Hari ini Amelia dan Nitara membuat janji dengan Cristy, keduanya ingin membeli perlengkapan bayi di butik milik sahabatnya. Kini mereka sudah mengetahui jenis kelamin bayinya jadi tidak ada alasan untuk tidak melengkapi semua keperluan bayi. Kedua wanita ini ditemani ibunya. Maka, justru yang lebih aktif memilih adalah orangtua mereka.“Kita duduk saja, kita memilih sisanya saja.” Pasrah Amelia seiring menopang perut besarnya saat hendak duduk di sofa. Ukuran kehamilannya memang sedikit lebih besar dari Nitara, pun berat badan bayinya memang melebihi bayi yang berkembang dalam rahim sahabatnya.“Tadi sebelum kesini aku sudah banyak bertanya pada mama tentang apa saja yang harus dibeli. Aku kira mama tidak akan seaktif ini memilih. Hihi ....” Nitara membiarkan ibunya tanpa memerotes, dirinya sama seperti Amelia yang memilih pasrah.“Kalau aku sih tidak perlu bertanya-tanya lagi, aku sudah tahu semua perlengkapan bayi. Hanya tinggal memilih model dan warna yang berbeda saja. Hihi ....”
William terpaku di halaman rumah sakit, tatapannya masih sangat kosong karena sulit menerima kenyataan pahit yang didengarnya. “Kenapa, kenapa harus seperti ini?” Pria ini merasa dunianya hampir berakhir, dia merasa hidupnya juga tidak bermakna. Apalagi saat memikirkan hati Nitara ketika istrinya mengetahui kenyataan tentang bayi pertama mereka.“Apa yang harus aku lakukan?” William dihantui kebingungan saat menyikapi hal yang di luar jangkauannya. Jadi, pukul sembilan malam dirinya baru saja tiba dikediaman mertuanya.Seperti biasanya, Nitara menyambut hangat dan penuh kasih sayang, “Sayang ... apa kamu lembur? Pekerjaannya banyak sekali ya. Maaf ya, aku tidak bisa membantu apapun.” Kedua telapak tangannya menyentuh lembut dada bidang William yang masih berdiri di ambang pintu.William tiba dengan wajah semrawut, tetapi tidak dapat dipertontonkan terus menerus pada istrinya yang harus dibahagiakan. Maka, senyuman ditarik teduh. “Asalkan kamu tetap bahagia, itu sudah menjadi obat rasa
Bayi milik William dan Nitara menjadi bahan pemikiran Erland di sela-sela waktu luangnya. Pria ini barusaja menyantap dua suap makanan, kemudian menghentikannya. “Kasihan sekali William. Apa dia bisa makan sesuatu?” Saudaranya adalah ayah dari si bayi yang dinyatakan cacat, Erland mampu menebak isi kepala dan hatinya karena jangankan William, dirinya saja dibuat kurang nafsu makan padahal dia sempat mengatakan supaya William tidak terlalu memikirkannya.Panggilan diarahkan pada nomor ponsel William, tetapi tidak mendapatkan tanggapan. Jadi, Erland memanggil pada nomor kantor untuk menanyakan saudara kembarnya. “Apa William di sana?”“Tidak, Tuan. Sudah sejak pukul sepuluh pagi tuan William meninggalkan gedung karena harus menemui kolega,” jawab wanita yang berada di bagian lobby. Jadi, dia sangat tahu saat semua orang keluar dan masuk, apalagi William yang berpangkat pemilik.“Sekretarisnya di sana?”“Tidak, tuan William pergi bersama sekretarisnya.”“Berikan aku nomor sekeretarisnya,
Selama hampir satu minggu William hidup di dalam kesedihan, selama itu juga Erland mampu merasakannya hingga akhirnya William memutuskan menceritakan hal ini pada Bagaswara berharap bisa mengurangi sedikit kesedihannya.Saat Bagaswara mendengar cerita pilu tentang cucunya, dia dapat merasakan rasa sakit William dengan sangat dalam. Pelukannya begitu lama menangkup tubuh sang putra yang lebih besar darinya. “Nak, bersabarlah ... Papa di sini, mama dan semua keluargamu ada di sini. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan.” Saat ini hatinya sangat perih sebagaimana yang dirasakan William, tetapi Bagaswara mengerti maksud putranya bercerita, William ingin membagi kesedihan hingga mengikis perih yang menggerogotinya.“Tara tidak tahu. Hanya Erland dan Papa yang tahu ....” William masih berada dalam pelukan ayahnya-salah satu tempatnya mengadu. Ayah dan ibu adalah sosok terakhir pelariannya saat suatu masalah tidak dapat terselesaikan.“Ya, biarkan Tara dan mama, jangan sampai keduanya tahu.
Amelia menceritakan pertemuannya dengan dokter kandungan, wanita yang selalu menjelaskan dengan rinci tentang perkembangan putri mereka hingga membuat Erland mendengarkan sampai akhir seiring memasang wajah bahagia. “Syukurlah, putri kita sangat menyayangi ibunya. Maka dari itu kita selalu mendapatkan kabar baik dari anak kita.” Belaian lembut telapak tangannya segera menyapa perut buncit Amelia.“Bagaimana kalau kita mulai menyiapkan nama.” Antuasias Amelia.“Boleh. Tapi aku belum punya ide.” Erland melonggarkan dasinya saat menyahut ceria karena baru saja tiba dari perusahaan.“Tidak apa, kita pikirkan berdua. Aku juga belum punya ide kok,” kekeh gemas Amelia karena akhirnya dia bisa menyiapkan nama anaknya bersama sang suami, tidak seperti Kenzo dulu.“Nama seperti apa. Nama pasaran atau mungkin kamu mau nama dari bahasa romawi, yunani atau nama-nama orang mata sifit,” kekeh kegelian Erland.“Ish, tidak perlu seribet itu ....” Amelia memiliki nama biasa saja, tetapi cantik. Dia jug
Langit hanya menurunkan grimis, gremiricik air yang tidak lebat sama sekali walau mampu menempus pakaian jika terlalu lama berada di bawahnya. Sama halnya dengan pengalaman hidup Erland kali ini. Dirinya selalu mengiyakan hal-hal kecil yang William minta, tetapi akhirnya kini William menginginkan hal paling besar hingga membuat sambaran petir di dadanya. “Jangan mengada-ngada.” Raut wajahnya berubah dingin, bahkan melebihi udara di sekitar mereka.“Aku tidak mengada-ngada sama sekali. Aku ingin meminta milikmu yang ini, aku ingin bertukar,” lugas William dengan tatapan yang tidak pernah kabur dari Erland.“Will!” pekik Erland yang tidak habis pikir dengan isi kepala William.William masih memandangi Erland seolah tidak pernah ragu. “Anak kami cacat. Sekarang aku bisa menerimanya dengan lapang dada walaupun masih menyisakan kesedihan, tapi bagaimana dengan Tara. Tara akan sangat sedih saat pertama kali bertemu dengan anak pertama kami, anak yang selama ini dinantikan. Bahkan Tara sempa
Amelia dan Erland menceritakan rencana kepergian mereka pada Adhinatha dan Sopia hingga keduanya terhenyak kaget mendengar kabar mendadak seperti ini. “Kapan kalian akan pergi?” tanya Adhintha yang tidak akan melarang walaupun dia akan sangat mencemaskan Amelia karena lagi-lagi putrinya harus melahirkan tanpa kehadiran orangtua di sisinya.Erland memberikan jawaban dengan lugas, “Saat mendekati kelahiran.”Sopia menyahut cemas, “Tapi apa tidak berbahaya bepergian saat mendekati waktu melahirkan. Lagipula Amei tidak bisa pergi begitu saja, Amei harus memeriksakan kandungannya dulu untuk memastikan keamanan ibu dan bayi.” Berbeda dengan Adhinatha, Sopia mencoba menahan.“Erland tidak akan melupakan itu, Ma.” Senyumannya ditambahkan bersama pembawaan santai berharap Sopia tidak lagi mencemaskan putrinya.Amelia melanjutkan, “Ma ... kalaupun Amei tinggal di luar negeri, Amei akan baik-baik saja kok. Amei sudah melakukannya saat mengurus Kenzo.”“Tapi kan Sayang ....” Sopia hendak berbicar
“Wil,” sapa Cristy saat dirinya nekad ingin menemui Erland karena sudah sejak lama pria itu selalu menolak kehadirannya.“Hi,” sapa kecil William yang sedang tidak berminat bertemu dengan siapapun.“Kamu di sini. Bukankah kalian memiliki gedung berbeda?” Tatapan Cristy mengarah pada bola mata William yang diisi kalut, wanita ini mampu melihatnya hanya saja dirinya mengira jika William sedang terlalu sibuk dengan bisnisnya.“Ya, kami memiliki gedung berbeda. Aku hanya sedang berkunjung. Eu ... maaf, aku tidak dapat berlama-lama di sini.” William ingin menghindari percakapan panjan lebar.“Eh, tunggu!” Cristy segera mencegah saat William hendak melangkahkan kakinya. “Apa Erland ada di dalam. Aku ingin memberikan hadiah untuk Kenzo.” Sebuah paper bag berukuran kecil diacungkan. Kemarin, niatnya ingin memasak makan siang untuk Erland, tetapi mungkin Amelia sudah membuatkan makan siang dan mungkin makan siang darinya berakhir di tangan oranglain atau di tempat sampah. Maka, hari ini Cristy
“Eu ... lumayan. Tidak salah kan, Zeel berdekatan sama tantenya.” Saat ini jantung Amelia mulai tidak tenang karena mungkin dirinya salah telah membicarakan hal ini dengan Erland. “Tidak, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah jika terlalu dekat. Jangan sampai Zeel menganggap Tara sebagai ibunya. Kamu tahu sendiri seorang bayi akan mengenali aroma ibunya, jika Tara terlalu dekat dan sering berdekatan dengan Zeel bukankah ada kemungkinan Zeel akan nyaman dengan tubuh Tara dan salah mengenali aroma tubuh tantenya sebagai aroma tubuh ibunya.” Tatapan Erland sangat serius kala membahas hal yang tidak disukainya. “I-ya. Tapi itu tidak akan terjadi.” Senyuman hambar Amelia yang mulai gagap hingga Erland mampu membaca hal tidak beres, tetapi dia tidak akan menginterograsi Amelia karena tidak seharusnya seorang istri yang telah melahirkan anak-anaknya mendapatkan pertanyaan memojokan. Justru Erland memberikan kecupan hangat di dahi Amelia. “Beristirahatlah ..., tapi aku tinggal sebenta
Amanda kembali pada Amelia, tetapi tidak mengatakan apapun walaupun mungkin keputusannya kurang tepat. “Kak?” sapa Amelia yang melihat kebingungan di wajah Amanda, “ada apa? Kakak lagi bingung ya, kenapa? Eh, tapi bukan Amei mau ikut campur ya Kak. Hihi ... tapi Kakak bisa berbagi apapun kok sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda mendesah. “Iya, ada hal yang membuat Kakak bingung. Apa itu terlihat sangat jelas?” Bukan hanya raut wajahnya saja yang mengatakan isi hatinya, tetapi juga tatapan matanya.Amelia terkekeh sebelum berkata, “Iya Kak, terlihat sangat jelas. Apalagi kita sudah sangat dekat, jadi sepertinya Amei bisa melihat hal sekecil apapun dari Kakak. Hihi ....” Kekeh kecilnya ditambahkan, kemudian memandangi Amanda penuh peduli, “Apa itu, Kak? Cerita saja sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda kembali mendesah. “Itu ... tentang hal besar Mei. Kakak masih memikirkannya karena Kakak tidak yakin apa prasangka Kakak benar. Tapi ... Kakak rasa memang benar.”“Ikuti saja kata hati Kakak,
Saat ini Nitara sedang menyaksikan Amelia saat bersama dengan Grizelle. Miranda sudah turun lebih dulu, tetapi wanita ini ingin menyaksikan malaikat kecil dari atas sini karena wajahnya begitu manis dan cantik dengan sentuhan kehangatan. Dia menilai jika bayi perempuan itu akan tumbuh menjadi manusia yang sangat ramah. “Sayang ...,” panggilan Miranda saat beberapa anak tangga sudah dipijaknya seiring menggendong Galaxy. “Eu-iya Ma.” Nitara segera bergegas menuju punggung Miranda. Tangga rumah ini cukup luas, bisa langsung dipijak tiga sampai empat orang sekaligus, hanya saja Nitara tetap ingin berada di belakang mertuanya dibandingkan di sisinya supaya tetap dapat menyaksikan wajah Grizelle. ‘Andai kamu menjadi anakku. Bagaimanapun caranya, jadilah anakku.’Kini, Nitara dan Miranda sudah bergabung dengan Amelia dan Sopia yang asik mengasuh Grizelle. Saat Galaxy tiba, tentunya semua orang merasa lebih bahagia. Saat ini Sopia menyisipkan kata pamitannya pada sang besan. “Saya akan pu
Saat ini hati Cristy bergetar, entah mengapa?“Astaga ... sepertinya karena aku sering bertemu Tio jadi sekalinya tidak bertemu akhirnya seperti ini. Aku memikirkannya. Ck!” Cristy tidak menyukai perasaan seperti ini, tetapi terpaksa harus menjalaninya karena sudah menjadi ketentuan alam. Wanita ini sedang merias bunga kertas di rumahnya untuk nantinya sekalian dijajakan di butik. “Tio bisa melibatkanku dalam acara amalnya, tapi aku tidak mau bukan tidak bisa melibatkan Tio dalam kegiatanku, biarkan saja dia beristirahat di masa pemulihannya.” Udara panjang dibuang.Namun, karena isi kepalanya sering mengarah pada Tio akhirnya Cristy mencoba menghubungi saat menuju butiknya. “Hi, apa kabar hari ini?” kekeh kecilnya.Di luar dugaan Cristy, karena Tio terkekeh ceria, “Aku suka mendapatkan panggilan darimu. Jadi sudah dapat disimpulkan jika aku baik-baik saja.”“Ayolah ... yang serius, jangan menggoda. Bukan waktunya!” Cristy tidak luluh karena saat ini dia sedang ingin mendengar kabar p
Bibi tidak meninggalkan kamar Amelia karena Kenzo asik bermain mobilannya di sana. Maka, saat Amelia menyelesaikan mandinya wanita ini kembali bertemu dengan anak sulungnya. “Kenzo lagi apa ... Mama jemput Zeel ya sebentar biar kalian main berdua,” kekeh bahagianya karena kehidupannya penuh warna dan cerita. Amelia segera menuju anak keduanya setelah wanita ini membersihkan diri, tetapi dia belum memompa asi, lagipula Grizelle barusaja menyusu pada Nitara, asinya juga belum terkumpul banyak, terlalu tanggung jika harus dipompa sekarang. Di ambang pintu, dia kembali menyaksikan jika Nitara bersenandung untuk putrinya walaupun Grizelle terlelap sangat nyenyak. Senyuman melengkung. “Sesayang itu Tara sama Zeel ....” Amelia merasa sosok Nitara tidak akan ditemuinya pada diri orang lain. Saat ini Galaxy menangis, maka Nitara segera menyuruh babysitter menggendong putranya sekalian menghangatkan susu. Saat ini Amelia sedikit keheranan karena seharusnya Galaxy bisa menyusu langsung pada ib
Bibi menghampiri Amelia yang sedang bersiap-siap mandi sekalian memompa asi. “Non, sedang sibuk?” tanya santai wanita ini seiring menuntun Kenzo masuk ke dalam kamar Amelia.“Tidak Bi, ada apa, Kenzo rewel mau sama Amei?” tebak Amelia karena bibi tiba bersama putranya walaupun itu tidak aneh, Kenzo adalah tanggung jawab bibi selama dirinya dan keluarganya tidak dapat memerhatikan malaikat kecil satu ini. “Tidak Non. Bibi hanya mau bicara sebentar, apa Non Amei ada waktu?” Sedekat apapun wanita ini dengan nyonya muda Amelia, dia tetap harus mengingat posisinya, dan walaupun dirinya mendapatkan kepercayaan penuh menjaga Kenzo. Maka, sikapnya tidak pernah berlebihan, selalu di dalam batas. “Silakan, Bi ....” Amelia tidak akan pernah menolak kehadiran wanita itu. Maka, kini keduanya duduk bersebelahan di atas sofa yang sama, sedangkan Kenzo anteng bermain di karpet empuk di dekat kaki ibunya. Tidak lupa, wanita ini menjamu bibi. Jadi, keduanya meminum teh bersama. “Apa yang akan bibi bi
William dan Erland tiba bersamaan ke kediaman Bagaswara. Keduanya membawa makanan buah tangan dari restoran milik Tio hingga Amelia dan Nitara antuasias menyambut karena sudah cukup lama keduanya tidak merasakan cita rasa menu dari restoran berbintang itu. “Aku rasa Tio sukses mengguncang dunia kuliner,” kekeh Erland saat berkelakar. Amelia segera menyahut saat menyuap, “Memangnya kenapa, apa restoran Tio menjadi sangat viral?” Kekeh ditambahkan. “Aku rasa hanya Tio yang mengadakan acara amal di restoran. Itu sangat bagus, gerakan yang dilakukannya sangat bermanfaat untuk banyak orang. Apalagi untuk orang-orang jalanan karena Tio tidak pandang bulu saat memberi,” penjelasan terperinci diberikan Erland bersama pujiannya. “Ya, itu bagus sekali.” Pun, Amelia melanjutkan kalimat pujian suaminya, tetapi saat ini terdapat tatapan tidak suka Sopia.‘Kamu ini Mei. Memuji mantan pacar di hadapan suami!’ Ingin sekali segera menyampaikan kalimat itu, tetapi suasana makan tidak boleh dirusak
Sopia barusaja kembali pada sore hari karena kegiatannya hari ini bukan hanya bertemu dengan ibunya Tio saja. Wanita ini menceritakan aksi sosial pemuda itu pada Amelia, tetapi bukan berarti mengagumi, dirinya hanya merasa heran karena Tio membagikan makanan gratis sebanyak itu. Maka, Amelia menyahut sesuai dengan pandangannya. “Bagus kan, Ma. Lagian tidak aneh kok Tio berbagi. Dari dulu Tio memang begitu. Cuma yang Amei tahu tidak sebanyak dan sebesar itu sikap sosialnya.” “Sayang sih kalau menurut Mama. Terlalu mubajir.”“Ya ampun Ma ... tidak ada kebaikan yang mubajir.” Bukan mencerami ibunya, Amelia hanya sedang mengingatkan.Namun, pembahasan Sopia beralih. “Mama jadi khawatir pada pemuda itu. Bukan Mama menyumpahi, hanya saja apakah usianya masih panjang?” ceplosnya bersama keraguan karena kalimatnya cukup kasar.“Ish, Mama. Jangan bilang begitu dong!” Tentu saja Amelia langsung memerotes.“Tiba-tiba saja Mama kepikiran kesana saat mamanya Tio bercerita.” Sopia sudah bisa mene
Acara amal yang diselenggarakan Tio berlangsung sangat lancar, banyak sekali peminat, tetapi semuanya berbaris dengan rapih bahkan tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan meja, maka pihak restoran mengemas makanannya dengan sangat rapih.Cukup lama Sopia berada di sana karena ibunya Tio mengajaknya berbicara ini dan itu termasuk menanyakan Amelia, “Bagaimana kabar Amei sekarang dan anak keduanya?”“Baik-baik saja ... Grizelle tumbuh dengan pesat,” kekeh bahagia Sopia.“Syukurlah ... saya ikut senang mendengarnya.”“Sudah beberapa hari ini Amei dan Grizelle tinggal di kediaman mertuanya, jadi kali ini saya dan suami menginap untuk melepas rindu pada kedua cucu kami,” kekeh bahagia Sopia lagi.“Pasti kalian tidak dapat berjauhan dengan cucu,” kekeh wanita ini, “andai Tio sudah menikah, kami juga akan menimang cucu,” desahnya kemudian.Sopia tersenyum kecil. “Mungkin tidak akan lama lagi.”Saat ini tanpa sengaja Jesica mendengar kalimat ibunya. Maka hatinya kembali bersedih. ‘Kalau ka