Obrolan Amelia dan Bagaswara telah berakhir, tetapi wanita ini tidak ingin mengikuti intruksi pria itu selama bukan William yang mengatakannya. Jadi, dirinya segera berpamitan pada si pria yang adalah bawahan orang terhebat dalam bisnis di negaranya. “Mungkin mama sudah melewatkan kesempatan untuk menitipkan Kenzo, tapi mama tidak bisa memberikan Kenzo ke sembarang orang kalau bukan papanya Kenzo, walau yang tadi itu kakeknya Kenzo.” Desah lirihnya mengiringi, “kakeknya Kenzo seharusnya menjadi mertuanya mama.” Senyuman tegar dipasang karena dirinya tidak dapat mengatur takdir, sebagai salah satu manusia biasa di muka bumi ini Amelia hanya mampu menjalani kehidupan sesuai dengan alurnya. Namun, setiap keputusan tentunya memiliki sisi positif dan negatif maka kini dirinya kebingungan harus membawa Kenzo kemana? “Kalau Amei titipkan Kenzo sebentar pada Nitara apa dia bersedia? Tapi ... paling jam segini Nitara sedang bekerja.” Udara dihembus bingung. Dirinya belum mengetahui jika kini s
Amelia meninggalkan pesta untuk mencari ketenangan walau tidak menemukannya. Panggilan mengarah pada bibi. “Bi, bagaimana Kenzo?” “Rewel, non. Kalau sekarang Kenzo sedang sama Amanda, tapi kalau tuan dan nyonya pulang mana bisa seperti ini.” “Bi ..., Amei bingung ....” “Kita kucing-kucingan dulu saja kalau orangtuanya Non Amei di rumah, intinya supaya tangisan Kenzo reda dulu, itu sudah cukup.” Rencana bibi dianggap brillian oleh Amelia, tetapi entahlah apakah rencana ini akan berhasil? Cukup lama Amelia memisahkan diri dari orangtuanya maka Adhinatha kembali melakukan panggilan. “Mei, kamu tidak bisa diam. Cepat kemari, papa akan mengenalkan kamu pada anak-anak kolega!” “Iya, pa ...,” patuh Amelia sangat terpaksa. Wanita ini masih belum menemui pemilik acara, maka hingga detik ini dirinya belum mengetahui jika Nitara adalah wanita yang sangat cantik yang berdiri di depan sana. Wanita ini berkenalan dengan banyak pria dan wanita hebat, usianya sejajar ada juga yang di atasnya dan
Adhinatha mencoba menimbang kalimat Amelia. “Kamu benar papa sama mama butuh bulan madu kedua.”Amelia menyatukan kedua telapak tangannya hingga tercipta tepukan seperti menepuk nyamuk. Ini adalah pengekspresian dari kebahagiaannya. “Benar sekali, pa. Pergilah selama beberapa hari sama mama!” Antuasiasnya menggebu-gebu.Namun, Adhinatha menyahut dengan kekeh kegelian, “Kenapa kamu sangat bersemangat mendengar mama dan papa akan bulan madu kedua?”“Amei ikut bahagia dalam kebahagiaan papa dan mama. Pokoknya hati Amei sangat berbunga saat melihat dan mendengar mama dan papa sangat romantis dan harmonis!” Kalimatnya adalah iming-iming. Adhinatha masih menyahut dengan kekeh kegelian.“Tapi apa kamu bisa dipercaya menjaga perusahaan?” Sebelah alis Adhinatha diangkat menantang.“Bisa dong pa, Amei sudah bukan kertas polos lagi. Amei sudah mendapatkan banyak ilmu bisnis.”“Papa mendengar perkembangan kamu setiap harinya, hasil pekerjaan kamu memang cukup bagus, tapi masih banyak sekali kekur
Amanda mengerjap dalam. “Mana bisa begitu Mei!”“Justru itu kak, Amei tidak mengerti.” Amelia masih meraung.“Mei, mungkin kamu harus memastikannya lagi apa bagian tubuh Erland tidak tertukar dengan siapapun.”“Tidak mungkin kak. Erland memberikan sehelai rambutnya pada Amei. Amei simpan dengan aman.”Amanda membuang udara kebingungan. “Kakak tidak tahu kenapa hal ini bisa terjadi. Coba periksa sekali lagi, di rumah sakit berbeda.”“Sudah dua rumah sakit Amei datangi, dan mereka memberikan hasil yang sama kalau Kenzo bukan anaknya Erland,” sendu menghunus seluruh tubuh Amelia.Amanda segera melingkarkan pelukan. “Sabar ya, Mei. Kakak yakin suatu hari nanti kalian akan bersama.”“Amei ingin menangis, berteriak seperti orang gila, tapi mana mungkin kan Amei melakukannya. Kak ..., kasihan sekali Kenzo. Erland memberikan syarat hasil test DNA karena dirinya butuh bukti kalau Kenzo adalah darah dagingnya, tapi saat ini apa yang bisa Amei berikan sebagai bukti? Kasihan sekali Kenzo, Amei ti
Di saat semangat Amelia melesat, sebuah panggilan berdering pada layar handphonenya. “Pasti William,” tebakannya karena nomornya diprivat, siapa lagi jika bukan pria itu. “Iya?”“Bagaimana pesta aku kemarin, apa kamu yakin akan melepaskanku, apa kamu tidak mau aku nikahi?” William sedang memainkan Amelia.“Kalau kamu tidak mencintaiku, tidak usah memaksakan, tapi tolong Kenzo, aku tidak mau Kenzo tinggal di panti asuhan.”William memutar perlahan tubuhnya seiring putaran kursi, kemudian menatap langit cerah di balik kaca besar ruangan kerjanya. “Bagaimana dengan syarat yang aku berikan. Kamu harus memberikan hasil test DNA.” Seringai jahat dibentuk, karena dirinya sudah mengetahui hasilnya.“Eu-itu ....” Amelia dibuat kebingungan, kemudian alasan segera dilontarkan, “hasilnya belum keluar, tunggu saja, aku akan segera menyerahkannya.”“Baik. Aku tunggu ya, manis!” Sambungan diputus oleh William. Hanya begitu saja tujuannya menghubungi karena Bagaswara sedang berada di sampingnya, jadi
Jam kerja kembali berlaku, Amelia dan Nitara sudah terpisah. Kini, masing-masing mereka menjalani pekerjaan dalam posisi berbeda. Adhinatha melakukan panggilan di udara, “Sayang, bagaimana perusahaan?”“Baik-baik saja, pa ....” Amelia sedang menggoreskan tanda tangannya di atas permukaan kertas.“Papa dan mama baru saja akan pergi ke bandara. Kami baru saja menyelesaikan acara. Pokoknya papa tidak ingin mendengar kabar buruk!”“Amei janji perusahaan papa akan baik-baik saja. Sampaikan salam Amei buat mama ya. Selamat bersenang-senang ya ma, pa. Amei sayang kalian.” Kecupan jauh mengisi ruang dengar Adhinatha dan Sopia hingga hati keduanya berbunga mendapatkan cinta kasih dari buah hati mereka. Panggilan sudah diputus, tetapi diam-diam Adhintha menghubungi sekretarisnya untuk mengawasi pekerjaan Amelia dan segala hal yang menyangkut perusahaan termasuk absen kehadiran sang putri.Sementara, satpam di rumah mendapatkan perintah untuk tidak meloloskan siapapun selama dirinya dan sang ist
Cristy mencoba menggendong Kenzo saat Amelia sedang memilih pakaian, wanita ini menemukan kemiripan dengan Amelia pada wajah si balita walau tidak banyak. “Mei, keponakan kamu punya matamu loh!”Amelia mengerjap kecil seiring menoleh kemudian membentuk lengkungan kecil di bibirnya. “Wajar, keponakan kan masih satu darah.”“Iya sih, cuma kan beda orangtua, tapi kok bisa mirip sekali sama mata kamu, ada sifit-sifitnya seperti orang korea.”“Kebetulan doang ....” Amelia segera memasukan beberapa pakaian pada shopping bag untuk mengalihkan perhatian Cristy, “Mau ngitung?” kekeh kecilnya.“Masa cuma segini doang Mei, kamu sewa butik aku secara khusus loh,” kelakar Cristy.“Kalau pakaian cukup sih.” Amelia mencoba menyeimbangkan pakaian Kenzo selama satu minggu tinggal bersamanya, “aku butuh sepatu, Kenzo sudah mulai belajar jalan.” Wajahnya memancarkan kebahagiaan tiada tara hingga aura keibuan melekat erat, tetapi Cristy tidak bisa mengambil kesimpulan seperti itu karena sahabatnya belum
Amelia mengerjap. “Itu keponakan aku.” Datarnya, “jadi maksud kamu menemui aku karena mau membicarakan ini? Kalau kamu punya banyak waktu, lebih baik digunakan bekerja kan, bukannya kamu juga pewaris tunggal,” sindirnya.“Papa sama mama tidak memaksa, orangtuaku membebaskan aku memilih apapun propesi yang aku mau. Mei, salah satu keinginan aku adalah menjadi suami kamu. Kamu mau, kan?” Satu tangan Amelia sudah diraih, tetapi baru saja beberapa detik sudah ditarik paksa oleh si wanita.“Jangan mengada-ngada!”“Mei ..., aku serius, aku mau mendampingi seumur hidup kamu, Mei.”“Tio. Nafsu makan aku hilang saat pertama kali lihat kamu. Jadi tolong jangan menambah buruk suasana hati aku.” Amelia mengelap mulutnya menggunakan selembar tissue saat baru saja menyeruput jus, kemudian hendak berlalu, tetapi Tio segera mencegah.“Mei, harus berapa ribu kali aku minta maaf supaya kamu memaafkan aku? Atau apa yang harus aku lakukan supaya dapat maaf dari kamu.” Tatapan Tio penuh harapan karena cin