediaman Leonardo. Kakekku mengatakan aku boleh membawanya jika sudah bisa menaikinya. Tapi jika Anda ingin Chester juga memiliki kuda yang tak kalah bagus dengan Leonardo.""Tentu saja saya tidak akan menolak--- " ucapan Max terpotong oleh Alice menggenggam tangannya."Kakak, aku takut," bisiknya pada kakaknya namun dapat terdengar oleh Lucas."Jangan khawatir ada kakak. Lagipula kuda di sini pasti sudah jinak." Max menoleh pada Lucas dan berkata, "maafkan adik saya. Dia punya sedikit ketakutan karena pernah diserang oleh kuda yang mengamuk."Lucas manggut-manggut. "Tenang saja, semua kuda kami sudah jinak. Lagipula banyak penjaga di sana, kau akan baik-baik saja," tenangnya dengan senyum ramah. Melihat kecemasan Alice membuat Lucas ingin menenangkannya. Ia seolah berlaku seperti kakak yang sedang menenangkan adiknya. Lagipula usianya sudah menginjak dua puluh dua tahun meski berada di tubuh anak kecil lima tahun."Mari kita pergi!" ajak Lucas yang diangguki oleh Max dan Alice yang hanya pasrah menuruti.Max tengah membujuk Alice untuk berani mengelus surai kuda. Dari samping Lucas memperhatikan betapa lembutnya suara Max ketika berbicara pada Alice. Mendorongnya untuk mengalahkan rasa takutnya akan kuda."Alice, tidak selamanya kau bisa menghindar dari rasa takutmu. Kakak juga tidak akan memaksamu secara langsung untuk menghadapinya. Pelan-pelan kalahkan ketakutanmu hingga kau bisa mengatasinya sendiri," bujuk Max pada gadis kecil di sampingnya itu."Kan ada kakak. Kak Max sendiri yang bilang akan selalu melindungi Alice," rajuknya dengan mata melirik pada kuda berjaga-jaga kalau hewan itu tiba-tiba mengamuk."Kakak akan selalu melindungimu. Tapi bagaimana kalau saat itu kakak tidak ada di dekatmu. Apa kau hanya akan terus menunggu? Bagaimana kalau kakak tidak bisa datang?"Alice menunduk, kedua tangannya bermain memilin pita pada gaunnya. "Tapi, Alice takut ...," gumamnya dengan suara bergetar.Mendengar suara bergetar dari gadis bergau
Terdengar suara gemuruh orang-orang yang sedang berlatih di lapangan kediaman Chester. Di tengah lapangan itu terlihat sesosok mungil yang ikut menyempil di antara badan besar dan kekar pada lapangan tersebut.Sudah hampir dua bulan ini Lucas memulai pelatihan dasar berpedang. Semenjak ibunya memilih Julian untuk menjadi ksatria pribadinya ia pun meminta dimajukan pula pelatihan bela dirinya. Kini ia saat ini sedang melakukan pose dasar berpedang yang diawasi secara langsung oleh Matthew. Tak jauh darinya Julian ---putra Matthew--- sedang mengayunkan pedangnya. Di usia yang sama dengan dirinya Julian sudah tertarik dengan pedang berkat melihat ayahnya. Menyadari hal itu Matthew secara khusus mengajari langsung anaknya sekaligus mempersiapkan dirinya untuk dapat mengabdi pada penerus Chester.Sudah menjadi tradisi turun menurun dari leluhur Matthew untuk mengabdi pada Chester. Ayahnya dulu menjadi ksatria pribadi sekaligus tangan kanan sang Duke terdahulu atau ayah
"Bagaimana dengan penyelidikan kematian para bandit itu?" tanya Peter pada Matthew.Saat ini di ruang kerjanya berkumpullah dirinya, Anna, Matthew dan Sebastian yang saat ini membahas kematian mendadak para bandit. Dari awal penangkapan pihak keamanan ibukota memberikan keterangan akan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh bandit tersebut. Diantaranya penculikan, perbudakan secara ilegal, perampokan dan masih banyak lagi. Awalnya Peter menganggap mereka sama seperti orang-orang lain yang terlibat kejahatan, tetapi ketika mendengar berita kematian para bandit membuatnya curiga.Para pihak keamanan hanya mengatakan mereka bunuh diri karena takut akan hukuman. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut mereka menemukan fakta bahwa para bandit telah mati diracuni. Kejanggalan inilah yang membuat Peter memberikan perintah pada Matthew untuk diam-diam menyelidikinya. Sementara kehadiran Sebastian sebagai kepala pelayan Chester ini karena ia ingin menanyakan salah se
"Apa yang kau lakukan disini!?"Sebastian terkejut menemukan Winna yang berada di ruang kerja sang Duke. Apalagi ruangan tersebut tidak ada penghuninya. Winna sontak berbalik menatap Sebastian dengan gugup."Saya diperintah untuk membersihkan kediaman utama," jawab Winna dengan suata bergetar. Wanita itu tidak dapat menyembunyikan ketakutannya.Tatapan Sebastian memicing melihat gemetar pada suara wanita di hadapannya. "Jika tidak ada perintah khusus cukup bersihkan area lorong. Untuk ruang lainnya sudah ada yang menangani sendiri. Kali ini aku memaklumimu karena masih baru, tapi lain kali kau akan mendapatkan hukuman. Segera kembalilah!" hardik keras Sebastian yang langsung membuat Winna segera kabur keluar dari ruangan.Dalam hatinya ia mendesah lega karena bisa lolos. Tadi ia benar-benar sangat ketakutan, untung saja orang itu Sebastian sang kepala pelayan Chester. Ia masih bisa mengelak meskipun dirinya yakin jika pria tua itu menaruh kecuriga
Sorak sorai terdengar dari arah lapangan tempat para ksatrai Chester berlatih. Alasan begitu ramainya suara orang-orang berteriak adalah Lucas. Sosoknya yang dulu mungil kini nampak jadi lebih tinggi. Tidak terasa sudah hampir tiga tahun berlalu sejak berputarnya waktu. Winna si wanita pelayan itu juga masih bertahan disini. Dari yang ia dengar rupanya Winna pernah ketahuan oleh Sebastian saat memasuki ruang kerja ayahnya. Ia tidak bisa mendengar lebih jelasnya karena dirinya secara tak sengaja menangkap pembicaraan ayahnya dengan Sebastian.Normalnya pelayan yang berbuat kesalahan apalagi hal itu sudah melewati batas pasti sudah dipecat tanpa surat rekomendasi. Tapi, melihat wanita itu masih bertahan pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Mungkinkah mereka mencurigai Winna? Tapi, apa alasannya hingga bisa dicurigai? Bahkan dari kacamata orang luar yang tidak tahu menahu tentang Winna pasti menganggapnya sebagai pelayan yang baik. Cara kerjanya yang cepat dan tanggap pa
Malam ini kediaman Chester nampak ramai. Terlihat banyak kereta kuda datang memasuki kediaman tersebut. Rupanya malam ini Chester sedang merayakan ulang tahun kedelapan tahun Lucas. Si bintang acara ini pun terlihat menawan dengan pakaiannya. Anna yang melihatnya tersenyum dan memuji penampilannya hari ini. Peter pun juga tidak mau ketinggalan ikut memuji putranya itu.Saat ini mereka tengah beejalan bersama menuju aula tempat pesta diadakan. Tak lama penjaga mengumumkan kedatangan mereka dan semua tamu langsung menengok ke arah suara. Suara decakan kagum terdengar saat mereka menatap kedatangan sang pemilik acara. Kecantikan lembut milik Anna, ketampanan menawan dari Peter serta pesona muda dari Lucas membuat mereka sejenak terpaku.Perlu diketahui sebelum Peter dan Anna menikah keduanya sangat dikenal di kalangan bangsawan. Peter dengan gelar, visual dan prestasinya membuat para 'lady' berebut ingin menjadi pasangannya. Begitu pula dengan Anna yang terkenal akan
Seorang gadis tengah mengendap-endap mendekati seseorang yang berpakaian pelayan tak jauh dari taman dekat aula pesta. Dia berhenti sejenak menunggu pelayan itu yang entak sibuk dengan suatu hal. Pelayan itu berbalik melangkah masuk ke dalam dengan nampan di tangannya. Mata gadis itu menangkap segelas minuman berwarna bening dengan tatapan curiga.Gadis itu berjalan mengikuti pelayan itu memasuki aula. Bola matanya tak berhenti menatap pelayan yang terus berjalan lurus menuju sekumpulan bangsawan di sana. Secepat kilat ia mengambil gelas yang isinya sama dan berhati-hati membawanya mendekat ke arah yang sama dengan pelayan itu.Pelayan itu telah berhasil memberikan gelas tersebut pada sasarannya. Dari jaraknya yang tidak terlalu dekat ataupun jauh ia mengawasi sembari mencari kesempatan untuk menukar gelas. Beruntungnya orang yang menjadi target tersebut masih sibuk berbicara sehingga belum menyesap isinya. Ia menghembuskan napas dengan kuat lalu melangkah cepat. S
Winna bergetar ketakutan saat mendengar suara teriakan orang di depannya. Orang tersebut memakinya dengan kata-kata kasar. Winna hanya bisa menunduk ketakutan apalagi merasakan hawa seseorang di belakang punggungnya yang ia tahu pengawal dari orang itu. Tubuhnya besar dan wajahnya menyeramkan. Dengan tubuh terikat dan mulut yang disumpal Winna hanya bisa pasrah dengan nasibnya.Pagi-pagi sekali Winna kabur dari kediaman Chester dengan barang seadanya. Ia berpikir untuk pergi sejauh mungkin dari cengkeraman wanita itu. Menyadari kegagalannya semalam Winna berencana untuk kabur sebelum orang itu menyadarinya. Tapi, siapa sangka orang itu sudah mengetahuinya dan langsung menangkapnya ditengah perjalanan.Dirinya dibius lalu saat terbangun mendapati dirinya sudah dalam keadaan terikat dan mulut tersumpal. Winna menangis dalam hati memikirkan nasibnya yang iya yakin jika hidupnya tidak akan lama lagi."Ini yang akan menjadi terakhir kalinya aku memberimu kesemp
Setelah penangkapan Selir Helena dan bansgawan lain, maka keesokan harinya mereka langsung diadili. Raja Eron bahkan mengumumkan akan mengadakan pengadilan terbuka dan meminta rakyat Diedrich untuk menghadirinya. Maka, keesokan harinya tribun telah dipenuhi oleh rakyat Diedrich. Mereka dengan patuh duduk dan dibantu oleh ksatria penjaga mengawasi agar tak terjadi kericuhan. Namun, mereka mulai berisik saat para tahanan memasuki lapangan. Mereka menyorakinya dan melemparinya dengan kata-kata kasar.Peter bersama Lucas membawakan semua bukti kejahatan semuanya termasuk Selir Helena. Bahkan menghadirkan Winna sebagai saksi kejahatan Selir Helena selama ini. Rakyat Diedrich terkejut saat mengetahui bahwa ibu dari Pangeran Alaric memiliki saudara tiri yang lahir dari seorang pelayan. Yang lebih membuat mereka terkejut adalah rupanya Selir Helena ini sejak awal adalah orang yang jahat. Wanita itu memanfaatkan saudara tirinya dengan mengirimnya ke Chester untuk mengendalikannya. Dia berencan
“Selamat tinggal, Yang Mulia!” Usai meminumkan racun itu pada Raja Eron, Selir Helena berbalik dan melangkah keluar dengan wajah yang puas. Tinggal menunggu waktu kematian suaminya itu, setelah itu semua akan menjadi miliknya.Saat ia akan membuka pintu tiba-tiba saja pintu dibuka oleh seseorang. Kedua mata Selir Helena melebar saat melihat putranya, Pangeran Alaric berada di hadapannya. Bukan hanya ia terkejut melihat kehadiran putranya, namun adanya rombongan ksatria kerajaan di balik punggung putranya. Firasat buruk muncul dalam hatinya.“Apa yang ka—” ucapan Selir Helena terputus oleh suar Pangeran Alaric.“Periksa keadaan Yang Mulia sekarang!” perintah Pangeran Alaric pada dokter yang selalu merawat Raja Eron.Dokter tersebut langsung mengangguk dan masuk begitu saja diikuti oleh dua orang perawat melewati Selir Helena seolah-olah wanita itu tidak ada. Wajah Selir Helena pun menjadi kaku. Raja Eron baru saja meminum racun miliknya yang pasti racun itu sudah mulai bereaksi. Namun,
Ratu Camellia yang sedang menjalani pengurungan di istananya tengah menikmati secangkir teh di balkon kamarnya. Sudah hampir sepuluh hari dia berada di kamarnya terus hingga merasa bosan. Sehari-hari yang ia lakukan hanyalah menikmati pemandangan dengan menyesap teh kesukaannya, membaca buku yang ia minta pelayannya untuk mengambilkannya di perpustakaan, lalu menyulam sesuatu untuk cucunya. Ia tak ambil pusing dengan nasib hidupnya karena ia tahu bahwa dirinya tidak akan berakhir selamat atau bebas. Ratu Camellia yakin bahwa Selir Helena akan menjatuhinya hukuman yang mana hukuman tersebut akan membuatnya tak dapat di istana. Wanita tersebut pasti sangat menikmati situasi yang sedang menguntungkannya saat ini. Pasti di setiap malamnya sekarang Selir Helena tidur dengan nyenyak dan bermimpi indah. Ratu Camellia tak khawatir tentang nasibnya. Ia memikirkan bagaimana dengan menantu dan cucunya serta suaminya yang belum kunjung sadar. Kekuatan istana sedang tak seimbang semenjak Putra Mah
Lucas dan Peter menaiki kudanya masing berjalan paling depan. Di belakangnya ada kereta kuda kecil, lalu paling belakang ada dua ksatria Chester. Hari sudah petang dan mereka telah memasuki gerbang ibu kota. Perjalanan yang memakan waktu tiga hari tersebut tak terasa telah berakhir. Mereka berhasil membawa barang bukti dengan aman dan selamat. Hanya saja tidak berupa barang yang mereka bawa melainkan juga saksi. Saksi tersebut tak lain adalah Winna. Wanita itu telah menceritakan segalanya. Rupanya Winna dan Selir Helena adalah saudara tiri. Sebuah fakta yang sangat mengejutkan mereka berdua. Siapa sangka jika Count Earnest memiliki anak dengan seorang pelayan. Mereka juga telah mendengar secara garis besar apa saja hal yang dilakukan Winna untuk Selir Helena. Tak menyangka bahwa kegilaan Selir Helena didapatkannya dari Count Earnest. Winna juga menceritakan bahwa ia diselamatkan oleh Pangeran Alaric yang merupakan keponakannya itu. Selama perawatan dari Pangeran Alaric, Winna perlahan
Peter bersama dua orang lainnya memasuki penginapan. Ia mengambil ruang paling besar yang terdapat dua ruang tidur. Masing-masing kamar berisi dua ranjang terpisah. Salah seorang ksatria pergi mencegat Lucas sedangkan yang lain memesan makanan. Peter sedang berada di kamarnya duduk terdiam dengan badan menyandar. Pikirannya melayang pada kejadian tadi. Tiba-tiba sekelebat bayangan terlintas dalam otaknya saat belati itu akan terlempar ke arahnya. Sebuah memori berputar acak yang membuatnya pusing. Namun, gambaran-gambaran tersebut sangat tak asing baginya. Beberapa hal pernah ia lihat dalam mimpinya. Hal itu membuat dadanya sesak dan nyeri. Tangan Peter terulur menyentuh dada kirinya merasakan detak jantungnya. Lucas memacu kudanya dengan sangat cepat sehingga dirinya dapat menyusul ayahnya yang telah berada di penginapan desa terdekat. Di gerbang salah seorang ksatria Chester sudah menunggunya. Usai makan bersama semua memasuki kamar untuk beristirahat tak terkecuali dirinya dan ayah
“Apa yang kau lakukan di sini?!” Lucas menatap tak percaya pada Alice. Seharusnya gadis itu sedang istirahat di kamarnya. Melihat sosoknya yang berjalan dengan kepala tertunduk membuat Lucas kesal. Alice ini benar-benar ceroboh. Dari mana datang pikirannya membuntuti mereka diam-diam begini. Beruntung sekelompok orang yang menghadang mereka tak menyadari kehadiran Alice. Kalau mereka tahu pasti orang itu akan melukai atau mungkin akan membunuhnya. Jika begitu, siapa yang bisa menolongnya karena Lucas atau bahkan seorang pun tak tahu tentang keberadaannya. “Ayah, maaf aku akan mengantar Alice kembali. Aku akan menyusul kalian secepatnya.” Tanpa menunggu jawaban dari sang ayah, Lucas langsung membawa pergi Alice. Kedua orang itu menaiki kudanya masing-masing. Peter hanya diam menatap kepergian putranya dan calon menantunya itu. Ia paham jika sekarang Lucas marah karena tunangannya diam-diam membuntuti mereka yang mana kepergian mereka ini sangat berbahaya. Baru saja mereka melewati ger
Lucas menjemput Alice ke kamar gadis itu dan mengajaknya pergi ke taman. Mereka berdua tengah menikmati pemandangan hamparan bunga yang bermekaran cantik di halaman tersebut. Alice yang sedang menikmati kue cokelatnya menggumam dengan puas. Melihat Alice yang sangat menikmati kegiatannya hari ini membuat Lucas jadi menatapnya dengan senang. Hari ini ia mengajak Alice bertemu karena dirinya ingin berpamitan dengan kekasihnya itu. Nanti malam ia dan ayahnya akan pergi ke tempat yang cukup jauh. Mungkin akan membutuhkan waktu hampir satu minggu untuk berangkat dan pulang. Maka dari itu, ia akan berpamitan pada Alice sekaligus memintanya untuk tetap berada di kediaman selama ia pergi. Tak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, lebih baik mereka berjaga-jaga agar terhindar dari hal buruk. Istana saat ini sedang berduka akan kematian Putra Mahkota. Maka, selama satu minggu pusat kota akan libur berativitas untuk menunjukkan kesedihan mereka. Namun, berbeda dengan kubu rival Putra Mahkota,
Lucas berdiri menunggu kedatangan seseorang dengan dua orang ksatria Chester bersamanya. Mereka bertiga sedang duduk di atas pohon yang lebat daunnya sehingga bisa menyembunyikan diri mereka dengan baik. Bahkan pakaian mereka yang gelap semakin menyempurnakan persembunyian ketiga orang itu. Saat ini ketiga orang tersebut sedang menjalankan misi. Sesuai dengan yang dijanjikan di dalam surat Pangeran Alaric, Lucas saat ini berada di lokasi untuk menunggu. Lucas mengamati sebuh pintu kayu yang masih tertutup rapat itu. Itu adalah satu-satunya pintu masuk yang ada di sana. Lamanya ia mengamati dari atas pohon, akhirnya pintu itu terbuka. Seseorang memakai jubah bertudung warna hitam berjalan keluar dari pintu tersebut. Orang tersebut berhenti sejenak dan mengangkat tangannya membentuk sebuah kode yang ditangkap oleh Lucas. Dia pun melompat turun dan segera menghampirinya. “Yang Mulia …,” sapa Lucas dan orang itu mendongak menatapnya. “Apa kau sudah lama menunggu?” tanya orang tersebut. “
Di sebuah bangunan yang besar dipenuhi oleh orang-orang yang berpakaian hitam. Semua orang duduk berbaris rapi di sederet bangku panjang yang telah penuh itu. Beberapa menundukkan kepalanya dan sisanya menghadap ke depan menatap sesuatu di sana. Namun, ada kesamaan di antara mereka. Semua orang di sana memakai kain penutup mulut dan hidung karena bau busuk menguar membuat orang yang tidak tahan menciumnya akan muntah. Di ujung ruangan terdapat sebuah kotak kayu yang panjang dengan karangan bunga menghiasi di sekitarnya sekaligus menghalau bau busuk tersebut. Di sana ada seseorang tengah terbaring kaku dengan wajah pucat dan badan yang dingin. Pada bangku paling depan terdengar isak tangis seorang wanita. Wanita tersebut tak lain adalah Ratu Camellia. Sedangkan yang tengah ditangisinya adalah Putra Mahkota Albert. Pria tersebut semalam dinyatakan meninggal akibat penyakitnya yang rupanya semakin hari parah dan merusak organ tubuhnya. Tubuhnya menghitam dan membusuk membuat semua orang t